12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>terkait ayat di atas, bahwa tafsir yang awal tampak lebih toleran danterbuka bagi keragamaan agama dibanding tafsir yang munculbelakangan. Muqatil adalah mufasir paling awal yang dihasilkanIslam yang menulis tafsir Alquran secara utuh dan karyanya sampaikepada kita sekarang. Baginya, audience ayat itu terbuka bagikomunitas agama lain. Dia bahkan tidak merasa perlu membatasisiapa saja yang bisa dikategorikan ahl al-kitâb. Banding kan, misalnya,dengan pandangan Ibn Katsir yang begitu antusias mengkampanye -kan penghapusan ayat-ayat “pluralis” dengan ayat-ayat polemis.Sungguhpun argumen abrogasi Ibn Katsir ini sangat problematik,tafsirnya begitu diminati dan populer bukan hanya di kalanganpeminat studi tafsir, tapi juga di kalangan masyarakat muslim secaraumum. Mengikuti jejak gurunya, Ibn Taymiyyah, Ibn Katsir gigihmemperkenalkan apa yang disebutnya “tafsir salaf,” dan membatasiruang gerak tafsir. Tesis utama Ibn Katsir, seperti diuraikan dalampendahuluan tafsirnya, bahwa hanya ulama yang memiliki kapasitasuntuk menafsirkan Alquran dan tafsir harus didasarkan pada sumbersumberdari mereka yang disebut salaf sâlih. 7 Ia mengutip hadis yangmenyebutkan: “Barangsiapa menafsirkan Alquran dengan pendapat -nya sendiri (ra’y) maka tempatnya kelak di neraka,” dan hadis lainyang lebih “dramatis”: “Barangsiapa menafsirkan Alquran meng -guna kan pendapatnya sendiri dan ia benar, maka ia masih dianggapsalah.”Nasib sebaliknya dialami tafsir Muqatil. Ada baiknya kitaperkenalkan sedikit kontroversi tafsir Muqatil, figur yang begitudibenci kaum tradisionalis dan konservatif ini. Seorang penulis ArabSaudi, Muhammad bin Abdurrahman al-Maghrawi, menulis subjudulbukunya “bida’ Muqâtil” (beberapa bid’ah Muqatil). 8 Ahli tafsirternama Muhammad Husein al-Dzahabi, yang karyanya berjudul al-Tafsîr wa al-Mufassirûn menjadi textbook di berbagai universitasIslam, mengecam keras Muqatil dengan kata-kata sulit dipercayadatang dari seorang sarjana tafsir terhormat. Katanya, “karyaMuqatil mengandung lebih banyak buruk daripada baiknya, lebihbanyak mudarat daripada manfaatnya.” 9 Di mata mereka, Muqatiladalah penganut ajaran dan doktrin sesat semacam antropomor -fisme. Tuduhan seperti ini sebenarnya dapat dilacak jauh ke Abu al-Hasan al-Asy’ari (w. 324/935), pendiri mazhab teologi Asy’ariyyah.Dalam Maqâlât al-Islâmiyyîn, al-Asy’ari mengaitkan Muqatil denganBunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 149

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!