12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>bertanggungjawab, tidak menunjukkan perhatian pada keselamatandan kebahagiaan orang lain, maka agama itu di abad ke-21 otomatisout. Wacana agamis yang tak berkadar moral dengan sendirimerupakan human talk dan bukan God talk. Betapa sering pun orangmenyebut nama Allah, kalau agamanya membenarkan hal-hal yangjelas tidak bermoral, maka omongannya itu omongan manusiawi,kosong dari segala kaitan dengan Yang Ilahi. Apa pun yang dalampandangan manusia saja kerdil, hina, picik, bengis, kurang dewasa,tak pernah boleh dikaitkan dengan Allah sendiri. Tepatlah KarenArmstrong (1993, 390) kalau memperingati agama-agamaAbrahamistik agar mereka jangan mempermalukan Tuhan dengan“inadequate images of the Absolute”. Tuhan dipermalukan apabilaatas nama Tuhan dibenarkan perbuatan dan sikap yang bertentangandengan hati nurani.Jadi bukannya wacana tentang Allah (yang–agar tidakdilupakan—selalu merupakan wacana manusia-manusia tertentu dantidak pernah langsung wacana Allah) yang menjadi tolok ukurtentang apa yang bermoral dan apa yang tidak, melainkan keyakinankeyakinanhati nurani manusia menjadi prasyarat bagi wacana yangmengklaim diri bicara atas nama Allah. Ajaran, maklumat apapunhanya dapat mengklaim bicara tentang Yang Ilahi apabila yangdiajarkan dan dipermaklumkan tidak bertentangan dengan hatinurani manusia.Artinya: Keagamaan yang tidak membawa diri dengan santun,baik hati, bebas dari segala rasa (apalagi ajakan untuk) benci, bebasdari napsu balas dendam, penuh belas kasihan, adil terhadapsiapapun, bersedia memaafkan, tidak pernah memakai kekerasan,tidak memaksakan diri, tidak menghina siapa pun, menghormatikeyakinan hati orang lain betapa pun ia tidak dapat mengikutinya(itu tidak berarti: ia tidak boleh mengritik, memandang dengankritis), yang menyombongkan diri—tidak mampu mengklaimmerupakan wacana Ketuhanan.Barangkali orang bertanya: Masak Yang Ilahi harus disesuaikandengan hati nurani manusia? Tetapi pertanyaan ini sudah keliru daridua sudut. Sudut pertama: Yang “disesuaikan” (yang diukur dengankriteria hati nurani) bukan Yang Ilahi melainkan wacana manusiayang mengatasnamakan Yang Ilahi. Yang bicara itu selalu manusiadan bukan langsung Yang Ilahi. Apakah dia Paus (kepala GerejaBunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 69

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!