capek, kepanasan, dan sebagainya, nggak boleh pulang sebelum selesai beres—apa itu,misalnya tadi mencabutin rumput, sebelum selesai nggak boleh pulang”.Di awal 1970an, Rahmadin dan sekitar 200 orang mantan tapol di kecematannya direkrut petugaspetugasKoramil dan pejabat pembda setempat untuk membangun jalan dan jembatan.“Yang di kampung yang dikategorikan yang dituduh PKI, yang dituduh PKI itu, apa sajamenurut kehendak pemerintah desa dan Danramil. Misalnya mau bikin jembatan, yaundang aja itu, yang disebut PKI itu, suruh bikin jembatan ... Misalnya dari jam 8.00pagi sampai jam 4.00 sore, baru boleh pulang. Terus-terus itu, sebelum selesai nggakboleh ditinggalin. Satu jembatan Jeprah, du Jembatan di Kulung Luwu. Nah, kemudianbikin jalan, dari Pasir Bumi sampai Angke, kurang lebih tiga kilometer. Bikin jalan, gali,ya, digali, dibuang tanahnya”.Tak ada imbalan pengganti tenaga tapol yang dikeluarkan: mereka tidak mendapatkan upah,makanan, apalagi perawatan kesehatan. Pejabat pemerintah dan perwira militer tak berbedapandangan dalam menjalankan sistem perbudakan ini. Seperti dituturkan Rahmadin:“Mau sakit kek, mau meninggal kek, nggak adalah, nggak ada perhatian daripemerintah, nggak ada. Dari desa sampai camat, sampai Danramil, itu nggak ada. DariDan [Komandan] Kepolisian , nggak ada”.Di Jawa Tengah, kondisi para tapol sama saja. Sugondo, bekas anggota Pemuda Rakyat, ditahan pada1965 dan dibebaskan pada 1972. Selama bertahun-tahun di tahanan, ia bekerja untuk macammacamproyek pembangunan di Klaten. Bersama teman-temannya ia menggarap proyek tangguluntuk keperluan irigasi sawah di Desa Mbayat: ‘Nah ada sungai buatan, pedot (putus) gitu kanmengairi [membanjiri] sawah dan desa. Ini tanggul, ketika pertama nglangut (tersendat-sendat).’Selama mengerjakan proyek ini, para tapol disuruh tinggal di rumah penduduk, dekat sungai itu, tapirumahnya jembar (luas) itu.’ Karena tentara maupun lurah desa itu tidak menyediakan jatah makan,mereka terpaksa bergantung pada penduduk desa: ‘Itu kalau di Mbayat itu setelah mahal besar, yandak dijamin ... Jadi di sana itu sistemnya di Melian Mbayat itu masyarakat disuruh bikin penakannasi itu. Siang satu penak, sore satu penak.’Banyak jalan utama di Jawa dibangun oleh para tapol. Sambil menunggu keberangkatan menujuNusakambangan dan/atau ke Pulau Buru, para tapol dikerahkan untuk membangun jalan berkilokilometerpanjangnya. Hal ini diungkapkan oleh Purwanto, bekas anggota Pemuda Rakyat diRembang, Jawa Tengah:“Saya habis lebaran kurang lebih tiga bulan saya diambil keluar. Diambil keluar padawaktu itu terus dipindahkan ke daerah sini, kecamatan Seluke, juga, eh di Pandangan.Di Pandangan dulu kita diserahkan oleh sipur [zeni tempur] untuk bekerjamelaksanakan pekerjaan perbaikan jalan antara Lasem sampai Sarang ... Sarang sinimungkin 35 kilometer. Itu perbaikan selama kurang lebih, ya lama mungkin, ada duaatau tiga bulan, itu saya di Seluke”.Catatan pekerjaan yang harus dilakukan Purwanto selama dua tahun luar biasa beragam. Tentaramemindahkannya dari satu tempat ke tempat lain di seluruh kabupaten untuk melakukan berbagai86
macam proyek. Dan yang juga mengagumkan adalah ia masih mengingat setiap kerja penindasan inidengan jelas, setelah kurang lebih tiga puluh tahun berlalu“Terus pindah di Sarang. Setelah pindah di Sarang saya dipindahkan mengambil batu diSumur Tawang selama satu setengah bulan. Setelah itu saya dipindahkan lagi keNgandang, yaitu menggali batu bara. Jadi areng setingkul (arang batu), itu batu bara ...<strong>Lalu</strong> saya dipindahkan ke Gunem untuk menebang kayu. Kayu itu namanya kayu bulekethek (kayu belang-belang seperti monyet putih) itu. Menebang demi kepentinganKodim. Di sana selama—makan juga cari sendiri kok ... Jadi makan cari sendiri. Jadi diNgandang itu makan diberi oleh bosnya, di Ngandang. Kalau di Nggunem itu mencarisendiri. dengan setelah nebang kayu kita pulang membawa kayu bakar, kita pikul, kitajual. Siapa yang mau beli itu kita jual. Setelah itu kita diambil pulang ke Kodim lagi.Setelah di Kodim saya di Gudang Kapuk selama satu minggu, saya diambil dimintamembantu di kantin – pada waktu itu kanto Kodim. Setelah di kantin Kodim kitaberjalan satu bulan, anu, dua bulan terus saya diminta oleh Kasdimnya untukmembantu rumah tangga”.Tapol-tapol yang kerja paksa di luar tidka berani melarikan diri karena sudah mendapat ancamandari aparat militer. Jika mereka lari, maka anggota keluarga merekalah yang menggantikannya.Situasi seperti ini diceritakan oleh Ramto, bekas pimpinan Pemuda Rakyat Jawa Tengah. Waktupewawancara bertanya padanya, ‘Kalau kerja di luar Pak, itu kan bebas. Apa ada pikiran buat kabur?’ia menjawab:“Nggak. Karena ancamannya kalau kabur keluarganya yang harus mengganti. Sandera.Keluarganya yang kena, daripada keluarganya yang kena ya kita bertahan, gitu”.Ia dipindahkan dari Yogyakarta, tempat ia ditahan pada akhir 1965, ke penjara Magelang di 1968.“Saya ke Magelang, di Magelang agak bebas, keluar, kerja luar, dikerjakan ngaspaljalan dan sebagainya. Boleh dikatakan seluruh Magelang itu diaspal oleh tapol, yangmengaspal itu tapol. Perbaikan jalan itu, sampai selokan bersih dan sebagainya. Ya kitalebih senang karena dikerjakan di luar, daripada ya di dalam”.Bagi sebagian tapol, dibandingkan tinggal di sel penjara yang gelap, lembab, dan penuh sesaksepanjang hari, melakukan kerja paksa di jalanan memang masih lebih baik.Seperti sudah kita perhatikan, baik tapol maupun mantan tapol dipaksa bekerja oleh tentara dariakhir 1960an sampai 1970an. Namun, menurut Sudarna, bekas aktivitas BTI yang tinggal di DesaCiranjang, Jawa Barat, di beberapa daerah kerja paksa bagi para eks-tapol berlanjut sampai 1990an.Ia masuk penjara akhir 1965 dan bebas pada 1992. Jadi ia tinggal di Penjara Sukamiskin selama 27tahun. Setelah bebas, ia masih diharuskan kerja paksa oleh lurah desanya.“Setengah bulan satu kali, saya harus kerja bakti. Nggak tau alasannya itu. Setiapsetengah bulan, satu kali aja, kerja bakti. Itu semua, diantara yang ditahan yang pernahdituduh G-30-S, jadi nggak, nggak saya sendiri. yang dari Buru, yang ditahan disini, dariSukamiskin, semua harus kerja bakti. Itu anehnya, jalan propinsi harus dibabat sama87
- Page 2:
Melawan Pelupaan PublikPanduan Disk
- Page 7:
3. Taylor: Perang Tersembunyi Sejar
- Page 10 and 11:
iasa di kalangan publik umum untuk
- Page 12 and 13:
Orde Baru yang sistematik dan melua
- Page 14 and 15:
menghadapi pelupaan publik yang gej
- Page 16 and 17:
Penulis ternama, Satyagraha Hoerip,
- Page 18 and 19:
korban itu sendiri. Kita harus mamp
- Page 20 and 21:
hanya melayani kejahatan individu w
- Page 22 and 23:
kepada mereka. Tuntutan awalnya ada
- Page 24 and 25:
Namun usaha untuk menarik garis bar
- Page 26 and 27:
Kebenaran atau Keadilan: Kebenaran
- Page 28 and 29:
yang terutama dikerjakan oleh Memor
- Page 30 and 31:
Bagian 2. Merancang Dokumentasi Kej
- Page 32 and 33:
memberitakan cerita-cerita bohong t
- Page 34 and 35:
memperoleh izin bergerak menurut In
- Page 36 and 37:
PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
- Page 38:
mengerahkan warga sipil ini tidak d
- Page 41 and 42:
(kehidupan ekonomi, sosial, budaya,
- Page 43 and 44: Memorial-Rusia[...] Di bekas negara
- Page 45 and 46: PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI:1) Me
- Page 47 and 48: mengambil intisarinya dan mengintep
- Page 49 and 50: Jika demikian kita berangkat dari b
- Page 51 and 52: Pengertian Informasi Primer dan Inf
- Page 53 and 54: mendapatkan pengertian yang lebih b
- Page 55 and 56: Tabel 1: Perbedaan Dokumentasi deng
- Page 57 and 58: "Perantara yang berpengalaman semac
- Page 60 and 61: Dalam pendokumentasian tentu akan b
- Page 62 and 63: pekerjaan pustakawan dalam memilih,
- Page 64 and 65: tengkorak, enam puluh buah telah di
- Page 66 and 67: II. Darimana Memulai: Mengajak Korb
- Page 68 and 69: tujuan kami, dan apa yang akan kami
- Page 70 and 71: • Menjaga kerahasiaan identitas k
- Page 72 and 73: menghadapi kesulitan di lapangan, d
- Page 74 and 75: • Tujuan kemanusiaan, misalnya me
- Page 76 and 77: dari sumber pertama). Tuntutan ini
- Page 78 and 79: miskin yang didirikan oleh organisa
- Page 80 and 81: 2. Riset Peristiwa 65 di SoloSejak
- Page 82: lokal (bagian putri Pakorba Solo su
- Page 86 and 87: menyiksa para jenderal, ditelanjang
- Page 88 and 89: palu-arit,” perkosaan dalam tahan
- Page 90 and 91: usak, dan membuat perabotan rumah t
- Page 92 and 93: Ketika Santo Hariyadi diperintahkan
- Page 96 and 97: kita [babat rumput]. Dari batas Des
- Page 98 and 99: Setelah menyiang pada dari alang-al
- Page 100 and 101: Kemudian ditutup. Kalau ditanyak pe
- Page 102 and 103: Di tengah-tengah dokumentasi itu, i
- Page 104 and 105: Pernyataan tentang Izin Penggunaan
- Page 106 and 107: Profil ELSAMLembaga Studi dan Advok