palu-arit,” perkosaan dalam tahanan dan serangan terhadap alat-alat reproduksi perempuandalam proses interogasi.• Baik aparat militer, polisi, maupun aparat sipil terlibat dalam penyerangan ini. Aparat sipilyang terlibat mulai dari aparat tingkat RT sampai tingkat nasional. Aparat kepolisian yangterlibat dimulai dari tingkat polsek. Berbagai angkatan dan kesatuan dalam tubuh ABRI aktifdalam menjalankan operasi kekerasan ini. Operasi kekerasan berskala masif ini jugamenggunakan sumber daya negara, misalnya, penggunaan kendaraan-kendaraan militeruntuk menangkapi dan memindahkan korban dari satu tempat penahanan ke tempatpenahanan lain, penggunaan instalasi militer, dan bangunan-bangunan publik sebagaitempat-tempat penahanan dan interogasi, penggunaan sarana negara dan publik, danpenggunaan anggaran negara untuk melakukan kejahatan-kejahatan ini.• Selain itu, aktor-aktor negara juga mendukung keterlibatan sejumlah organisasi pemudayang turut melaksanakan penyerangan dalam skala luas ini. Partisipasi organisasi-organisasiini memungkinkan eskalasi penyerangan yang luar biasa hingga dapat mencapai ribuankorban.Persekusi berbasis jenderKomnas Perempuan menyimpulkan bahwa ada indikasi kuat telah terjadi persekusi berbasis jendersebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, dilakukan dan dikoordinasi oleh aparat keamananIndonesia, bersama dengan kelompok-kelompok yang diberdayakan dan atau didukungnya.Persekusi terhadap perempuan yang dituduh menjadi anggota atau berafiliasi dengan Gerwani dankelompok politik lainnya terjadi pada saat Peristiwa 1965 berkecamuk dan berlanjut sampai dengansekarang, dengan tetap berlakunya peraturan-peraturan dan perlakuan diskriminatif yangmengingkari hak-hak dasar korban. Kampanye kekerasan yang disasarkan pada korban perempuanmempunyai karakteristik seksual, dan antiperempuan.Dengan dibentuknya sebuah opini bahwa anggota Gerwani terlibat langsung dalam pembunuhan diLubang Buaya, dengan sebuah cerita yang menggambarkan penyiksaan seksual yang dilakukan olehperempuan sambil menari-nari, maka sebuah motif untuk menargetkan orang-orang berdasarkanidentitas politik (komunis) dan jender (perempuan) terbentuk.Perkosaan dan penyiksaan seksual sebagai kejahatan terhadap kemanusiaanKasus-kasus yang telah dipelajari oleh Komnas Perempuan menunjukkan sebuah pola di manaaparatkeamanan dengan leluasa melakukan penyiksaan seksual dan perkosaan terhadap perempuan mulaipada saatnya mereka ditangkap. Tidak ada upaya dari para atasan untuk mencegah ataumenghukum pelaku-pelaku kejahatan tersebut. Kejahatan-kejahatan seksual ini terjadi dalamkonteks penyerangan terhadap masyarakat sipil yang luas dan sistematik. Para pelaku mengetahuibahwa tindakan yang diambilnya adalah bagian dari serangan tersebut, dan dapat memastikanbahwa tindakannya tidak akan dicegah ataupun dihukum, bahkan didukung dalam pelaksanaannya.2. Razif: Romusha dan Pembangunan, Sumbangan Tahanan Politik untuk Rezim SoehartoDalam buku-buku teks sejarah yang digunakan di sekolah-sekolah Indonesia, kita membacamengenai kekejaman kerja paksa semasa pendudukuan Jepang dari 1942 sampai 1945. Banyakorang Indonesia yang direkrut secara paksa oleh pasukan Jepang untuk bekerja membangun jalan,benteng, landasan pesawat, pelabuhan, dan semacamnya. Sebutan tentara Jepang untuk merekaadalah romusha: buruh yang tidak dibayar. Sekitar 300.000 orang dikirim dengan kapal-kapal ketempat seperti Birma dan Malaya, untuk bekerja dibawah komando mesin perang Jepang. Dalambuku sejarah yang mendapat persetujuan resmi dari Rezim Soeharto, yakni enam jilid Sejarah80
Nasional Indonesia yang disunting Marwati Djoened Poesponegoro dan Noegroho Notosusanto, kitabisa membaca bahwa romusha dipaksa bekerja selama berjam-jam ‘sejak dari pagi buta sampaipetang ‘tanpa ‘makan dan perawatan cukup.’ Sejumlah besar orang meninggal karena penyakit,kelelahan, dan kelaparan. Cerita mengenai romusha menjadi bagian dari ingatan sosial bangsaIndonesia mereka yang selamat dalam tahun-tahun itu menggambarkan penderitaan yangmengerikan sebagai tenaga kerja paksa. Hampir semua penduduk Indonesia saat ini tahu makna kataromusha.Banyak penduduk juga tahu cerita-cerita mengenai kerja paksa di zaman kolonialisme Belanda.Sebutan untuk mereka adalah corvee. Pejabat pemerintah meminta desa-desa untuk mengerahkantenaga kerja guna membangun jalan dan saluran irigasi. Di abad ke 19, semasa Tanam Paksa, parapejabat memaksa petani untuk menyerahkan seperlima tanahnya untuk tanaman seperti gula dantembakau, yang kemudian akan dibeli pemerintah dengan harga sangat rendah.Dalam sejarah kerja paksa di Indonesia yang panjang dan menyedihkan, kasus terakhir ini justru yangpaling tidak banyak diketahui; rezim Soeharto pun mengerahkan ratusan ribu tapol, yaitu merekayang dituduh komunis dan simpatisannya, untuk bekerja di bawah paksaan, tanpa bayaran. Tahukahanda bahwa jembatan, jalan raya, monumen, dan bendungan yang dibangun di berbagai tempat diIndonesia sepanjang akhir 1960-an dan 1970an dibuat oleh tangan-tangan tapol, yang hanyamenerima caci-maki sebagai pengganti keringat yang mereka keluarkan? Tentara juga jarangmemberi makanan kepada tapol yang dipekerjaannya; keluarga tapol lah yang justru menanggungdan memberinya makanan. Bagi penguasa, mempekerjakan paksa para tapol komunis dansimpatisannya, sudah dianggap kemestian.Di bawah rezim Soeharto, kerja paksa terjadi di banyak wilayah, dari Sumatera sampai Pulau Buru. DiLampung, misalnya, kerja paksa terjadi di Sungai ‘Kopel.’ Di tempat ini, para tapol harus mengerukpasir dan jika mereka bekerja lambat, maka ikat pinggang kopel—ikat pinggang besar yang biasadipakai tentara—akan melayang ke tubuh tapol. Di Cianjur, Jawa Barat, para tapol bekerjamembangun Monumen Siliwangi yang menjadi kebanggaan masyarakat setempat. Para tapol pulayang bertugas menjaga kebersihan dan keindahan kota-kota di wilayah provinsi Jawa Timur. Bahkan,mereka lah yang membuat Monumen Operasi Trisula di Blitar Selatan. Pembangunan hampir diseluruh kota Palu dan sekitarnya menggunakan tenaga para tapol, sebagian besar baru bebas darirangkaian pemaksaan ini setelah Presiden Soeharto lengser, Mei 1998. Ada pula tapol yang sempatdipenjara di LP Sukamiskin, Bandung, setelah dibebaskan pada 1992, dipaksa masuk dalam babakkekerasan berikut. Kelurahan Ciranjang memerintahkan dia bersama 14 eks-tapol lain untukmembersihkan Jalan Raya Ciranjang hingga jembatan Rajamanda, yang jaraknya kurang lebih 15kilometer, secara rutin. Tapol-tapol tersebut bekerja mencabuti rumput sepanjang jalan itu setiapdua pekan sekali. tugas lain yang harus mereka kerjakan adalah membersihkan kantor KelurahanCiranjang.Kerja paksa para tapol tidak terbatas pada pembuatan jembatan, jalan, dan monumen saja, tetapimereka juga bekerja di rumah-rumah para perwira militer sebagai tukang dan pembantu. Tugasmereka biasanya mencuci pakaian, membersihkan dan memperbaiki bagian-bagian rumah yang81
- Page 2:
Melawan Pelupaan PublikPanduan Disk
- Page 7:
3. Taylor: Perang Tersembunyi Sejar
- Page 10 and 11:
iasa di kalangan publik umum untuk
- Page 12 and 13:
Orde Baru yang sistematik dan melua
- Page 14 and 15:
menghadapi pelupaan publik yang gej
- Page 16 and 17:
Penulis ternama, Satyagraha Hoerip,
- Page 18 and 19:
korban itu sendiri. Kita harus mamp
- Page 20 and 21:
hanya melayani kejahatan individu w
- Page 22 and 23:
kepada mereka. Tuntutan awalnya ada
- Page 24 and 25:
Namun usaha untuk menarik garis bar
- Page 26 and 27:
Kebenaran atau Keadilan: Kebenaran
- Page 28 and 29:
yang terutama dikerjakan oleh Memor
- Page 30 and 31:
Bagian 2. Merancang Dokumentasi Kej
- Page 32 and 33:
memberitakan cerita-cerita bohong t
- Page 34 and 35:
memperoleh izin bergerak menurut In
- Page 36 and 37:
PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
- Page 38: mengerahkan warga sipil ini tidak d
- Page 41 and 42: (kehidupan ekonomi, sosial, budaya,
- Page 43 and 44: Memorial-Rusia[...] Di bekas negara
- Page 45 and 46: PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI:1) Me
- Page 47 and 48: mengambil intisarinya dan mengintep
- Page 49 and 50: Jika demikian kita berangkat dari b
- Page 51 and 52: Pengertian Informasi Primer dan Inf
- Page 53 and 54: mendapatkan pengertian yang lebih b
- Page 55 and 56: Tabel 1: Perbedaan Dokumentasi deng
- Page 57 and 58: "Perantara yang berpengalaman semac
- Page 60 and 61: Dalam pendokumentasian tentu akan b
- Page 62 and 63: pekerjaan pustakawan dalam memilih,
- Page 64 and 65: tengkorak, enam puluh buah telah di
- Page 66 and 67: II. Darimana Memulai: Mengajak Korb
- Page 68 and 69: tujuan kami, dan apa yang akan kami
- Page 70 and 71: • Menjaga kerahasiaan identitas k
- Page 72 and 73: menghadapi kesulitan di lapangan, d
- Page 74 and 75: • Tujuan kemanusiaan, misalnya me
- Page 76 and 77: dari sumber pertama). Tuntutan ini
- Page 78 and 79: miskin yang didirikan oleh organisa
- Page 80 and 81: 2. Riset Peristiwa 65 di SoloSejak
- Page 82: lokal (bagian putri Pakorba Solo su
- Page 86 and 87: menyiksa para jenderal, ditelanjang
- Page 90 and 91: usak, dan membuat perabotan rumah t
- Page 92 and 93: Ketika Santo Hariyadi diperintahkan
- Page 94 and 95: capek, kepanasan, dan sebagainya, n
- Page 96 and 97: kita [babat rumput]. Dari batas Des
- Page 98 and 99: Setelah menyiang pada dari alang-al
- Page 100 and 101: Kemudian ditutup. Kalau ditanyak pe
- Page 102 and 103: Di tengah-tengah dokumentasi itu, i
- Page 104 and 105: Pernyataan tentang Izin Penggunaan
- Page 106 and 107: Profil ELSAMLembaga Studi dan Advok