22.06.2015 Views

Selulitis Fasialis - Kalbe

Selulitis Fasialis - Kalbe

Selulitis Fasialis - Kalbe

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Selulitis</strong> <strong>Fasialis</strong><br />

Supomo Sukardono, Seri Ulina, Sunaryanto<br />

Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/Rumah Sakit Dr. Sardjito<br />

Yogyakarta, Indonesia<br />

ABSTRAK<br />

Dilaporkan satu kasus selulitis fasialis pada seorang wanita umur 62 tahun. Penyakit berawal dari sebuah benjolan kecil di<br />

hidung yang digaruk. Hasil kultur menunjukkan H. influenzae. Penderita juga mempunyai penyakit lain, yaitu diabetes<br />

melitus. Obat yang diberikan adalah siprofloksasin dan metronidazol. Penderita mengalami perbaikan setelah dirawat<br />

selama 2 bulan.<br />

Kata kunci : <strong>Selulitis</strong> fasialis, H. influenzae, diabetes melitus<br />

LAPORAN KASUS<br />

Pendahuluan<br />

Manifestasi klinis infeksi pada kepala dan<br />

leher bervariasi, tidak hanya karena<br />

anatominya yang kompleks, tetapi juga<br />

karena mikroorganisme penyebabnya<br />

sangat banyak. Salah satu infeksi pada wajah<br />

1<br />

adalah selulitis fasialis.<br />

<strong>Selulitis</strong> adalah suatu keadaan inflamasi kulit<br />

bercirikan nyeri, eritema, pembengkakan,<br />

2<br />

dan panas setempat. <strong>Selulitis</strong> fasialis<br />

merupakan proses akut dengan perluasan<br />

infeksi ke kulit dan (jarang) jaringan<br />

subkutan wajah. Infeksi dapat menyebar ke<br />

beberapa struktur, seperti kelopak mata atau<br />

(lebih dalam lagi) jaringan periorbital dan<br />

sinus kavernosus. Port d'entree sering tidak<br />

diketahui karena dapat hanya berupa<br />

1<br />

trauma yang sangat kecil. Etiologi selulitis<br />

fasialis bermacam-macam, salah satunya<br />

2<br />

adalah bakteri H. influenzae.<br />

Pengobatan selulitis fasialis sering sulit<br />

karena etiologinya sulit diketahui, apalagi<br />

digabung dengan banyak faktor yang<br />

mempengaruhi kesembuhan, antara lain<br />

diabetes melitus. Dilaporkan satu kasus<br />

jarang di Bagian THT FK UGM/SMF THT, RSUP<br />

Dr. Sardjito, yang ditangani dan dirawat<br />

dengan baik selama dua bulan.<br />

Etiologi<br />

Infeksi di daerah wajah sering odontogenik<br />

atau bersumber dari orofaring, dengan<br />

bakteri penyebab Streptococcus, Bacteriodes,<br />

Fusobacterium sp. Selain itu, bakteri eksogen<br />

dapat masuk ke kulit dengan berbagai cara,<br />

antara lain gigitan kucing (Pasteurella<br />

multicoda), gigitan anjing (Staphylococcus<br />

intermedius), luka di air payau (Aeromonas<br />

h y d r o p h i l a ) , s i n d r o m s e p a t u t e n i s<br />

berkeringat (Pseudomonas aeruginosa),<br />

selulitis pedagang ikan (Erysepeloyhtix<br />

1<br />

rhosiopathiae), Mycobacterium marinum.<br />

Sementara itu, H. influenzae sering menyebabkan<br />

selulitis periorbital pada anak, yang<br />

berhubungan dengan sinusitis, otitis media,<br />

2<br />

atau epiglotitis.<br />

Haemophilus influenzae<br />

H. influenzae merupakan bakteri Gram<br />

negatif yang sulit dikenali dengan<br />

pewarnaan Gram (Gram staining). Bakteri ini<br />

ada yang tanpa kapsul dan ada yang<br />

berkapsul. Bakteri yang berkapsul terdiri dari<br />

enam tipe (tipe a-f ); tipe b merupakan<br />

bakteri patogen yang paling sering<br />

ditemukan. Bakteri ini tumbuh secara aerob,<br />

tidak memproduksi spora, dan mempro-<br />

3<br />

duksi asam dari glukosa dan sukrosa.<br />

Epidemiologi dan Patogenesis<br />

H. influenzae merupakan flora normal saluran<br />

4,5<br />

napas bagian atas. Bakteri ini dapat<br />

menyebabkan infeksi saluran napas bagian<br />

atas terutama pada anak umur 6 bulan<br />

sampai 3 tahun. Manifestasinya yang sering<br />

ialah epiglotitis, otitis media, trakeobronkitis,<br />

laringitis, dan pneumonia; selulitis, artritis,<br />

perikarditis, osteomielitis dan meningitis<br />

5<br />

dapat juga terjadi. Pada anak ditemukan<br />

4<br />

80% kasus, sementara pada dewasa 20-50%.<br />

Perbedaan insidens ini terjadi karena anak<br />

berbeda dari orang dewasa; pada anak, tidak<br />

ada antibodi spesifik untuk melawan H.<br />

influenzae. Bakteri ini kadang-kadang dapat<br />

menyebar ke jaringan yang lebih dalam,<br />

yaitu nasofaring. Invasi dapat menyebabkan<br />

epiglotitis serta inflamasi dan edema pada<br />

wajah dan jaringan leher. Penyebaran dapat<br />

juga melalui aliran darah ke susunan saraf<br />

pusat, tulang, dan sendi.<br />

Mekanisme perubahan bakteri ini, dari flora<br />

normal menjadi patogen, belum diketahui<br />

4<br />

secara pasti. Gejala klinisnya berupa<br />

pembengk ak an yang lembut pada<br />

penekanan, berwarna biru kemerahan,<br />

disertai demam dan keadaan toksis derajat<br />

sedang. Infeksi dapat pula disertai infeksi<br />

saluran napas, dan karena sifat bakteremianya,<br />

infeksi dapat menyebar ke bagian<br />

1<br />

tubuh yang lain.<br />

Terapi<br />

H. influenzae mempunyai respons in vitro<br />

yang baik terhadap ampisilin, sefalosporin,<br />

kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida,<br />

dan sulfonamid, sedangkan terhadap<br />

penisilin lain dan eritromisin kurang baik.<br />

Sejak tahun 1974, telah ditemukan H.<br />

influenzae yang resisten terhadap ampisilin<br />

karena memproduksi ß-laktamase. Frekuensi<br />

bakteri yang resisten terhadap<br />

4,5<br />

ampisilin adalah 5-50%.<br />

Laporan Kasus<br />

Dilaporkan satu kasus yang jarang terjadi di<br />

bagian THT-KL FK UGM/RSUP Dr. Sardjito,<br />

Yogayakarta. Seorang wanita 61 tahun<br />

datang ke bagian THT-KL FK UGM/RSUP Dr.<br />

Sardjito, Yogayakarta, dengan keluhan<br />

utama bengkak pada hidung; sejak 5 hari<br />

sebelum ke RS, hidung bengkak, nyeri, dan<br />

berwarna kemerahan. Kira-kira 10 hari<br />

sebelum bengkak terjadi, terdapat benjolan<br />

kecil di apeks nasi. Benjolan ini sering digaruk<br />

oleh pasien, kemudian makin lama makin<br />

membesar. Pasien sama sekali tidak mengeluh<br />

demam. Pasien berobat ke RS lain, tetapi<br />

tidak ada perbaikan bahkan bertambah<br />

parah, akhirnya datang ke RSUP Dr. Sardjito.<br />

Pasien menderita diabetes melitus sejak dua<br />

t a h u n y a n g l a l u, d i t e r a p i d e n g a n<br />

glibenklamid dan nifedipin (pasien juga<br />

menderita hipertensi). Dua minggu yang<br />

lalu, pasien juga menderita pilek.<br />

CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011<br />

439


LAPORAN KASUS<br />

Saat datang, keadaan umum pasien agak<br />

lemah; tekanan darah 150/100 mm Hg, nadi<br />

88 x/menit, respirasi 20 x/menit, tidak<br />

demam. Pada pemeriksaan THT, di daerah<br />

hidung dan sekitarnya dijumpai pembengkakan<br />

dan hiperemia, sedangkan telinga dan<br />

orofaring tidak ada kelainan. Gambaran foto<br />

polos sinus paranasalis: tampak perselubungan<br />

semiopak, homogen di anterior os<br />

nasale, sinus paranasalis normolusen; tidak<br />

tampak deviasi septum nasi, sedangkan os<br />

nasal intak; kesan: perselubungan di anterior<br />

os nasale mungkin karena soft tissue swelling.<br />

Pada pemeriksaan laboratorium, diperoleh<br />

jumlah leukosit 13.800 dan kadar gula darah<br />

104 g/dL. Pasien diterapi dengan amoksisilin<br />

IV 3 kali 1 gram, metronidazol IV 3 kali 500 mg,<br />

dan asam mefenamat 3 kali 500 mg, sambil<br />

dilakukan kultur dan tes kepekaan bakteri.<br />

Hasil kultur dan tes kepekaan bakteri<br />

menunjukkan kuman H. influenzae yang sensitif<br />

terhadap sulfametoksazol-trimetoprim,<br />

kloramfenikol, amikasin, tetrasiklin, gentamisin,<br />

kanamisin, siprofloksasin, sefalosporin,<br />

tetapi resisten terhadap ampisilin,<br />

amoksisilin, dan eritromisin.<br />

Berdasarkan hasil kultur dan tes kepekaan<br />

tersebut, terapi diganti dengan seftriakson 2<br />

kali 1 gram, metronidazol 3 kali 500 mg, dan<br />

asam mefenamat, disertai perawatan lokal<br />

berupa nekrotomi jaringan dengan anestesi<br />

lokal. Luka kemudian dicuci dengan<br />

perhidrol dan diberi salep klobetasol<br />

propionat. Tindakan ini dilakukan setiap hari<br />

karena telah terjadi nekrosis di daerah wajah,<br />

kemudian dikonsulkan ke bagian penyakit<br />

dalam karena kadar gula darahnya mencapai<br />

190 g/dL.<br />

Diberikan terapi insulin (RI) 3 kali 4 IU<br />

subkutan/hari, diet diabetes melitus 1900<br />

kalori dan infus maltosa dengan kontrol<br />

kadar gula darah setiap hari. Pada tanggal 6<br />

Februari 2001, terapi diganti dengan<br />

siprofloksasin 2 kali 500 mg, metronidazol 3<br />

kali 500 mg, antasida 3 kali 500 mg, yang<br />

diberikan peroral. Secara perlahan-lahan<br />

luka membaik, tampak dari pertumbuhan<br />

jaringan baru di sekitar bekas jaringan<br />

nekrotik. Karena merasa telah mengalami<br />

perbaikan, pasien minta pulang dan ingin<br />

dirawat di poliklinik pada tanggal 22-3-2001.<br />

Pembahasan<br />

<strong>Selulitis</strong> fasialis merupakan proses akut yang<br />

harus cepat ditangani karena selain bisa<br />

mencetuskan bakteremia, juga menyebabkan<br />

gangguan kosmetik akibat gejala sisa<br />

yang ditimbulkannya.<br />

Secara klinis, vena fasialis dianggap penting<br />

karena beberapa alasan. Pertama, sinus<br />

kavernosus merupakan sebuah sinus vena<br />

duramater yang menutupi otak melalui vena<br />

oftalmika superior. Kedua, pleksus pterigoideus<br />

merupakan jalinan vena-vena kecil<br />

di dalam muskulus pterigoideus lateralis melalui<br />

vena fasialis profunda. Darah dari kantus<br />

medialis mata, hidung, dan bibir biasanya<br />

mengalir ke arah inferior vena fasialis, terutama<br />

pada posisi tegak. Di lain pihak, karena<br />

vena fasialis tidak mempunyai katup, darah<br />

dapat berbalik arah dan masuk ke sinus<br />

kavernosus. Infeksi akibat laserasi hidung<br />

atau pustulasi di bibir atas dapat menyebar<br />

dari vena fasialis ke vena sinus duramater,<br />

sehingga area hidung sampai bibir atas se-<br />

7<br />

ring disebut sebagai danger area of the face.<br />

Di Bagian THT-KL FK UGM/SMF THT RSUP Dr.<br />

Sardjito, kasus ini jarang ditemukan. Bakteri<br />

penyebabnya, H. influenzae, juga sulit<br />

didiagnosis karena sulit ditemukan pada<br />

3,5<br />

pewarnaan Gram. Pada kasus ini, H.<br />

influenzae mungkin berasal dari riwayat pilek<br />

2 minggu sebelumnya. Pada kasus ini, pasien<br />

telah menderita penyakit selama 10 hari<br />

tanpa diketahui penyebabnya sehingga<br />

pengobatan juga tidak adekuat; dilihat dari<br />

hari ke hari tidak mengalami perbaikan,<br />

bahkan bertambah berat. Anamnesis<br />

menunjukkan bahwa pasien mempunyai<br />

riwayat penyakit diabetes melitus sehingga<br />

prognosis dapat lebih buruk. Penyakit<br />

diabetes melitus merupakan faktor<br />

predisposisi timbulnya infeksi, akibat<br />

abnormalitas fungsi fagosit. Pada infeksi<br />

jaringan seperti pada pasien ini, jaringan<br />

nekrotik di wajah mula-mula mengenai fasia<br />

dan jaringan subkutan, kemudian meluas<br />

seiring dengan adanya bakteri gram negatif,<br />

seperti H. influenzae. Kasus seperti ini dapat<br />

terjadi pada 20% atau lebih penderita<br />

6<br />

diabetes melitus.<br />

Selain selulitis fasialis, dapat dicurigai adanya<br />

proses keganasan, seperti lethal midline<br />

granuloma (LMG), mengingat usia pasien<br />

yang sudah mencapai dekade keenam, juga<br />

karena adanya krusta-krusta di daerah garis<br />

tengah wajah. Namun, foto sinus paranasal<br />

menunjukkan tidak adanya proses destruksi<br />

sehingga LMG pada kasus ini dapat<br />

dikesampingkan. Demikian juga dari<br />

gambaran klinis, dijumpai adanya infeksi luas<br />

di hidung dan pipi sehingga tidak dilakukan<br />

biopsi. Setelah lima hari dilakukan kultur,<br />

yang menunjukkan adanya H. influenzae,<br />

terapi diganti dengan seftriakson sesuai hasil<br />

tes kepekaan; keadaan ini sesuai dengan<br />

4<br />

pernyataan Shulman dkk. Pasien ini juga<br />

diberi metronidazol karena pada penderita<br />

selulitis dengan diabetes melitus sering<br />

2<br />

dijumpai bakteri anaerob.<br />

Selain pengobatan sistemik, pengobatan<br />

lokal juga sangat membantu proses<br />

penyembuhan penyakit ini. Perawatan luka<br />

(dressing) dan nekrotomi setiap hari dapat<br />

mempercepat pertumbuhan jaringan baru.<br />

Selain itu, larutan perhidrol juga dapat<br />

bermanfaat mencegah pertumbuhan<br />

bakteri anaerob.<br />

Kesimpulan<br />

Telah dilaporkan satu kasus selulitis fasialis<br />

pada wanita 62 tahun yang telah 2 tahun<br />

menderita diabetes melitus. <strong>Selulitis</strong> ini<br />

semula berupa benjolan kecil yang sering<br />

digaruk. Pasien dirawat bersama dengan<br />

bagian penyakit dalam karena juga<br />

menderita diabetes melitus. Hasil kultur<br />

menunjukkan bakteri H. influenzae, sehingga<br />

diberi antibiotik yang sensitif terhadap<br />

bakteri tersebut, yaitu siprofloksasin 500 mg<br />

2 kali sehari dan metronidazol 500 mg 3 kali<br />

sehari. Pasien sembuh dalam waktu 2 bulan.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

1. George WL. Cervical infections. In: Infectious diseases. A modern treatise of Infectious Processes. Philadelphia: JB<br />

Lippincott Co. 1989:1400-02.<br />

2. Friedland GH. Infectious diseases. In: Harrison's principles of internal medicine. 14th ed International Ed. USA: Mc<br />

Graw-Hill Inc. 1998; I:632-3.<br />

3. Ryan KI. Haemophilus, Bordetella and Gardnerella. In: Medical microbiology-an introduction to infectious<br />

diseases. Oxford: Elsevier 1984:216-21.<br />

4. Shulman ST, Phais JP, Summers HM. 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company. 1992:347-8.<br />

5. Howard RJ, Simmons RL. Surgical infectious diseases. 2nd ed. California: Appleton & Lange. 1988:367-8.<br />

6. Eliopoulos GM. Diabetes and infection. In: Principles and practice of endocrinology and metabolism. 2nd ed. JB<br />

Lippincott Co. 1995:1303-5.<br />

7. Moore KL. Clinically oriented anatomy. 3rd ed. Awaerly Co. 1990:667.<br />

440 CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!