Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
12.07.2015 Views

Democracy Projectfitrahnya untuk menjadi hanîf; banyak di antara mere ka bukan hanyatidak mengikuti sepenuhnya “islam” yang dibawa Nabi Adam dannabi-nabi selanjutnya, tetapi bahkan menyim pang jauh dari tradisimonoteistik. Di sinilah, Nabi Muhammad menyampaikan Islam(dengan “I” besar) sebagai bentuk final dari “islam” yang dibawanabi-nabi terdahulu.Dengan demikian, kemajemukan keagamaan di antara umatmanu sia tidak terelakkan lagi; bahkan kemajemukan ini telahmerupakan hukum Tuhan (sunnatullâh). Karena itu, agama (dalamhal ini, Is lam) tidak boleh dipaksakan oleh siapapun kepada siapapun, karena jika Tuhan menghendaki, maka semua manusia akanber iman (Q.S. al-Baqarah 2:256; Yunus 10: 99).Jika Islam menolak pemaksaan agama, bagaimana halnya de ngandakwah? Islam seperti agama-agama lain, tidak dapat menge lakkandiri dari penyebaran misinya yang dipercayai mempunyai kebenaraneksklusif.Islam tentu saja mewajibkan kepada para pemeluknya untukmenyampaikan pesan-pesan Islam melalui dakwah-panggilan ke padakebenaran agar manusia yang bersangkutan dapat mencapaikeselamatan dunia dan akhirat (Q.S al-Nahl 16:125; al-Hajj 22: 67;Fushshilat 41:33). Karena dakwah merupakan “panggilan”,konsekuensinya adalah bahwa ia harus tidak melibatkan pemak -saan—lâ ikrâha fi al-dîn (Q.S al-Baqarah 2:256).Dengan demikian jelas, Islam mengakui hak hidup agama -agamalain; dan membenarkan para pemeluk agama-agama lain tersebutuntuk menjalankan ajaran-ajaran agama masing-masing. Di sinilahterletak dasar ajaran Islam mengenai toleransi beraga ma, yang dalamkonteks historis akan dikemukakan di bawah.Dalam hubungannya dengan agama-agama lain, al-Faruqi & al-Faruqi menjelaskan, Islam memberikan keistimewaan khusus kepadaagama Yahudi dan Kristen. Kehormatan yang diberikan Islam kepadaJudaisme dan Kristianitas, para pendiri, kitab suci, dan parapenganut keduanya (yang di dalam istilah a1-Qur’an di sebut ahl alkitâb)bukanlah sekedar basa-basi, tetapi merupakan pengakuanterhadap kebenaran kedua agama tersebut. Lebih jauh lagikedudukan sah kedua agama ini bukan bersifat sosio-poli tis, kulturalataupun peradaban, melainkan bersifat keagamaan; tegas nyamenduduki posisi yang distingtif dalam doktrin Islam itu sendiri.16 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Democracy ProjectDalam hal ini, Islam betul-betul unik, karena tidak ada agamamanapun di dunia yang menjadikan kepercayaan pada kebenaranagama lain sebagai syarat yang perlu bagi keimanan agamanyasendiri. Mempertimbangkan kenyataan ini, tidak aneh kalau Glasse(1991: 27) menyatakan, kenyataan bahwa sebuah Wahyu (Islam)menyebut (wahyu-wahyu) lain sebagai absah meru pakan peristiwaluar biasa dalam sejarah agama-agama.Islam secara eksplisit mengajarkan bahwa fenomena kenabianmerupakan suatu hal yang bersifat universal. Dan karena itu, tidakberlaku penilaian (ketentuan) Tuhan terhadap manusia, kecuali sete -lah Ia mengutus seorang rasul kepada kelompok manusia tertentu(Q.S. al-Isra’ 17:15; Yunus 10: 47). Keadilan mutlak Tuhan meng -hendaki, bahwa tidak seorang pun dapat memikul tanggung jawabkecuali setelah hukum Tuhan disampaikan. Penyampaian hukumTuhan tersebut pada gilirannya menghendaki pengutusan nabi ataurasul. Sebagian nabi-nabi atau rasul-rasul itu disebutkan dalam alQur’ân (Q.S. al-Mu’min 40:78), dan sebagian besar lagi tidak; atause bagian mereka diketahui secara meluas, dan lebih banyak lagi tidak.Karena itu, dalam kaitan tersebut, tidak mengherankan jikaterda pat ulama yang berpendapat bahwa ahl al-kitâb—yakni merekayang menerima kitab suci dari Tuhan—tidak terbatas pada peng a nutYudaisme dan Kristianitas. Menurut Nurcholish Madjid, MuhammadRasyid Ridha, pemikir pembaharu terkenal asal Me sir, misalnya,berpendapat bahwa di luar kaum Yahudi dan Nas rani juga terdapatahl al-kitâb. Ridha tidak hanya memasukkan penganut agama Majusi(Zoroaster), Shabi’in ke dalam golongan ahl al-kitâb, tetapi jugapengikut Hindu, Buddha dan Konfusianis me (Cf. Madjid, 1995: 81-84). Dalam bukunya yang lain, Nur cholish Madjid mengutip `Abd al-Hamid Hakim, tokoh pembaru asal Sumatra Barat, yang ber pendapat“lebih maju” lagi dari pada Ridha. Menurut Abd al-Hamid Hakim,Hindu, Buddha, dan agama-agama Cina dan Jepang juga termasukagama ahl al-kitâb, karena dalam pandangannya, agama-agamatersebut bermula dari dasar ajaran tauhid (Madjid, 1992: lxxii).Pandangan Abd al-Hamid Hakim ini selaras dengan penjelas anal-Faruqi & al-Faruqi. Menurut kedua sarjana terakhir ini, Is lammemandang bahwa semua nabi mempunyai satu esensi ajaran yangmengandung dua unsur: ajaran tauhid dan ajaran moralitas untukmengerjakan perbuatan baik dan menghindarkan perbuat an jahat.Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 17

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>Dalam hal ini, Islam betul-betul unik, karena tidak ada agamamanapun di dunia yang menjadikan kepercayaan pada kebenaranagama lain sebagai syarat yang perlu bagi keimanan agamanyasendiri. Mempertimbangkan kenyataan ini, tidak aneh kalau Glasse(1991: 27) menyatakan, kenyataan bahwa sebuah Wahyu (Islam)menyebut (wahyu-wahyu) lain sebagai absah meru pakan peristiwaluar biasa dalam sejarah agama-agama.Islam secara eksplisit mengajarkan bahwa fenomena kenabianmerupakan suatu hal yang bersifat universal. Dan karena itu, tidakberlaku penilaian (ketentuan) Tuhan terhadap manusia, kecuali sete -lah Ia mengutus seorang rasul kepada kelompok manusia tertentu(Q.S. al-Isra’ 17:15; Yunus 10: 47). Keadilan mutlak Tuhan meng -hendaki, bahwa tidak seorang pun dapat memikul tanggung jawabkecuali setelah hukum Tuhan disampaikan. Penyampaian hukumTuhan tersebut pada gilirannya menghendaki pengutusan nabi ataurasul. Sebagian nabi-nabi atau rasul-rasul itu disebutkan dalam alQur’ân (Q.S. al-Mu’min 40:78), dan sebagian besar lagi tidak; atause bagian mereka diketahui secara meluas, dan lebih banyak lagi tidak.Karena itu, dalam kaitan tersebut, tidak mengherankan jikaterda pat ulama yang berpendapat bahwa ahl al-kitâb—yakni merekayang menerima kitab suci dari Tuhan—tidak terbatas pada peng a nutYudaisme dan Kristianitas. Menurut Nurcholish Madjid, MuhammadRasyid Ridha, pemikir pembaharu terkenal asal Me sir, misalnya,berpendapat bahwa di luar kaum Yahudi dan Nas rani juga terdapatahl al-kitâb. Ridha tidak hanya memasukkan penganut agama Majusi(Zoroaster), Shabi’in ke dalam golongan ahl al-kitâb, tetapi jugapengikut Hindu, Buddha dan Konfusianis me (Cf. Madjid, 1995: 81-84). Dalam bukunya yang lain, Nur cholish Madjid mengutip `Abd al-Hamid Hakim, tokoh pembaru asal Sumatra Barat, yang ber pendapat“lebih maju” lagi dari pada Ridha. Menurut Abd al-Hamid Hakim,Hindu, Buddha, dan agama-agama Cina dan Jepang juga termasukagama ahl al-kitâb, karena dalam pandangannya, agama-agamatersebut bermula dari dasar ajaran tauhid (Madjid, 1992: lxxii).Pandangan Abd al-Hamid Hakim ini selaras dengan penjelas anal-Faruqi & al-Faruqi. Menurut kedua sarjana terakhir ini, Is lammemandang bahwa semua nabi mempunyai satu esensi ajaran yangmengandung dua unsur: ajaran tauhid dan ajaran moralitas untukmengerjakan perbuatan baik dan menghindarkan perbuat an jahat.Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 17

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!