12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>Akibatnya muncullah pemerintah yang kurang memperhatikan hakkultural setiap suku bangsa di Indonesia.Menurut Anas Saidi (2004), pemerintah pada masa Orba yangcenderung menerapkan pola pemerintahan yang otoriter menjadikan“agama” sebagai bagian dari proses yang mewarnai integrasinasional. Dalam kenyataannya, “agama” telah menjadi identitasinheren dalam kehidupan berbangsa. Tiadanya kebakuan prediksiyang mampu melayani pertanyaan, kapan “agama” akan menempatiposisi sebagai faktor “perekat” dan kapan pula akan menjadi faktor“pemecah” serta elemen-elemen apa saja yang harus direduksi ketikaagama menjadi sumber ketegangan, membuat banyak kalanganmengalami kebingungan untuk memahami dan menyelesaikanpasang surutnya konflik sosial yang bernuansa “agama” yang secaraterus-menerus telah menjadi “ancaman” integrasi berbangsa.Pandangan yang terakhir tadi memberikan gambaran bahwa posisiagama sebagai bagian ikatan primordial, telah memiliki karakteristikyang berbeda jika dibandingkan dengan ikatan primordial lainnya.AGAMA DAN KEPERCAYAANSebagai masalah ultimate (pokok dan terakhir), setiap “agama” telahmemiliki doktrin “kemutlakan” kebenaran yang memiliki konse -kuensi logis untuk menafikan kebenaran “agama” lain. Doktrin “ke-agamaan” semacam ini semakin mempersulit lahirnya pemahamanparadigma pluralis yang percaya bahwa setiap agama memiliki jalankeselamatannya sendiri. Doktrin keagamaan yang cenderung“memaksa” bagi kaum adat ini masih ditambah lagi dengan adanyapemahaman dikotomi konsep teologis antara istilah “agama” dan“kepercayaan” yang sejauh ini masih mengalami perdebatan cukuppanjang di antara kelompok yang menganggap bahwa istilah“agama” adalah bagi keyakinan (agama) yang “resmi diakui negara(yang datang dari luar dan disebarkan di Indonesia) sedangkankeyakinan adat bukanlah “agama” tetapi “kepercayaan”.Jika kita memahami kondisi atau konteks keagamaan denganmasyarakat saat ini seperti dekemukakan di atas, dan memahamibahwa konteks agama (religion) juga sejajar dengan konteks“kepercayaan” (belief system), maka mungkin pendapat Durkheim(Pals, 2001; 152) ada benarnya bahwa agama dan masyarakat takdapat dipisahkan karena satu sama lain sangat dibutuhkan.368 |MERAYAKAN KEBEBASAN BERAGAMA

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!