Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project
Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project
–Democracy Project– ada state-society distinction. Ini adalah pemikiran dari Abraham Kuyper dari kubu Protestant Reformed atau kalau dari Katolik ada John Courtney Murray. Jadi tetap saja state tidak bisa disamakan dengan society. Society itu terdiri dari negara, agama, dan keluarga. Kalau kita lihat undang-undang pendidikan, misalnya, negara sudah masuk ke situ. Begitupun juga dengan beberapa undangundang yang lain. Jadi, kalau membahas konsep Supomo ihwal negara yang integralistik, maka masalah demokrasi yang coba kita pertanyakan di sini. Terkait dengan Walzer, ia menegaskan, demokratisasi mengandaikan seluruh elemen atau kelompok agama apapun harus dilibatkan dalam penyusunan putusan hukum. Namun yang terjadi di Indonesia tidak demikian, karena kuatnya hasrat monoreligius, sehingga beberapa undang-undang atau aturan hukum lainnya terkesan sangat kental dengan tafsiran kelompok agama tertentu. Menurut Anda, apakah perlu keterlibatan semua pihak untuk membuat suatu putusan hukum? Pertama-tama mungkin kita kembali pada definisi deprivatisasi agama atau public religion. Sekali lagi jika kita berbicara public religion, di sini kita harus ingat bahwa dalam kehidupan publik kita tidak bisa bersikap live and let die, kita hidup sementara yang lain harus mati. Tetapi tidak cukup juga hanya dengan co-existence: jadi selama Anda tidak mengganggu saya, saya tidak akan mengganggu Anda. Mestinya harus pro-existence. Kalau kita lihat dalam pemikiran Hans Kung, dia menawarkan konsep pro-existence. Dalam konsep ini ditegaskan bahwa kalau saya mati maka Anda juga mati, kalau saya hidup maka Anda juga hidup. Jadi harus creative pro-existence dalam arti bahwa kita 346 – Membela Kebebasan Beragama (Buku 1)
–Democracy Project– sama-sama peduli. Kalau dalam co-existence sebetulnya kita masingmasing tidak peduli. Sama-sama bekerja tapi tidak pernah ada kerja sama. Bekerja sama dengan sama-sama bekerja itu adalah dua hal yang berbeda. Kalau sama-sama bekerja artinya saya kerja, Anda kerja, tetapi kalau bekerja sama itu mengandaikan relasi, mesti ada yang disebut prinsip interdependence, solidarity dalam arti interdependensi, dan participation. Ini dua hal yang penting untuk masuk kepada konsep pro-eksistensi, dan hal ini harus dimiliki oleh agama publik. Sebagaimana saya tulis dalam disertasi saya bahwa agama, terutama agama samawi, seringkali justru sangat proaktif, termasuk kita, Kristen dan Islam. Namun agama yang kita sebut sebagai natural religion justru biasanya pasif. Jadi, menurut saya, kita harus kembali mengaktifkan mereka demi genuine civil consensus, untuk mencapai konsensus yang sejati. Ini hal yang pertama. Kedua, kita harus mendefinisikan apa yang kita maksud “publik”. Menurut saya, ada empat hal yang terkait dengan konsep “publik”: participation, persuasion, commonality, dan plurality. Jadi di sini ada partisipasi, persuasi, komonalitas atau kebersamaan, dan bagaimanapun juga harus ada pluralitas. Yang ketiga, kita harus masuk pada apa yang saya sebut sebagai common good. Ini berarti bahwa ukurannya bukanlah yang populer akan mengalahkan yang tidak populer atau yang mayoritas mengalahkan yang minoritas, juga bukan jumlah good dari masing-masing agama, tetapi kesatuan dari good masing-masing agama. Rumusan common good harus dapat menjiwai spirit Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda tapi tetap satu. Artinya, ketika common good berbeda dari partial good masing-masing agama, ia tidak boleh bertentangan dengan kepercayaan dan ajaran setiap kelompok. Benjamin F. Intan – 347
- Page 379 and 380: -Democracy Project- Mereka berjuang
- Page 381 and 382: -Democracy Project- laupun mereka s
- Page 383 and 384: -Democracy Project- liki pandangan
- Page 385 and 386: -Democracy Project- Mereka seringka
- Page 387 and 388: -Democracy Project- didasarkan atas
- Page 389 and 390: -Democracy Project- Agama menjiwai
- Page 391 and 392: -Democracy Project- bisa mengatakan
- Page 393 and 394: -Democracy Project- Islam, tapi jug
- Page 395 and 396: -Democracy Project- tidak, apakah n
- Page 397 and 398: -Democracy Project- hadap khalifah-
- Page 399 and 400: -Democracy Project- dak. Islam berp
- Page 401 and 402: -Democracy Project- ngan perempuan
- Page 403 and 404: -Democracy Project- Mu’tazilah be
- Page 405 and 406: -Democracy Project- juga tidak pern
- Page 407 and 408: -Democracy Project- paripurna kita
- Page 409 and 410: -Democracy Project- kenapa mereka s
- Page 411 and 412: -Democracy Project- Mereka yang men
- Page 413 and 414: -Democracy Project- bahwa kelompokn
- Page 415 and 416: -Democracy Project- merasa agamanya
- Page 417 and 418: -Democracy Project- Lantas peran se
- Page 419 and 420: -Democracy Project- terbukanya info
- Page 421 and 422: -Democracy Project- Upaya menafsir
- Page 423 and 424: -Democracy Project- “sekular”.
- Page 425 and 426: -Democracy Project- gerak ke ekstre
- Page 427 and 428: -Democracy Project- pertama, secara
- Page 429: -Democracy Project- gaskan kalau ag
- Page 433 and 434: -Democracy Project- jikalau umat Kr
- Page 435 and 436: -Democracy Project- diperbolehkan h
- Page 437 and 438: -Democracy Project- dan itu sangat
- Page 439 and 440: -Democracy Project- Bagi Jose Casan
- Page 441 and 442: -Democracy Project- Amerika by expe
- Page 443 and 444: -Democracy Project- sosialisme, lal
- Page 445 and 446: -Democracy Project- Saya setuju bah
- Page 447 and 448: -Democracy Project- Jadi, sebetulny
- Page 449 and 450: -Democracy Project- dan didiskusika
- Page 451 and 452: -Democracy Project- merasa tidak di
- Page 453 and 454: -Democracy Project- Sehubungan deng
- Page 455 and 456: -Democracy Project- Tapi itu tidak
- Page 457 and 458: -Democracy Project- Pemerintahan ya
- Page 459 and 460: -Democracy Project- tus tahun Inggr
- Page 461 and 462: -Democracy Project- bisa amati baga
- Page 463 and 464: -Democracy Project- Tentu saja keti
- Page 465 and 466: -Democracy Project- Tapi bukankah k
- Page 467 and 468: -Democracy Project- masih mencantum
- Page 469 and 470: -Democracy Project- Islam ala Wahha
- Page 471 and 472: -Democracy Project- dan pemihakan t
- Page 473 and 474: -Democracy Project- itu bersifat is
- Page 475 and 476: -Democracy Project- menekankan agar
- Page 477 and 478: -Democracy Project- mula lebih terk
- Page 479 and 480: -Democracy Project- dan muqallid. Y
–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />
ada state-society distinction. Ini adalah pemikiran dari Abraham<br />
Kuyper dari kubu Protestant Reformed atau kalau dari Katolik ada<br />
John Courtney Murray. Jadi tetap saja state tidak bisa disamakan<br />
dengan society. Society itu terdiri dari negara, agama, dan keluarga.<br />
Kalau kita lihat undang-undang pendidikan, misalnya, negara<br />
sudah masuk ke situ. Begitupun juga dengan beberapa undangundang<br />
yang lain. Jadi, kalau membahas konsep Supomo ihwal<br />
negara yang integralistik, maka masalah demokrasi yang coba kita<br />
pertanyakan di sini.<br />
Terkait dengan Walzer, ia menegaskan, demokratisasi mengandaikan<br />
seluruh elemen atau kelompok agama apapun harus dilibatkan dalam<br />
penyusunan putusan hukum. Namun yang terjadi di Indonesia tidak<br />
demikian, karena kuatnya hasrat monoreligius, sehingga beberapa undang-undang<br />
atau aturan hukum lainnya terkesan sangat kental dengan<br />
tafsiran kelompok agama tertentu. Menurut Anda, apakah perlu<br />
keterlibatan semua pihak untuk membuat suatu putusan hukum?<br />
Pertama-tama mungkin kita kembali pada definisi deprivatisasi<br />
agama atau public religion. Sekali lagi jika kita berbicara public religion,<br />
di sini kita harus ingat bahwa dalam kehidupan publik kita<br />
tidak bisa bersikap live and let die, kita hidup sementara yang lain<br />
harus mati. Tetapi tidak cukup juga hanya dengan co-existence: jadi<br />
selama Anda tidak mengganggu saya, saya tidak akan mengganggu<br />
Anda. Mestinya harus pro-existence.<br />
Kalau kita lihat dalam pemikiran Hans Kung, dia menawarkan<br />
konsep pro-existence. Dalam konsep ini ditegaskan bahwa kalau<br />
saya mati maka Anda juga mati, kalau saya hidup maka Anda<br />
juga hidup. Jadi harus creative pro-existence dalam arti bahwa kita<br />
346<br />
– <strong>Membela</strong> <strong>Kebebasan</strong> <strong>Beragama</strong> (Buku 1)