prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
kedudukan laki-laki yang superior, tidak lengkap tanpa kehadiran<br />
perempuan sebagai lawan jenis yang saling mengisi (Sun Ai Lee Park,<br />
1992).<br />
Menurut Irwan Abdullah, dikotomi nature (alam) dan culture<br />
(budaya) digunakan untuk menunjukkan pemisahan jenis kelamin, yang<br />
satu memiliki status lebih rendah dari yang lain. Perempuan yang<br />
mewakili sifat alam (nature) harus ditundukkan agar mereka lebih<br />
berbudaya (culture). Usaha membudayakan perempuan tersebut telah<br />
mengakibatkan terjadinya ketimpangan hubungan antara laki-laki dan<br />
perempuan (Irwan Abdullah, 1997).<br />
Berbeda dengan corak pemikiran Arab dan China yang<br />
diskriminatif terhadap perempuan, corak pemikiran masyarakat<br />
Amerika terhadap kekerasan perempuan sangat terkait dengan faham<br />
feminism yang berkembang di Negara tersebut. Elizabeth Cady<br />
merupakan tokoh feminis Amerika Serikat yang memprakarsai konvensi<br />
hak-hak perempuan di Seneca Falls pada 1848. Teks Declaration of<br />
Independence menjadi pijakan Elizabeth untuk menulis Declaration of<br />
Sentiments and Resolution yang menjadi hasil konvensi dalam<br />
pertemuan bersejarah, yaitu Konvensi Hak-hak Perempuan di Seneca<br />
Falls pada 19 Juli 1848.<br />
Dia menegaskan bahwa “all the people” dalam konstitusi<br />
Negara Amerika berarti kaum perempuan sebagai manusia, termasuk di<br />
dalamnya. Pemikiran Elizabeth tentang otonomi perempuan sebagai<br />
individu, juga berdasarkan pada pemikiran individualisme liberal, tetapi<br />
ia tetap melihat bahwa perempuan merupakan suatu kolektivitas sosial<br />
yang harus bersatu dalam memperjuangkan kepentingan perempuan<br />
(Hadiz, 1998). Dengan cara pandang seperti ini, maka kekerasan<br />
seksual dalam corak pemikiran masyarakat Amerika, merupakan<br />
tindakan yang biadab, yang melecehkan nilai-nilai dan martabat<br />
kemanusiaan.<br />
Uraian di atas menunjukkan terjadinya perbedaan cara<br />
pandang terhadap posisi perempuan dalam konstruksi sosial budaya<br />
pada masing-masing Negara, yang pada ujungnya terjadi perbedaan<br />
dalam memandang kekerasan seksual. Di kalangan masyarakat Arab<br />
yang masih terdapat bias tradisi jahiliyah yang patriarkis, pandangan<br />
terhadap kekerasan seksual masih cenderung permisif dan menjadikan<br />
korban sebagai pihak yang salah, sekalipun secara normatif Islam<br />
sebagai agama yang dipeluk oleh masyarakat Arab, memberikan sanksi<br />
yang keras dan tegas, bahkan sangat berat kepada pelaku tindak<br />
kekerasan seksual. Sedangkan China, meskipun memandang adanya<br />
perbedaan antara laki-laki dan perempuan, namun memberikan<br />
hukuman yang berat kepada pelaku tindak kekerasan seksual.<br />
Pandangan masyarakat di kedua Negara ini berbeda dengan masyarakat<br />
Amerika yang sudah menerapkan kesetaraan dalam relasi lelaki<br />
22