29.06.2015 Views

prosidingshn2014

prosidingshn2014

prosidingshn2014

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Simposium Hukum Nasional 2014<br />

hak-hak privasi dan berkaitan dengan seksualitas. Demikian juga, hal itu<br />

menyerang kepentingan umum berupa jaminan hak-hak asasi yang<br />

harus dihormati secara kolektif.<br />

Corak Berpikir Masyarakat Indonesia Terhadap Kekerasan Seksual<br />

Untuk melihat corak pikir masyarakat Indonesia terhadap<br />

kekerasan seksual, saya akan memaparkan beberapa legenda dan sejarah<br />

yang terkait dengan peran, posisi, dan fungsi perempuan dari beberapa<br />

etnis yang merepresentasikan perspektif Indonesia, yaitu Jawa, Sunda,<br />

Bugis, dan Batak.<br />

Ada beberapa legenda dan sejarah yang mencerminkan<br />

pandangan masyarakat terhadap perempuan. Misalnya, perempuan<br />

dijadikan sebagai alat untuk menaklukan lawan. Sebagai contoh: Kisah<br />

Ki Ageng Mangir, yang bisa ditaklukkan dan bahkan dibunuh oleh<br />

Panembahan Senopati dengan cara mengirimkan putrinya Rr.<br />

Pembayun untuk merayu Ki Ageng Mangir. Setelah terjadi perkawinan,<br />

maka Panembahan Senopati memanggil sang menantu untuk sowan.<br />

Dalam pesowanan inilah Ki Ageng Mangir ditaklukan dan dibunuh.<br />

Namun, sikap kaum ningrat Jawa terhadap perempuan yang<br />

kemudian membentuk kultur dan konstruksi sosial yang timpang dalam<br />

relasi sosial lelaki perempuan, merupakan cerminan dari pandangan<br />

kultur Jawa terhadap perempuan. Beberapa kitab Jawa memang<br />

berpandangan pejoratif terhadap perempuan, misalnya kitab Clokantara.<br />

Di dalam kitab ini perempuan di pandang dan diposisikan secara<br />

negatif: “… tiga ikang abener lakunya ring loka/ Iwirnya/ ikang Iwah/<br />

ikang Udwad/ ikang Janmastri/ Yeka kang telu/ wilut gatinya/ Yadin<br />

pweka nang stri hana satya budhinya/ dadi ikangtunjung tumuwuh ring<br />

cila/ …”(… ada tiga yang tidak benar jalannya di bumi yaitu/ sungai/<br />

tanaman yang melata/ dan wanita/ ketiga-tiganya/ berbelit jalannya//<br />

jika ada wanita yang lurus budinya/ akan ada (bunga) tunjung tumbuh di<br />

batu).<br />

Pandangan yang sama juga diberikan oleh Kitab Nitisastra. Di<br />

sini perempuan dipandang sebagai sosok yang bermoral rendah: “…/<br />

mangkan ngling sang parameng sastra/ ana dyah bener atine/ yen ana<br />

gagak pingul/ lawan tunjung tuwuh ing curi/ kono ana wanudya/ atine<br />

rahayu/ kalingane ing sujana/ den prayitna yen pinarak ing pawestri/<br />

ywa kena manis ujar//” (…beginilah kata sang bijak dalam sastra:/<br />

(akan) ada wanita yang lurus hatinya/, jika ada (burung) gagak<br />

(berwarna) putih/, dan (bunga) tunjung tumbuh di batu/, bila di situ ada<br />

wanita (yang) hatinya baik/ kata orang pintar/ hati-hatilah apabila<br />

berhadapan (dengan) wanita tersebut/ jangan terpikat oleh kata<br />

manisnya/).<br />

Meskipun perempuan diposisikan secara rendah dibanding<br />

lelaki, namun secara umum kebudayaan Jawa memandang perempuan<br />

17

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!