Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
12.07.2015 Views

Democracy Projectdalam perdebatan di konstituante itu, banyak muncul kutipanpemikiran para filosof terkemuka, pemikir besar, ilmuwancemerlang, dan refleksi serta permenungan yang paradigmatik. Ituterlihat misalnya kalau kita membaca argumen-argumen yangdikemukakan oleh tokoh-tokoh Islam seperti M. Natsir, Hamka, KHMasykur, Dr. Abu Hanifah, dan lain-lain dalam mengajukan Islamsebagai dasar negara. Atau kalau kita membaca argumen yangdikemukakan oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Soedjatmoko, Kasimo,Aidit, dan lain-lain tentang resiko negara agama dalam konteksnasionalisme, demokrasi, pluralisme, dan negara hukum. Perdebatandi antara mereka bukan hanya reflektif, kaya dimensi, dan visioner;tetapi juga mencerahkan pemikiran (enlightening).Kalau kita menelaah perdebatan para tokoh bangsa dalampersidangan BPUPKI, nampak jelas bahwa sekalipun perbedaanpendapat di antara mereka sangat tajam, persaudaraan dan rasasaling menghormati tetap terjaga dengan baik. Maka meskipunideologi, keyakinan, dan agama mereka berbeda satu sama lain,persatuan dan kesatuan tetap dijaga. Bahkan bahkan perdebatan yangmuncul di forum konstituante, perbedaan pendapat antara parawakil rakyat dari golongan Islam dengan para wakil dari kelompoknasionalis sekuler, non-Islam dan bahkan ateis, sangatlah tajam dansulit dipertemukan. Toh mereka tetap bisa berdialog dan ber hubung -an baik sebagai pribadi dan punya komitmen untuk menghargaipendapat lawan atau kawan politik yang punya pandangan berbeda.Inilah sikap negarawan sejati.Contoh yang baik mengenai hal ini adalah almarhum M. Natsir,seorang tokoh Islam yang sangat disegani dan pimpinan partaiMasyumi. Sebagai tokoh, Natsir dikenal bukan saja karena tulisantulisannyayang argumentatif, tapi juga dihormati karena tuturkatanya yang halus dan mengesankan bagi kawan maupun lawanpolitiknya. Kalau kita membaca tulisan-tulisan Natsir yang telahdibukukan dalam Capita Selecta, kita akan mengetahui bagaimanaNatsir mengulas dan mengkritisi pemikiran dan ideologi Sukarnodengan bahasa yang terstruktur dan kalimat yang santun, meskipuntajam maknanya. Bagi Nastir, betapapun tajamnya perbedaanpendapat, lawan polemk harus tetap dihormati, dan silaturahmi sertakesantunan intelektual harus tetap dijaga.Sebagai demokrat sejati, Natsir sangat menghormati pendapat440 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Democracy Projectorang lain, sekalipun ia tidak setuju dan bahkan menentang kerasjika menyangkut soal-soal yang prinsipil. Itu sebabnya, Sukarnosangat menghormati Natsir. Adalah berkat kepiawaian, kecerdasan,dan kearifan Natsir dalam perundingan dan dialog pula yangmenyebabkan ”Mosi Integral” Natsir didukung oleh kawan danlawan politiknya dari berbagai golongan. Sebuah mosi yang ber -sejarah dan merupakan pondasi bagi penegakan negara kesatuan RIyang saat itu terancam oleh disintegrasi. Berkat kepribadian dan jasajasanya,Sukarno juga mengangkat Natsir sebagai Menteri Penerang -an, dan kemudian Perdana Menteri, walaupun hubungan keduanyakemudian renggang karena Sukarno banyak dipengaruhi oleh PKI.Di sisi lain, kalau kita membaca tulisan-tulisan Sukarno di masapra-kemerdekaan, khususnya dalam polemiknya dengan Natsir yangsebagian telah diterbitkan kembali dan dirangkum dengan tulisanlain dalam buku Dibawah Bendera Revolusi, kita akan tahubagaimana pribadi dan etika menulis seorang Sukarno. Sekalipunkalimat-kalimat yang dipakai dalam tulisannya terkadang meng -gelora, isinya tetap sangat bermutu dan tidak sedikitpunmengandung pelecehan pribadi, sinisme, apalagi fitnah. Dan kelakkita tahu polemik mereka yang sangat bermutu itu, sebagaimanaditulis oleh almarhum Prof. Deliar Noer dalam karya magnum opusnya,The Modernist Muslim Movements in Indonesia, berdampakbesar dalam diskursus tentang hubungan Islam dan negara sejakzaman pra-kemerdekaan hingga masa-masa sesudahnya. Tentu sajasemua itu bisa terjadi karena polemik mereka berdua memang benarbenarberkualitas dan sarat dengan gagasan-gagasan besar yangmencerahkan pemikiran.Sebagai demokrat, menurut teman saya Yusril Ihza Mahendra,Natsir juga dikenal karena sikapnya yang terbuka, ramah, danmanusiawi dalam menghadapi pebedaan pendapat. Dalam sidangsidangparlemen di tahun 1950-an, misalnya, Natsir seringkali dudukdi kantin, mengobrol sambil minum kopi dan bercanda dengan D.N.Aidit, pentolan PKI. Padahal perbedaan pandangan politik di antarakeduanya bagaikan bumi dan langit. Sementara itu, perbedaan carapandang, visi, dan strategi politik dalam menjalankan roda politikpartai antara Natsir dengan tokoh Masyumi seperti Isa Anshary yangdikenal penganut ”garis keras”, juga tidak membuat hubungankeduanya renggang. Keduanya saling tetap menghormati. SebagaiBunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 441

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>orang lain, sekalipun ia tidak setuju dan bahkan menentang kerasjika menyangkut soal-soal yang prinsipil. Itu sebabnya, Sukarnosangat menghormati Natsir. Adalah berkat kepiawaian, kecerdasan,dan kearifan Natsir dalam perundingan dan dialog pula yangmenyebabkan ”Mosi Integral” Natsir didukung oleh kawan danlawan politiknya dari berbagai golongan. Sebuah mosi yang ber -sejarah dan merupakan pondasi bagi penegakan negara kesatuan RIyang saat itu terancam oleh disintegrasi. Berkat kepribadian dan jasajasanya,Sukarno juga mengangkat Natsir sebagai Menteri Penerang -an, dan kemudian Perdana Menteri, walaupun hubungan keduanyakemudian renggang karena Sukarno banyak dipengaruhi oleh PKI.Di sisi lain, kalau kita membaca tulisan-tulisan Sukarno di masapra-kemerdekaan, khususnya dalam polemiknya dengan Natsir yangsebagian telah diterbitkan kembali dan dirangkum dengan tulisanlain dalam buku Dibawah Bendera Revolusi, kita akan tahubagaimana pribadi dan etika menulis seorang Sukarno. Sekalipunkalimat-kalimat yang dipakai dalam tulisannya terkadang meng -gelora, isinya tetap sangat bermutu dan tidak sedikitpunmengandung pelecehan pribadi, sinisme, apalagi fitnah. Dan kelakkita tahu polemik mereka yang sangat bermutu itu, sebagaimanaditulis oleh almarhum Prof. Deliar Noer dalam karya magnum opusnya,The Modernist Muslim Movements in Indonesia, berdampakbesar dalam diskursus tentang hubungan Islam dan negara sejakzaman pra-kemerdekaan hingga masa-masa sesudahnya. Tentu sajasemua itu bisa terjadi karena polemik mereka berdua memang benarbenarberkualitas dan sarat dengan gagasan-gagasan besar yangmencerahkan pemikiran.Sebagai demokrat, menurut teman saya Yusril Ihza Mahendra,Natsir juga dikenal karena sikapnya yang terbuka, ramah, danmanusiawi dalam menghadapi pebedaan pendapat. Dalam sidangsidangparlemen di tahun 1950-an, misalnya, Natsir seringkali dudukdi kantin, mengobrol sambil minum kopi dan bercanda dengan D.N.Aidit, pentolan PKI. Padahal perbedaan pandangan politik di antarakeduanya bagaikan bumi dan langit. Sementara itu, perbedaan carapandang, visi, dan strategi politik dalam menjalankan roda politikpartai antara Natsir dengan tokoh Masyumi seperti Isa Anshary yangdikenal penganut ”garis keras”, juga tidak membuat hubungankeduanya renggang. Keduanya saling tetap menghormati. SebagaiBunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 441

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!