Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
07.06.2015 Views

Democracy Project– ma. Pemikiran ini didasarkan pada pandangan bahwa untuk menjalankan hukum Allah harus ada kekuasaan yang menjaminnya, yakni negara. Selain itu fakta bahwa umat Islam pernah memiliki pemerintahan Islam berabad-abad dalam bentuk khilâfah, juga menjadi rujukan pendorong untuk mewujudkan kembali khilâfah Islamiyah. Kedua, pemikiran sekular, yaitu sebagai antitesis terhadap konsep negara pertama. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa bentuk negara adalah urusan dunia yang bersifat “insâniyah”, temporal dan relatif, sehingga menjadi urusan manusia untuk memikirkannya sesuai kebutuhannya masing-masing. Sementara agama bersifat tetap, “ilâhiyah”, abadi dan pasti. Oleh karena itu menyatukan agama dengan negara adalah menurunkan ketinggian dan keabadian agama itu sendiri. Sebaliknya, memisahkan keduanya lebih untuk menjaga agama yang suci agar tidak terseret dalam arus politik kekuasaan yang seringkali kotor dan jahat. Di samping itu fakta sejarah menunjukkan bahwa negara teokratis dalam bentuk khilâfah-khilâfah setelah khulafaurrasyidin pada kenyataanya sangat elitis (kesultanan berdasar keturunan) dan juga banyak melahirkan ketidakadilan dengan mengatasnamakan agama. Jika demikian, maka harus dipisahkan antara negara dan agama. Ketiga, pemikiran yang mengakui bahwa agama dan negara adalah dua hal yang berbeda namun keduanya tidak bisa dipisahkan sama sekali. Negara adalah urusan kontrak sosial masyarakat, agama adalah wahyu Tuhan yang menjadi sumber nilai masyarakat yang melakukan kontrak sosial, sehingga agama dengan sendirinya menjadi sumber nilai negara juga. Apa yang terjadi di Indonesia saat ini, dengan menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara, merepresentasikan cara pandang yang ketiga. Jadi, agama dan negara tidak menyatu, dalam arti negara 308 – Membela Kebebasan Beragama (Buku 1)

Democracy Project– Islam, tapi juga tidak terpisah sama sekali. Sila pertama Pancasila dan pasal 29 UUD 1945 membuktikan hal itu. Sekali lagi, dari segi doktrin tidak ada rujukan yang mengharuskan umat Muslim mendirikan negara Islam. Andaikata ada keharusan, tentu saja semua umat Islam Indonesia berdosa karena sepakat dengan ideologi Pancasila. Padahal kita tahu, Penerapan syariat Islam yang itu adalah ijtihad kolektif seringkali muncul dan kemudian para ulama kita yang tidak menimbulkan masalah, menurut saya, diragukan lagi integritas dan berangkat dari paradigma dan tafsir kapasitas keislamannya. Di syariat yang tidak benar. Ironisnya, ada sisi lain kita juga melihat semacam anggapan umum bahwa kalau sudah ada label syariah, itulah dengan kasat mata banyak satu-satunya kebenaran. Akibatnya negara yang menyatakan diri sesuatu yang sesungguhnya hanya sebagai negara Islam justru tafsir manusia akan menjadi hakim tidak mengamalkan substansi Islam seperti keadilan, per- menimbulkan benturan antarsesama kebenaran. Inilah yang seringkali samaan, persaudaraan, penegakan hukum, keterbukaan pihak yang merasa paling benar. umat Islam sendiri. Karena ada dan semangat islami lainnya. Semangat merasa paling benar ini Negara-negara yang secara menjadi berbahaya jika kemudian resmi berkonstitusi Islam diformalisasikan dalam bentuk perda pun berbeda-beda sistem atau undang-undang. politik dan aplikasinya. Sekadar contoh, ada model Arab Saudi yang monarkhi tertutup dan sentralistik dengan raja sebagai kepala negara dan pemerintahannya. Ada model Iran yang republik dengan pemerintahan dipimpin oleh presiden. Ada juga model Malaysia yang berupa kerajaan namun tidak sentralistik dan pemerintahan dipimpin oleh perdana Badriyah Fayumi – 309

–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />

Islam, tapi juga tidak terpisah sama sekali. Sila pertama Pancasila<br />

dan pasal 29 UUD 1945 membuktikan hal itu.<br />

Sekali lagi, dari segi doktrin tidak ada rujukan yang mengharuskan<br />

umat Muslim mendirikan negara Islam. Andaikata ada<br />

keharusan, tentu saja semua umat Islam Indonesia berdosa karena<br />

sepakat dengan ideologi<br />

Pancasila. Padahal kita tahu, Penerapan syariat Islam yang<br />

itu adalah ijtihad kolektif seringkali muncul dan kemudian<br />

para ulama kita yang tidak menimbulkan masalah, menurut saya,<br />

diragukan lagi integritas dan berangkat dari paradigma dan tafsir<br />

kapasitas keislamannya. Di syariat yang tidak benar. Ironisnya, ada<br />

sisi lain kita juga melihat semacam anggapan umum bahwa<br />

kalau sudah ada label syariah, itulah<br />

dengan kasat mata banyak<br />

satu-satunya kebenaran. Akibatnya<br />

negara yang menyatakan diri<br />

sesuatu yang sesungguhnya hanya<br />

sebagai negara Islam justru<br />

tafsir manusia akan menjadi hakim<br />

tidak mengamalkan substansi<br />

Islam seperti keadilan, per-<br />

menimbulkan benturan antarsesama<br />

kebenaran. Inilah yang seringkali<br />

samaan, persaudaraan, penegakan<br />

hukum, keterbukaan pihak yang merasa paling benar.<br />

umat Islam sendiri. Karena ada<br />

dan semangat islami lainnya. Semangat merasa paling benar ini<br />

Negara-negara yang secara menjadi berbahaya jika kemudian<br />

resmi berkonstitusi Islam diformalisasikan dalam bentuk perda<br />

pun berbeda-beda sistem<br />

atau undang-undang.<br />

politik dan aplikasinya. Sekadar<br />

contoh, ada model Arab Saudi yang monarkhi tertutup dan<br />

sentralistik dengan raja sebagai kepala negara dan pemerintahannya.<br />

Ada model Iran yang republik dengan pemerintahan dipimpin<br />

oleh presiden. Ada juga model Malaysia yang berupa kerajaan<br />

namun tidak sentralistik dan pemerintahan dipimpin oleh perdana<br />

Badriyah Fayumi –<br />

309

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!