Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
12.07.2015 Views

Democracy Projectkejadian di Manis Lor, Cirebon, tentang amuk massa dan gambarbeberapa orang Ahmadiyah yang mukanya berdarah-darah. Terlihatmassa mengumandangkan takbir, menyatakan jihad, dan memerangimereka yang disebutnya sebagai ”kafir” dan kelompok sesat yangharus diperangi. Dan fatwa MUI, lagi-lagi dijadikan sandaran olehmereka untuk melakukan tindak kekerasan seperti itu. Maka yangterjadi adalah sebuah proses kapitalisasi fatwa dan penafsiransubjektif yang dipakai untuk menjustifikasi tindak kekerasanterhadap sesama muslim dan warga negara.Yang menarik, dalam pernyataan resminya, MUI, sejumlahkelompok garis keras, dan media tertentu malah menyatakan bahwakekerasan yang muncul itu terjadi karena adanya provokasi iklanAKKBB yang bertajuk ”Mari Pertahankan Indonesia Kita” yangdimuat di berbagai media massa. Sebuah iklan yang menegaskanperlunya mempertahankan kebhinnekaan Indonesia sebagai negarabangsadan Pancasila sebagai ideologi negara serta didukung sertaditandatangani oleh sekitar 289 kaum terpelajar, intelektual, ulama,rohaniawan, serta aktivis dan penggiat HAM. Di antara parapenanda tangan, tertulis nama-nama seperti KH AbdurrahmanWahid, Prof. Syafi’i Maarif, Prof. M. Amien Rais, GoenawanMohammad, Todung Mulya Lubis, dan lain-lain. Ironisnya, iklan itupun dipandang oleh MUI dan sejumlah kelompok garis keras sebagaitelah memprovokasi keadaan sehingga mendorong tindak kekerasan.Ironisnya lagi, sewaktu masih di RSPAD saya menerima forward smsdari banyak teman, yang isinya menyebutkan bahwa ICIP adalahagen Amerika yang bertujuan untuk menghancurkan Islam danmendanai AKKBB. Tuduhan dan fitnah seperti ini muncul terutamasetelah Wakil Dubes AS John A. Heffren membezoek saya di RSPADpada hari kedua saya dirawat. Tuduhan dan fitnah itu juga dikaitkaitkandengan program ODEL yang dilaksanakan ICIP bekerja samadengan sebuah lembaga funding Amerika. Dalam tuduhan tersebut,disebutkan bahwa ICIP menerima dana milyaran rupiah dari ASuntuk mengoperasikan program-program yang bertujuan merusakakidah Islam. Tuduhan dan fitnah seperti itu menyebar ke manamana,sehingga beberapa orang sahabat saya di berbagai daerahsampai minta klarifikasi langsung. Sementara istri saya, seorang iburumah tangga biasa dan guru sebuah SMA pun menjadi korban,sebab harus menahan perasaan karena munculnya ”kasak-kusuk” dan434 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Democracy Projectkecurigaan karena sejumlah kenalannya menerima tembusan smsserta membaca berita internet dana ”bantuan milyaran rupiah” dariAmerika. Untung dia sabar dan tabah dengan semua cobaan yangdialami suaminya...TENTANG ”KEKERASAN” NON-FISIKKetika sedang melamun itulah saya teringat dengan apa yang pernahdikemukakan oleh senior saya Dr. Djohan Effendi. Mas Djohan—demikian saya biasa memanggil—pernah menulis surat terbukakepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 21 Juli2005. Sebuah surat terbuka yang dimuat di sebuah koran Jakarta,kalau tidak salah Media Indonesia. Isinya sangat menyentuh perasaandan mencoba mengingatkan kepada para petinggi negara tentangkewajiban mereka melindungi warga negaranya yang punyakeyakinan dan pandangan keagamaan berbeda dari ancaman dankekerasan. Saya juga ingat Mas Djohan yang menyempatkan dirihadir dalam evaluasi akhir tahun perkembangan kehidupankeagamaan di Indonesia yang diselenggarakan oleh ICIP, Desember2006. Sebagai salah seorang peserta diskusi, Mas Djohan hari itunampak nampak santai namun bersemangat mengikuti acara evaluasikehidupan keagamaan di negeri kita saat itu. Mas Djohan memangbeberapa kali hadir dalam acara yang diselenggarakan ICIP. Dalamacara tanya jawab pada Desember 2006 dengan pembicara danpeserta diskusi itu, sejumlah peserta menyampaikan informasi sekitarmakin maraknya kekerasan yang mengatasnamakan agama diberbagai tempat. Disampaikan oleh sejumlah peserta diskusi, banyakdi antara para pelaku kekerasan fisik yang mengatasnamakan agamaitu mengkapitalisasi fatwa MUI bulan Juli 2005 yang menghukumAhmadiyah sebagai aliran sesat dan mengharamkan pluralisme,sekularisme, dan liberalisme. Dan korban kekerasan, baik fisikmaupun non-fisik pun berjatuhan. Meskipun pengurus MUI menolakanggapan bahwa fatwa tersebut tidak ada hubungannya dengankekerasan yang mengatasnamakan agama, fenomena yang terjadimenunjukkan bahwa mereka yang terlibat dalam aksi kekerasan fisikmaupun non-fisik menjustifikasi sikap dan perilakunya dengan fatwaMUI tersebut. Yang lebih memprihatinkan lagi, mengapa pemerintahsepertinya terkesan tidak tegas dan sepertinya membiarkankekerasan terjadi terhadap warga negaranya sendiri?Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 435

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>kejadian di Manis Lor, Cirebon, tentang amuk massa dan gambarbeberapa orang Ahmadiyah yang mukanya berdarah-darah. Terlihatmassa mengumandangkan takbir, menyatakan jihad, dan memerangimereka yang disebutnya sebagai ”kafir” dan kelompok sesat yangharus diperangi. Dan fatwa MUI, lagi-lagi dijadikan sandaran olehmereka untuk melakukan tindak kekerasan seperti itu. Maka yangterjadi adalah sebuah proses kapitalisasi fatwa dan penafsiransubjektif yang dipakai untuk menjustifikasi tindak kekerasanterhadap sesama muslim dan warga negara.Yang menarik, dalam pernyataan resminya, MUI, sejumlahkelompok garis keras, dan media tertentu malah menyatakan bahwakekerasan yang muncul itu terjadi karena adanya provokasi iklanAKKBB yang bertajuk ”Mari Pertahankan Indonesia Kita” yangdimuat di berbagai media massa. Sebuah iklan yang menegaskanperlunya mempertahankan kebhinnekaan Indonesia sebagai negarabangsadan Pancasila sebagai ideologi negara serta didukung sertaditandatangani oleh sekitar 289 kaum terpelajar, intelektual, ulama,rohaniawan, serta aktivis dan penggiat HAM. Di antara parapenanda tangan, tertulis nama-nama seperti KH AbdurrahmanWahid, Prof. Syafi’i Maarif, Prof. M. Amien Rais, GoenawanMohammad, Todung Mulya Lubis, dan lain-lain. Ironisnya, iklan itupun dipandang oleh MUI dan sejumlah kelompok garis keras sebagaitelah memprovokasi keadaan sehingga mendorong tindak kekerasan.Ironisnya lagi, sewaktu masih di RSPAD saya menerima forward smsdari banyak teman, yang isinya menyebutkan bahwa ICIP adalahagen Amerika yang bertujuan untuk menghancurkan Islam danmendanai AKKBB. Tuduhan dan fitnah seperti ini muncul terutamasetelah Wakil Dubes AS John A. Heffren membezoek saya di RSPADpada hari kedua saya dirawat. Tuduhan dan fitnah itu juga dikaitkaitkandengan program ODEL yang dilaksanakan ICIP bekerja samadengan sebuah lembaga funding Amerika. Dalam tuduhan tersebut,disebutkan bahwa ICIP menerima dana milyaran rupiah dari ASuntuk mengoperasikan program-program yang bertujuan merusakakidah Islam. Tuduhan dan fitnah seperti itu menyebar ke manamana,sehingga beberapa orang sahabat saya di berbagai daerahsampai minta klarifikasi langsung. Sementara istri saya, seorang iburumah tangga biasa dan guru sebuah SMA pun menjadi korban,sebab harus menahan perasaan karena munculnya ”kasak-kusuk” dan434 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!