prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
seadanya saja bahkan cenderung tidak direhabilitasi atau diintegrasi<br />
akibat pemikiran biaya mahal yang dikeluarkan.<br />
Untuk perlindungan hukum yang kedua, yakni dalam hal acara<br />
pidana, adanya Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban<br />
menjelaskan tidak secara eksplisit memasukan kekerasan seksual<br />
sebagai kasus-kasus tertentu dimana dapat dimintakan hak perlindungan<br />
oleh LPSK.<br />
Kasus-kasus tertentu", antara lain, tindak pidana korupsi, tindak<br />
pidana narkotika/psikotropika, tindak pidana terorisme, dan<br />
tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan Korban<br />
dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya. 11<br />
Jelas sangat sukar juga untuk menentukan apakah kekerasan<br />
seksual dimasukan kedalam tindak pidana lain yang mengakibatkan<br />
posisi saksi dan korban dihadapkan pada situasi yang sangat<br />
membahayakan jiwanya. Beberapa ahli hukum mengatakan secara<br />
tekstual dapat dipakai penafsiran memperluas arti kata, maka masuklah<br />
kekerasan seksual namun terdapat pandangan lain bahwa khusus<br />
kekerasan seksual tidaklah dimasukan dalam hal tersebut. Sekalipun<br />
dimasukan maka tidak jelas lagi arti kata dimana “situasi sangat<br />
membahayakan jiwanya” karena pada hakikatnya semua korban akan<br />
merasakan hal tersebut. Maka yang dimaksudkan perlindungan hukum<br />
dalam hal acara pidana ialah proses peradilan yang khusus, yakni<br />
persidangan yang tertutup dan ganti rugi. Terkait perlindungan ketiga<br />
ini yang menjadi poin penting yang akan dibahas yakni hal pemenuhan<br />
hak korban. Mengenai ganti rugi dan restitusi adalah sesuatu yang<br />
diberikan kepada pihak yang menderita kerugian dengan<br />
memperhitungkan kerusakan yang dideritanya oleh si pelaku secara<br />
langsung dan menimbulkan pula pertanggung jawaban secara tindak<br />
langsung kepada masyarakat atau negara (the responsible of the society)<br />
untuk rehabilitasi sosial, hingga kepada proses pemulangan korban<br />
kekerasan seksual dan reintegrasi sosial. Inilah yang sering terlupakan<br />
bahwa anggapan bahwa negara cukup hanya dengan menghukum<br />
pelaku bukan berarti selesainya persoalan. Di sinilah peran negara yang<br />
tidak boleh terpisahkan yakni menindak pelaku serta tidak melupakan<br />
untuk memperbaiki korban. Namun kesemua perlindungan hukum<br />
tersebut untuk memperbaiki pelaku secara mental. Akan tetapi,<br />
perlindungan hukum sekarang ini belum ada jaminan hak korban secara<br />
materiil yang jelas dan tegas. Misalnya dalam pasal 7 ayat (1) Undangundang<br />
LPSK bahwa korban melalui LPSK berhak mengajukan ke<br />
pengadilan berupa:<br />
11 Penjelasan pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006<br />
tentang Perlindungan Saksidan Korban<br />
155