Ketika Santo Hariyadi diperintahkan bekerja di tanah itu, perwira CPM yang menjadi pemilik tanahmenjanjikan sebagian tanah akan menjadi milik Santo. Tapi, setelah empat tahun bekerja, ia malahdikirim untuk memburuh di perkebunan lain yang dimiliki perwira CPM juga.“Pada waktu itu saya dipindahkan ke Banjar Agung ... untuk mengolah ladang di sana.Menurut perjanjian pada waktu itu, ‘olahlah tanah ini, buatlah kebun. Kalau sudah jadikebunnya nanti dibagi dua lah kemudian, kalau kamu nyetak sawah, saya tidak minta,ambil sama kamu untuk hidup bersama keluarga kami.’ Janjinya. Tapi apa yang terjadi?Disana itu disuruh kerja, jatahnya yang saya diterima tadinya kalau di kamp itu, dilembaga, saya menerima jatah, di sana nggak dikasih, ya suruh cari sendiri, tapi kalausiang, mengerjakan ladang dia. Nggak taulah usahanya gimana, yang penting kami bisahidup, bisa makan, tapi ladang itu digarap. Itulah kira-kira .... tahun 76 sayadipindahkan dari Wai Kalih [daerah Banjar Agung] dipindahkan ke Babatan, Kalianda,karena di sana di Babatan Kalianda, itu ada salah satu lahan yang tidak bisa dirambahmanusia”.Bersama sejumlah tapol lain Santo membuka hutan di Babatan, Kalianda selama satu tahun,menghadapi penyakit dan macan, lalu dibawa kembali ke penjara pada 1977. Santo tidak termasukdalam sebagian besar tapol di Lampung yang dibebaskan pada 1977. Perwira-perwira CPM masihingin menggunakannya sebagai buruh tanpa upah di kantor mereka. ‘Jadi masukkan lembaga[penjara] tapi saya menjadi pembantu di POM itu. Kalau siang, ya disuruh bersih-bersih, mengetikdan lain sebagainya.’ Pada 1979, Santo dibawa keluar oleh salah satu perwira untuk dipekerjakan dipeternakan ayam milik perwira itu. Setelah tujuh tahun bekerja tanpa upah untuk Polisi Militer,Santo dibebaskan pada akhir 1979.Potret kerja paksa di Jawa Barat tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Lampung. Para tapoldigunakan untuk membangun berbagai proyek infrastruktur pada akhir 1960an. Suratna, bekasfungsionaris Pemuda Rakyat di Cipanas, menceritakan kepada saya tentang pengalamannya ditahandi Kodim dan kamp penahanan yang terletak di sebuah gedung bernama Gedung Karet di akhir1960an dan awal 1979an. Ia dan tapol-tapol lainnya diambil di siang hari untuk kerja paksa. Iadipekerjakan di Jawa Barat selama tiga tahun sebelum dikirim ke Pulau Buru.“[Kami] dikerjakan membangun jalan, membangun terminal, kadang-kadang perbaikimesjid dan sebagainya. Kalau ada pekerjaan-pekerjaan umum itu tahanan-tahanan ituyang mengerjakan. Kemudian membangun jembatan Cisokan, Citarup—semua itutenaganya tenaga yang dinamakan karyawan waktu itu, bukan karyawan, tahanansebetulnya... Yang dikerjakan dijatah harus menghasilkan batu sekian kalau di proyek,ha kemudian pasir sekian itu dijatah setiap harinya”.Karena tidak mendapat jatah makanan, mereka terpaksa bekerja melebihi kuota yang dimintai danmenjual bahan-bahan bangunan yang berlebih. Dengan uang hasil kerja ekstra dan penjualan itulahmereka bisa membeli makanan untuk mereka sendiri: ‘Jadi kalau umpamanya jatah setengah kubikitu pasir, kita harus tiga perempat, ya yang satu perempat jual untuk makan.’ Untuk makan sehariharisaja mereka harus ‘mencuri’ dari tuan-tuan tentara yang ternyata tidak selalu awas juga.84
Selain menggarap kerja-kerja konstruksi, para tapol juga direkrut sebagai tenaga pembantu dirumah-rumah perwira militer. Simak cerita Daryono, bekas anggota Serikat Buruh Gula di Pati, JawaTengah. Ia ditahan pada November 1965. Dari 1968 sampai dibebaskan pada 1973, Daryonodiperlakukan sebagai budak oleh tentara:“Pertama kali saya itu dikerjabaktikan di Juana... Bikin jembatan, jembatan yangsekarang itu lho , ngebruk (membuat jembatan) itu saya pernah kerja di situ, tapihanya dua minggu itu... <strong>Lalu</strong> saya pindah lagi di Swaduk. Swaduk tempat mengambilkrokol (krikil) itu. Ha, itu juga tidak mendapat jaminan [makanan], ya tidak mendapatupah. Hasilnya dijual sama Koramilnya. Jadi orang-orang ndak anu, ndak dapat apaapa...Belum bebas saya. Sebab tiap sore mesti dikontrol kok dari Koramil Wedari...Kalo pagi ke sungai ambil krokol itu. Setelah dari Swaduk itu saya dipindah lagi ke Tayu,di Tendas. Saya ditempatkan di Tendas pada waktu itu....itu juga kerja bakti. Pertamakali ambil pasir di Sungai Tayu, ambil pasir. Padahal saya itu nggak pernah sobo (maindi) kali [ketawa]. Terpaksa ambil pasir itu... Setelah itu, saya ada panggilan dari Kodim.Ada panggilan supaya saya kembali ke Kodim [ketawa]. Terus karena ada perintah yaterpaksa, itu saya sendiri itu, terpaksa saya kembali ke Kodim. Ha di Kodim itu jugadikerjabaktikan. Kerja bakti, tapi hanya sebentar saya. Kalau hanya [ketawa] resik-resik(bersih-bersih) rumahnya ndoro-ndoro [sebutan untuk majikan Jawa] tentara itu[ketawa]. Pokoknya suruh apa ya, semaunya mereka itulah, apa kebutuhan mereka itusaya suruh mengerjakan”.Seorang tapol dari Banten, Rusyana, mengenang saat tapol-tapol di sana dipanggil untuk merenovasimasjid utama di Banten meskipun mereka dituduh atheis.“[Tapol] bikin mesjid, jalan, jembatan. Dan karena banyak juga tenaga-tenaga ahli ya,arsitek, insinyur itu banyak yang—jadi pembangunan daerah Banten itu banyak yangoleh tapol itu, termasuk mesjid, mesjid Banten ya. Yang jadi kebanggaan Banten itu.Yang merehab itu tapol”.Begitu anehnya permintaan ini bagi Rusyana hingga dengan jahilnya ia bercanda tentang MesjidAgung di Banten, ‘kalau kau naik ke atas, itu ada palu arit di atas.’Bukan hanya tapol yang dipekerjakan paksa oleh tentara, tapi juga mantan tapol yang sudah kembalike rumah mereka. Rahmadin, seorang petani yang bertempat tinggal di Cipanas, Jawa Barat,dipenjarakan dua kali untuk kurang lebih 200 hari total. Tapi setelah dibebaskan di akhir 1960an, iamasih dipanggil untuk kerja paksa. Sementara tapol-tapol lain dari kecamatannya dikirim ke penjaraKebon Waru di Banding, ke Nusakambangan, atau ke Pulau Buru, mereka yang dilepaskan lebih diniseperti Rahmadin tetap harus melayani perbudakan oleh tentara. Setiap Senin dan Kamis, ia harusmembersihkan kantor Koramil Cianjur:“[Saya] membersihkan apa saja. Misalnya, ada gelas yang bekas mereka itu, harusbapak cuci, ya. Ada bekas rokok, puntung-puntung itu kotoran, bapak harus nyapu.Rumput-rumput bara itu, harus bapak nyapu, ya. Nyabutin rumput itu, ya gitu ajakerjanya, ‘udah selesai, kamu pulang!’ walaupun kita udah capek misalnya, udah85
- Page 2:
Melawan Pelupaan PublikPanduan Disk
- Page 7:
3. Taylor: Perang Tersembunyi Sejar
- Page 10 and 11:
iasa di kalangan publik umum untuk
- Page 12 and 13:
Orde Baru yang sistematik dan melua
- Page 14 and 15:
menghadapi pelupaan publik yang gej
- Page 16 and 17:
Penulis ternama, Satyagraha Hoerip,
- Page 18 and 19:
korban itu sendiri. Kita harus mamp
- Page 20 and 21:
hanya melayani kejahatan individu w
- Page 22 and 23:
kepada mereka. Tuntutan awalnya ada
- Page 24 and 25:
Namun usaha untuk menarik garis bar
- Page 26 and 27:
Kebenaran atau Keadilan: Kebenaran
- Page 28 and 29:
yang terutama dikerjakan oleh Memor
- Page 30 and 31:
Bagian 2. Merancang Dokumentasi Kej
- Page 32 and 33:
memberitakan cerita-cerita bohong t
- Page 34 and 35:
memperoleh izin bergerak menurut In
- Page 36 and 37:
PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
- Page 38:
mengerahkan warga sipil ini tidak d
- Page 41 and 42: (kehidupan ekonomi, sosial, budaya,
- Page 43 and 44: Memorial-Rusia[...] Di bekas negara
- Page 45 and 46: PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI:1) Me
- Page 47 and 48: mengambil intisarinya dan mengintep
- Page 49 and 50: Jika demikian kita berangkat dari b
- Page 51 and 52: Pengertian Informasi Primer dan Inf
- Page 53 and 54: mendapatkan pengertian yang lebih b
- Page 55 and 56: Tabel 1: Perbedaan Dokumentasi deng
- Page 57 and 58: "Perantara yang berpengalaman semac
- Page 60 and 61: Dalam pendokumentasian tentu akan b
- Page 62 and 63: pekerjaan pustakawan dalam memilih,
- Page 64 and 65: tengkorak, enam puluh buah telah di
- Page 66 and 67: II. Darimana Memulai: Mengajak Korb
- Page 68 and 69: tujuan kami, dan apa yang akan kami
- Page 70 and 71: • Menjaga kerahasiaan identitas k
- Page 72 and 73: menghadapi kesulitan di lapangan, d
- Page 74 and 75: • Tujuan kemanusiaan, misalnya me
- Page 76 and 77: dari sumber pertama). Tuntutan ini
- Page 78 and 79: miskin yang didirikan oleh organisa
- Page 80 and 81: 2. Riset Peristiwa 65 di SoloSejak
- Page 82: lokal (bagian putri Pakorba Solo su
- Page 86 and 87: menyiksa para jenderal, ditelanjang
- Page 88 and 89: palu-arit,” perkosaan dalam tahan
- Page 90 and 91: usak, dan membuat perabotan rumah t
- Page 94 and 95: capek, kepanasan, dan sebagainya, n
- Page 96 and 97: kita [babat rumput]. Dari batas Des
- Page 98 and 99: Setelah menyiang pada dari alang-al
- Page 100 and 101: Kemudian ditutup. Kalau ditanyak pe
- Page 102 and 103: Di tengah-tengah dokumentasi itu, i
- Page 104 and 105: Pernyataan tentang Izin Penggunaan
- Page 106 and 107: Profil ELSAMLembaga Studi dan Advok