prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
sebagai makhluk suci dan mulia sebagaimana tercermin dalam legenda<br />
Dewi Sri, yang mencerminkan bagaimana kemuliaan wanita dalam<br />
kehidupan.<br />
Pandangan normatif-antropologis ini sejalan dengan<br />
konstruksi budaya masyarakat Batak. Dalam pandangan antropologis<br />
masyarakat Batak, perempuan dipandang sebagai sosok yang harus<br />
dihormati dan dimuliakan. Di kalangan masyarakat Batak Toba, peran<br />
dan posisi perempuan dikenal dengan istilah “isteri”, yang berarti<br />
pasangan sehati dan sejiwa, pendamping suami, melahirkan dan<br />
mendidik generasi penerus, membina kehidupan rumah tangga dan<br />
jalinan sosial masyarakat, serta sebagai wanita terhormat yang patut<br />
dihormati. (http://haposanbakara.blogspot.com/2011/03/makna-isteridalam-budaya-batak-toba.html).<br />
Posisi mulia kaum perempuan dalam pandangan kultural<br />
masyarakat Batak ini juga bersumber dari mitologi Batak yang<br />
menyatakan bahwa asal usul manusia di bumi Batak adalah seorang<br />
perempuan, yaitu Siboru Deang Parujar (Siboru Dea). Juga konsep<br />
dewata sebagai manusia pertama di Banua Ginjang (bumi Batak) yang<br />
melahirkan tiga wanita dengan fungsi masing-masing untuk menjaga<br />
kehidupan; Siboru Parmeme, pengunyah makanan untuk diberikan<br />
kepada anak kecil; Panturi, penasehat, memberikan pengajaran tentang<br />
sikap, budi pekerti dan etika; Parorot, penjaga, pelindung dan pengawas<br />
anak (http://haposanbakara.blogspot.com/2012/05/kedudukan-wanitadalam-suku-batak.html).<br />
Di kalangan masyarakat Bugis, perempuan juga mendapat<br />
posisi terhormat. Sebagaimana dinyatakan Maria Josephine:<br />
Status sosial perempuan Bugis tampaknya cukup tinggi. Hal itu<br />
dapat kita lihat baik dalam realitas sosial maupun dalam<br />
naskah kuno. Secara sosial kita bisa menyebut sosok Colliq<br />
Pujie, seorang perempuan Bugis yang hidup pada abad ke-1<br />
yang berprofesi sebagai penulis, sastrawan dan juga<br />
negarawan. Dalam naskah kuno perempuan Bugis disebut<br />
berani (materru‟) dan bijaksana/ (malampe‟ nawa nawa).<br />
Walau begitu, tugas utama dari seorang perempuan Bugis<br />
adalah menjadi seorang ibu salehah, baik dan tulus (mancaji<br />
Indo ana tettong ridecengnge, tudang ripacingnge), menjadi<br />
penuntun suami yang jujur, hemat dan bijaksana sekaligus<br />
mitra pendukung dan penopang dalam mengatasi segala<br />
kesulitan maupun perjuangan mengatasi segala hal (Mancaji<br />
pattaro tettong rilempu‟e punnai cirinna enrengngre lampu<br />
„Nawa-Nawa mmewai sibaliperri‟ waroanena Sappa „laleng<br />
atuong), menjadi kebanggan ayahnya, saudaranya dan<br />
suaminya untuk menjaga kehormatan hidupnya (mancaji<br />
„siatutuiang siri na enrengnge banapatinna ritomatoanna,<br />
18