07.06.2015 Views

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />

Jaminan <strong>Kebebasan</strong> <strong>Beragama</strong><br />

Hubungan antara negara dengan agama di Indonesia mencerminkan<br />

upaya untuk terus mencari kompromi atau jalan tengah di antara<br />

berbagai kepentingan ideologis. Kita tahu, Pancasila akhirnya diterima<br />

sebagai jalan kompromi antara kalangan nasionalis-agamis, yang<br />

menginginkan Islam sebagai dasar negara, dengan kalangan nasionalis-sekular.<br />

Di situ negara Indonesia dibayangkan sebagai, dalam<br />

istilah Mukti Ali yang terkenal, “bukanlah negara teokratis, dan juga<br />

bukan negara sekular.” <br />

Sampai saat ini, Pancasila memang memberi jalan tengah, kompromi<br />

yang bisa diterima untuk mengelola kemajemukan, pada satu<br />

sisi, sekaligus menjaga kesatuan, pada sisi lain. Tapi kompromi itu<br />

selalu rentan, goyah, dan sering menimbulkan masalah pelik jika<br />

ditempatkan dalam konteks kebebasan beragama. Hal ini setidaknya<br />

dapat dilihat dari beberapa segi berikut.<br />

Pertama, rumusan sila pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang<br />

Maha Esa,” membuka ruang debat penafsiran yang tak kunjung<br />

selesai. Seperti dikatakan Olaf Schumann,<br />

Istilah “ketuhanan” merupakan istilah yang sangat abstrak;<br />

bukan “Tuhan”, melainkan “ketuhanan”, suatu prinsip mengenai<br />

Tuhan, tetapi bukan Tuhan sendiri. Oleh karena itu, ia<br />

pun sangat sulit diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Dalam<br />

bahasa Inggris barangkali dapat diterjemahkan dengan istilah<br />

<br />

Dikutip dalam Munhanif (1998: 229). Walau mungkin bukan berasal dari<br />

Mukti Ali sendiri, rumusan tersebut menjadi sangat terkenal dan selalu didengang-dengungkan<br />

sepanjang Orde Baru, sehingga hampir bisa dikatakan bahwa<br />

rumusan itu merupakan “rumusan resmi” model relasi antara agama dengan<br />

negara dalam konteks Pancasila.<br />

<strong>Membela</strong> <strong>Kebebasan</strong> <strong>Beragama</strong>: Catatan Pengantar –<br />

xiii

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!