Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project
Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project
–Democracy Project– Hal itu berkebalikan dengan negara demokrasi. Dalam negara demokrasi, konstitusi dan hukum dibangun berdasar kesepakatan elemen-elemen masyarakat yang plural. Sebuah pemerintahan yang tidak berada di bawah kontrol suatu agama tertentu dengan sendirinya tidak akan menjadi alat untuk menindas pemikiran atau paham yang dianggap sesat oleh elit pemegang otoritas agama tersebut; juga tidak mengekang hak hidup agama-agama lain. Konstitusi Indonesia secara eksplisit dan tegas memberi jaminan hal kebebasan beragama itu. Oleh karena itu, hal yang mengkhawatirkan bukan terletak pada fatwa MUI itu sendiri, tapi efek yang ditimbulkannya. Fatwa ini telah menjadi “amunisi” bagi sekelompok orang yang ingin aliran-aliran yang ada di Indonesia, semisal Ahmadiyah, dan lain sebagainya diberangus. Fatwa MUI telah mendorong tumbuhnya otoritarianisme dalam beragama. Kalau memang benar bahwa gejala puritanisme dan radikalisme sedang menguat, bagaimana hal itu bisa terjadi? Sudah menjadi suatu kenyataan bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia masih memahami Islam sebagai “pakaian jadi” yang tinggal dipakai di manapun dan kapan pun. Saya melihat bahwa situasi semacam ini sesungguhnya tidak spesifik Indonesia. Di belahan dunia Islam mana pun pemahaman semacam itu masih menjadi nomenklatur umum. Munculnya fenomena fundamentalisme dan puritanisme keagamaan bahkan radikalisme—yang merupakan “musuh” para intelektual Islam Progresif—sebetulnya merupakan reaksi terhadap ideologi-ideologi yang dianggap sekular. Dalam karyanya The Place of Tolerance in Islam, Khalid Aboe el-Fadl menulis bahwa saat ini terdapat banyak kalangan kelom- lxxvi – Membela Kebebasan Beragama (Buku 1)
–Democracy Project– pok Islam garis keras yang selalu menawarkan seperangkat referensi tekstual untuk mendukung orientasi teologis yang intoleran dan tindakan-tindakan eksklusif. Karena itu, ketika sebuah kelompok atau individu sudah menganggap dirinya paling otoritatif dalam menafsirkan ajaran keagamaan, pada dasarnya mereka dengan mudah akan terjerumus pada tindakan yang bersifat otoriter. Sebab batasan antara yang otoritatif dan otoriter sangatlah tipis, dan mudah berubah. Orang yang otoritatif, justru biasanya akan bersikap bijaksana, toleran, dan membuka diri berdialog dengan yang lainnya. Yang otoritatif pun dalam setiap tindakannya akan mengedepankan pengkajian secara mendalam, belajar secara sungguh-sungguh, serta mendahulukan moralitas. Sedangkan orang yang otoriter, dengan segala cara ia akan menunjukkan dirinya dan paham kelompoknyalah yang paling otoritatif dan wajib diikuti oleh yang lainnya. Mereka umumnya membaca ayat-ayat al-Qur’an secara literal dan a-historis, dan karena itu hasilnya pun akan sampai pada kesimpulan yang eksklusif pula. Mereka menafsirkan al-Qur’an tanpa mempertimbangkan konteks sejarah dan sosiologisnya. Cara ini menurut saya, sering membuat para penafsirnya tidak dapat menangkap misi sesungguhnya dari teks, yang pada dasarnya selalu memberikan bimbingan nilai-nilai etika dan moral untuk manusia. Tidak jarang cara penafsiran otoriter seperti itu pada akhirnya mengarah pada tindakan-tindakan simbolik yang mendorong ke arah munculnya sikap pembedaan yang keras dan kaku antara kelompok Muslim dan non-Muslim, seperti penegasan konsep yang tegas tentang “Dâr al-Islâm” (daerah Islam) dan “Dâr al-Harb” (daerah musuh). Belum lagi gagasan-gagasan mereka yang utopis, semisal membentuk negara Islam yang kedengarannya sangat indah, Budhy Munawar-Rachman – lxxvii
- Page 25 and 26: -Democracy Project- aturan Pemerint
- Page 27 and 28: -Democracy Project- ini, yang merup
- Page 29 and 30: -Democracy Project- pok itu, bebera
- Page 31 and 32: -Democracy Project- Laporan Center
- Page 33 and 34: -Democracy Project- Dimensi ketiga
- Page 35 and 36: -Democracy Project- lama penerapan
- Page 37 and 38: -Democracy Project- laporan ini dap
- Page 39 and 40: -Democracy Project- 1. Laporan kebe
- Page 41 and 42: -Democracy Project- penting yang ha
- Page 43 and 44: -Democracy Project- Bibliografi Ali
- Page 45 and 46: -Democracy Project- Simandjuntak, M
- Page 47 and 48: -Democracy Project- Indonesia merup
- Page 49 and 50: -Democracy Project- sering berbuah
- Page 51 and 52: -Democracy Project- buku ini, dan m
- Page 53 and 54: -Democracy Project- lah sebenarnya
- Page 55 and 56: -Democracy Project- Saya kira perbe
- Page 57 and 58: -Democracy Project- lebih toleran.
- Page 59 and 60: -Democracy Project- karena berpikir
- Page 61 and 62: -Democracy Project- Menjelaskan ada
- Page 63 and 64: -Democracy Project- Pluralisme pada
- Page 65 and 66: -Democracy Project- menyertai perad
- Page 67 and 68: -Democracy Project- kontekstual. Ha
- Page 69 and 70: -Democracy Project- bisa menjadi ko
- Page 71 and 72: -Democracy Project- memisahkan anta
- Page 73 and 74: -Democracy Project- penting diperha
- Page 75: -Democracy Project- Seberapa banyak
- Page 79 and 80: -Democracy Project- indeks mengenai
- Page 81 and 82: -Democracy Project- ekslusif dan in
- Page 83 and 84: -Democracy Project- nik dan relasi
- Page 85 and 86: -Democracy Project- Membela Kebebas
- Page 87 and 88: -Democracy Project- Sekularisme, li
- Page 89 and 90: -Democracy Project- rupakan suatu p
- Page 91 and 92: -Democracy Project- log yang berbed
- Page 93 and 94: -Democracy Project- tik dengan wahy
- Page 95 and 96: -Democracy Project- orang Asia pada
- Page 97 and 98: -Democracy Project- Mana yang harus
- Page 99 and 100: -Democracy Project- yang lazim dise
- Page 101 and 102: -Democracy Project- negara, maka ha
- Page 103 and 104: -Democracy Project- disebut sebagai
- Page 105 and 106: -Democracy Project- oleh negara. Na
- Page 107 and 108: -Democracy Project- di Dunia Kriste
- Page 109 and 110: -Democracy Project- Liberalisme men
- Page 111 and 112: -Democracy Project- kesadaran. Demi
- Page 113 and 114: -Democracy Project- Demokrasi yang
- Page 115 and 116: -Democracy Project- the ultimate tr
- Page 117 and 118: -Democracy Project- Benar, sangat b
- Page 119 and 120: -Democracy Project- Oleh karena itu
- Page 121 and 122: -Democracy Project- oleh beberapa k
- Page 123 and 124: -Democracy Project- Percakapan deng
- Page 125 and 126: -Democracy Project- Sekularisme ser
–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />
pok Islam garis keras yang selalu menawarkan seperangkat referensi<br />
tekstual untuk mendukung orientasi teologis yang intoleran dan<br />
tindakan-tindakan eksklusif. Karena itu, ketika sebuah kelompok<br />
atau individu sudah menganggap dirinya paling otoritatif dalam<br />
menafsirkan ajaran keagamaan, pada dasarnya mereka dengan mudah<br />
akan terjerumus pada tindakan yang bersifat otoriter. Sebab<br />
batasan antara yang otoritatif dan otoriter sangatlah tipis, dan<br />
mudah berubah.<br />
Orang yang otoritatif, justru biasanya akan bersikap bijaksana,<br />
toleran, dan membuka diri berdialog dengan yang lainnya. Yang<br />
otoritatif pun dalam setiap tindakannya akan mengedepankan<br />
pengkajian secara mendalam, belajar secara sungguh-sungguh, serta<br />
mendahulukan moralitas. Sedangkan orang yang otoriter, dengan<br />
segala cara ia akan menunjukkan dirinya dan paham kelompoknyalah<br />
yang paling otoritatif dan wajib diikuti oleh yang lainnya.<br />
Mereka umumnya membaca ayat-ayat al-Qur’an secara literal dan<br />
a-historis, dan karena itu hasilnya pun akan sampai pada kesimpulan<br />
yang eksklusif pula. Mereka menafsirkan al-Qur’an tanpa<br />
mempertimbangkan konteks sejarah dan sosiologisnya.<br />
Cara ini menurut saya, sering membuat para penafsirnya tidak<br />
dapat menangkap misi sesungguhnya dari teks, yang pada dasarnya<br />
selalu memberikan bimbingan nilai-nilai etika dan moral untuk manusia.<br />
Tidak jarang cara penafsiran otoriter seperti itu pada akhirnya<br />
mengarah pada tindakan-tindakan simbolik yang mendorong<br />
ke arah munculnya sikap pembedaan yang keras dan kaku antara<br />
kelompok Muslim dan non-Muslim, seperti penegasan konsep yang<br />
tegas tentang “Dâr al-Islâm” (daerah Islam) dan “Dâr al-Harb”<br />
(daerah musuh). Belum lagi gagasan-gagasan mereka yang utopis,<br />
semisal membentuk negara Islam yang kedengarannya sangat indah,<br />
Budhy Munawar-Rachman –<br />
lxxvii