29.06.2015 Views

prosidingshn2014

prosidingshn2014

prosidingshn2014

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Simposium Hukum Nasional 2014<br />

tanpa faktor-faktor khusus, seorang laki-laki takkan mengkomersialkan<br />

isterinya secara seksual karena itu merusak kemartabatannya sendiri.<br />

Pola Pikir tentang Penaklukan Simbol Jenis Kelamin<br />

Perempuan. Selain adanya dominasi budaya patriarki, dalam kondisikondisi<br />

tertentu, laki-laki melakukan kekerasan seksual terhadap<br />

perempuan, bukan karena ia mengenal perempuan yang bersangkutan,<br />

membencinya dan ingin menganiaya atau mencelakakannya sebagai<br />

suatu bentuk hukuman berat, melainkan karena si korban pemerkosaan<br />

berjenis kelamin perempuan, yang harus ditaklukkan oleh dirinya<br />

sebagai laki-laki. Karena itu si laki-laki itu tidak harus mengenal<br />

perempuan itu untuk memperkosanya. Kondisi ini sering terjadi dalam<br />

situasi adanya perang atau kerusuhan, di mana mengalahkan lawan<br />

ditandai dengan naluri memperkosa perempuan yang tidak saja<br />

merupakan salah satu cara untuk menumbangkan simbol dari jenis<br />

kelamin perempuan (femininitas), namun juga merusak perasaan<br />

kemartabatan pihak lawan sebagai kesatuan komunitas atau negara, baik<br />

yang laki-laki maupun yang perempuan.<br />

Dalam contoh kasus tertentu di Eropa, ketika bekas negara<br />

Yugoslavia tercabik-cabik oleh politik, sesama sukubangsa di negara<br />

Yugioslavia menjadi bangsa sendiri dengan negara masing-masing yang<br />

merupakan pecahan negara Yugoslavia. Politik menyebabkan perang<br />

yang kejam tak terhindarkan. Dilakukannya genocide (pembunuhan<br />

suku bangsa) oleh bangsa yang lebih kuat tidak dirasa cukup dan<br />

memuaskan hanya dengan cara membunuh kaum laki-laki dari bangsa<br />

yang dibenci dan berada dalam posisi lemah. Lebih jauh lagi, pihak<br />

yang kuat dan berjaya dalam perang juga memperkosa para perempuan<br />

dari bangsa yang dalam posisi lemah tersebut, dengan tujuan menghina<br />

martabat keseluruhan bangsa itu, agar melahirkan anak dari sukubangsa<br />

yang dalam posisi berjaya itu dengan tujuan memberikan hukuman<br />

berat yang takkan pernah terlupakan dalam sejarah mereka.<br />

Dalam kondisi tanpa perang, persaingan ekonomi atau sulitnya<br />

memenangkan perebutan sumberdaya ekonomi yang sering kita lihat di<br />

berbagai daerah di Indonesia menyebabkan perempuan terhambat untuk<br />

memperoleh peluang mendapatkan pekerjaan yang layak bagi<br />

kemanusiaan, sesuai pesan Konstitusi (UUD 1945). Perempuan sering<br />

dikalahkan dalam persaingan ini dengan cara merendahkan martabatnya<br />

melalui tipu-daya berupa iming-iming pekerjaan, namun dijerumuskan<br />

sebagai korban perilaku komersial seksual.<br />

Masih dalam kondisi kemiskinan pula, hal itu sering menjadi<br />

penyebab berubahnya etika pergaulan terhadap kerabat, di mana kerabat<br />

9

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!