12.07.2015 Views

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

Merayakan Kebebasan Beragama - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>tentang Allah. Tetapi apakah keyakinan itu–yang tidak akandipersoalkan di sini; adalah hak setiap agama untuk mengakuiwahyunya sebagai kebenaran ilahi–memang merupakan dasar sahuntuk menarik kesimpulan bahwa mereka itu sudah tahu segalanyatentang Allah? Bukankah agama memiliki dua sudut: Sudut asal-usul,yaitu asal-usul ilahi yang tidak mungkin sesat–dan sudut penerimaagama, manusia, dan manusia jelas dapat sesat? Padahal yangdipegang oleh kaum agamawan adalah sudut manusia itu. Bukankahyang membaca kitab suci serta mengartikanya adalah manusia? Danbukankah mereka semua, dari agama apa pun (kecuali yang baru sajamuncul) memperoleh pengertian tentang ajaran mereka dalamrangka sebuah tradisi yang diterima turun-temurun, semuanya murniditeruskan dan disampaikan serta diterima oleh manusia? Danbukankah semua agama besar–Islam, Kristiani, Buddha, Hindu(untuk menyebutkan beberapa saja)–hampir sejak semula sudahmempunyai aliran, mazhab, konfesi yang berbeda, yang masingmasingmenganggap diri benar dan yang lain-lain salah?Saya tidak mau masuk ke dalam masalah pluralitas interpretasidan aliran ini lebih lanjut (yang tentu berkaitan juga denganketerbatasan hakiki segala pengertian manusiawi), melainkanmenarik dua kesimpulan. Yang pertama: Perbedaan antara mazhabmazhabdalam satu agama (dan juga: perbedaan antara agama-agamayang berbeda) tidak membatalkan hak, bahkan kewajiban, masingmasinguntuk meyakini sebagai benar apa yang memang merekayakini. Tak mungkin mempercayai sesuatu tanpa meyakini nyasebagai besar. Agama-agama tidak perlu melepaskan klaim merekaatas kebenaran–sebagaimana misalnya dituntut oleh Paul Knitter danJohn Hick atas nama sebuah pluralisme yang sebenar nya bukanpluralisme, melainkan relativisme. Menuntut agar agama-agamahanya menganggap diri benar bagi diri masing-masing, tetapi bukanbenar secara universal, itu bukan hanya sebuah arogansi luar biasa(siapa yang memberi kepada Knitter atau Hick wewenang untukmenuntut agar agama-agama melepaskan keyakinan yang sudahmereka yakini sejak semula?), melainkan justru membatalkanpluralitas, karena mengubah agama-agama menjadi bubur religiositasmanusia pada umumnya (di mana wahyu dalam arti sesungguhnyapun tidak dapat ditempatkan lagi).Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi| 67

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!