Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
editorial<br />
Internet sebagai Hak <strong>Asasi</strong> Manusia:<br />
segenggam harapan dengan segudang tantangan<br />
Selama sepuluh tahun belakangan,<br />
perkembangan teknologi komunikasi,<br />
khususnya melalui internet telah secara<br />
substansial mengubah lanskap dinamika<br />
sosial masyarakat. Tak hanya mampu meretas<br />
batas ruang dan waktu, kemajuan teknologi<br />
komunikasi diakui telah memberikan perubahan<br />
besar dalam mobilisasi gerakan sosial seperti<br />
dalam fenomena Arab Spring, mulai dari ‘jasminerevolution’<br />
di Tunisia, Mesir, dan Yordania. Tak<br />
hanya mempercepat persebaran informasi,<br />
perkembangan teknologi informasi memungkinkan<br />
penggunaan sosial media seperti facebook dan<br />
twitter memungkinkan mobilisasi semakin banyak<br />
orang untuk mendukung aksi-aksi protest langsung.<br />
Dalam konteks Indonesia, hal ini berulang kali<br />
terbukti memberi dampak positif, seperti kampanye<br />
‘cicak-buaya’ atau dukungan terhadap KPK<br />
atas penyelidikan kasus simulator di Kepolisian<br />
beberapa saat lalu.<br />
Perkembangan ini segera memperoleh<br />
penguatan di badan PBB melalui pengadopsian<br />
resolusi Dewan Ham yang mengakui akses<br />
terhadap internet sebagai bagian dari Hak<br />
<strong>Asasi</strong> Manusia (A/HRC/20/L.13). Resolusi ini<br />
memberikan penegasan pada laporan Pelapor<br />
khusus promosi dan perlindungan atas hak<br />
atas kebebasan berekspresi dan berpendapat<br />
(A/66/290) yang mencoba mengangkat isu yang<br />
sama. Resolusi badan ham ini, meski tak secara<br />
hukum mengikat jelas menunjukkan arah yang<br />
tepat dalam perlindungan terhadap ha katas akses<br />
terhadap internet sebagai bagian utuh dari hak atas<br />
kebebasan berekspresi dan berpendapat.<br />
Meskipun demikian, seperti dua sisi mata<br />
uang, pada sisi lain, kita menghadapi kegagapan<br />
negara menghadapi perkembangan yang terkait<br />
dengan internet ini. Dalam soal ini, dikotomi negara<br />
maju dan berkembang sepertinya tak berlaku,<br />
semuanya seperti gagap untuk mengambil arah<br />
yang tepat dalam pengembangan regulasi yang<br />
tepat, yang tak hanya mampu menjamin hak atas<br />
akses terhadap kebebasan berinternet, namun juga<br />
melindungi baik dari kecenderungan pembatasan<br />
atas nama keamanan nasional maupun ancaman<br />
pihak ketiga seperti korporasi. Perkembangan di<br />
dunia maya ini memunculkan kembali ketegangan<br />
antara keamanan dan kebebasan, diskursus lama<br />
yang dulu sangat dekat dengan penikmatan hak<br />
atas kebebasan berekspresi dan berpendapat di<br />
dunia nyata.<br />
Perkembangan terkait kebebasan atas akses<br />
terhadap internet membawa sejumlah tantangan<br />
baru seperti perlindungan data pribadi, privasi. Hal<br />
ini muncul terkait dengan semakin banyaknya aksiaksi<br />
pengintaian baik yang dilakukan perangkat<br />
negara atas nama keamanan nasional dan<br />
perang melawan terorisme, maupun oleh entitas<br />
swasta untuk mendeteksi perilaku netizen untuk<br />
kepentingan pemasaran. Sebagian bentuk control<br />
negara atas akses terhadap internet ini juga muncul<br />
dalam uraian mengenai mekanisme fi ltering,<br />
dan bloking ( seperti dilakukan beberapa negara<br />
seperti Cina). Persoalannya, sampai saat ini belum<br />
terbentuk suatu regulasi yang jelas mengenai hal<br />
ini, dan bahkan mungkin para netizen masih sangat<br />
sedikit juga yang menyadari berlangsungnya<br />
praktek seperti ini. Kesemuanya ini memunculkan<br />
tantangan baru dalam menggagas model tata<br />
kelola internet yang sesuai, proses yang sampai<br />
saat ini masih terus berlangsung dan membutuhkan<br />
keterlibatan penuh dari masyarakat.<br />
Selain itu, perkembangan ini pun<br />
memunculkan pertanyaan mengenai kesetaraan<br />
akses yang disebabkan oleh ketimpangan<br />
infrastruktur yang mendukung adanya kualitas<br />
akses terhadap internet. Sebab, perbedaan kualitas<br />
akses berpengaruh terhadap adanya keterasingan<br />
suatu kelompok secara digital dibandingkan dengan<br />
satu kelompok masyarakat yang lain, fenomena<br />
yang sering dirujuk dengan istilah ‘digital-divide’.<br />
Dalam fase yang masih sangat dini inilah<br />
justru keterlibatan dan pemantauan terus menerus<br />
atas perkembangan kebijakan yang ada sangat<br />
diperlukan, agar perkembangan teknologi informasi,<br />
khususnya terkait dengan akses terhadap internet,<br />
bukan jadi pedang yang membunuh kebebasan<br />
itu sendiri. Secara khusus, sejumlah tantangan<br />
tersebut akan menjadi perbincangan penting dalam<br />
perhelatan forum internasional Internet Governance<br />
Forum di tahun 2013, di mana Indonesia akan<br />
menjadi tuan rumahnya. Oleh karenanya, mari<br />
bersiap dan terus mengkonsolidasikan gagasan<br />
masyarakat sipil atas berbagai tantangan ini.<br />
. Indriaswati Dyah Saptaningrum<br />
Direktur <strong>Elsam</strong><br />
4 ASASI EDISI SEPTEMBER-OKTOBER MEI-JUNI 2012 2012