Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
07.06.2015 Views

Democracy Project– mainstream mengeksklusi setiap “yang beda” kian tanpa kompromi, bahkan semakin tidak terkendali. Di sinilah pentingnya gagasan pluralisme. Persoalannya, pluralisme memperoleh resistensi keras, bahkan diharamkan oleh MUI dan sebagian umat Islam. Resistensi dan pengharaman MUI didasarkan pada dua alasan. Pertama, pluralisme disamakan dengan sinkretisme karena cenderung menyamakan kebenaran semua agama. Kedua, pluralisme disamakan dengan relativisme karena tidak mendaku absolutisme agama. Kedua alasan itu, bagi orang-orang yang ingin “menyelamatkan” agama, dapat mendangkalkan iman umat. Bagaimana menurut Anda sendiri? Pemaknaan pluralisme sebagai menyamakan seluruh agama sebagaimana dinyatakan oleh MUI, menurut saya contradictio in terminis. Karena pluralisme pada dirinya sendiri justru mengandaikan pluralitas, perbedaan. Kalau seluruh agama sama tidak akan ada pluralisme, yang ada justru singularisme, ketunggalan. Itu yang tidak dipahami oleh MUI. Pluralisme, menurut saya, sama sekali tidak identik dengan penyamaan agama. NU dengan Muhammadiyah saja berbeda, apalagi Islam dan Kristen, pasti akan lebih banyak perbedaan ketimbang persamaannya. Bahwa orang ingin mencari persamaan antara Islam dengan yang lain, itu ya, dan wajar, karena perbedaan di antaranya lebih banyak ketimbang persamaannya. Lebih susah mencari persamaan ketimbang perbedaan. Tapi tidak berarti bahwa Islam sama dengan Kristen. Jadi tuduhan menyamakan seluruh agama oleh MUI adalah salah pada dirinya sendiri dan tidak realistis. Sebab, pada dasarnya, di antara masingmasing agama tidak mungkin disamakan. Agama-agama adalah 118 – Membela Kebebasan Beragama (Buku 1)

Democracy Project– fakta perbedaan itu sendiri, pluralitas. Pluralitas adalah fakta dan pluralisme adalah sikap terhadapnya. Pluralisme dianggap sebagi relativisme juga tidak tepat. Pluralisme dan relativisme adalah dua hal yang berbeda. Pluralisme mengandaikan adanya pluralitas, bahwa saya berbeda dengan Anda kemudian dicarikan bagaimana cara mengatasi perbedaannya. Namun kemudian ada yang memakai cara kekerasan dalam menyikapi perbedaan, misalnya bahwa Anda salah dan sesat, karena itu harus dihabisi. Meski demikian, selalu ada yang memakai cara pluralis dalam memandang perbedaan agama dan kepercayaan; kita berbeda dan karena berbeda maka kita harus menghargai. Tetapi ada klaim kebenaran (absolutisme) di masing-masing agama. Klaim kebenaran pasti ada karena hal itu menyangkut keyakinan. Orang NU dan Muhammadiyah, di dalam internal Islam sendiri, atau Kristen dan Islam sama-sama mempunyai klaim kebenaran. Tetapi, yang patut digaris bawahi bahwa klaim seperti itu tidak bisa menjadi dasar untuk menghancurkan orang lain. Walaupun kalau kita baca sejarahnya akan ditemukan kenyataan bahwa beberapa nilai dalam Islam sama dengan Kristen. Itu banyak ditemui bahkan dilakukan oleh Nabi sendiri. Misalnya, di dalam tafsir Al-Razi dikatakan bahwa Nabi Muhammad datang bukan untuk membawa syariat baru, melainkan meminjam syariat Nabi Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa. Makanya tidak ada yang baru di dalam syariat Islam. Syariat-syariat pokok dalam Islam adalah hasil adopsi dari syariat-syariat sebelumnya. Syariat Islam bukanlah sesuatu yang genuin berasal dari Islam, baik salat, zakat, pua- Abdul Moqsith Ghazali – 119

–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />

mainstream mengeksklusi setiap “yang beda” kian tanpa kompromi,<br />

bahkan semakin tidak terkendali.<br />

Di sinilah pentingnya gagasan pluralisme. Persoalannya, pluralisme<br />

memperoleh resistensi keras, bahkan diharamkan oleh MUI dan sebagian<br />

umat Islam. Resistensi dan pengharaman MUI didasarkan pada<br />

dua alasan. Pertama, pluralisme disamakan dengan sinkretisme karena<br />

cenderung menyamakan kebenaran semua agama. Kedua, pluralisme<br />

disamakan dengan relativisme karena tidak mendaku absolutisme<br />

agama. Kedua alasan itu, bagi orang-orang yang ingin “menyelamatkan”<br />

agama, dapat mendangkalkan iman umat. Bagaimana menurut<br />

Anda sendiri?<br />

Pemaknaan pluralisme sebagai menyamakan seluruh agama<br />

sebagaimana dinyatakan oleh MUI, menurut saya contradictio in<br />

terminis. Karena pluralisme pada dirinya sendiri justru mengandaikan<br />

pluralitas, perbedaan. Kalau seluruh agama sama tidak akan<br />

ada pluralisme, yang ada justru singularisme, ketunggalan. Itu yang<br />

tidak dipahami oleh MUI. Pluralisme, menurut saya, sama sekali<br />

tidak identik dengan penyamaan agama. NU dengan Muhammadiyah<br />

saja berbeda, apalagi Islam dan Kristen, pasti akan lebih<br />

banyak perbedaan ketimbang persamaannya. Bahwa orang ingin<br />

mencari persamaan antara Islam dengan yang lain, itu ya, dan wajar,<br />

karena perbedaan di antaranya lebih banyak ketimbang persamaannya.<br />

Lebih susah mencari persamaan ketimbang perbedaan.<br />

Tapi tidak berarti bahwa Islam sama dengan Kristen. Jadi tuduhan<br />

menyamakan seluruh agama oleh MUI adalah salah pada dirinya<br />

sendiri dan tidak realistis. Sebab, pada dasarnya, di antara masingmasing<br />

agama tidak mungkin disamakan. Agama-agama adalah<br />

118<br />

– <strong>Membela</strong> <strong>Kebebasan</strong> <strong>Beragama</strong> (Buku 1)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!