Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project
Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project
–Democracy Project– ka bicara di Pakistan, dia menyinggung juga tentang peran agama sebagai landasan moral, etik, dan spiritual. Tapi yang memasukkan tiga istilah ini ke dalam GBHN adalah Eka Darmaputera. Tetapi Natsir tidak hanya mengatakan bahwa Islam merupakan landasan moral, etik, dan spiritual tetapi juga menjadi penopang dasar bagi negara. Itu yang berbahaya bila kita merujuk kepada Natsir. Tanggapan Anda? Saya setuju bahwa kita tidak bisa mengacu terhadap konsep Natsir ihwal negara. Tetapi saya hanya ingin mengatakan bahwa istilah ini pertama kali saya baca ketika Natsir berbicara di Pakistan. Jadi bukan semata-mata penemuan Eka Darmaputera. Saya tidak tahu apakah memang Eka pernah membaca Natsir atau memang penemuannya sendiri. Tetapi saya setuju dengan hal itu. Bisakah Anda gambarkan perdebatan awal seputar Pancasila dan UUD 1945 dari tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Natsir, Supomo, T.B. Simatupang, Eka Darmaputera, dan lain-lain, yang begitu bagus dipetakan dalam buku Anda, tentu saja yang terkait dengan gagasan Anda mengenai public religion? Saya melihat begini, kita tahu ketika itu sidang deadlock, dan pada 1 Juni 1945 Soekarno memaparkan Pancasila. Proposal Soekarno tersebut langsung disetujui oleh sidang. Dalam paparannya tentang Pancasila, Soekarno mengatakan kelima sila bisa diperas menjadi Trisila, dan saat itu sila Ketuhanan masih ada. Tetapi ketika Soekarno mengatakan Trisila diperas lagi menjadi Ekasila yang intinya menjadi gotong-royong. Kuntowijoyo menyebutnya sebagai 358 – Membela Kebebasan Beragama (Buku 1)
–Democracy Project– sosialisme, lalu Mohamad Roem protes mengapa Ketuhanan itu bisa hilang dan berubah menjadi gotong-royong. Poinnya di mana? Kemudian kita tahu Panitia Sembilan dibentuk untuk mereformulasikan Pancasila ala Soekarno. Panitia Sembilan bagi saya penting karena kemudian Piagam Jakarta bisa muncul, yang saya pribadi tidak setuju dengan tambahan 7 kata pada sila pertama, “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi jangan lupa, Panitia Sembilan tidak hanya menambahkan 7 kata pada sila pertama, tapi mereka juga mengubah susunan Pancasila. Kalau susunan Pancasila menurut Soekarno, sila Ketuhanan menempati urutan kelima, oleh Panitia Sembilan sila Ketuhanan diubah menjadi sila pertama. Menariknya di sini, bahwa pentingnya Piagam Jakarta itu adalah adanya perubahan susunan yang kita setujui di samping penambahan 7 kata yang tidak kita setujui. Ketika mereka meletakkan sila Ketuhanan sebagai sila pertama, Eka Darmaputera mempunyai penafsiran, sebagaimana ia tulis dalam disertasinya tentang Pancasila, bahwa urutan pertama itu bukan sekadar urutan pertama. Tetapi, menurut Eka, sila pertama menjadi sila yang fundamen untuk sila-sila lain. Tujuh kata kemudian dihilangkan sebelum 18 Agustus 1945 oleh tokoh seperti Mohammad Hatta, Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan lain-lain, diganti dengan tiga kata: Yang Maha Esa. Kata-kata ini dianggap sebagai tauhid (prinsip monoteisme), dengan catatan hanya Islam yang percaya tauhid, agama-agama lain tidak. Tapi ternyata semua agama kemudian menyatakan dirinya sebagai agama monoteis. Sekali lagi saya katakan bahwa saya setuju dengan pendapat Eka Darmaputera bahwa sila pertama adalah sila funda- Benjamin F. Intan – 359
- Page 391 and 392: -Democracy Project- bisa mengatakan
- Page 393 and 394: -Democracy Project- Islam, tapi jug
- Page 395 and 396: -Democracy Project- tidak, apakah n
- Page 397 and 398: -Democracy Project- hadap khalifah-
- Page 399 and 400: -Democracy Project- dak. Islam berp
- Page 401 and 402: -Democracy Project- ngan perempuan
- Page 403 and 404: -Democracy Project- Mu’tazilah be
- Page 405 and 406: -Democracy Project- juga tidak pern
- Page 407 and 408: -Democracy Project- paripurna kita
- Page 409 and 410: -Democracy Project- kenapa mereka s
- Page 411 and 412: -Democracy Project- Mereka yang men
- Page 413 and 414: -Democracy Project- bahwa kelompokn
- Page 415 and 416: -Democracy Project- merasa agamanya
- Page 417 and 418: -Democracy Project- Lantas peran se
- Page 419 and 420: -Democracy Project- terbukanya info
- Page 421 and 422: -Democracy Project- Upaya menafsir
- Page 423 and 424: -Democracy Project- “sekular”.
- Page 425 and 426: -Democracy Project- gerak ke ekstre
- Page 427 and 428: -Democracy Project- pertama, secara
- Page 429 and 430: -Democracy Project- gaskan kalau ag
- Page 431 and 432: -Democracy Project- sama-sama pedul
- Page 433 and 434: -Democracy Project- jikalau umat Kr
- Page 435 and 436: -Democracy Project- diperbolehkan h
- Page 437 and 438: -Democracy Project- dan itu sangat
- Page 439 and 440: -Democracy Project- Bagi Jose Casan
- Page 441: -Democracy Project- Amerika by expe
- Page 445 and 446: -Democracy Project- Saya setuju bah
- Page 447 and 448: -Democracy Project- Jadi, sebetulny
- Page 449 and 450: -Democracy Project- dan didiskusika
- Page 451 and 452: -Democracy Project- merasa tidak di
- Page 453 and 454: -Democracy Project- Sehubungan deng
- Page 455 and 456: -Democracy Project- Tapi itu tidak
- Page 457 and 458: -Democracy Project- Pemerintahan ya
- Page 459 and 460: -Democracy Project- tus tahun Inggr
- Page 461 and 462: -Democracy Project- bisa amati baga
- Page 463 and 464: -Democracy Project- Tentu saja keti
- Page 465 and 466: -Democracy Project- Tapi bukankah k
- Page 467 and 468: -Democracy Project- masih mencantum
- Page 469 and 470: -Democracy Project- Islam ala Wahha
- Page 471 and 472: -Democracy Project- dan pemihakan t
- Page 473 and 474: -Democracy Project- itu bersifat is
- Page 475 and 476: -Democracy Project- menekankan agar
- Page 477 and 478: -Democracy Project- mula lebih terk
- Page 479 and 480: -Democracy Project- dan muqallid. Y
- Page 481 and 482: -Democracy Project- Seiring dengan
- Page 483 and 484: -Democracy Project- Sebagai kepala
- Page 485 and 486: -Democracy Project- Tugas negara an
- Page 487 and 488: -Democracy Project- Untuk kehidupan
- Page 489 and 490: -Democracy Project- dan budaya yang
- Page 491 and 492: -Democracy Project- masuk menyediak
–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />
ka bicara di Pakistan, dia menyinggung juga tentang peran agama<br />
sebagai landasan moral, etik, dan spiritual. Tapi yang memasukkan<br />
tiga istilah ini ke dalam GBHN adalah Eka Darmaputera.<br />
Tetapi Natsir tidak hanya mengatakan bahwa Islam merupakan landasan<br />
moral, etik, dan spiritual tetapi juga menjadi penopang dasar<br />
bagi negara. Itu yang berbahaya bila kita merujuk kepada Natsir.<br />
Tanggapan Anda?<br />
Saya setuju bahwa kita tidak bisa mengacu terhadap konsep<br />
Natsir ihwal negara. Tetapi saya hanya ingin mengatakan bahwa<br />
istilah ini pertama kali saya baca ketika Natsir berbicara di Pakistan.<br />
Jadi bukan semata-mata penemuan Eka Darmaputera. Saya tidak<br />
tahu apakah memang Eka pernah membaca Natsir atau memang<br />
penemuannya sendiri. Tetapi saya setuju dengan hal itu.<br />
Bisakah Anda gambarkan perdebatan awal seputar Pancasila dan<br />
UUD 1945 dari tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Natsir, Supomo,<br />
T.B. Simatupang, Eka Darmaputera, dan lain-lain, yang begitu<br />
bagus dipetakan dalam buku Anda, tentu saja yang terkait dengan<br />
gagasan Anda mengenai public religion?<br />
Saya melihat begini, kita tahu ketika itu sidang deadlock, dan<br />
pada 1 Juni 1945 Soekarno memaparkan Pancasila. Proposal Soekarno<br />
tersebut langsung disetujui oleh sidang. Dalam paparannya<br />
tentang Pancasila, Soekarno mengatakan kelima sila bisa diperas<br />
menjadi Trisila, dan saat itu sila Ketuhanan masih ada. Tetapi ketika<br />
Soekarno mengatakan Trisila diperas lagi menjadi Ekasila yang<br />
intinya menjadi gotong-royong. Kuntowijoyo menyebutnya sebagai<br />
358<br />
– <strong>Membela</strong> <strong>Kebebasan</strong> <strong>Beragama</strong> (Buku 1)