Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
07.06.2015 Views

Democracy Project– Suci. Karena itu wajar kalau kemudian banyak sarjana Muslim yang mengatakan bahwa akar-akar liberalisme dalam Islam bisa ditelusuri pada dua disiplin keimuan Islam, yaitu filsafat dan tasawuf. Filsafat memberi landasan intelektual dan rasional, sementara tasawuf memberikan landasan spiritual. Bertolak dari argumen tersebut, Islam dan Barat sebenarnya memiliki pengalaman yang sama, yaitu ingin keluar dari keterbelakangan menuju kemajuan. Dari sisi ini, agenda pembaruan Islam sebetulnya sama dengan agenda pembaruan di Barat, baik dalam agama, ekonomi maupun politik. Demikian pula dalam kebebasan berkeyakinan semestinya memberikan implikasi positif bagi para pemeluk agama untuk saling berlomba melakukan yang terbaik sesuai dengan doktrin ajarannya masing-masing. Setidaknya ada tiga prinsip yang melandasi kebebasan beragama dan berkepercayaan. Prinsip pertama ialah bahwa Islam tidak membolehkan memaksa orang lain meninggalkan agamanya untuk memeluk Islam. Sahabat Umar ibn Khaththab dalam suatu perjanjian dengan penduduk Yerusalem (Aelia, al-Bayt al-Maqdis), setelah dibebaskan, memberikan jaminan kepada penduduk berupa keamanan terhadap diri, gereja, dan agama mereka. Gereja-gereja tidak diduduki, tidak dirusak, tidak dihancurkan. Tidak seorang pun dipaksa meninggalkan agamanya. Ungkapan hampir senada juga diucapkan oleh Amru ibn ‘Ash, dalam perjanjian dengan penduduk Mesir yang Kristen (Koptik). Setelah dibebaskan. Amru ibn ‘Ash memberikan jaminan kepada penduduk Mesir akan keselamatan diri, agama, harta, gereja, dan kebebasan beragama mereka. Mereka tidak akan diintervensi. Masih banyak contoh-contoh lainnya. Kenyataan kebebasan beragama inilah yang telah menjadikan ikatan berbagai peradaban yang berbeda. Islam, Kristen dan Yahudi hidup rukun dan bersama-sama lxiv – Membela Kebebasan Beragama (Buku 1)

Democracy Project– menyertai peradaban yang gemilang, baik di Timur Tengah maupun Spanyol. Prinsip kedua ialah diperbolehkan berdiskusi tentang agama. Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam supaya dalam berdiskusi dengan umat agama lain selalu mempergunakan Dari wawancara-wawancara dalam kecerdasan rasio dan logika buku ini, saya menyadari bahwa yang matang. Penjelasan seperti ini dapat dilihat dalam jitu untuk menghadapi absolutisme liberalisme adalah strategi paling Q. 29:46. Yang dituntut bukan cara merendahkan dan Liberalismelah yang dapat menjaga dan totalitarianisme agama. menjelekkan orang lain, tapi dan mempertahankan kesehatan dan keseimbangan agama, karena berpikir dengan memberikan alasan liberal, rasional dan kritis merupakan yang terbaik, jelas dan logis sesuatu yang tidak dapat dinafikan (Q. 6:146). bagi cita-cita dan kemajuan. Secara historis, dialog antarumat beragama telah diprakarsai oleh Khalifah-khalifah Bani Abbas yang dihadiri oleh para ulama, dan terdiri dari berbagai agama, aliran, dan golongan. Mereka mendiskusikan ajaran-ajaran dan pikiran-pikiran keagamaan dengan bebas dan aman. Khalifah ikut mendukungnya dengan berbagai fasilitas, bahkan ikut menyertai diskusi-diskusi tersebut. Kaum Muslim tidak mendapatkan kendala sama sekali dari penguasa dalam melahirkan pemikiran bebas. Ratusan aliran pemikiran yang lahir dalam Islam, mulai dari yang tradisional sampai kepada yang liberal atau rasional. Prinsip ketiga ialah dari dialog-dialog rasional dan logis antar umat beragama akan mengantarkan kita kepada keberagamaan yang terbuka dan inklusif. Kecaman Allah terhadap kaum musyrik ialah Budhy Munawar-Rachman – lxv

–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />

Suci. Karena itu wajar kalau kemudian banyak sarjana Muslim yang<br />

mengatakan bahwa akar-akar liberalisme dalam Islam bisa ditelusuri<br />

pada dua disiplin keimuan Islam, yaitu filsafat dan tasawuf. Filsafat<br />

memberi landasan intelektual dan rasional, sementara tasawuf memberikan<br />

landasan spiritual. Bertolak dari argumen tersebut, Islam<br />

dan Barat sebenarnya memiliki pengalaman yang sama, yaitu ingin<br />

keluar dari keterbelakangan menuju kemajuan. Dari sisi ini, agenda<br />

pembaruan Islam sebetulnya sama dengan agenda pembaruan di<br />

Barat, baik dalam agama, ekonomi maupun politik.<br />

Demikian pula dalam kebebasan berkeyakinan semestinya memberikan<br />

implikasi positif bagi para pemeluk agama untuk saling<br />

berlomba melakukan yang terbaik sesuai dengan doktrin ajarannya<br />

masing-masing. Setidaknya ada tiga prinsip yang melandasi kebebasan<br />

beragama dan berkepercayaan. Prinsip pertama ialah bahwa Islam<br />

tidak membolehkan memaksa orang lain meninggalkan agamanya<br />

untuk memeluk Islam. Sahabat Umar ibn Khaththab dalam suatu<br />

perjanjian dengan penduduk Yerusalem (Aelia, al-Bayt al-Maqdis),<br />

setelah dibebaskan, memberikan jaminan kepada penduduk berupa<br />

keamanan terhadap diri, gereja, dan agama mereka. Gereja-gereja<br />

tidak diduduki, tidak dirusak, tidak dihancurkan. Tidak seorang<br />

pun dipaksa meninggalkan agamanya.<br />

Ungkapan hampir senada juga diucapkan oleh Amru ibn ‘Ash,<br />

dalam perjanjian dengan penduduk Mesir yang Kristen (Koptik).<br />

Setelah dibebaskan. Amru ibn ‘Ash memberikan jaminan kepada<br />

penduduk Mesir akan keselamatan diri, agama, harta, gereja, dan<br />

kebebasan beragama mereka. Mereka tidak akan diintervensi. Masih<br />

banyak contoh-contoh lainnya. Kenyataan kebebasan beragama<br />

inilah yang telah menjadikan ikatan berbagai peradaban yang berbeda.<br />

Islam, Kristen dan Yahudi hidup rukun dan bersama-sama<br />

lxiv<br />

– <strong>Membela</strong> <strong>Kebebasan</strong> <strong>Beragama</strong> (Buku 1)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!