05.05.2015 Views

Asasi Sept-Okt 2012.indd - Elsam

Asasi Sept-Okt 2012.indd - Elsam

Asasi Sept-Okt 2012.indd - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

nasional<br />

Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing<br />

dalam Perspektif HAM<br />

Oleh Mohamad Zaki Hussein<br />

(Staf Biro Litbang ELSAM)<br />

Pada 3 <strong>Okt</strong>ober 2012, kaum buruh Indonesia<br />

yang dipelopori oleh Majelis Pekerja Buruh<br />

Indonesia (MPBI) melancarkan aksi Mogok<br />

Nasional. Salah satu slogan mereka adalah<br />

penghapusan outsourcing. Mogok Nasional ini<br />

sendiri bisa dikatakan sebagai salah satu puncak dari<br />

gerakan Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah<br />

(Hostum) yang digulirkan sejak Mei 2012. Sejak itu,<br />

mereka sudah melakukan aksi-aksi pengepungan<br />

pabrik untuk memaksa pengusaha mengubah status<br />

buruhnya yang outsourcing menjadi hubungan kerja<br />

langsung dengan perusahaan tempat ia bekerja.<br />

Menurut Roni Febrianto, salah seorang pimpinan<br />

Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI),<br />

salah satu elemen MPBI, sejak gerakan Hostum<br />

dimulai sampai menjelang Mogok Nasional, ada lebih<br />

dari 50.000 buruh outsourcing yang berhasil diubah<br />

statusnya menjadi hubungan kerja langsung dengan<br />

perusahaan. 1<br />

Outsourcing memang merupakan momok bagi<br />

buruh. Bersama-sama dengan sistem kerja kontrak,<br />

outsourcing adalah cara untuk membuat hubungan<br />

kerja buruh-pengusaha menjadi fl eksibel. Fleksibel<br />

atau biasa disebut market labour fl exibility di sini<br />

bermakna hubungan kerja menjadi lebih mudah untuk<br />

diubah atau ditiadakan, tanpa konsekuensi yang<br />

berat bagi pengusaha, sesuai dengan kondisi bisnis<br />

yang berubah-ubah. Perjanjian kerja dibuat hanya<br />

untuk sementara atau jangka waktu tertentu. Inilah<br />

yang disebut dengan sistem kerja kontrak yang biasa<br />

dibedakan dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak<br />

tertentu atau kerja tetap.<br />

Cara fl eksibel lainnya adalah dengan menggunakan<br />

buruh dari perusahaan penyalur tenaga kerja, di mana<br />

urusan rekrutmen dan administrasi ketenagakerjaan<br />

serta pemenuhan hak-hak buruh dilimpahkan kepada<br />

perusahaan penyalur tersebut. Inilah yang disebut<br />

dengan sistem outsourcing tenaga kerja.<br />

Dalam sistem outsourcing, hubungan kerja resmi<br />

si buruh adalah dengan perusahaan penyalur tenaga<br />

kerja, tetapi si buruh bekerja untuk dan menerima<br />

perintah dari perusahaan pengguna tenaga kerja.<br />

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan<br />

(UUK) sebenarnya menetapkan pembatasanpembatasan<br />

atas kerja kontrak dan outsourcing. Kerja<br />

kontrak, misalnya, hanya boleh untuk ”pekerjaan<br />

tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan<br />

pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu”<br />

dan ”tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang<br />

bersifat tetap.” Kerja kontrak hanya “dapat diadakan<br />

untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh<br />

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling<br />

lama 1 (satu) tahun.” Pembaruan perjanjian kerja<br />

kontrak juga hanya dapat “dilakukan 1 (satu) kali dan<br />

paling lama 2 (dua) tahun.”<br />

Kemudian, untuk outsourcing, dinyatakan bahwa<br />

outsourcing hanya bisa diterapkan pada pekerjaan<br />

yang ”dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama”<br />

dan ”merupakan kegiatan penunjang perusahaan<br />

secara keseluruhan.” Outsourcing ”tidak boleh<br />

digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan<br />

kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan<br />

secara langsung dengan proses produksi.”<br />

Perlindungan dan syarat-syarat kerja bagi buruh<br />

outsourcing harus ”sekurang-kurangnya sama dengan<br />

perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada<br />

perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan<br />

peraturan perundang-undangan yang berlaku.” 2<br />

Namun, nyaris semua peraturan ini dilanggar di<br />

lapangan. Outsourcing, misalnya, banyak diterapkan<br />

pada pekerjaan yang merupakan core-business dari<br />

sebuah perusahaan. Ini bisa dilihat dari jenis-jenis<br />

buruh yang disalurkan oleh berbagai perusahaan<br />

penyalur ini.<br />

PT FBP, misalnya, menyediakan buruh setingkat<br />

operator yang bekerja di bidang produksi. Lalu, PT TKI<br />

menyalurkan buruh kontrak untuk operator telepon,<br />

operator komputer, kasir, dan sebagainya. PT QSM<br />

menyediakan buruh untuk programmer, call center,<br />

dan sebagainya. Di antara buruh yang disalurkan oleh<br />

perusahaan-perusahaan tersebut, memang ada yang<br />

disalurkan untuk memiliki hubungan kerja langsung<br />

dengan perusahaan pengguna tenaga kerja. Tetapi,<br />

ini biasanya hanya berlaku untuk buruh setingkat<br />

manajer dan jumlahnya hanya satu dua orang. Untuk<br />

sisanya, yang disalurkan secara masif, biasanya<br />

memiliki status sebagai buruh outsourcing. 3<br />

Hal serupa terjadi juga pada aturan mengenai<br />

perpanjangan kerja kontrak. Riset Indrasari<br />

Tjandraningsih, Rina Herawati dan Suhadmadi yang<br />

melakukan survei terhadap 600 responden buruh<br />

di sektor metal di tiga provinsi dan tujuh kota, yakni<br />

Provinsi Kepulauan Riau (Kota Batam), Jawa Barat<br />

(Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang), serta<br />

Jawa Timur (Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo,<br />

Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto)<br />

menemukan fakta mencengangkan. Banyak buruh<br />

yang disurvei ternyata mengalami kontrak lebih dari<br />

empat kali.<br />

18 ASASI EDISI SEPTEMBER-OKTOBER MEI-JUNI 2012 2012

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!