12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>Tuhan, dengan resiko yang akan ditanggung masing-masing baiksebagai pribadi maupun kelompok.Selanjutnya, penting untuk dikemukakan pendapat Dr. AsgharAli Engineer, seorang pemikir muslim terkemuka dari India. Dalamkaryanya Islam and Pluralism yang saya kutip pada awal tulisan ini,Asghar Ali berpendapat bahwa bagi Islam sudah sangat jelas bahwaajaran Alquran itu menghargai eksistensi, ajaran, dan bahkan hakhidup agama-agama lain. Oleh karena itu sebagai manusia kita tidakpunya hak untuk menolak keberadaan dan menghakimi sertamemaksakan kehendak kita atas keberagamaan orang lain. Sikapseperti ini bukanlah anjuran Alquran, tetapi lebih merupakanmanifestasi dari ego manusia.Sementara itu perlu dicatat bahwa Islam memberikan penamaankepada penganut agama-agama samawi yang lain, umumnyadipahami sebagai Yahudi dan Kristen, dengan sebutan ahl al Kitab,atau masyarakat yang mempunyai Kitab. Ini merupakan istilah yangdigunakan Alquran untuk mengayomi komunitas lain yangmenerima wahyu Tuhan sebelum kehadiran Islam. Dalam Alqurantidak ada satu ayatpun yang menyatakan akan menghapuskan kitabkitabumat lain yang pernah diwahyukan sebelumnya, tetapi hanyamengafirmasi validitasnya. Menurut Cak Nur, sikap ini juga tidakperlu ditafsirkan bahwa semua agama itu sama. Hal itu jelasmustahil, dan melawan kodrat tentang adanya perbedaan dankeragaman ajaran agama sebagai bagian kuasa Ilahi. Tetapi sikapIslam pada dasarnya lebih dimaksudkan sebagai pengakuan terhadaphak masing-masing agama untuk eksis dan kebebasan para penganutagama untuk menjalankan ibadah keagamaan sesuai dengankebenaran yang diyakininya. Kebenaran di sini haruslah ditafsirkansebagai kebenaran subjektif, artinya kebenaran menurut pandanganpemeluk agama yang bersangkutan. Jadi bukan kebenaran yangberlaku untuk semua pemeluk agama.Kedua, fatwa MUI tersebut mengesampingkan pertimbanganpertimbangansosiologis dalam memahami konsepsi tentangpluralisme. Menurut hemat saya, fatwa tersebut agaknya didasaridengan pre-konsep yang didasarkan pada pandangan subjektif danideologisasi terhadap konsep pluralisme itu sendiri. Padahalpluralisme bukanlah ideologi, bukan pula sebuah anarki keagamaan,dan jelas bukan bentuk bebas dari relativisme. Sosiolog Diana L. EckBunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 453

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!