12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>yang ditujukan kepada saya mengenai soal ini setelah kontroversisoal pluralisme itu. Bahkan dalam sebuah diskusi di IAIN “WaliSongo” Semarang tahun 2006, seorang peserta yang nampaknyamengikuti perjalanan hidup saya sejak di Panji Masyarakat hinggasekarang, mempertanyakan atau lebih tepat “menggugat” keter -libatan saya sebagai salah seorang pengkritik fatwa MUI. Meskipundia juga tidak senang terhadap mereka yang menggunakan cara-carayang kurang simpatik dan bahkan kekerasan, peserta diskusi tersebutikut menyesalkan keterlibatan saya dalam mengkritisi fatwa MUI.Saya juga pernah menerima beberapa surat dan pertanyaan lisan darisejumlah kawan lama yang mempertanyakan hal serupa, danmeminta saya untuk tidak terjebak dalam “permainan politik” yangmerugikan karir serta masa depan saya itu. Tentu saja saya bisamemaklumi jika ada pertanyaan dan gugatan semacam itu. Apalagibagi mereka yang tahu latar belakang dan perjalanan karir saya.Pertanyaan dan gugatan semacam ini memang tidak mudah dijawab,karena konteks permasalahannya cukup luas. Tetapi izinkan sayadengan segala kerendahan hati menjawab semua persoalan itu,meskipun terpaksa agak panjang supaya jelas permasalahannya.Dengan segala hormat kepada para pengurus MUI, saya inginmelihat fatwa tersebut dalam tiga perspektif: teologis, sosiologis, danhistoris.Pertama, dalam perspektif teologis, fatwa MUI itu sangatdipengaruhi oleh pandangan yang menyamakan pluralisme denganrelativisme. Padahal tafsiran tentang pluralisme itu sendiri tidaktunggal, dan tidak sekali selalu terkait dengan konsep tentangrelativisme agama itu. Namun harus diakui ada sejumlah teolog Baratyang mendefinisikan pluralisme dalam bingkai relativisme, yangmemang punya kecenderungan merelatifkan atau menyamakanagama-agama. John Hick, misalnya, lebih melihat pluralisme dalambingkai sejarah sekularisme di Barat. Menurut Hick, pluralismeagama berpangkal pada teori bahwa agama-agama dunia memilikivariasi konsepsi maupun persepsi serta respon yang disebutnyasebagai ”The One Ultimate” atau ”Mysterious Divine Reality”. TetapiHick menegaskan bahwa klaim kebenaran eksklusif agama harusdimodifikasi karena gagasan klaim kebenaran (truth claim) bukanhanya bertentangan dengan konsepsi Tuhan Maha Pengasih, tetapijuga karena klaim tersebut berasal dari subjektivitas manusia.Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 449

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!