07.06.2015 Views

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />

Saya tidak ke gereja bukan karena anti-gereja atau karena menilainya<br />

secara hitam-putih atau karena saya sekular. Saya juga punya<br />

kelemahan tentunya. Tetapi saya mau katakan bahwa ada hal lain,<br />

yaitu sikap kritis saya terhadap gereja. Apakah sikap seperti ini sekular?<br />

Silakan saja bila ada yang mengatakan demikian, tetapi lagi-lagi saya<br />

katakan, tidak sesederhana itu untuk layak melakukan justifikasi.<br />

Saya pikir apa yang telah dilakukan Luther saya setuju sekali.<br />

Saya ingin dan berharap agar sekarang ada orang-orang seperti Luther<br />

yang berani melakukan hal yang sama terhadap agamanya dari “dalam”.<br />

Di dalam agama Kristen Protestan harus ada orang seperti dia,<br />

begitupun di dalam Islam atau di agama manapun harus ada orang<br />

seperti Luther, Calvin – lepas dari kelemahan-kelemahan mereka. Tetapi<br />

keberanian dan keterbukaan mereka untuk melakukan otokritik<br />

dan reformasi dari dalam, itu penting. Karena persoalan agama-agama<br />

atau pluralisme agama, tidak saja persoalan antaragama, tetapi terutama<br />

juga persoalan intra-agama, yaitu persoalan dalam diri agama sendiri.<br />

Bahwa Reformasi kemudian memberikan implikasi orang malas<br />

ke gereja, perlu dipertanyakan. Menurut saya sikap itu lebih karena<br />

pilihan dari apa yang digumuli yang bersangkutan. Misalnya, karena<br />

ada faktor bosan ke gereja.<br />

Ketika saya pertama kali berkhotbah, baru saya mengerti mengapa<br />

jemaat senang atau tidak senang mendengar khotbah pendeta. Makanya<br />

ada jemaat yang pilih-pilih, kalau pendeta si A yang khotbah,<br />

misalnya, tidak mau ke gereja. Sudah khotbahnya panjang, tidak enak<br />

didengar lagi; tema khotbah tidak relevan; dan cara pendeta atau pastor<br />

berkhotbah atau menyampaikan homile tidak bisa dimengerti karena<br />

terlalu tinggi bahasa teologianya. Selain doanya panjang, suasana<br />

juga sangat monoton, tidak dialogis, tidak ada hal-hal yang menarik<br />

di dalam gereja. Faktor berikutnya, bisa saja mereka kritis kepada<br />

430<br />

– <strong>Membela</strong> <strong>Kebebasan</strong> <strong>Beragama</strong> (Buku 1)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!