12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>Seluruh kebijakan ini secara sistematis telah meminggirkankelompok-kelompok yang digolongkan “belum beragama” itu, danmenafikan hak-hak sipil mereka sebagai warga negara yang setara dimuka hukum. Dalam surat Menag No. B/5943/78 yang ditujukankepada Gubernur Jatim, misalnya, disebutkan: “Karena alirankepercayaan bukan merupakan agama dan merupakan kebudayaanberarti bahwa orang yang mengikuti aliran kepercayaan tidaklahkehilangan agamanya yang dipahami dan dipeluknya, sehingga tidakada tatacara sumpah, perkawinan, dan sebagainya menurut alirankepercayaan”. 20 Hal yang sama juga ditegaskan dalam surat MenagNo. B.VI/11215/1978 yang ditujukan kepada Gubernur KDH Iseluruh Indonesia. Dalam surat yang disebut terakhir ini secaraeksplisit dinyatakan: “…dan mengingat pula bahwa masalah-masalahpenyebutan agama, perkawinan, sumpah, penguburan jenazahadalah menyangkut keyakinan agama, maka dalam negara RI yangberdasar Pancasila tidak dikenal adanya tatacara perkawinan,sumpah dan penguburan menurut aliran kepercayaan, dan tidakdikenal pula penyebutan ‘Aliran Kepercayaan’ sebagai ‘agama’ baikdalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan lain-lain”. 21Mengingat KTP merupakan kartu identitas yang sangat pentingbagi kehidupan di Indonesia, maka ketentuan ini berarti pulamenafikan sama sekali hak-hak sipil warga yang kebetulan menganutaliran kepercayaan. Termasuk UU No. 23/2006 tentang AdministrasiKependudukan yang baru disahkan tanggal 8 Desember 2006 lalumasih mewajibkan dan meneruskan kebijakan lama, sekalipun UUini digodok dan disahkan pada masa reformasi. UU ini menarikkarena, untuk pertama kalinya, dalam dokumen resmi negara dipakaiistilah “agama yang belum diakui negara” untuk merujuk padakelompok-kelompok kepercayaan di luar enam agama yang diakui.Padahal kelompok-kelompok ini sangat banyak dan tersebar diseluruh pelosok Nusantara.Pada tataran praktik biasanya kolom agama di KTP kelompokkepercayaan harus dikosongkan atau ditandai dengan “—“. Ini,sudah tentu, menimbulkan kerawanan tersendiri karena, janganjangan,mereka dituduh “ateis” yang tidak punya tempat di negaraini. Banyak dari mereka yang, karena kekhawatiran ini terpaksamengisi kolom agama dengan salah satu agama yang diakui negara,sekalipun mereka tidak mengimani atau mempraktikkan agama384 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!