Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
07.06.2015 Views

Democracy Project– Jadi, sejatinya, perbedaan sengaja dianugerahkan Tuhan bukan sekadar untuk saling mengenal, melainkan secara implisit di sana ada juga himbauan untuk bertukar nilai-nilai peradaban, untuk saling memberi dan menerima keberbagaian, pluralitas. Tetapi yang banyak disalahpahami oleh orang-orang tertentu, pluralisme itu dianggap mengakui semua agama benar, semua agama sahih. Tentu saja, paham semacam itu konyol. Dengan paham seperti itu orang boleh lalu-lalang pindah agama. Sehingga, tafsiran terhadap pluralisme seperti itu adalah “kampungan”. Kalau memang maksud pluralisme adalah pindah agama dengan seenaknya, saya akan menentangnya. Kalau kita mempercayai bahwa agama kita mengandung nilai mutlak, yang benar-benar mutlak, hal itu wajar, dan orang beragama memang banyak yang demikian. Namun, yang harus menjadi perhatian semua pihak adalah bagaimana memberi hak yang sama juga kepada orang yang menganut agama lain untuk beropini seperti itu. Hal seperti itu merupakan bagian dari pluralisme. Beberapa kalangan Islam seolah mendapat pem-benaran, atas aksiaksinya yang meresahkan, dengan doktrin tentang kebenar-an agama atau Tuhan yang mereka yakini sebagai maha mutlak atau the ultimate truth. Doktrin semacam ini kerap dijadikan alasan beberapa kalangan fun-damentalisme Islam, atau sekelompok golongan yang tadi Anda deskripsi-kan sebagai kalangan “preman berjubah”, untuk melakuan peru-sakan dan kekerasan lainnya terhadap umat atau tempat ibadah dari penganut paham dan agama yang berbeda demi menegakkan kebenaran ultim tersebut. Apa komentar Anda tentang doktrin seperti ini? 242 – Membela Kebebasan Beragama (Buku 1)

Democracy Project– Kalau membaca buku Khaled Abou El-Fadl memang banyak kecenderungan dari beberapa umat Islam mempunyai tafsir atas doktrin the ultimate truth seperti itu, yakni membenarkan tindak kekerasan terhadap agama lainnya. Namun, buku itu juga mengingatkan: kalau cara memahami agama selalu kaku seperti itu, tunggu saja hancurnya peradaban Islam. Begitupun Sejatinya, perbedaan sengaja menurut saya: tinggal tunggu saja harakiri (bunuh diri) untuk saling mengenal, melainkan dianugehrahkan Tuhan bukan sekadar peradaban Islam. Jadi, dalam beragama apabila iman himbauan untuk bertukar nilai-nilai secara implisit di sana ada juga peradaban, untuk saling memberi dan kita mengatakan bahwa almenerima keberbagaian, pluralitas. Quran merupakan wahyu Tetapi yang banyak disalahpahami yang mengandung kebenaran mutlak, memuat the ul- oleh orang-orang tertentu, pluralisme itu dianggap mengakui semua agama timate truth di dalamnya, benar, semua agama sahih. Tentu saja, ada kebenaran yang tertinggi, adalah suatu sikap yang paham seperti itu orang boleh lalu- paham semacam itu konyol. Dengan dapat diterima. Sungguhpun lalang pindah agama. Sehingga, demikian, yang patut ditegaskan di sini: pada tingkat adalah “kampungan. tafsiran terhadap pluralisme seperti itu penafsiran terhadap al-Quran, tidak pernah benar secara mutlak, pasti nisbi. Kalau tafsir agama tidak bersifat relatif (nisbi) tentu tidak akan bermunculan banyak mazhab pemikiran dalam suatu agama. Sehingga, dalam masing-masing agama juga di dalammya terdapat perbedaan pandangan atau tafsiran yang melahirkan bermacam-macam mazhab. Dalam Islam pertentangan pemahaman tidak saja terjadi dalam fikih, tetapi juga dalam soal-soal teologis. Akibatnya, ilmu kalam Ahmad Syafii Maarif – 243

–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />

Kalau membaca buku Khaled Abou El-Fadl memang banyak<br />

kecenderungan dari beberapa umat Islam mempunyai tafsir atas<br />

doktrin the ultimate truth seperti itu, yakni membenarkan tindak<br />

kekerasan terhadap agama lainnya. Namun, buku itu juga<br />

mengingatkan: kalau cara memahami agama selalu kaku seperti<br />

itu, tunggu saja hancurnya<br />

peradaban Islam. Begitupun Sejatinya, perbedaan sengaja<br />

menurut saya: tinggal tunggu<br />

saja harakiri (bunuh diri) untuk saling mengenal, melainkan<br />

dianugehrahkan Tuhan bukan sekadar<br />

peradaban Islam. Jadi, dalam<br />

beragama apabila iman himbauan untuk bertukar nilai-nilai<br />

secara implisit di sana ada juga<br />

peradaban, untuk saling memberi dan<br />

kita mengatakan bahwa almenerima<br />

keberbagaian, pluralitas.<br />

Quran merupakan wahyu<br />

Tetapi yang banyak disalahpahami<br />

yang mengandung kebenaran<br />

mutlak, memuat the ul-<br />

oleh orang-orang tertentu, pluralisme<br />

itu dianggap mengakui semua agama<br />

timate truth di dalamnya, benar, semua agama sahih. Tentu saja,<br />

ada kebenaran yang tertinggi,<br />

adalah suatu sikap yang paham seperti itu orang boleh lalu-<br />

paham semacam itu konyol. Dengan<br />

dapat diterima. Sungguhpun lalang pindah agama. Sehingga,<br />

demikian, yang patut ditegaskan<br />

di sini: pada tingkat<br />

adalah “kampungan.<br />

tafsiran terhadap pluralisme seperti itu<br />

penafsiran terhadap al-Quran,<br />

tidak pernah benar secara mutlak, pasti nisbi. Kalau tafsir<br />

agama tidak bersifat relatif (nisbi) tentu tidak akan bermunculan<br />

banyak mazhab pemikiran dalam suatu agama. Sehingga, dalam<br />

masing-masing agama juga di dalammya terdapat perbedaan pandangan<br />

atau tafsiran yang melahirkan bermacam-macam mazhab.<br />

Dalam Islam pertentangan pemahaman tidak saja terjadi dalam<br />

fikih, tetapi juga dalam soal-soal teologis. Akibatnya, ilmu kalam<br />

Ahmad Syafii Maarif –<br />

243

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!