menghadapi pelupaan publik yang gejalanya semakin jelas terlihat. Dengan mengangkat sejumlahliteratur, artikel, dan esai-esai tentang pengalaman advokasi dan pendokumentasi kejahatan HAM dimasa lampau, baik internasional dan nasional, buku ini bermaksud mengajak banyak pihak untukmendiskusikan ulang tentang bagaimana menghadapi pelupaan publik yang kian menguat melaluikerja-kerja pendokumentasian. Berbeda dengan pendekatan yang banyak dipilih selama ini dalammenghadapi kebuntuan penyelesaian kejahatan hak asasi manusia Orde Baru, buku ini mencobamengangkat perdebatan kerangka konseptual dan praktik menyelesaikan kejahatan hak asasimanusia di masa Orde Baru--termasuk juga pelbagai kompleksitas persoalan ekonomi, politik, sosial,dan budaya yang membingkainya --untuk menjadi titik berangkat merumuskan strategi dan metodekerja pendokumentasian yang efektif di tingkat lokal.Untuk dapat menjawab tujuan dan hasil-hasil yang diharapkan ini, buku ini terdiri dari empat bagian.Bagian pertama akan mengangkat tulisan John Roosa, Agung Ayu Ratih, dan Hilmar Farid, sertatranskrip diskusi para korban untuk mengajak pengguna buku ini mendiskusikan berbagai persoalantentang pelupaan publik di Indonesia. Kemudian tulisan Agung Putri diangkat guna mengingatkantentang persoalan ekonomi politik yang membuat upaya-upaya penyelesaian kejahatan masa laluberjalan di tempat. Dan terakhir adalah tulisan Ruti G. Teitel tentang kerangka konseptual politikingatan dan kebenaran yang diambil dari pengalaman-pengalaman negara-negara transisi diberbagai benua. Tujuannya adalah menjadikan naskah-naskah lama ini sebagai titik berangkat bagipara peneliti dan dokumentalis mengidentifikasi dan memahami pelbagai kendala serupa di tingkatlokal, termasuk menawarkan bahwa agenda mencegah pelupaan publik sebagai agenda antara yangperlu dijadikan tujuan relevan saat ini bagi kerja-kerja pendokumentasian kejahatan hak asasimanusia di masa Orde Baru.Di bagian kedua, buku ini mengangkat tulisan-tulisan tulisan dari Farid, Rikardo Simarmata,Budiawan, Amiruddin Alrahab dan Desousa, John Tailor dan Geoffrey Robinson dan Laporan KomisiNasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) guna menunjukkan pola danbentuk-bentuk umum dan khusus kejahatan hak asasi manusia Orde Baru di setiap masa sehinggamengingatkan peneliti dan dokumentalis hak asasi manusia tentang kompleksitas kejahatan hakasasi manusia yang dilakukan oleh Orde Baru. Dengan tulisan-tulisan ini pula diharapkan dapatmemancing mereka untuk mulai mengidentifikasi kompleksitas kejahatan serupa di wilayahnya yangtentunya berbeda dengan yang ditemukan oleh para penulis tersebut. Kemudian tulisan DaanBronkhost, Paijo dan Fauzi juga disajikan dalam bagian ini untuk menunjukkan tentang bagaimanamembangun dokumentasi penyelesaian masa lalu yang sederhana dan ditujukan untuk melawanpelupaan publik.Selanjutnya di bagian ketiga, buku ini mengangkat pengalaman pengumpulan data kejahatan hakasasi manusia masa lalu yang dituliskan oleh Bronkhost, Priscilla Heyner, Roosa dkk, Erlijna, danDahana, serta laporan Komnas Perempuan guna mengingatkan tentang persoalan keterbatasaninformasi dan strategi menghadapi persoalan itu.Dan di bagian akhir, buku ini kembali mengangkat Laporan Komnas HAM, tulisan Razif, danBronkhost untuk mengajak para pengguna buku ini membayangkan langkah-langkah yang harusdilakukan sebelum hasil pendokumentasian dijadikan alat untuk melawan amnesia publik. Sejumlahtips bagaimana menganalisa data dan mengemasnya juga ditawarkan dalam buku ini.6
Bagian 1. Memahami Pelupaan Publik dan Kompleksitas PenyelesaianKejahatan Hak Asasi Manusia di <strong>Masa</strong> <strong>Lalu</strong>I. TujuanBagian ini bertujuan memberikan pemahaman tentang apa itu kejahatan hak asasi manusia di masaOrde Baru, yang meliputi: bentuk kejahatan, pola, durasi peristiwanya, sebaran wilayahnya, danakibat-akibatnya terhadap korban dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Selain itu modul inijuga bertujuan memberikan pemahaman tentang situasi ekonomi politik nasional dan lokal yangmengakibatkan upaya-upaya penanganan kejahatan hak asasi manusia masa lalu mengalamikebuntuan, yang pada akhirnya menciptakan pelupaan publik atas masalah ini.Pokok-pokok diskusi:• Fenomena amnesia publik di Indonesia• Memahami kompleksitas penyelesaian kejahatan hak asasi manusia Orde BaruII. Membedah Amnesia Publik tentang Kejahatan Hak Asasi Manusia Skala Besar di<strong>Masa</strong> <strong>Lalu</strong>PengantarAda banyak fakta kejahatan hak asasi manusia skala besar di masa pemerintahan Orde Baru yangmulai dilupakan publik. Para pihak yang bertanggungjawab atas kejahatan-kejahatan tersebut yangterus menerus melakukan upaya pengaburan atas kebenaran kejahatan tersebut, sehingga publikmerasa ragu dan terus memegang sejarah resmi yang dibuat oleh negara yang notabene warisanpemerintah Orde Baru. Berikut ini adalah ringkasan tentang bagaimana amnesia publik terjadisehingga menempatkan kebenaran kejahatan hak asasi manusia skala besar di masa Orde Baruhanya kabar burung atau desas-desus yang kebenarannya diragukan.1. Roosa, Ratih & Farid: Ingatan Sosial Tentang Kekerasan 1965-66[...] Teror 1965-66 adalah rahasia umum lain yang harus didekati melalui sejarah lisan. Hampirsemua orang di Indonesia, bahkan mereka yang hidup di daerah paling terpencil sekalipun, tahuakan adanya penahanan dan pembunuhan massal. Mereka menyaksikan atau mendengar ceritatentang gerombolan orang yang berkeliaran di jalan-jalan memburu ‘PKI’; tentara yang datang kepabrik untuk menangkap ‘PKI’; tetangga, teman atau saudara yang hilang secara misterius; jasadpara korban yang tergeletak di jalan-jalan atau dibuang ke sungai; sekolah dan gedung pemerintahyang diubah jadi kamp tahanan dan pusat penyiksaan. Boleh dibilang, hampir semua orang memilikibukti bahwa perburuan terhadap ‘PKI’ pernah terjadi. Betapapun teror itu sudah menjadipengetahuan umum, sangat sedikit yang pernah ditulis mengenainya, bahkan dari perspektif parapelaku sendiri. pembunuhan itu juga menjadi rahasia umum: setiap orang tahu, tapi tidak ada yangmenulis atau membicarakannya di hadapan publik.7
- Page 2: Melawan Pelupaan PublikPanduan Disk
- Page 7: 3. Taylor: Perang Tersembunyi Sejar
- Page 10 and 11: iasa di kalangan publik umum untuk
- Page 12 and 13: Orde Baru yang sistematik dan melua
- Page 16 and 17: Penulis ternama, Satyagraha Hoerip,
- Page 18 and 19: korban itu sendiri. Kita harus mamp
- Page 20 and 21: hanya melayani kejahatan individu w
- Page 22 and 23: kepada mereka. Tuntutan awalnya ada
- Page 24 and 25: Namun usaha untuk menarik garis bar
- Page 26 and 27: Kebenaran atau Keadilan: Kebenaran
- Page 28 and 29: yang terutama dikerjakan oleh Memor
- Page 30 and 31: Bagian 2. Merancang Dokumentasi Kej
- Page 32 and 33: memberitakan cerita-cerita bohong t
- Page 34 and 35: memperoleh izin bergerak menurut In
- Page 36 and 37: PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
- Page 38: mengerahkan warga sipil ini tidak d
- Page 41 and 42: (kehidupan ekonomi, sosial, budaya,
- Page 43 and 44: Memorial-Rusia[...] Di bekas negara
- Page 45 and 46: PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI:1) Me
- Page 47 and 48: mengambil intisarinya dan mengintep
- Page 49 and 50: Jika demikian kita berangkat dari b
- Page 51 and 52: Pengertian Informasi Primer dan Inf
- Page 53 and 54: mendapatkan pengertian yang lebih b
- Page 55 and 56: Tabel 1: Perbedaan Dokumentasi deng
- Page 57 and 58: "Perantara yang berpengalaman semac
- Page 60 and 61: Dalam pendokumentasian tentu akan b
- Page 62 and 63: pekerjaan pustakawan dalam memilih,
- Page 64 and 65:
tengkorak, enam puluh buah telah di
- Page 66 and 67:
II. Darimana Memulai: Mengajak Korb
- Page 68 and 69:
tujuan kami, dan apa yang akan kami
- Page 70 and 71:
• Menjaga kerahasiaan identitas k
- Page 72 and 73:
menghadapi kesulitan di lapangan, d
- Page 74 and 75:
• Tujuan kemanusiaan, misalnya me
- Page 76 and 77:
dari sumber pertama). Tuntutan ini
- Page 78 and 79:
miskin yang didirikan oleh organisa
- Page 80 and 81:
2. Riset Peristiwa 65 di SoloSejak
- Page 82:
lokal (bagian putri Pakorba Solo su
- Page 86 and 87:
menyiksa para jenderal, ditelanjang
- Page 88 and 89:
palu-arit,” perkosaan dalam tahan
- Page 90 and 91:
usak, dan membuat perabotan rumah t
- Page 92 and 93:
Ketika Santo Hariyadi diperintahkan
- Page 94 and 95:
capek, kepanasan, dan sebagainya, n
- Page 96 and 97:
kita [babat rumput]. Dari batas Des
- Page 98 and 99:
Setelah menyiang pada dari alang-al
- Page 100 and 101:
Kemudian ditutup. Kalau ditanyak pe
- Page 102 and 103:
Di tengah-tengah dokumentasi itu, i
- Page 104 and 105:
Pernyataan tentang Izin Penggunaan
- Page 106 and 107:
Profil ELSAMLembaga Studi dan Advok