Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
07.06.2015 Views

Democracy Project– agama mayoritas. Jadi penolakan terhadap perda injili bukan karena secara pragmatis ketakutan ada reaksi balik dari umat agama lain, tetapi karena secara normatif memang tidak bisa dibenarkan. Bagaimana dengan UU PNPS no. 1 Tahun 1965. Di sini negara membatasi adanya agama di Indonesia, meskipun kemudian ada tambahan dari semula lima kemudian menjadi enam. Seringkali pasal ini digunakan oleh negara untuk mencabut hak-hak atau kebebasan sipil dalam beragama. Apakah menurut Anda undang-undang semacam ini harus dicabut? Saya kira harus dicabut. Bagi saya, meregulasi agama itu tidak bisa. Kita jangan lupa satu hal bahwa ada semacam religious legitimacy di sini. Misalnya, Saksi Yehovah yang pernah dilarang pemerintah atas reko-mendasi pihak Kristen dan pihak Islam, tapi kemudian pada zaman pemerintahan Gus Dur diperbolehkan lagi. Kristen juga merasa terancam dengan kehadiran Saksi Yehovah. Namun demikian, dengan memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk melarang Saksi Yehovah, tanpa kita sadari sebetulnya kita sudah memberi legitimasi religius pada pemerintah. Dan jika negara sudah punya hal itu, kapanpun bisa digunakan untuk menyerang balik ke kita umat beragama, pemberi legitimasi religius. Ini yang harus kita perhatikan. Seperti munculnya Peraturan Bersama (Perber) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah sebagai pengganti Surat Keputusan Bersama (SKB) No.13 tahun 1969. Perber menggantikan SKB karena SKB dianggap bermasalah. Tapi mengapa pada draft pertama Perber tertera kata confidential? Sebagai peraturan publik, Perber seharusnya terbuka 364 – Membela Kebebasan Beragama (Buku 1)

Democracy Project– dan didiskusikan terlebih dahulu di publik, dan bukannya tertutup dan konfidensial. Apalagi mengingat keberadaan Perber adalah untuk menggantikan SKB yang bermasalah. Tetapi persoalan utama Perber bukan di situ. Ketika itu saya dan beberapa tokoh Kristen mendapat draft yang dikatakan konfidensial tersebut. Kami pun berkumpul dan membahasnya. Lalu kami berpikir, ba- Menganggap semua agama sama artinya kita tidak menghargai gaimana seharusnya merespon akan hal ini, apakah sehingga menuju pada sinkretisme keunikan masing-masing agama, kami coba membetulkan redaksinya saja? Padahal secara Hans Kung. Menganut pluralisme agama. Ini pluralisme murahan, kata aturan perundang-undangan non-indifferent artinya kita saling baik SKB atau Perber sudah menghargai tapi kalau ditanya tentang menyalahi aturan. Bagaimana mungkin persoalan na- agama mana yang terbaik, pada akhirnya kita akan mengatakan bahwa agama saya lebih baik. sional keagamaan yang begitu penting dan kompleks “diatur” hanya oleh secarik keputusan menteri? Kalau kita mau merujuk pada ketetapan MPR, kalau tidak salah pasal 20, persoalannya menjadi amburadul. Bagaimana dengan posisi PGI terhadap Perber? PGI dipilih pemerintah mewakili pihak Protestan dalam pertemuan antarlembaga keagamaan untuk merumuskan draft final Perber bersama pemerintah. Keterlibatan PGI di dalam merumuskan draft final Perber membawa dilema tersendiri: jika terlibat bisa dicap PGI turut mendukung Perber yang tidak jelas aturan hukum- Benjamin F. Intan – 365

–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />

dan didiskusikan terlebih dahulu di publik, dan bukannya tertutup<br />

dan konfidensial. Apalagi mengingat keberadaan Perber adalah<br />

untuk menggantikan SKB yang bermasalah.<br />

Tetapi persoalan utama Perber bukan di situ. Ketika itu saya<br />

dan beberapa tokoh Kristen mendapat draft yang dikatakan konfidensial<br />

tersebut. Kami pun<br />

berkumpul dan membahasnya.<br />

Lalu kami berpikir, ba-<br />

Menganggap semua agama sama<br />

artinya kita tidak menghargai<br />

gaimana seharusnya merespon<br />

akan hal ini, apakah sehingga menuju pada sinkretisme<br />

keunikan masing-masing agama,<br />

kami coba membetulkan redaksinya<br />

saja? Padahal secara Hans Kung. Menganut pluralisme<br />

agama. Ini pluralisme murahan, kata<br />

aturan perundang-undangan non-indifferent artinya kita saling<br />

baik SKB atau Perber sudah menghargai tapi kalau ditanya tentang<br />

menyalahi aturan. Bagaimana<br />

mungkin persoalan na-<br />

agama mana yang terbaik, pada<br />

akhirnya kita akan mengatakan bahwa<br />

agama saya lebih baik.<br />

sional keagamaan yang begitu<br />

penting dan kompleks<br />

“diatur” hanya oleh secarik keputusan menteri? Kalau kita mau<br />

merujuk pada ketetapan MPR, kalau tidak salah pasal 20, persoalannya<br />

menjadi amburadul.<br />

Bagaimana dengan posisi PGI terhadap Perber?<br />

PGI dipilih pemerintah mewakili pihak Protestan dalam pertemuan<br />

antarlembaga keagamaan untuk merumuskan draft final<br />

Perber bersama pemerintah. Keterlibatan PGI di dalam merumuskan<br />

draft final Perber membawa dilema tersendiri: jika terlibat bisa<br />

dicap PGI turut mendukung Perber yang tidak jelas aturan hukum-<br />

Benjamin F. Intan –<br />

365

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!