Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project Membela Kebebasan Beragama 1 - Democracy Project

abad.demokrasi.com
from abad.demokrasi.com More from this publisher
07.06.2015 Views

Democracy Project– Yang diambil dari agama adalah moralnya, bukan hukumnya. Karena itu, kita harus memakai apa yang disebut moral reasoning atau penalaran moral. Kita tidak pernah menolak moral agama yang mempengaruhi penetapan hukum. Moral agama harus menjadi moral yang universal dan objektif, artinya rasional. Pancasila itu adalah nilai-nilai moral yang sudah cukup untuk konteks keindonesiaan. Harus diingat, sumber Pancasila adalah agama itu sendiri. Pancasila adalah moral reasoning atau penalaran moral dari ajaran-ajaran agama. Itu bisa berkembang lagi lebih jauh menjadi etika ketika ia menjadi ilmu pengetahuan. Gagasan sekularisme dan liberalisme tidak bisa dipisahkan dari gagasan pluralisme, mengingat fakta keragaman yang ada di Indonesia. Kerapkali keragaman ini menimbulkan praktik diskriminasi terhadap kaum minoritas. Rumusan apa yang mungkin diambil oleh negara untuk menjamin dan melindungi kaum minoritas? Kemajemukan atau pluralitas merupakan kenyataan dan, bahkan, makin lama makin menjadi keharusan. Artinya, masyarakat itu berjalan menuju ke pluralitas. Untuk mengatur pluralitas diperlukan pluralisme. Sebab, tidak bisa dipungkiri, pluralitas mengandung bibit perpecahan. Justru karena ancaman perpecahan inilah diperlukan sikap toleran, keterbukaan, dan kesetaraan. Itulah inti dari gagasan pluralisme. Pluralisme memungkinkan terjadinya kerukunan dalam masyarakat, bukan konflik. Problemnya di negara kita ini, secara empirik, setiap agama atau keyakinan masing-masing ingin menonjolkan apa yang disebut sebagai 30 – Membela Kebebasan Beragama (Buku 1)

Democracy Project– the ultimate truth, dengan mengabaikan keragaman dan hak-hak warga lainnya. Tidak apa-apa. Adalah wajar apabila meyakini agamanya sendiri sebagai yang paling benar. Asal jangan mengatakan kepada setiap orang bahwa paham saya satu-satunya yang tersahih dan di luar paham saya tidak ada kebenaran. Itu yang tidak boleh. Sebab, hal tersebut akan menimbulkan fanatisme, ketertutupan dan kesombongan, serta arogansi keyakinan. Sikap-sikap seperti inilah yang berpotensi besar terhadap konflik antaragama. Kembali ke peran negara dalam mengatur atau merawat perbedaan. Pengalaman yang sudah ada misalnya Prancis, menyikapi perbedaan agama dengan diintervensi oleh negara, yaitu negara melarang simbol-simbol keagamaan ditonjolkan dalam ruang publik. Berbeda dengan Amerika, misalnya, di mana simbol-simbol agama dalam ruang publik masih diperbolehkan. Sementara di tempat lain pun berbeda lagi. Untuk konteks Indonesia, bagaimana pluralisme semestinya diperjuangkan? Menurut saya, kasus di Prancis sudah melanggar prinsip sekularisme itu sendiri. Karena negara mengintervensi terlalu jauh. Itu melanggar hak-hak sipil. Identitas ini penting. Kalau tidak ada identitas, tidak akan ada perkembangan pemikiran, tidak terjadi dinamika. Cuma kalau didasari pada keyakinan agama, ini menjadi berbahaya, karena menimbulkan kesombongan, arogansi, fanatisme, ketertutupan, otoritarianisme dan penggunaan kekerasan. Oleh karena itu, identitas ini harusnya merupakan kebudayaan, dan dalam ruang publik hendaknya terlebih dahulu disaring melalui moral reasoning, menjadi nilai-nilai yang rasional. Di Prancis, M. Dawam Rahardjo – 31

–<strong>Democracy</strong> <strong>Project</strong>–<br />

Yang diambil dari agama adalah moralnya, bukan hukumnya.<br />

Karena itu, kita harus memakai apa yang disebut moral reasoning<br />

atau penalaran moral. Kita tidak pernah menolak moral agama<br />

yang mempengaruhi penetapan hukum. Moral agama harus menjadi<br />

moral yang universal dan objektif, artinya rasional. Pancasila<br />

itu adalah nilai-nilai moral yang sudah cukup untuk konteks<br />

keindonesiaan. Harus diingat, sumber Pancasila adalah agama itu<br />

sendiri. Pancasila adalah moral reasoning atau penalaran moral dari<br />

ajaran-ajaran agama. Itu bisa berkembang lagi lebih jauh menjadi<br />

etika ketika ia menjadi ilmu pengetahuan.<br />

Gagasan sekularisme dan liberalisme tidak bisa dipisahkan dari gagasan<br />

pluralisme, mengingat fakta keragaman yang ada di Indonesia.<br />

Kerapkali keragaman ini menimbulkan praktik diskriminasi terhadap<br />

kaum minoritas. Rumusan apa yang mungkin diambil oleh negara<br />

untuk menjamin dan melindungi kaum minoritas?<br />

Kemajemukan atau pluralitas merupakan kenyataan dan, bahkan,<br />

makin lama makin menjadi keharusan. Artinya, masyarakat<br />

itu berjalan menuju ke pluralitas. Untuk mengatur pluralitas diperlukan<br />

pluralisme. Sebab, tidak bisa dipungkiri, pluralitas mengandung<br />

bibit perpecahan. Justru karena ancaman perpecahan inilah<br />

diperlukan sikap toleran, keterbukaan, dan kesetaraan. Itulah inti<br />

dari gagasan pluralisme. Pluralisme memungkinkan terjadinya kerukunan<br />

dalam masyarakat, bukan konflik.<br />

Problemnya di negara kita ini, secara empirik, setiap agama atau keyakinan<br />

masing-masing ingin menonjolkan apa yang disebut sebagai<br />

30<br />

– <strong>Membela</strong> <strong>Kebebasan</strong> <strong>Beragama</strong> (Buku 1)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!