kita [babat rumput]. Dari batas Desa Ciranjang, sampai batas desa Cibiung. Ituanehnya. Saya memang mendengar dari kecamatan-kecamatan yang lain, di desa-desalain sudah tidak ada. Tapi mengapa Desa Cibiung memang lurahnya nih yang punyakerjaan, ya lurahnya yang kurang ajar ... [Kerja bakti berlangsung] sampai kemarinwaktu kejadian itu, waktu kejadian apa, waktu reformasi”.Para tapol sudah mengalami kerja paksa bertahun-tahun di Pulau Buru pun tidak bebas darikewajiban ini. ketika mereka dibebaskan dan kembali ke Jawa, mereka harus melakukan ‘kerja bakti’di daerah masing-masing. Suparno, bekar anggota Pemuda Rakyat di Pati, diperintahkan kerja baktioleh tentara di tingkat lokal waktu ia kembali ke rumahnya pada 1977.“Saya bebas dari Buru itu tahun 77. Jadi tanggal 20 Desember tahun 77, itu saya bebasdari Buru. Dan Saya bebas dari Buru, terus kita kena wajib laporan dan kerja paksamasih. Kerja paksanya sana di Koramil, ya bersih-bersih halaman Koramil, terus diKodim, ya bersih-bersih halaman Kodim. Di CPM juga begitu. Jadi diatur bergiliranmenurut kebutuhan mereka. Jadi teman-teman, istilahnya itu wajib lapor diendeg(dihentikan) sementara untuk dimintai bantuan untuk kerja”.Untuk memahami betapa kejamnya meminta Suparno melakukan kerja paksa di Pati, kita harusmemahami kondisi di Pulau Buru, dimana Suparno harus dibebaskan.Kerja Paksa di Pulau BuruKerja paksa di Pulau Buru dialami oleh semua tahanan politik yang dibuang ke sana. Pulau itu mulaidihuni oleh tahanan politik sejak Agustus 1969. Semua tapol di Jawa, yang dimasukkan dalamklasifikasi Golongan B dikirim ke Pulau Buru. Sampai pertengahan 1970an, pulai ini ditinggali olehpaling tidak 11.000 orang tapol, yang tersebar di 23 unit penahanan. Pemerintah berencanamempertahankan mereka di sana secara permanen dan membuat daerah itu semacam tempatpenampungan orang berpenyakit lepra. Ratusan istri bersama anak-anak para tapol didorong untukbergabung dengan suami dan bapak mereka di Pulau Buru, supaya para tapol tidak perlu kembalilagi ke daerah asal mereka masing-masing.Ketika para tapol pertama kali tiba di Buru, pulau itu tertutup hutan belukar dan padang rumput.Mereka harus membangun barak-barak penahanan mereka sendiri dari nol, seperti orang-orangprimitif dari masa prasejarah. Mereka juga disuruh membangun rumah bagi Peleton Pengawal(tonwal) yang mengawasi mereka bekerja terus-menerus. Selain itu, mereka harus membangun jalandan mengolah tanah supaya bisa ditumbuhi tanaman pangan. Selama bulan-bulan awal rombonganpertama tapol bekerja, merek hidup dari ransum yang dibawa mereka dari Jawa. Rencananyamereka segera mulai memproduksi pangan dari lahan di tempat itu sebelum ransum habis. Tapimengolah tanah menjadi lahan yang bisa ditanami makan waktu lama, terutama karena para tapoltidak diberi peralatan yang sesuai dan memadai. Tanah pulau itu ditumbuhi rerumputan liar yangtebal dan tumbuh subur. Pak Kamaluddin, seorang tapol dari Tasikmalaya yang dikirim ke Buru pada1970, mengenang bahwa ia dan teman-temannya harus membersihkan tanah dari rerumputandengan tangan kosong: ‘Pacul, cangkulnya belum ada tangkainya, kemudian cangkulnya atauparangnya tumpul; yang parang yang besar masih tumpul, padahal dari asahannya. Jadi kita cabutiitunya itu, dengan apa, dengan tangan, si alang-alang atau kusu-kusu itu.’ Pekerjaan membuka hutan88
seperti ini terasa luar biasa berat karena banyak tapol yang tidak terbiasa melakukan kerja kasar.Kamaluddin, misalnya, sebelum ditangkap adalah guru SD dan mahasiswa IKIP Bandung.Dengan ransumnya yang sangat terbatas—sebagian hilang dicuri petugas pengawas kamp—danbelum adanya hasil dari lahan yang mereka olah, para tapol makan apa saja yang bisa diperoleh darilingkungan sekitar kamp. Kamaluddin menjelaskan:“Nah, segala sesuatu yang kira-kira bisa dimakan dulu itu, waktu itu kan—kalau dikapal makan nasi biasa, kalau datang ke sana bulgur (sejenis gandum) makan itudengan gereh (ikan asin), dengan ikan asin peda yang busuk itu. Jadi makan bulgur disana itu, makan. Nah di sana, kemudian kalau teman-teman ada tikus, ya diambildimakan, ada ular, ada telur cicak, makan gitu, jadi apa saja. Ada kura-kura, terusdimakan gitu, untuk menambah umur mungkin, kata orang [ketawa]”.Pekerjaan yang banyak mengeluarkan energi tapol itu tidak diseimbangkan dengan makanan yangcukup, sehingga banyak dari mereka yang menderita hepatitis, terutama tapol yang berumur 50tahun ke atas.Ransum yang dibagikan termasuk bulgur, yang memuakkan bagi para tapol yang terbiasa makannasi. Bulgur diperoleh dari pemerintah Amerika Serikat yang pada saat itu kelebihan produksi.Sukartono, yang masih berumur 17 tahun ketiga ditahan pada 1965 mengenang betapa sebalnya iaharus makan bulgur:“Saya di Unit 15, Unit 5 terus tahun 70 ya dikerjakan dengan paksa, dikerjakan denganpaksa. Jatah makannya itu, kalau ingatan saya itu namanya dikatakan bulgur—tapisekarang sudah ndak pernah lihat itu, bulgur itu apa, seperti apa, sekarang itu nggakpernah lihat. Jadi bulgur itu sebenarnya bukan makanan manusia. Kalau di Amerika ituuntuk makanan kuda, itu sebenarnya. Tapi disitu untuk makanan pada tahanantahananitu, teman-teman itu, bulgur itu”.Sukartono mengingat bahwa kelompoknya, setelah tiba pada 1970, diharapkan mulai memproduksimakanan dalam waktu delapan bulan. Tapi, ransum yang ada sudah menipis sebelum delapan bulanitu berakhir.“<strong>Masa</strong> konsolidasi katanya itu delapan bulan. Jadi kita untuk membuka lahan,tanaman, berhasil gitu, perhitungannya mereka seperti begitu. Tapi ternyata itu duabulan atau tiga bulan itu ndak keluar bahan makan itu. Wah, ya kita terpaksamengalami lapar lagi. Lapar lagi. Lapar. Pada waktu itu datang digerakkan menanamitu, singkong, waktu itu tiga bulan mroses bikin lahan itu kan lama. Jatah daripemerintah itu sudah nipis, singkong itu baru satu jari jempol tangan ini yang besarsejempol kaki, sudah dicabut, cabut, untuk makan. Karena di situ yang mimpin adalahmiliter. Jadi kalau diserahkan kepada orang-orang tahanan itu malah bagussebenarnya, karena tahu seluk-belik tanaman ini harus begini-begini. Ini tidak. Tapiselalu diperintah oleh militer dan harus ditaati perintah militer itu”.89
- Page 2:
Melawan Pelupaan PublikPanduan Disk
- Page 7:
3. Taylor: Perang Tersembunyi Sejar
- Page 10 and 11:
iasa di kalangan publik umum untuk
- Page 12 and 13:
Orde Baru yang sistematik dan melua
- Page 14 and 15:
menghadapi pelupaan publik yang gej
- Page 16 and 17:
Penulis ternama, Satyagraha Hoerip,
- Page 18 and 19:
korban itu sendiri. Kita harus mamp
- Page 20 and 21:
hanya melayani kejahatan individu w
- Page 22 and 23:
kepada mereka. Tuntutan awalnya ada
- Page 24 and 25:
Namun usaha untuk menarik garis bar
- Page 26 and 27:
Kebenaran atau Keadilan: Kebenaran
- Page 28 and 29:
yang terutama dikerjakan oleh Memor
- Page 30 and 31:
Bagian 2. Merancang Dokumentasi Kej
- Page 32 and 33:
memberitakan cerita-cerita bohong t
- Page 34 and 35:
memperoleh izin bergerak menurut In
- Page 36 and 37:
PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
- Page 38:
mengerahkan warga sipil ini tidak d
- Page 41 and 42:
(kehidupan ekonomi, sosial, budaya,
- Page 43 and 44:
Memorial-Rusia[...] Di bekas negara
- Page 45 and 46: PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI:1) Me
- Page 47 and 48: mengambil intisarinya dan mengintep
- Page 49 and 50: Jika demikian kita berangkat dari b
- Page 51 and 52: Pengertian Informasi Primer dan Inf
- Page 53 and 54: mendapatkan pengertian yang lebih b
- Page 55 and 56: Tabel 1: Perbedaan Dokumentasi deng
- Page 57 and 58: "Perantara yang berpengalaman semac
- Page 60 and 61: Dalam pendokumentasian tentu akan b
- Page 62 and 63: pekerjaan pustakawan dalam memilih,
- Page 64 and 65: tengkorak, enam puluh buah telah di
- Page 66 and 67: II. Darimana Memulai: Mengajak Korb
- Page 68 and 69: tujuan kami, dan apa yang akan kami
- Page 70 and 71: • Menjaga kerahasiaan identitas k
- Page 72 and 73: menghadapi kesulitan di lapangan, d
- Page 74 and 75: • Tujuan kemanusiaan, misalnya me
- Page 76 and 77: dari sumber pertama). Tuntutan ini
- Page 78 and 79: miskin yang didirikan oleh organisa
- Page 80 and 81: 2. Riset Peristiwa 65 di SoloSejak
- Page 82: lokal (bagian putri Pakorba Solo su
- Page 86 and 87: menyiksa para jenderal, ditelanjang
- Page 88 and 89: palu-arit,” perkosaan dalam tahan
- Page 90 and 91: usak, dan membuat perabotan rumah t
- Page 92 and 93: Ketika Santo Hariyadi diperintahkan
- Page 94 and 95: capek, kepanasan, dan sebagainya, n
- Page 98 and 99: Setelah menyiang pada dari alang-al
- Page 100 and 101: Kemudian ditutup. Kalau ditanyak pe
- Page 102 and 103: Di tengah-tengah dokumentasi itu, i
- Page 104 and 105: Pernyataan tentang Izin Penggunaan
- Page 106 and 107: Profil ELSAMLembaga Studi dan Advok