07.06.2015 Views

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />

Kalau saya berbicara di dalam lingkungan gereja atau di pertemuan<br />

apapun dalam kelompok Kristen maupun antaragama, gagasan<br />

semacam itu kerap saya sampaikan. Sebab, agama-agama harus kembali<br />

ke “core” pemaknaannya, yaitu menjadi jalan pembebasan bagi<br />

manusia. Ketika orang menyinggung tentang apa sebenarnya fungsi<br />

agama, saya selalu bilang, “agama kalau tidak berfungsi sosial, tidak<br />

mempunyai peran pada hal-hal kemanusiaan atau kehidupan umat,<br />

kehidupan manusia yang lebih luas, maka agama itu mandul.” Bahkan<br />

secara tajam saya katakan, “jangan sebut agama atau beragama kalau<br />

tidak mau peduli dengan realitas kehidupan: kemiskinan, ketidakadilan,<br />

dan lain sebagainya.” Kalau bilang saya beragama, maka akan salah<br />

sekali kalau keberagamaan saya sebatas melaksanakan hal-hal yang<br />

rutin atau ritual. <strong>Beragama</strong> harus langsung terlibat dalam kehidupan<br />

sehari-hari, dengan kemiskinan, ketidakadilan, dengan persoalan hak<br />

asasi manusia dan segenap problem kita sekarang ini.<br />

Selama ini kita beragama hanya berkaitan dengan institusi dan<br />

ritualnya; atau hanya memikirkan soal agama an sich: bagaimana<br />

membesarkan jumlah umat, bagaimana membangun gedung gereja<br />

atau masjid yang lebih baik, lebih bagus, bagaimana supaya<br />

teks-teks kitab suci dapat ditaati sebagaimana adanya. Kalau begini<br />

model keberagamaannya, yang terjadi adalah faktor individualitas<br />

yang terpojok dalam frame yang sangat sempit. Jangan heran kalau<br />

kemudian agama dikenal hanya sebagai kumpulan larangan,<br />

sehingga kalau kita beragama lantas hanya cara pandang hitam-putih<br />

yang ada di benak kita. Sehingga atas dasar itu pula kita gemar<br />

melakukan penilaian terhadap persoalan hidup: ini boleh dan itu<br />

tidak boleh, dan seterusnya. Seolah-olah kita berada hanya pada<br />

dua dunia ini. Patut disayangkan sekali bahwa keberagamaan kita<br />

masih terjebak pada pola seperti ini. Akhirnya, kita akan kerepotan<br />

434<br />

– <strong>Membela</strong> <strong>Kebebasan</strong> <strong>Beragama</strong> (Buku 1)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!