Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
12.07.2015 Views

Democracy Projectbangsa yang memiliki semangat berdagang, sekalipun tidaksebagaimana di Tiongkok (China) sendiri. (Ricklefs, 2004).Politik rezim yang diskriminatif atas etnis minoritas (dalam halini China) tampak terjadi pula dalam hal prasangka yang sangatkental atas kehidupan sehari-hari dalam percakapan, perilaku, dansikap kaum mayoritas atas kaum minoritas. Seperti dalam kisah diatas, seorang mahasiswa Kristen yang diperlakukan dengan sikapbisik-bisik mahasiswa muslim di kampus UGM. Tentu saja sikap danperilaku diskriminatif akan berbuah pada perlakuan diskriminatiflainnya yang lebih tegas dan nyata, bukan hanya sembunyi-sembunyi(bisik-bisik). Gambaran tentang prasangka atas kaum minoritasseperti dikemukakan dalam Ariel Heryanto dan kawan-kawan“Kapok Jadi Non Pri” karena politik diskriminasi menjadi bagian darikehidupan orang Cina Indonesia. (Heryanto, dalam Sa’dun, 1999:120)Politik diskriminasi atas kaum minoritas China bahkan semakinjelas terjadi, dalam banyak hal: agama, ekonomi, politik, dankebudayaan, sehingga orang China selalu menjadi sasaran kerusuhandan sasaran tembak jika ada masalah krisis ekonomi dan krisispolitik. Diskriminasi atas China menjadi bagian dari problem ras diIndonesia. Pembahasan tentang ini seperti dikemukakan Ong HokHam, dengan menyatakan bahwa persaingan antara rasialisme Chinadan Jawa di Indonesia semakin tampak saat kedudukan istimewaChina dihapuskan dalam konteks politik Indonesia. Ong Hok Hammemberikan penjelasan yang singkat tetapi memberikan gambaranbahwa etnis Tinonghoa mengalami politik diskrimiansi di negaraIndonesia dalam banyak masalah. Dari masalah politik, ekonomi,kebudayaan, dan keagamaan. Hal seperti itu membuat kaumminoritas Tionghoa tidak bisa bergerak secara leluasa dalam praktekhidup sehari-hari di Indonesia, terlebih China identik dengan wargaasing. (Ong Hok Ham, dalam J. Babari dan Albertus Sugeng (ed),1999: 1-9)Memosisikan kaum minoritas dan mayoritas di Indonesia karenaitu merupakan sesuatu yang sangat perlu dilakukan, sebab sampaisaat ini perdebatan masih terus berjalan dalam level yang bisadikatakan tidak produktif. Posisi kaum minoritas senantiasa beradadi bawah bayang-bayang kaum mayoritas. Bahkan, terdapat kesanyang dalam soal terjadinya hegemoni dan dominasi oleh kaum398 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Democracy Projectminoritas atas mayoritas, sekalipun kadang kita dikejutkan denganmunculnya sebuah pernyataan terjadinya tirani minoritas atas kaummayoritas. Ini sebenarnya membenarkan adanya pendapat yangcenderung mengafirmasi adanya persoalan kontraproduktif dalamhubungan mayoritas-minoritas di Indonesia.Bahkan, berangkat dari tiga kisah di atas kita ditunjukkan bahwahubungan dalam masyarakat antara kaum minoritas dan mayoritastampak sekali “belum selesai”. Sekalipun pada kedudukan yangsebenarnya jelas sekali kaum minoritas lebih bisa menerimakehadiran kaum mayoritas, setelah mendengarkan penjelasan danfakta-fakta yang berbeda dengan perkiraan sebelumnya. Sementarakaum mayoritas, sekalipun telah diberi penjelasan secukupnya,penjelasan yang tidak mengada-ada (alias sebenarnya) tetap dicurigaioleh kaum mayoritas sebagai penjelasan yang penuh dengan tipumuslihat alias penjelasan bohong sebab, dalam pikiran kaummayoritas, kaum minoritas tetap memiliki agenda tersembunyi dalamsetiap aktivitas yang dilakukan terhadap kaum mayoritas.Hal itu tentu menjadi persoalan yang sangat menyakitkan padakaum minoritas. Persis pada posisi inilah, kaum minoritas menderitaminority complex, bekerja dengan kaum mayoritas dalam banyakkegiatan dituduh memiliki agenda tersembunyi dengan kepalsuankepalsuan.Sementara jika tidak melakukan kerja sama danmembangun hubungan dengan kaum mayoritas, kaum minoritasdituduh eksklusif, tidak pernah bersedia bergaul, dan tentu sajamengagendakan kegiatan-kegiatan yang dianggap merugikan kaummayoritas. Inilah yang merugikan dalam proses berbangsa danbernegara, sebab di antara mereka selalu terdapat kecurigaan yangmendarah daging sehingga sulit terselesaikan.Persoalan hubungan mayoritas-minoritas tampak jelas sekalimemendam konflik sosial yang demikian hebat. Oleh sebab itu, jikapersoalan mayoritas-minoritas tidak dikaji dan dicarikan alternatifalternatifsolusinya di masa depan, persoalan mayoritas-minoritasakan terus menjadi kotak pandora yang akan meledak tatkala terjadipersoalan sosial yang melibatkan dua kelompok tersebut.KEBEBASAN BERAGAMAUndang-Undang Dasar 1945, pasal 28 ayat satu G. menyatakan:“Setiap orang berhak atas perlindungan diri, pribadi, keluarga,Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 399

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>bangsa yang memiliki semangat berdagang, sekalipun tidaksebagaimana di Tiongkok (China) sendiri. (Ricklefs, 2004).Politik rezim yang diskriminatif atas etnis minoritas (dalam halini China) tampak terjadi pula dalam hal prasangka yang sangatkental atas kehidupan sehari-hari dalam percakapan, perilaku, dansikap kaum mayoritas atas kaum minoritas. Seperti dalam kisah diatas, seorang mahasiswa Kristen yang diperlakukan dengan sikapbisik-bisik mahasiswa muslim di kampus UGM. Tentu saja sikap danperilaku diskriminatif akan berbuah pada perlakuan diskriminatiflainnya yang lebih tegas dan nyata, bukan hanya sembunyi-sembunyi(bisik-bisik). Gambaran tentang prasangka atas kaum minoritasseperti dikemukakan dalam Ariel Heryanto dan kawan-kawan“Kapok Jadi Non Pri” karena politik diskriminasi menjadi bagian darikehidupan orang Cina Indonesia. (Heryanto, dalam Sa’dun, 1999:120)Politik diskriminasi atas kaum minoritas China bahkan semakinjelas terjadi, dalam banyak hal: agama, ekonomi, politik, dankebudayaan, sehingga orang China selalu menjadi sasaran kerusuhandan sasaran tembak jika ada masalah krisis ekonomi dan krisispolitik. Diskriminasi atas China menjadi bagian dari problem ras diIndonesia. Pembahasan tentang ini seperti dikemukakan Ong HokHam, dengan menyatakan bahwa persaingan antara rasialisme Chinadan Jawa di Indonesia semakin tampak saat kedudukan istimewaChina dihapuskan dalam konteks politik Indonesia. Ong Hok Hammemberikan penjelasan yang singkat tetapi memberikan gambaranbahwa etnis Tinonghoa mengalami politik diskrimiansi di negaraIndonesia dalam banyak masalah. Dari masalah politik, ekonomi,kebudayaan, dan keagamaan. Hal seperti itu membuat kaumminoritas Tionghoa tidak bisa bergerak secara leluasa dalam praktekhidup sehari-hari di Indonesia, terlebih China identik dengan wargaasing. (Ong Hok Ham, dalam J. Babari dan Albertus Sugeng (ed),1999: 1-9)Memosisikan kaum minoritas dan mayoritas di Indonesia karenaitu merupakan sesuatu yang sangat perlu dilakukan, sebab sampaisaat ini perdebatan masih terus berjalan dalam level yang bisadikatakan tidak produktif. Posisi kaum minoritas senantiasa beradadi bawah bayang-bayang kaum mayoritas. Bahkan, terdapat kesanyang dalam soal terjadinya hegemoni dan dominasi oleh kaum398 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!