05.05.2015 Views

Hidrogeologi Kawasan Gunungapi dan Karst di Indonesia

Hidrogeologi Kawasan Gunungapi dan Karst di Indonesia

Hidrogeologi Kawasan Gunungapi dan Karst di Indonesia

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

Pidato Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung<br />

Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

<strong>Hidrogeologi</strong> <strong>Kawasan</strong> <strong>Gunungapi</strong><br />

<strong>dan</strong> <strong>Karst</strong> <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

22 Desember 2006<br />

Balai Pertemuan Ilmiah ITB<br />

© Hak cipta ada pada penulis


KATA PENGANTAR<br />

Puji Syukur ke Ha<strong>di</strong>rat Allah SWT yang telah memberi amanah<br />

kepada penulis sebagai Guru Besar Institut Teknologi Bandung<br />

dalam bi<strong>dan</strong>g ilmu hidrogeologi.<br />

Suatu kehormatan bagi penulis untuk dapat menyampaikan<br />

Pidato Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung, sesuai<br />

dengan fokus bi<strong>dan</strong>g kajian penulis dengan judul:<br />

<strong>Hidrogeologi</strong> <strong>Kawasan</strong> <strong>Gunungapi</strong> <strong>dan</strong> <strong>Karst</strong> <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

Buku pidato ilmiah ini berisi tiga bagian. Bagian pertama, berisi<br />

uraian singkat mengenai <strong>Hidrogeologi</strong> <strong>Kawasan</strong> <strong>Gunungapi</strong> <strong>dan</strong><br />

<strong>Karst</strong> <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong> yang <strong>di</strong>lengkapi contoh hasil penelitian yang<br />

telah <strong>di</strong>lakukan; para<strong>di</strong>gma baru pengelolaan airtanah; <strong>dan</strong><br />

rencana kegiatan riset ke depan. Bagian kedua, berisi Rekaman<br />

Karya Ilmiah; <strong>dan</strong> bagian ketiga, berisi biodata.<br />

Semoga acara <strong>dan</strong> substansi keilmuan yang <strong>di</strong>uraikan secara<br />

singkat ini dapat berkontribusi dalam upaya ITB untuk<br />

meningkatkan mutu secara berkelanjutan <strong>dan</strong> juga bermanfaat<br />

bagi komunitas ilmuwan bi<strong>dan</strong>g hidrogeologi <strong>dan</strong> geologi, serta<br />

mahasiswa <strong>dan</strong> masyarakat luas yang membutuhkannya.<br />

Bandung, 22 Desember 2006<br />

Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


DAFTAR ISI<br />

Kata Pengantar<br />

1. Pendahuluan ...............................................................................1<br />

2. Sekilas tentang <strong>Hidrogeologi</strong> <strong>Kawasan</strong> <strong>Gunungapi</strong> .............7<br />

3. Sekilas tentang <strong>Hidrogeologi</strong> <strong>Kawasan</strong> <strong>Karst</strong>........................19<br />

4. Pengelolaan Airtanah berbasis Akifer.....................................28<br />

5. Rencana Pengembangan Riset Bi<strong>dan</strong>g <strong>Hidrogeologi</strong>............36<br />

6. Ucapan Terimakasih ..................................................................40<br />

7. Daftar Pustaka.............................................................................44<br />

Rekaman Karya Ilmiah ..................................................................48<br />

Biodata Singkat ...............................................................................57<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


1. PENDAHULUAN<br />

Pemahaman mengenai sistem tata air <strong>di</strong> alam meliputi tiga sistem<br />

hidrologi, yaitu: air <strong>di</strong> atmosfer, air <strong>di</strong> permukaan bumi, <strong>dan</strong> air <strong>di</strong><br />

bawah permukaan bumi. Khususnya air <strong>di</strong> bawah permukaan<br />

bumi berada pada akifer yang membentuk suatu sistem akifer –<br />

akiklud yang <strong>di</strong>sebut cekungan hidrogeologi atau cekungan<br />

airtanah (Gambar 1.1). Cekungan hidrogeologi tidak selalu<br />

berbentuk cekung tetapi dapat berupa lapisan akifer yang<br />

mendatar, miring, terlipat <strong>dan</strong> atau terpatahkan.<br />

Gambar 1.1 Tiga Sistem Hidrologi (Castany, G., 1982)<br />

Akifer adalah lapisan batuan / tanah yang mampu menyimpan<br />

<strong>dan</strong> mengalirkan air. Se<strong>dan</strong>gkan akiklud adalah lapisan batuan /<br />

tanah yang kedap air.<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

1 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


International Association of Hydrogeologist (IAH) pada situsnya<br />

www.iah.org, mendefinisikan hidrogeologi sebagai cabang ilmu<br />

geologi yang mempelajari interaksi airtanah dalam sistem<br />

geologi. Interaksi tersebut dapat berupa interaksi mekanis, kimia,<br />

<strong>dan</strong> termal antara air dengan padatan berbentuk akifer serta<br />

transportasi energi <strong>dan</strong> unsur kimia dalam aliran air (Domenico<br />

<strong>dan</strong> Schwartz, 1990). Menurut definisi tersebut, observasi dalam<br />

hidrogeologi <strong>di</strong>lakukan terhadap dua bagian yaitu aspek padatan<br />

(sifat fisik <strong>dan</strong> hidrolik batuan penyusun akifer) <strong>dan</strong> aspek fluida<br />

(aliran air dalam akifer).<br />

Di <strong>Indonesia</strong>, potensi airtanah tersebar pada 224 cekungan<br />

airtanah (groundwater basin), sebagaimana <strong>di</strong>sajikan pada Gambar<br />

1.2 (A), dengan potensi ca<strong>dan</strong>gan sebesar 4,7 milyar m 3 /tahun<br />

(Soetrisno, 1993). Air hujan menja<strong>di</strong> faktor penting sebagai<br />

imbuhan airtanah. Karakteristik <strong>Indonesia</strong> yang beriklim tropis<br />

memiliki keadaan musim hujan <strong>dan</strong> musim kemarau yang telah<br />

<strong>di</strong>teliti oleh Oldeman <strong>dan</strong> Frere (1982) sebagaimana pada Gambar<br />

1.2 (B) <strong>dan</strong> 1.2(C). Suatu cekungan airtanah <strong>di</strong>cirikan oleh kon<strong>di</strong>si<br />

geologi <strong>dan</strong> hidrologi tertentu, membentuk berbagai tipologi<br />

sistem akifer berikut ini (Gambar 1.3.1 – 1.3.6): (1) sistem akifer<br />

endapan gunungapi; (2) sistem akifer batugamping karst; (3)<br />

sistem akifer batuan se<strong>di</strong>men terlipat; (4) sistem akifer endapan<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

2<br />

Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


aluvial sungai; (5) sistem akifer endapan pantai; (6) sistem akifer<br />

batuan kristalin. Suatu sistem akifer dapat mempunyai bentuk<br />

tubuh air berupa matair yang keha<strong>di</strong>rannya <strong>di</strong>kendalikan oleh<br />

topografi, jenis litologi, struktur perlapisan, <strong>dan</strong> struktur patahan<br />

sebagaimana klasifikasi penamaan mataair oleh Fetter (1994)<br />

(Gambar 1.3.7); <strong>dan</strong> dapat pula airtanah berada pada akifer bebas<br />

atau akifer tertekan.<br />

Dari enam sistem akifer <strong>di</strong> alam, penulis memilih dua sistem<br />

akifer yang menja<strong>di</strong> fokus pendalaman keilmuan yaitu sistem<br />

akifer endapan gunungapi <strong>dan</strong> sistem akifer karst sebagaimana<br />

<strong>di</strong>sajikan pada Gambar 1.4. Penelitian hidrogeologi pada kedua<br />

sistem ini tergolong langka <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />

Hal yang menarik dari segi potensi airnya, mataair pada sistem<br />

gunungapi memiliki variasi debit mulai beberapa liter hingga<br />

puluhan bahkan ratusan liter per detik. Sementara itu, debit<br />

mataair pada sistem karst umumnya memiliki orde beberapa liter<br />

bahkan lebih kecil. Namun bila berhasil <strong>di</strong>temukan sungai bawah<br />

tanah, debitnya dapat mencapai 900 liter per detik seperti <strong>di</strong> Kali<br />

Bribin, Gunung Kidul, D.I Yogyakarta. Suatu kawasan karst yang<br />

<strong>di</strong>kenal selalu kesulitan air <strong>di</strong> musim kemarau.<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

3<br />

Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


(B)<br />

(A)<br />

(C)<br />

Gambar 1.2 Peta sebaran cekungan airtanah sebanyak 224 cekungan <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong> (Soetrisno, 1993) (A) <strong>dan</strong> kon<strong>di</strong>si<br />

musim hujan <strong>di</strong> bulan Januari (B) <strong>dan</strong> musim kemarau <strong>di</strong> bulan Juli (C) (Oldeman <strong>dan</strong> Fiere, 1982).<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

4 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


1<br />

2<br />

<strong>Kawasan</strong> Imbuhan<br />

Airtanah akifer 2<br />

<strong>Kawasan</strong> Pengambilan<br />

Airtanah<br />

3<br />

4<br />

(+)<br />

φ (-)<br />

5 6<br />

7<br />

Gambar 1.3 Model ideal tipologi sistem akifer <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong> (Deny<br />

Juanda P., 1993). (1) sistem akifer endapan gunungapi; (2)<br />

sistem akifer batugamping karst; (3) sistem akifer batuan<br />

se<strong>di</strong>men terlipat; (4) sistem akifer endapan aluvial sungai; (5)<br />

sistem akifer endapan pantai; (6) sistem akifer batuan kristalin;<br />

(7) Beberapa tipe mataair (Fetter, 1994) yang <strong>di</strong>dasarkan pada<br />

kontrol geologi (baik struktur maupun litologi) <strong>dan</strong> topografi.<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

5 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


Gambar 1.4 Sebaran hidrogeologi endapan gunungapi (segitiga) <strong>dan</strong> karst (spot). Sistem akifer endapan gunungapi<br />

yang pernah <strong>di</strong>teliti penulis, antara lain: G. Tangkuban Perahu, G. Manglayang, G. Salak, G. Gede‐Pangrango,<br />

G. Galunggung, G. Ciremai, <strong>dan</strong> G. Merapi; se<strong>dan</strong>gkan untuk kawasan karst antara lain: Padalarang‐Bandung<br />

<strong>dan</strong> Buniayu‐Sukabumi Jawa barat, Gunung Kidul Jawa Tengah, serta Talisayau‐Berau Kalimantan Timur.<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

6 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


2. SEKILAS TENTANG HIDROGEOLOGI KAWASAN<br />

GUNUNGAPI<br />

Salah satu kenampakan morfologi gunungapi strato <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

adalah Gunung Ciremai yang <strong>di</strong>kenal sebagai kawasan subur <strong>dan</strong><br />

kaya akan sumber mataair (Gambar 2.1). Gunung tersebut bagian<br />

dari 128 gunungapi aktif (atau 13‐17% dari jumlah seluruh<br />

gunungapi yang ada <strong>di</strong> dunia) bertipe strato (Gambar 2.2) Jumlah<br />

gunungapi tersebut menghasilkan endapan gunungapi yang<br />

melampar pada daerah seluas 33.000 km 2 atau 1/6 luas daratan<br />

<strong>Indonesia</strong> (Deptamben, 1979).<br />

Gambar 2.1 Foto morfologi G. Ciremai dari arah timur yang<br />

menunjukkan bagian puncak, tubuh, <strong>dan</strong> kaki.<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

7 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


Gambar 2.2 Sebaran hidrogeologi endapan gunungapi (Direktorat Vulkanologi <strong>dan</strong> Mitigasi Bencana Geologi,<br />

2004). Sistem akifer endapan gunungapi yang pernah <strong>di</strong>teliti penulis: G. Tangkuban Perahu, G.<br />

Manglayang, G. Salak, G. Gede‐Pangrango, G. Galunggung, G. Ciremai, <strong>dan</strong> G. Merapi.<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

8 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


2.1 Sistem Akifer<br />

Tipologi sistem akifer endapan gunungapi ter<strong>di</strong>ri dari endapanendapan<br />

piroklastika yang umumnya berupa pelapukan yang<br />

tebalnya lebih dari 1 meter, sangat berpori, <strong>dan</strong> tidak kompak<br />

berselang‐seling dengan lapisan‐lapisan aliran lava yang<br />

umumnya kedap air. Susunan perlapisan endapan gunungapi<br />

tersebut menyebabkan terakumulasinya airtanah yang cukup<br />

besar pada daerah kaki gunungapi <strong>di</strong>tandai dengan munculnya<br />

banyak mata air dengan debit cukup besar akifer yang ter<strong>di</strong>ri dari<br />

Umumnya mata air banyak muncul pada morfologi bagian tubuh,<br />

baik <strong>di</strong>kontrol oleh a<strong>dan</strong>ya kontak atara lapisan yang berbeda<br />

tingkat kelulusannya, ataupun oleh a<strong>dan</strong>ya tekuk <strong>dan</strong><br />

pemotongan lereng (Gambar 2.3).<br />

Gambar 2.3 Tipologi sistem akifer endapan gunungapi (<strong>di</strong>terjemahkan<br />

dari Mandel <strong>dan</strong> Shiftan, 1981).<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

9 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


Penelitian hidrogeologi yang telah <strong>di</strong>lakukan pada zona mataair<br />

<strong>di</strong> lereng timur G. Ciremai (wilayah Kecamatan Cilimus –<br />

Jalaksana, Jawa Barat) berhasil mengidentifikasi tiga jenis batuan<br />

penyusun akifer yang dominan pada sistem akifer endapan<br />

gunungapi Ciremai, yaitu: akifer breksi piroklastik, lava, <strong>dan</strong><br />

breksi lahar, baik batuan segarnya maupun tanah pelapukannya<br />

(Gambar 2.4). Ketiga jenis akifer tersebut bersifat tak tertekan <strong>dan</strong><br />

homogen dengan lapisan impermeabel berupa batuan gunungapi<br />

tua <strong>di</strong> bagian bawahnya.<br />

Setiap jenis akifer mempunyai potensi kemunculan mataair yang<br />

bervariasi dengan ringkasan karakter sebagaimana <strong>di</strong>sajikan pada<br />

Tabel 2.1. Mataair pada akifer breksi piroklastik sebanyak 4 buah<br />

mataair dengan debit bervariasi dari 0,1 sampai 10 l/det dengan<br />

total debit 18,2 l/det. Pada akifer lava <strong>di</strong>jumpai 1 buah mataair<br />

dengan debit 80 l/det, se<strong>dan</strong>gkan pada akifer breksi lahar<br />

<strong>di</strong>jumpai kemunculan mataair paling tinggi, yaitu 18 buah mataair<br />

dengan total debit sebesar 1062 l/det. Akifer breksi lahar bersifat<br />

sangat produktif. Banyaknya keha<strong>di</strong>ran mataair pada seluruh<br />

akifer <strong>di</strong>tunjang dengan nilai permeabilitas (k) rata‐rata tanah<br />

pelapukan yang cukup tinggi, yaitu 1,5 cm/menit. Material<br />

dengan nilai permeabilitas tersebut tergolong ke dalam jenis akifer<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

10 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


yang baik <strong>dan</strong> dapat berfungsi sebagai me<strong>di</strong>a resapan airtanah<br />

(Deny Juanda P., dkk, 2003).<br />

Hasil penelitian lainnya <strong>di</strong> lereng selatan Gunung Merapi<br />

membuktikan bahwa aktivitas <strong>Gunungapi</strong> Merapi terhadap<br />

dataran‐kaki gunungapi telah membentuk sistem akifer yang<br />

sangat signifikan, berbentuk kantong‐kantong (paleo channel) (Sri<br />

Mulyaningsih, 2006). Sistem akifer endapan gunungapi tidak<br />

dapat <strong>di</strong>lepaskan dari nilai permeabilitas tanah pelapukannya<br />

yang cukup besar, yaitu pada kisaran 10 ‐4 – 10 ‐3 cm/detik, ciri<br />

akifer produktif.<br />

2.2 Sistem Aliran Airtanah<br />

Salah satu contoh kasus sistem aliran airtanah <strong>di</strong> kawasan<br />

gunungapi adalah <strong>di</strong> DAS Sungai Cikapundung. Sungai<br />

Cikapundung mengalir dari utara ke selatan melewati berbagai<br />

batuan penyusun akifer endapan gunungapi Formasi Cibeureum,<br />

Formasi Cikapundung, <strong>dan</strong> Formasi Kosambi. Ketiga formasi<br />

batuan tersebut<br />

mengendalikan terja<strong>di</strong>nya tiga jenis interaksi<br />

aliran air antara air yang mengalir <strong>di</strong> sungai dengan airtanah yang<br />

mengalir dalam akifer.Akifer tersebut menghampar pada dasar<br />

sungai <strong>dan</strong> pada <strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng kiri‐kanan bantaran sungai. Fenomena<br />

interaksi tersebut telah <strong>di</strong>teliti dengan bantuan metoda analisis<br />

aliran (flow net analysis). Hasil stu<strong>di</strong> tersebut sangat menarik <strong>dan</strong><br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

11 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


erhasil mengkategorikan interaksi hidro<strong>di</strong>namika air sungai<br />

dengan airtanah dalam akifer (lihat Gambar 2.5 A) ke dalam tiga<br />

tipe (Deny Juanda P., R. Fajar Lubis, 2002) sebagai berikut: (1)<br />

Tipe Aliran Cikapundung I, dengan karakter aliran air terisolasi,<br />

<strong>di</strong>jumpai pada segmen Maribaya sampai Curug Dago; (2) Tipe<br />

Aliran Cikapundung II, mempunyai karakter terja<strong>di</strong>nya aliran<br />

airtanah secara konvergen dari akifer menuju sungai, <strong>di</strong>jumpai<br />

mulai Curug Dago hingga kawasan Viaduct. Pada segmen ini<br />

terja<strong>di</strong> fenomena <strong>di</strong>scharge/pengurasan airtanah. Pengurasan<br />

akifer tersebut<br />

terja<strong>di</strong> melalui akifer yang tersingkap pada<br />

<strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng kiri <strong>dan</strong> kanan bantaran sungai, sepanjang tahun dengan<br />

gra<strong>di</strong>en hidrolik aliran airtanah sebesar 27% (<strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng kanan) <strong>dan</strong><br />

8% (<strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng kiri); (3) Tipe Aliran Cikapundung III, mempunyai<br />

karakter aliran air dari sungai, secara <strong>di</strong>vergen, menuju akifer,<br />

terletak mulai dari kawasan Viaduct ke arah hilir aliran sungai<br />

(selatan) hingga bermuara ke Sungai Citarum. Fenomena ini<br />

memberi imbuhan (recharge) alamiah yang permanen ke dalam<br />

akifer (khususnya akifer bebas). Gra<strong>di</strong>en hidrolik aliran airtanah<br />

yang terukur pada zona ini sebesar 2,5% (<strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng kanan) <strong>dan</strong> 4%<br />

(<strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng kiri). Segmen ini sangat rentan terhadap terja<strong>di</strong>nya<br />

pencemaran airtanah oleh polutan yang berasal dari air sungai.<br />

Dengan demikian, kualitas air <strong>di</strong> sepanjang aliran sungai<br />

Cikapundung harus tetap terjaga kebersihannya.<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

12 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


Stu<strong>di</strong> lain sebagaimana pada Gambar 2.5 (B) adalah relasi<br />

hidro<strong>di</strong>namika airtanah <strong>dan</strong> air Sungai Ciliwung (B). Sungai<br />

Ciliwung terbagi menja<strong>di</strong> tiga zona, yaitu Zona Aliran Efluen<br />

(Bogor – Depok), Zona Aliran Campuran (Depok – Jakarta), <strong>dan</strong><br />

Zona Aliran Inluen (Jakarta – laut) (Deny Juanda P. <strong>dan</strong> R. Fajar<br />

Lubis, 2003). Contoh hasil penelitian lainnya berkaitan dengan<br />

<strong>di</strong>stribusi mataair pada sistem akifer gunungapi <strong>di</strong>sajikan pada<br />

Gambar 2.6(A) <strong>dan</strong> 2.6(B). Kemu<strong>di</strong>an pada Gambar 2.7<br />

merupakan contoh aplikasi isotop stabil dalam air yang telah<br />

berhasil membuktikan bahwa asal mula air yang keluar pada<br />

kompleks mataair (<strong>di</strong> sebelah utara <strong>dan</strong>au) berasal dari air Danau<br />

Aneuk Laot, Sabang DI Aceh.<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

13 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


Mata Air<br />

(<strong>di</strong>kenal bernama<br />

Ketinggian<br />

(m dpal)<br />

Debit Total<br />

(1/detik)<br />

Cibulan 480 400 – 500<br />

Cibulakan 500 250 – 370<br />

Cigorowong 472 250 – 300<br />

Cibolerang 375 160 – 190<br />

Cipanis 475 >1.000<br />

Cijumpu 395 130 – 220<br />

Cisemaya 347 500 – 800<br />

Cibujangga 445 170<br />

Cicerem 350 140 – 290<br />

Citengah 354 130 – 170<br />

Telaga Remis 210 125 – 300<br />

Telaga Nlem 190 160 – 400<br />

Bojong 191 80 - 200<br />

Gambar 2.4. Diagram Blok Kon<strong>di</strong>si Geologi <strong>di</strong> Lereng Timur Gunung Ciremai (Deny Juanda P. dkk, 2003).<br />

Endapan lahar merupakan akifer yang paling produktif, <strong>di</strong>cirikan oleh banyaknya pemunculan<br />

mataair pada akifer tersebut. Ilustrasi debit mataair pada akifer dapat <strong>di</strong>lihat pada tabel.<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

14 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


Tabel 2.1 Ringkasan kon<strong>di</strong>si hidrogeologi (Deny Juanda P. dkk 2003).<br />

.<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

15 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


700<br />

TIPE CIKAPUNDUNG III<br />

Tipe Cikapundung III<br />

ALIRAN INFLUEN<br />

Aliran (Sungai Influen<br />

Mengisi Akifer)<br />

Jenis batuan:<br />

Perselingan Pasir Lempung<br />

Formasi Kosambi<br />

TIPE CIKAPUNDUNG II<br />

Tipe Cikapundung II<br />

ALIRAN EFLUEN<br />

Aliran (Sungai Efluen<br />

Diisi Akifer)<br />

Jenis batuan:<br />

Breksi <strong>Gunungapi</strong><br />

Formasi Cikapundung<br />

TIPE CIKAPUNDUNG I<br />

Tipe ALIRAN Cikapundung TERISOLASI<br />

I<br />

(Sungai <strong>dan</strong> Akifer<br />

Aliran Terisolasi<br />

Tidak Berhubungan)<br />

Jenis batuan:<br />

Lava Basalt<br />

Formasi Cibeureum<br />

Sungai<br />

Citarum<br />

Dayeuh Kolot<br />

700<br />

Lengkong<br />

Besar<br />

Banceuy<br />

Viaduct<br />

Cihampelas<br />

ITB<br />

Curug<br />

Dago<br />

800<br />

Tipe aliran efluen<br />

Bojong Soang<br />

KETERANGAN<br />

(A) Arah Sungai Aliran Airtanah<br />

Cikapundung<br />

650<br />

Kontur Topografi<br />

0<br />

Pusat Kota<br />

Bandung<br />

U<br />

750 m<br />

800<br />

Pakar<br />

900<br />

1000<br />

900<br />

1100<br />

1000<br />

1100<br />

1200<br />

1200<br />

Maribaya<br />

T<br />

B<br />

Mat Soil<br />

Breksi<br />

Mat<br />

Breksi <strong>Gunungapi</strong> sisipan tuf<br />

Tipe aliran terisolasi<br />

Tipe Ciliwung III<br />

III<br />

Aliran Aliran Influen<br />

Tipe Tipe Ciliwung II<br />

II<br />

Aliran Campuran<br />

Tipe Ciliwung I<br />

I<br />

Aliran Efluen<br />

Bogor<br />

B<br />

Soil<br />

Breksi gunungapi<br />

T<br />

Soil<br />

Mat.<br />

Breksi gunungapi<br />

Tipe aliran influen<br />

Jakarta<br />

(B) Sungai Ciliwung<br />

Depok<br />

B<br />

T<br />

Soil<br />

Soil<br />

Lempung pasiran<br />

Lempung pasiran<br />

Mat.<br />

Lempung pasiran<br />

Gambar 2.5. Tipe relasi sungai <strong>dan</strong> airtanah pada aliran (A) Sungai Cikapundung (Deny Juanda P. <strong>dan</strong><br />

Fajar Lubis, 2002) <strong>dan</strong> (B) Ciliwung (Deny Juanda P. <strong>dan</strong> D. Erwin Irawan, 2006)<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

16 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


A1<br />

Kab. Sleman<br />

Kab. Klaten<br />

B<br />

A2<br />

Kab. Klaten<br />

<br />

Cijanggel 12,7th 50,86 th<br />

Jambu<strong>di</strong>pa<br />

27,24 th 50,42 th 14,9 th 15,11 th<br />

A3<br />

<br />

Cibabat<br />

Kab. Sleman<br />

Kab. Klaten<br />

43,7 th<br />

Gambar 2.6. Contoh aplikasi sifat fisik‐kimia serta isotop sebagai Teknologi Perunut. (A1) Distribusi mataair <strong>di</strong><br />

lereng G. Tangkuban Perahu – Burangrang (Marpaung, 2003); (A2) Diagram Piper ion utama untuk<br />

mengetahui asal mula airtanah; (A3) Isotop Tritium untuk menentukan elevasi daerah imbuhan<br />

mataair (Bambang S. Dan Deny Juanda P., 1998); (B) Distribusi mataair <strong>di</strong> lereng selatan G. Merapi<br />

(Nugroho, Deny Juanda P., 2003).<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

17 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


SABANG<br />

-12 -11 -10 -9 -8 -7 -6 -5 -4 -3<br />

-15<br />

Populasi Mataair<br />

PDAM<br />

-25<br />

Danau Aneuk Laot<br />

-35<br />

DAERAH<br />

PENELITIAN<br />

δD(‰ )<br />

Garis air meteorik<br />

δD = 8,02 δO18 + 14,79<br />

R 2 = 1<br />

Populasi Mataair<br />

TNI AL<br />

Garis penguapan air<br />

permukaan<br />

δD = 5,43 δO 18 - 6,23<br />

R 2 = 0,93<br />

-45<br />

-55<br />

-65<br />

-75<br />

δ -18 O(‰ )<br />

Contoh Air Danau Contoh Sumur Penduduk Contoh Mataair PDAM<br />

Contoh Mataair TNI-AL<br />

Contoh Air Hujan<br />

Gambar 2.7 Aplikasi isotop stabil dalam airtanah berupa Deuterium ( 2 H) <strong>dan</strong> Oksigen‐18 ( 18 O) untuk mendeteksi<br />

asal mula contoh mataair pada akifer sistem gunungapi <strong>di</strong> sekitar Danau Aneuk Laot P. Sabang, DI<br />

Aceh (Deny Juanda P. Dkk, 2004). Penelitian ini merupakan salah satu contoh rekaman penelitian <strong>di</strong><br />

bi<strong>dan</strong>g Teknologi Perunut (Tracer Technology).<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

18 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


3. SEKILAS TENTANG HIDROGEOLOGI KAWASAN KARST<br />

Istilah <strong>Karst</strong> berasal dari Bahasa Jerman yaitu Kras. Kras adalah<br />

suatu kawasan batugamping dengan bentuk bentang alam yang<br />

khas <strong>di</strong> Slovenia yang menyebar hingga ke Italia. <strong>Kawasan</strong><br />

tersebut kemu<strong>di</strong>an menja<strong>di</strong> lokasi tipe (type locality) bentuk<br />

bentang alam karst (Milanovic, 1981). Topografi <strong>Karst</strong> adalah<br />

bentuk bentang alam tiga <strong>di</strong>mensional yang terbentuk akibat<br />

proses pelarutan lapisan batuan dasar, khususnya batuan<br />

karbonat seperti batugamping kalsit atau dolomit. Bentang alam<br />

ini memperlihatkan bentuk permukaan yang khusus <strong>dan</strong> drainase<br />

bawah permukaan (Milanovic, 1981).<br />

Beberapa lokasi <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong> yang mempunyai kawasan karst<br />

yang berkembang antara lain: Gunung Kidul <strong>di</strong> Pulau Jawa, Pulau<br />

Madura, Pulau Bali, Maros <strong>di</strong> Pulau Sulawesi, bagian Kepala<br />

Burung Pulau Papua, serta pulau‐pulau lainnya <strong>di</strong> perairan<br />

<strong>Indonesia</strong> Bagian Timur. Gambar 3.1 memperlihatkan foto bukit<br />

karst yang berbentuk: kerucut, kubah, <strong>dan</strong> elipsoid <strong>di</strong> <strong>Kawasan</strong><br />

Karang Bolong, Jawa Tengah. Bukit‐bukit tersebut ter<strong>di</strong>stribusi<br />

secara teratur dengan kendali struktur geologi berupa patahan<br />

<strong>dan</strong> kekar yang tercermin dari garis‐garis kelurusan pada peta<br />

topografi <strong>dan</strong> foto udara (Bu<strong>di</strong> Brahmantyo <strong>dan</strong> Deny Juanda P.,<br />

2006; Bu<strong>di</strong> Brahmantyo, dkk, 1998).<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

19 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


Gambar 3.1. Foto panoramik bukit‐bukit karst <strong>di</strong> Pegunungan <strong>Karst</strong><br />

Karangbolong, Jawa Tengah (Bu<strong>di</strong> Brahmantyo <strong>dan</strong><br />

Deny Juanda P., 2006).<br />

Level elevasi topografi antara 100 – 200 m merupakan kisaran<br />

elevasi <strong>di</strong>mana dapat <strong>di</strong>temukan gua yang mengandung air<br />

(Gambar 3.2). Hal ini se<strong>di</strong>kitnya menunjukkan bahwa ketinggian<br />

<strong>di</strong> atas 100 ‐ 200 m dpl pada pegunungan karst Karangbolong<br />

dapat <strong>di</strong>anggap sebagai me<strong>di</strong>a imbuhan air tanah.<br />

Air hujan<br />

yang meresap melalui retakan <strong>di</strong> permukaan akan mengalir<br />

melalui retakan‐retakan hingga mencapai ketinggian 200 m <strong>dan</strong><br />

kemu<strong>di</strong>an terakumulasi pada level elevasi antara 100 – 200 m,<br />

untuk kemu<strong>di</strong>an secara bertingkat‐tingkat dengan kontrol kekar<br />

<strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>g perlapisan, keluar sebagai mata air karst atau<br />

resurgence pada level lebih bawah, atau ketika berakhir pada<br />

kontak dengan batuan dasar impermeabel <strong>di</strong> bawahnya (Bu<strong>di</strong><br />

Brahmantyo <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 2006).<br />

Majelis Guru Besar 20 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Gambar 3.2 Grafik antara elevasi <strong>dan</strong> debit mataair <strong>di</strong> Pegunungan<br />

<strong>Karst</strong> Karangbolong, Jawa Tengah. Aliran airtanah<br />

membentuk sungai bawah tanah yang keluar sebagai<br />

resurgence (Bu<strong>di</strong> Brahmantyo <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 2006).<br />

3.1 Sistem Akifer<br />

Batugamping yang memiliki sifat porositas <strong>dan</strong> permeabilitas<br />

yang tinggi akifer proses tektonik <strong>dan</strong> pelarutan merupakan suatu<br />

akifer produktif <strong>di</strong> kawasan karst. Model proses karstifikasi yang<br />

<strong>di</strong>kendalikan oleh rekahan, membentuk jaringan sungai bawah<br />

tanah (Gambar 3.3).<br />

Beberapa penelitian yang telah penulis lakukan bersama tim<br />

menghasilkan beberapa keluaran penelitian, yaitu a) perhitungan<br />

luas daerah aliran sungai bawah tanah Kali Bribin berbasis<br />

pendekatan hidrogeologi, dengan jelas menghasilkan batas yang<br />

tidak berimpit dengan batas Daerah Aliran Sungai (DAS) berbasis<br />

topografinya. Luas DAS berdasarkan perhitungan hidrogeologi<br />

Majelis Guru Besar 21 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


58,06 km 2 , se<strong>dan</strong>gkan luas menurut topografi adalah 129,5 km 2<br />

(Gambar 3.4). Pada daerah yang sama, pendugaan geofisika<br />

dengan metoda Bristow <strong>di</strong> Kali Bribin Gunung Kidul (Gambar 3.5)<br />

telah berhasil mendeteksi beberapa rongga yang saling<br />

berhubungan pada kedalaman 20‐30 m, sebagai bagian dari sistem<br />

jaringan sungai bawah tanah Kali Bribin dengan panjang total<br />

adalah 492 m. Gra<strong>di</strong>en sungai rata‐rata adalah 2,19% (Deny<br />

Juanda P., 1998).<br />

Gambar 3.3 Skema tipologi sistem akifer karst (Mandel <strong>dan</strong> Shiftan,<br />

1981)<br />

b) Kajian kon<strong>di</strong>si aliran airtanah <strong>dan</strong> rekonstruksi jaringan gua<br />

pada sistim karst yang telah <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong> kawasan Buniayu,<br />

Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, tepatnya <strong>di</strong> kawasan Gua<br />

Majelis Guru Besar 22 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Cipicung <strong>dan</strong> Gua Siluman, telah berhasil merekonstruksi gua<br />

<strong>dan</strong> jaringannya dengan menggunakan kombinasi metode<br />

geolistrik inversi 2D Wenner‐Schlumberger <strong>dan</strong> Mise‐a‐la‐masse<br />

sebanyak 8 bentangan (Gambar 3.6).<br />

U<br />

20 m<br />

DAS topografi<br />

Kali Bribin<br />

Gua Bribin<br />

DAS bawah permukaan<br />

Kali Bribin<br />

Gambar 3.4 Keseban<strong>di</strong>ngan DAS Bawah tanah Kali Bribin, <strong>dan</strong><br />

DAS topografinya. (Deny Juanda P., 1998).<br />

Diagram roset (rose <strong>di</strong>agram) memperlihatkan arah<br />

dominan orientasi rekahan yang berbeda‐beda.<br />

Majelis Guru Besar 23 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


3.2 Sistem Aliran Airtanah<br />

Aliran airtanah dalam sistem akifer karst mengalir pada<br />

jaringan rekahan. Namun pada beberapa observasi <strong>di</strong> kawasan<br />

<strong>Karst</strong> Gunung Kidul DI Yogyakarta <strong>dan</strong> Buniayu Sukabumi<br />

Jawa Barat, aliran airtanah memiliki ciri kombinasi, yaitu<br />

mengalir pada akifer pelapukan batugamping <strong>dan</strong> pada akifer<br />

rekahan batugamping. Beberapa contoh hasil penelitian yang<br />

telah <strong>di</strong>lakukan: a) pemanfaatan karakter kandungan kimia air<br />

untuk merekonstruksi asal mula <strong>dan</strong> pergerakan air sungai<br />

bawah tanah Kali Bribin (Gambar 3.5 C); b) Analisis hidrometri<br />

melalui observasi fluktuasi muka air sungai bawah tanah Kali<br />

Bribin menghasilkan model respon pisometri selama 30 hari<br />

setelah hujan. Hal ini mencerminkan bahwa sistem akifer Kali<br />

Bribin memiliki kombinasi dua zona sistem aliran (Gambar 3.7),<br />

yaitu: 1) Aliran lambat berhubungan dengan pelapukan <strong>dan</strong><br />

rekahan intensif. Ketebalan zona ini maksimum 30 m. Aliran<br />

vertikal <strong>dan</strong> horizontal dominan analog dengan aliran pada<br />

me<strong>di</strong>a porous; 2) Aliran cepat yaitu pada aliran saluran terbuka<br />

yang berada <strong>di</strong> bawah zona aliran lambat <strong>di</strong>mana Kali Bribin<br />

mengalir. Aliran vertikal dominan pada me<strong>di</strong>a kekar (Deny<br />

Juanda P., 1998).<br />

Majelis Guru Besar 24 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Batugamping<br />

Fm. Wonosari<br />

A B C<br />

Stalaktit<br />

Profil Gua Kali Bribin<br />

Teras sungai<br />

Pompa air<br />

Pengukur muka air sungai otomatis<br />

Hasil plot<br />

resistivitas<br />

D<br />

-<br />

HCO 3<br />

DHL<br />

SO 4 -Ca<br />

Cl-Na<br />

Mg/Ca<br />

Ca 2+ Mg 2+ Na + K + Cl - SO<br />

2-<br />

4<br />

HCO<br />

-<br />

3<br />

NO<br />

-<br />

3<br />

Rongga<br />

Hasil<br />

rekonstruksi<br />

rongga<br />

Kali Suci,<br />

kedalaman 54 m,<br />

<strong>di</strong>ameter 8 m<br />

Jatisari<br />

Beji<br />

Sulu<br />

Banyuanyar<br />

Gilap<br />

Bribin<br />

Danatirta<br />

Semuluh<br />

Gambar 3.5 Contoh aplikasi metoda geofisika <strong>dan</strong> kimia air pada sistem akifer karst. Uji coba metoda<br />

deteksi rongga gua dengan geofisika konfigurasi Bristow <strong>dan</strong> validasinya dengan metoda<br />

langkah – kompas (A) <strong>di</strong> Kali Suci Gunung Kidul. Metoda tersebut <strong>di</strong>gunakan untuk<br />

mendeteksi rongga Gua Bribin (B); (C) Karakter kimia air sungai bawah tanah Kali Bribin (Deny<br />

Juanda P. <strong>dan</strong> Djoko Santoso, 1994 <strong>dan</strong> 2005); (D) Karakter kimia air untuk berbagai jenis akifer<br />

(Faillat <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 1995).<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

25 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


A<br />

B<br />

Gambar 3.6 Pemetaan alur gua kawasan karst Buniayu Sukabumi dengan hasil pengukuran langkah <strong>dan</strong><br />

kompas serta pengukuran geolistrik dengan metode inversi 2D (A) Peta alur gua hasil<br />

pengukuran langkah <strong>dan</strong> kompas serta lintasan pengukuran geolistrik, (B) Hasil pengukuran<br />

<strong>dan</strong> interpretasi data resistivitas dengan berbagai <strong>di</strong>mensi rongga (Deny Juanda P. dkk, 2006).<br />

Majelis Guru Besar 26 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


H<br />

(A1). Model Aliran<br />

pada Kanal Terbuka<br />

Waktu<br />

100<br />

H<br />

(A2) Model Aliran karst Kali Bribin<br />

50<br />

Okt<br />

Des Feb Apr Jun Agt<br />

Nop<br />

Jan Mar Mei Jul Sep<br />

Zona I<br />

Aliran lambat<br />

(infiltrasi lambat)<br />

Akifer Fm. Wonosari<br />

Bulan<br />

Maksimum<br />

30 meter<br />

Kali<br />

Bribin<br />

Zona II<br />

Aliran cepat<br />

(Hipotermik)<br />

(B) Zonasi tata aliran airtanah <strong>di</strong><br />

akifer Fm. Wonosari<br />

Gambar 3.7 Komparasi model aliran pada kanal terbuka (A1) <strong>dan</strong><br />

karst Kali Bribin (A2). Model sistem aliran sungai bawah<br />

tanah Kali Bribin (B) yang menunjukkan akifer me<strong>di</strong>a<br />

pori berupa tanah pelapukan <strong>di</strong> bagian atas, <strong>dan</strong> akifer<br />

me<strong>di</strong>a rekahan berupa batugamping <strong>di</strong> bagian bawah<br />

(Deny Juanda P., 1998).<br />

Majelis Guru Besar<br />

Institut Teknologi Bandung<br />

27 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

22 Desember 2006


4. PENGELOLAAN AIRTANAH BERBASIS AKIFER<br />

Pengelolaan airtanah menja<strong>di</strong> penting dalam beberapa tahun<br />

terakhir ini sehubungan dengan telah terja<strong>di</strong> kesulitan dalam<br />

upaya pemenuhan kebutuhan air pada musim kemarau yang<br />

melebihi empat bulan per tahun yang <strong>di</strong>harapkan sebagai<br />

alternatif untuk pemenuhan kebutuhan air bagi kebutuhan seharihari,<br />

pertanian <strong>dan</strong> industri.<br />

Rasio kebutuhan air <strong>di</strong> setiap provinsi <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan<br />

keterse<strong>di</strong>aan air permukaan khususnya air sungai telah <strong>di</strong>teliti<br />

oleh Dirjen Pengairan (1990) dalam P3WK LP‐ITB (1994). Provinsi<br />

yang memiliki kebutuhan air melebihi keterse<strong>di</strong>aan aliran ratarata<br />

(rasio lebih dari 1) adalah Jawa Barat (1,2), Jawa Tengah (1,3),<br />

Jawa Timur (1,6), <strong>dan</strong> Bali (1,3). Keadaan ini menja<strong>di</strong> tantangan<br />

untuk pemenuhan kebutuhan air yang berasal dari airtanah.<br />

4.1 Para<strong>di</strong>gma Saat Ini Pengelolaan Airtanah<br />

Sampai saat ini pengelolaan airtanah <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong> masih<br />

menggunakan para<strong>di</strong>gma lama yang bersifat konvensional yaitu<br />

pengelolaan airtanah hanya berdasarkan pengelolaan sumur<br />

produksi (well management) tanpa memperhatikan akifer secara<br />

Majelis Guru Besar 28 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


inci. Walaupun demikian, ada in<strong>di</strong>kasi <strong>di</strong>mulainya pengelolaan<br />

airtanah berbasis cekungan tetapi masih bersifat administratif.<br />

Pendekatan konvensional well management ini memiliki banyak<br />

kelemahan yang mendasar antara lain: a)tidak mengetahui<br />

potensi nyata setiap akifer yang <strong>di</strong>eksploitasi, b)tidak dapat<br />

mengoptimumkan eksploitasi airtanah setiap akifer, c)tidak dapat<br />

melakukan pengendalian kualitas airtanah pada sumur produksi,<br />

d)tidak dapat mengendalikan perubahan lingkungan bawah<br />

permukaan misalnya pencemaran airtanah, amblesan tanah, <strong>dan</strong><br />

eksploitasi airtanah yang berlebih.<br />

4.2 Para<strong>di</strong>gma baru: Pengelolaan Airtanah Berbasis Akifer<br />

Berbasis prinsip‐prinsip perencanaan eksplorasi yang<br />

<strong>di</strong>kemukakan oleh Mandel <strong>dan</strong> Shiftan (1981), rujukan<br />

environmental management of groundwater basins oleh Shibasaki T.<br />

(1995), IAH (1997) <strong>dan</strong> <strong>di</strong>perkaya dengan pengalaman kepakaran<br />

yang penulis praktekan, maka penulis merumuskan para<strong>di</strong>gma<br />

baru pengelolaan airtanah berbasis akifer (aquifer‐based<br />

management) yaitu bahwa pengelolaan airtanah harus spesifik<br />

berbasis akifer <strong>dan</strong> pengelolaan lingkungannya. Lingkungan yang<br />

<strong>di</strong>maksud adalah kawasan imbuhan (recharge area) <strong>dan</strong> kawasan<br />

keluaran (<strong>di</strong>scharge area). Dengan demikian pengelolaan, proteksi,<br />

Majelis Guru Besar 29 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


konservasi <strong>dan</strong> pengendalian airtanah dapat <strong>di</strong>lakukan secara<br />

sistemik, spesifik pada sistem akifer tertentu, terukur serta sesuai<br />

fungsi kebutuhan <strong>dan</strong> waktu dengan prinsip nir aliran permukaan<br />

buatan atau mempertahankan besaran infiltrasi / imbuhan alami<br />

(Gambar 4.1).<br />

P Etp1<br />

KONDISI<br />

Etp2<br />

P<br />

Etp Etp<br />

ALAMI<br />

P<br />

Ev1<br />

Ev<br />

DRO1<br />

DRO2<br />

Ev<br />

DRO<br />

DRO<br />

I1<br />

BF1<br />

Zona jenuh<br />

BF2<br />

I2<br />

At<br />

I<br />

LAPISAN AKIFER<br />

(k ≥ 10 -6 cm/detik)<br />

LAPISAN IMPERMEABEL (k ≤ 10 -5 cm/detik)<br />

Zona jenuh<br />

P Etp1<br />

DRO2<br />

BF2<br />

KONDISI<br />

TERUBAH<br />

I2<br />

At<br />

Etp2 Etp Etp<br />

P<br />

I<br />

Ev<br />

DRO<br />

LAPISAN AKIFER<br />

(k ≥ 10 -6 cm/detik)<br />

LAPISAN IMPERMEABEL (k ≤ 10 -5 cm/detik)<br />

DRO<br />

P<br />

Ev<br />

ILUSTRASI: DEI ‘02<br />

Perubahan: Ev1 < Ev2, Etp1 < Etp2,<br />

DRO1 < DRO2, BF1 < BF2, I1 < I2<br />

UPAYA MEMPERTAHANKAN KONDISI SIKLUS HIDROLOGI<br />

MEMERLUKAN TEKNOLOGI BANGUNAN RESAPAN AIR<br />

Gambar 4.1. Perubahan tata air akibat perubahan tata guna lahan.<br />

Perlu mempertahankan besaran imbuhan alami (nir<br />

aliran permukaan buatan)<br />

Selanjutnya, Implementasi para<strong>di</strong>gma baru memerlukan<br />

kepatuhan terhadap urutan lima tahap kegiatan yang harus<br />

<strong>di</strong>laksanakan secara berkesinambungan, yaitu: (1) Tahap<br />

Eksplorasi meliputi kegiatan identifikasi akifer untuk mengetahui<br />

jenis <strong>dan</strong> sistem akifer beserta parameter hidrolik akifer, potensi<br />

Majelis Guru Besar 30 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


<strong>dan</strong> sifat tata aliran airtanah; (2) Tahap Investigasi meliputi<br />

kegiatan evaluasi potensi nyata airtanah yang dapat <strong>di</strong>ekploitasi<br />

dari setiap akifer dalam suatu sistim cekungan hidrogeologi,<br />

kerentanan terhadap polusi, <strong>di</strong>sain <strong>dan</strong> material konstruksi sumur<br />

bor/bangunan air yang <strong>di</strong>butuhkan, debit rekomendasi yang<br />

<strong>di</strong>ijinkan <strong>dan</strong> kendalanya, siklus periode pengambilan airtanah<br />

setiap hari, jenis pompa <strong>dan</strong> sistim pengendalian yang <strong>di</strong>perlukan,<br />

atau jenis penurapan air bila berupa mata air, serta mampu<br />

mengkaji tata aliran air pada suatu akifer, seperti <strong>di</strong>jelaskan pada<br />

Gambar 4.2.<br />

Gambar 4.2. Identifikasi tata aliran air pada suatu akifer (Mandel<br />

<strong>dan</strong> Shiftan, 1981)<br />

Majelis Guru Besar 31 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


(3) Tahap Konservasi Upaya konservasi memiliki tujuan untuk<br />

mempertahankan besaran <strong>dan</strong> kualitas imbuhan ke setiap akifer<br />

yang <strong>di</strong>ambil airnya melalui rekayasa teknis atau kombinasi<br />

dengan rekayasa vegetatif. Pada tahapan ini fokus perhatian<br />

kepada kawasan imbuhan (recharge area) airtanah <strong>dan</strong><br />

pengendalian bagi kawasan pengambilan (<strong>di</strong>scharge area) sesuai<br />

sifat imbuhan tata airnya. Dengan demikian meresapkan air harus<br />

kedalam akifer yang <strong>di</strong>tuju. Metoda simulasi aliran airtanah<br />

sangat membantu pada tahap ini.<br />

(4) Tahap Optimasi meliputi kegiatan evaluasi besaran debit<br />

eksploitasi yang <strong>di</strong>rekomendasikan <strong>dan</strong> dampak terhadap sumur<br />

bor yang ada <strong>di</strong>sekitarnya baik terhadap sumur eksploitasi yang<br />

telah ada maupun sumur eksploitasi yang <strong>di</strong>perkirakan akan ada<br />

<strong>di</strong> masa mendatang. (5) Tahap Eksploitasi meliputi kegiatan<br />

eksploitasi airtanah dengan menggunakan teknologi yang tepat,<br />

sesuai rencana kebutuhan, <strong>dan</strong> <strong>di</strong>stribusi airtanah mengacu<br />

kepada hasil tahap investigasi, tahap perancangan konservasi <strong>dan</strong><br />

tahap optimasi. Keutuhan lima tahapan berikut urutannya<br />

sebagaimana <strong>di</strong>sajikan <strong>di</strong> atas belum pernah <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong><br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

Majelis Guru Besar 32 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Oleh karenanya, eksploitasi airtanah <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong> banyak<br />

mengun<strong>dan</strong>g permasalahan <strong>dan</strong> bahkan menja<strong>di</strong> polemik<br />

bertahun‐tahun yang tidak kunjung selesai seperti kasus “status<br />

quo <strong>Kawasan</strong> Bandung Utara (KBU)”,demikian juga kasus “status<br />

quo <strong>Kawasan</strong> Bogor Puncak Cianjur (Bopuncur)”, yang keduanya<br />

berupa sistem hidrogeologi gunungapi. Berdasarkan para<strong>di</strong>gma<br />

baru tersebut maka alur penelitian hidrogeologi <strong>di</strong>sajikan pada<br />

Gambar 4.3.<br />

Gambar 4.4 merupakan contoh selanjutnya mengenai visualisasi<br />

pengelolaan airtanah berbasis akifer yang batas‐batasnya tidak<br />

ada hubungannya dengan batas administrasi, melainkan sangat<br />

<strong>di</strong>kendalikan oleh kon<strong>di</strong>si <strong>dan</strong> penyebaran litologi/tanah,<br />

geometri <strong>dan</strong> sifat akifer, serta struktur geologi.<br />

Untuk pengendalian eksploitasi airtanah pada sumur produksi,<br />

telah <strong>di</strong>mulai pengembangan sistem Hydro‐GIS (Hydrogeology‐<br />

Geographic indormation System) yang bertujuan untuk:<br />

memantau muka airtanah secara real time dengan bantuan<br />

teknologi seluler GSM (Global Satelite Mobile Communication)<br />

sebagaimana hasilnya <strong>di</strong>perlihatkan pada Gambar 4.5. Sistem ini<br />

telah <strong>di</strong>instalasi <strong>di</strong> Kab. Tangerang <strong>dan</strong> Kota Semarang.<br />

Majelis Guru Besar 33 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


TAHAP EKSPORASI<br />

•KAJIAN POTENSI AIR<br />

•RANCANGAN EKSPLOITASI<br />

•ANALISIS DEBIT EKSPLOITASI<br />

TAHAP INVESTIGASI<br />

Gambar 4.3 Alur penelitian hidrogeologi pada tahap eksplorasi<br />

<strong>dan</strong> investigasi.<br />

Majelis Guru Besar 34 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Misal: Daerah<br />

Administrasi 1<br />

Akifer 1<br />

Lap. Impermeabel Akifer 1<br />

Misal: Daerah Administrasi 2<br />

Misal: Daerah Administrasi 3<br />

Laut<br />

Akifer 4<br />

Akifer 3<br />

Lap. Impermeabel<br />

Akifer 3<br />

Akifer 3<br />

Akifer 2<br />

Lap. Impermeabel<br />

Akifer 2<br />

•Batas cekungan airtanah tidak berhubungan dengan batas administratif<br />

•Akifer 1 mempunyai sistem imbuhan lokal<br />

•Akifer 2 mempunyai sistem imbuhan menengah<br />

•Akifer 3 mempunyai sistem imbuhan regional<br />

•Cekungan air permukaan untuk air sungai <strong>dan</strong><br />

air <strong>dan</strong>au<br />

•Cekungan bawah permukaan untuk airtanah<br />

Gambar 4.4 Suatu sketsa sistem hidrogeologi. Batas cekungan airtanah<br />

yang tidak berhubungan dengan batas administrasi, serta<br />

mempunyai sistem imbuhan (recharge) <strong>dan</strong> keluaran<br />

(<strong>di</strong>scharge).<br />

Network Jaringan of 11 sumur observation<br />

pantau<br />

wells (11 with buah)<br />

GWLR<br />

U<br />

3 0 3 6<br />

Executiv<br />

Pengguna<br />

PARA<br />

USER<br />

Khusus<br />

EKSEKUTIF<br />

e user<br />

MELALUI via<br />

Via<br />

SMS<br />

SMS<br />

Hy-GIS PUSAT<br />

Dinas LH<br />

DATA<br />

DATA<br />

CENTER<br />

MELALUI<br />

via<br />

Via<br />

INTERNET<br />

internet<br />

Internet<br />

Pengguna<br />

PARA<br />

Common<br />

USER<br />

umum<br />

user<br />

UMUM<br />

Laptop<br />

B. Data Transmission<br />

Workstation<br />

A. Telemetry System<br />

A<br />

Sumur<br />

GWLR<br />

pantau 1<br />

#1<br />

Sumur<br />

pantau GWLR<br />

2<br />

#2<br />

Sumur<br />

GWLR<br />

pantau 3<br />

#3<br />

B<br />

highest Muka airtanah<br />

water level<br />

tertinggi<br />

recommended<br />

Muka airtanah yg<br />

water <strong>di</strong>rekomendasikan<br />

level<br />

Muka airtanah<br />

lowest terendah<br />

water level<br />

Gambar 4.5 (A) Sistem pemantauan <strong>dan</strong> pengendalian airtanah<br />

Hydro‐GIS (B) hasil pengukuran fluktuasi muka<br />

airtanah secara real time (Deny Juanda P., dkk 2004).<br />

Majelis Guru Besar 35 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


5. RENCANA PENGEMBANGAN RISET BIDANG<br />

HIDROGEOLOGI<br />

5.1.Tren Riset <strong>Hidrogeologi</strong> <strong>di</strong> Dunia<br />

International Association of hydrogeologist dalam Hydrogeology<br />

Journal e<strong>di</strong>si Maret 2005, volume 13 nomor 1 oleh Voss,<br />

mempublikasikan secara khusus mengenai masa depan riset<br />

bi<strong>dan</strong>g hidrogeologi <strong>di</strong> dunia. Berbagai riset masa depan bi<strong>dan</strong>g<br />

hidrogeologi tersebut penulis lengkapi dengan tema‐tema riset<br />

hidrogeologi yang <strong>di</strong>cari melalui daftar pustaka online mengenai<br />

riset hidrogeologi pada akifer me<strong>di</strong>a porous <strong>dan</strong> me<strong>di</strong>a rekahan<br />

yang juga <strong>di</strong>lengkapi dengan perkembangan riset sebagaimana<br />

<strong>di</strong>publikasikan oleh Flores dkk (2006). Tren dunia riset<br />

hidrogeologi saat ini sangat pesat <strong>dan</strong> beragam yang<br />

<strong>di</strong>sistematikan pada Gambar 5.1.<br />

Gambar 5.1 Tren riset dunia <strong>di</strong>bi<strong>dan</strong>g hidrogeologi: dulu, saat ini<br />

<strong>dan</strong> <strong>di</strong>masa yang akan datang.<br />

Majelis Guru Besar 36 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Lebih rinci sub bi<strong>dan</strong>g riset hidrogeologi yang <strong>di</strong>kembangkan saat<br />

ini <strong>di</strong> dunia ada sekitar 20 tema riset, antara lain: hidrogeologi<br />

me<strong>di</strong>a rekahan <strong>dan</strong> kaitannya dengan ekosistem (hydrogeological of<br />

fractured‐rock aquifers and related ecosystems), hidrogeologi<br />

gunungapi (volcanic hydrogeology), hidrogeologi karst (karst<br />

hydrogeology), hidrogeologi kawasan pesisir (coastal hydrogeology),<br />

kontaminasi hidrogeologi (contaminant hydrogeology), hubungan<br />

hidro<strong>di</strong>namika antara hidrokarbon dengan airtanah (Hydrocarbon<br />

– groundwate hydro<strong>di</strong>namics, interface), teknologi penampungan air<br />

dalam akifer <strong>dan</strong> re‐eksploitasi (technology of aquifer storage and<br />

recovery or ASR), hidrogeologi laut (marine hydrogeology),<br />

hidrogeologi isotopik (isotope hydrogeology), hidrogeologi <strong>dan</strong><br />

perubahan iklim mikro (hydrogeology and micro climate change),<br />

hidrogeologi luar planet bumi (extraterrestrial hydrogeology),<br />

aplikasi teknologi perunutan dalam hidrogeologi (applied tracer in<br />

hydrogeology), <strong>dan</strong> akifer buatan (artificial akuifer). Sementara itu,<br />

tren dunia dalam riset hidrogeologi <strong>di</strong> masa depan bercirikan<br />

pada prinsipnya pendalaman ilmu <strong>dan</strong> teknologi <strong>di</strong>bi<strong>dan</strong>g<br />

hidrogeologi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air yang<br />

berasal dari airtanah secara langgeng.<br />

Majelis Guru Besar 37 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Salah satu contoh tren riset <strong>di</strong> dunia saat ini yang perlu mendapat<br />

perhatian <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong> khususnya <strong>di</strong> kota besar adalah Teknologi<br />

ASR (Aquifer Storage and Recovery<br />

Technology). Teknologi ini<br />

memperkenalkan suatu teknik penyimpanan air hujan <strong>dan</strong> air<br />

permukaan ke dalam akifer tertentu (selected aquifer) dengan cara<br />

injeksi melalui sumur produksi ketika air berlebih biasanya<br />

musim penghujan / banjir, <strong>dan</strong> <strong>di</strong>ambil kembali (re‐eksploitasi)<br />

dalam bentuk airtanah dari sumur yang sama ketika <strong>di</strong>perlukan<br />

biasanya musim pada kemarau (Gambar 5.2).<br />

Tahap injeksi injeksi airpermukaan<br />

permukaan<br />

Pompa<br />

Tahap pengambilan airtanah<br />

airtanah<br />

Pompa<br />

Akifer Bebas<br />

Lapisan kedap air<br />

Akifer Tertekan<br />

Air yang tersimpan<br />

Lapisan<br />

kedap air<br />

Kedap Air<br />

Buffer<br />

Lapisan<br />

Kedap Air<br />

Airtanah<br />

yang<br />

yg tersimpan<br />

Airtanah<br />

alami<br />

alami<br />

Lapisan<br />

kedap air<br />

Kedap Air<br />

Buffer<br />

Airtanah<br />

alami<br />

alami<br />

Gambar 5.2. Model teoritis aplikasi teknologi ASR (Artificial<br />

Recharge Forum, 2006)<br />

5.2 Rencana Ke Depan<br />

Mempelajari tren dunia perkembangan <strong>dan</strong> riset <strong>di</strong> bi<strong>dan</strong>g<br />

hidrogeologi, penulis hanya mendalami sebagian kecil saja. Sejak<br />

sekembalinya dari tugas belajar <strong>di</strong> Universitas Montpellier<br />

Majelis Guru Besar 38 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Perancis pada tahun 1991, penulis secara menerus <strong>dan</strong> konsisten<br />

melakukan berbagai kegiatan tridarma <strong>di</strong> bi<strong>dan</strong>g hidrogeologi.<br />

Dengan jabatan Guru Besar ITB dalam bi<strong>dan</strong>g <strong>Hidrogeologi</strong>,<br />

penulis akan terus berkarya <strong>dan</strong> memperdalam keilmuan <strong>di</strong><br />

bi<strong>dan</strong>g hidrogeologi, dengan rencana kegiatan sebagai berikut.<br />

Pertama, mengambil peran secara aktif dalam kegiatan tridarma<br />

perguruan tinggi <strong>di</strong> bi<strong>dan</strong>g hidrogeologi <strong>dan</strong> mengembangkan<br />

penelitian melalui kerjasama dengan berbagai pihak/institusi <strong>di</strong><br />

dalam <strong>dan</strong> <strong>di</strong> luar negeri.<br />

Kedua, mengambil peran dalam pengelolaan <strong>dan</strong> pengembangan<br />

keilmuan hidrogeologi <strong>di</strong>bawah naungan Kelompok Keilmuan<br />

(KK) Geologi Terapan.<br />

Ketiga, melaksanakan <strong>dan</strong> mengembangkan penelitian<br />

hidrogeologi spesifik <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong> sesuai dengan kon<strong>di</strong>si geologi<br />

<strong>dan</strong> iklimnya. Fokus penelitian yang akan terus <strong>di</strong>perdalam <strong>dan</strong><br />

<strong>di</strong>kembangkan adalah: <strong>Hidrogeologi</strong> <strong>Kawasan</strong> <strong>Gunungapi</strong> <strong>dan</strong><br />

<strong>Hidrogeologi</strong> <strong>Kawasan</strong> <strong>Karst</strong> <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong>. Hasil penelitian<br />

tersebut,secara bertahap, <strong>di</strong>targetkan untuk <strong>di</strong>publikasikan<br />

melalui seminar <strong>dan</strong> jurnal pada tingkat nasional maupun<br />

internasional dengan mengusung tema besar yaitu <strong>Hidrogeologi</strong><br />

Majelis Guru Besar 39 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Tropis (Tropical Hydrogeology) <strong>Indonesia</strong>. Penelitian ini, secara<br />

khusus <strong>di</strong>rancang untuk saling memperkuat substansi pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan<br />

<strong>dan</strong> layanan kepakaran yang <strong>di</strong>laksanakan.<br />

Keempat, menulis beberapa buku teks <strong>di</strong> bi<strong>dan</strong>g hidrogeologi<br />

antara lain: <strong>Hidrogeologi</strong> Umum, <strong>Hidrogeologi</strong> Lapangan,<br />

<strong>Hidrogeologi</strong> <strong>Gunungapi</strong> <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong>, <strong>Hidrogeologi</strong> <strong>Karst</strong> <strong>di</strong><br />

<strong>Indonesia</strong>, <strong>dan</strong> <strong>Hidrogeologi</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />

Kelima, melakukan komunikasi keilmuan secara perio<strong>di</strong>k kepada<br />

masyarakat melalui berbagai me<strong>di</strong>a atau <strong>di</strong>alog dalam berbagai<br />

forum yang relevan dalam rangka berbagi pengalaman <strong>dan</strong><br />

memanfaatkan hasil karya penelitian hidrogeologi yang relevan<br />

dengan kebutuhan, situasi <strong>dan</strong> kon<strong>di</strong>si aktual masyarakat <strong>dan</strong><br />

bangsa <strong>Indonesia</strong>.<br />

6. UCAPAN TERIMAKASIH<br />

Pertama‐tama, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya<br />

kepada Rektor ITB beserta pimpinan ITB lainnya,<br />

Pimpinan <strong>dan</strong> seluruh anggota Majelis Guru Besar ITB yang telah<br />

memberikan peluang kepada penulis untuk dapat menyampaikan<br />

Pidato Ilmiah Guru Besar ITB dalam suatu acara yang sangat<br />

istimewa.<br />

Majelis Guru Besar 40 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Penulis telah memperoleh banyak sekali kesempatan <strong>dan</strong><br />

kepercayaan <strong>di</strong> bi<strong>dan</strong>g akademik <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>g manajemen ITB.<br />

Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih <strong>dan</strong> penghargaan<br />

yang setinggi‐tingginya kepada: Seluruh dosen Program Stu<strong>di</strong><br />

Teknik Geologi khususnya para anggota Kelompok Keilmuan<br />

Geologi Terapan yang telah mendukung penulis dalam<br />

pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Ucapan terimakasih<br />

dengan penuh rasa hormat kepada Prof. Sampurno, Prof.Dr.Ir.<br />

Djoko Santoso, M.Sc, Prof.Dr.Ir. Emmy Suparka, Prof.Dr.Ir. Yah<strong>di</strong><br />

Zaim, Prof.Dr.Ir. M.I. Tachjud<strong>di</strong>n, Prof.Dr.Ir. Sudarto Notosiswoyo,<br />

M.Eng, yang telah memberikan dukungan penuh <strong>dan</strong><br />

rekomendasi kepada penulis dalam proses pengusulan penulis<br />

sebagai Guru Besar ITB <strong>di</strong> bi<strong>dan</strong>g hidrogeologi. Ucapan<br />

terimakasih penulis sampaikan kepada Prof. Wiranto<br />

Arismunandar selaku Rektor ITB pada tahun 1993 yang telah<br />

memberi kesempatan pertama kalinya kepada penulis dalam<br />

kegiatan akademik <strong>dan</strong> manajemen ITB. Ucapan terimakasih<br />

penulis sampaikan kepada Prof.Dr. Emmy Suparka selaku Ketua<br />

Jurusan Teknik Geologi yang pada tahun 1996 telah memandu<br />

<strong>dan</strong> memfasilitasi penulis dalam pengembangan ilmu<br />

hidrogeologi <strong>dan</strong> pen<strong>di</strong>rian Laboratorium <strong>Hidrogeologi</strong>. Ucapan<br />

terimakasih kepada sejawat, Ir. Lambok Hutasoit, Ph.D <strong>dan</strong><br />

Majelis Guru Besar 41 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Prof.Dr.Ir. Sudarto Notosiswoyo, M.Eng yang secara bersamasama<br />

mengembangkan ilmu hidrogeologi baik dalam bentuk<br />

kegiatan pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan S1, S2, <strong>dan</strong> S3 maupun dalam kegiatan<br />

penelitian. Ucapan terimakasih <strong>di</strong>sampaikan pula kepada para<br />

asisten Laboratorium <strong>Hidrogeologi</strong>, antara lain: Abdurrahman<br />

Asseggaf, Bambang Sunarwan, Oman Abdurrahman, R. Fajar<br />

Lubis, Hendri Silaen, D. Erwin Irawan, Imam Priyono yang telah<br />

membantu dalam perumusan kawasan Padalarang‐Tagogapu‐<br />

Ciganea, Kabupaten Bandung sebagai kawasan Observasi<br />

Lapangan bi<strong>dan</strong>g <strong>Hidrogeologi</strong>.<br />

Selain kepada pihak‐pihak tersebut <strong>di</strong> atas, ijinkan penulis dengan<br />

penuh rasa syukur mengucapkan terimakasih kepada kedua<br />

orangtua yang telah tiada yaitu Bapak H. M. Tisna Pura<strong>di</strong>maja<br />

(alm) <strong>dan</strong> Ibu Hj. Rumsasih (alm) yang telah dengan penuh kasih<br />

sayang membesarkan, membimbing <strong>dan</strong> selalu memberi taula<strong>dan</strong><br />

kepada penulis. Selain itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan<br />

kepada kakak <strong>dan</strong> a<strong>di</strong>k kandung penulis, khususnya Prof.Dr.dr.<br />

Iwin Sumarman, Sp.THT yang telah mendorong <strong>dan</strong> memfasilitasi<br />

penulis dalam menempuh pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan. Ucapan terimakasih<br />

dengan penuh hormat penulis sampaikan kepada kedua mertua<br />

tercinta Bapak H.M. Uu Taryu <strong>dan</strong> Ibu Hj. Entin Kartini yang telah<br />

Majelis Guru Besar 42 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


erjuang keras mendukung penulis selama menempuh<br />

pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan pasca sarjana <strong>di</strong> Perancis. Secara khusus, penulis<br />

mengucapkan terimakasih yang setulus‐tulusnya kepada istri<br />

tercinta Dra. Euis Latifah (Lely), anak‐anak tersayang: Ichsan<br />

Juliansyah Juanda, A<strong>di</strong>tya Abdurrahman Juanda, Annisa<br />

Ardearini Juanda yang tanpa dukungan <strong>dan</strong> kesabarannya, sangat<br />

sulit bagi penulis untuk mencapai jenjang karir akademik <strong>dan</strong> non<br />

akademik seperti saat ini.<br />

Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih <strong>dan</strong> penghargaan<br />

kepada seluruh un<strong>dan</strong>gan yang telah berkenan mengha<strong>di</strong>ri acara<br />

ini. Semoga Allah SWT memberi limpahan rahmat <strong>dan</strong> karunia‐<br />

Nya kepada kita semua, <strong>dan</strong> selalu memberi kekuatan lahir <strong>dan</strong><br />

batin kepada semua pihak yang terus memiliki komitmen <strong>dan</strong><br />

berkarya untuk kemajuan Institut Teknologi Bandung.<br />

Majelis Guru Besar 43 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


7. DAFTAR PUSTAKA<br />

Bu<strong>di</strong> Brahmantyo <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 2006, Hidrogeomorfologi Pegunungan<br />

<strong>Karst</strong> Karangbolong, Jawa Tengah, dengan Rujukan Khusus Daerah<br />

Banyumudal, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI XXXV.<br />

Bu<strong>di</strong> Brahmantyo, Deny Juanda P., Bandono, <strong>dan</strong> Imam Sa<strong>di</strong>sun, 1998,<br />

Interpretasi dari Citra Spot <strong>dan</strong> Hubungannya dengan Pola Pengaliran<br />

Bawah Tanah pada Perbukitan <strong>Karst</strong> G. Sewu, Jawa Tengah, Bagian<br />

Selatan, Buletin Geologi, Vol 28, No 1/1998.<br />

Castany, G., 1982, Principes et Methodes de l’hydrogeologie, Dunod<br />

Universite, Bordas, Paris.<br />

Deny Juanda P. and R. Fajar Lubis, 2003. Comparison Geometry Aquifer and<br />

Relation Between Groundwater‐Stream in Ciliwung and Cikapundung<br />

River Area, Proc. of IAGI & HAGI Convention, vol.‐1, pp:231‐236.<br />

Deny Juanda P. <strong>dan</strong> D. Erwin Irawan, 2006, Stu<strong>di</strong> Relasi Hidro<strong>di</strong>namika Air<br />

Sungai <strong>dan</strong> Airtanah sebagai Dasar Pengelolaan Airtanah Berbasis<br />

Akifer secara Terintegrasi pada DAS Ciliwung, Laporan Akhir Hibah<br />

Bersaing XIV/1.<br />

Deny Juanda P. <strong>dan</strong> R. Fajar Lubis, 2002, Sustainability of Water Resources<br />

Management based on Hydrodynamics Relation Between River and<br />

Groundwater, Procee<strong>di</strong>ngs IHP‐VI Technical Document in Hydrology<br />

No.1, Kuala Lumpur ‐ Malaysia.<br />

Deny Juanda P., 1998, Model Gra<strong>di</strong>en Respon Piesometrik <strong>dan</strong> Upaya Delineasi<br />

<strong>Kawasan</strong> Resapan Air Kali Bribin pada Sistem Akifer <strong>Karst</strong> Formasi<br />

Wonosari Kabupaten G. Kidul DIY, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXVI.<br />

Deny Juanda P., Bagus Endar Bachtiar Nurhandoko, Imam Priyono, 2006,<br />

Aliran Airtanah pada Sistim Akifer <strong>Karst</strong> <strong>dan</strong> Pendugaan Dimensi Gua<br />

dengan Kombinasi Metode Geolistrik : Inversi 2D <strong>dan</strong> Mise‐a‐la‐masse.<br />

Stu<strong>di</strong> Kasus : <strong>Kawasan</strong> Buniayu, Sukabumi, Jabar, Geoforum HAGI.<br />

Deny Juanda P., D. Erwin Irawan, and Lambok Hutasoit, 2003, The Influence of<br />

Hydrogeological Factors on Variations of Volcanic Spring Distribution,<br />

Spring Discharge, and Groundwater Flow Pattern, Bulletin of Geology,<br />

Vol 35, No 1/2003, pp: 15 – 23, ISSN: 0126‐3498.<br />

Deny Juanda P., D. Erwin Irawan, K. Wikantika, 2004, Monitoring and<br />

Controlling Groundwater Exploitation Using Hydro‐GeoInformation<br />

Majelis Guru Besar 44 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


System(Hy‐GIS).International Workshop on Earth Science and<br />

Technology, Fukuoka ‐ Japan, Desember 2004.<br />

Deny Juanda P., Djoko Santoso, 2005, Detection of Bribin Underground River<br />

Stream Using Bristow Resistivity Method, Journal of TLE (The Lea<strong>di</strong>ng<br />

Edge), The Society of Exploration Geophysic(SEG). Submitted: July,28<br />

th,2004 Accepted, August, 2004.<br />

Deny Juanda P., Dian Bu<strong>di</strong>dharma, D.Erwin Irawan, Komang Anggayana, 2004,<br />

Pendugaan Aliran Air dari Danau Aneuk Laot ke Mata Air Zwembat<br />

melalui Akifer Volkanik berdasarkan Perunutan Isotop Stabil<br />

(Deuterium <strong>dan</strong> Oksigen‐18), Kabupaten Sabang, D.I.‐ Nangro Aceh<br />

Darussalam, JTM Vol XI, No. 2/2004, pp: 88‐101.<br />

Deny Juanda P., Djoko Santoso, 1994, Stu<strong>di</strong> Geometri Akifer <strong>Karst</strong>ik,<br />

Hidro<strong>di</strong>namika <strong>dan</strong> hidrokimia dari Suatu Sistem Aliran Sungai Bawah<br />

Tanah (Aplikasi: Gua Bribin – Gunung Kidul, DI. Yogyakarta), laporan<br />

penelitian Hibah Bersaing II/2.<br />

Deny Juanda P., 1997, Penerapan Imbuhan <strong>dan</strong> Pentingnya Pemahaman<br />

Sungai‐Akifer dalam Upaya Meningkatkan Kehandalan Potensi<br />

Airtanah <strong>di</strong> Suatu Wilayah, Seminar Sehari Deptamben RI.<br />

Deny Juanda P., Djuharsa, <strong>dan</strong> Dede R., 1995, Tipologi Sumberdaya Air. Piranti<br />

Lunak untuk Analisis Sumberdaya Air, Prosi<strong>di</strong>ng Seminar PSDA‐ITB<br />

ke I, ISBN: 979‐8883‐01‐02‐0, Bandung, 1995.<br />

Deny Juanda P., 1993, Penyusunan Tipologi Paket Penelitian Sumberdaya Air<br />

menunjang Perencanaan Transmigrasi, LAPI ITB, tidak <strong>di</strong>publikasikan.<br />

Deptamben, 1979, Data Dasar <strong>Gunungapi</strong>, Dep. Pertambangan <strong>dan</strong> Energi.<br />

Direktorat Vulkanologi <strong>dan</strong> Mitigasi Bencana Geologi, 2004, Peta Sebaran<br />

<strong>Gunungapi</strong> Tipe A, B, <strong>dan</strong> C <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong>, Direktorat Vulkanologi <strong>dan</strong><br />

Mitigasi Bencana Geologi.<br />

Djoko Nugroho <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 2003, Penafsiran Zona Jenuh <strong>dan</strong> Tidak<br />

Jenuh pada Akifer Bebas Endapan Bahan Volkanik Kuarter, Lereng<br />

Selatan Gunung Merapi (Kaliadem‐Deles), Kab. Sleman, D.I.Y & Kab.<br />

Klaten, Jateng, Proc. of IAGI <strong>dan</strong> HAGI Convention, vol.‐2, pp:571‐581.<br />

Domenico, P.A., Schwartz, F.W., 1990, Physical and Chemical Properties of<br />

Hydrogeology, John Wiley and Sons.<br />

Majelis Guru Besar 45 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


Faillat, J.P. <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 1995, Evaluation a l’echelle Regionale des<br />

Contraintes Hydrochimiques sur la Gestion des Eaux Souterraines<br />

<strong>Karst</strong>iques. Exemple du Languedoc‐Roussilon, Hydrogeologie, No. 1,<br />

pp 97‐112.<br />

Fetter, 1994, Applied Hydrogeology, Prentice Hall.<br />

Flores <strong>dan</strong> Marquez, E.L., 2006, Study of Geothermal Water Instrusion due to<br />

Groundwater Exploitation in the Puebla Valley Aquifer System,<br />

Mexico, Hydrogeology Journal, vol. 14, no. 7, Nov 2006, p. 12 – 16.<br />

Int’l Assoc. of Hydrogeologist, 1997, Hydrogeological Maps Standards and<br />

Legend, Int’l Assoc. of Hydrogeologist Press.<br />

Marpaung, J., 2003, Mataair <strong>dan</strong> Analisis <strong>Kawasan</strong> Imbuhan, Pengaliran, <strong>dan</strong><br />

Luahan. Jalur <strong>Gunungapi</strong>: G. Tangkuban Perahu, G. Bukit Tunggul, G.<br />

Burangrang, Tesis Magister, <strong>di</strong>bimbing oleh Sudarto Notosiswoyo <strong>dan</strong><br />

Deny Juanda P., tidak <strong>di</strong>publikasikan.<br />

Mandel <strong>dan</strong> Shiftan, 1981, Groundwater Resources Evaluation: Exploration and<br />

Exploitation, Academic Press.<br />

Milanovic, P., 1981, <strong>Karst</strong> Hydrogeology, Water Resources Publication.<br />

Oldeman, L.R. <strong>dan</strong> Frere, M., 1982, A Study of The Agroclimatology of the<br />

Humid Tropic of South East Asia, FAO/Unesco/WMO Interagency<br />

Projects on Agroclimatology.<br />

P3WK LP‐ITB, 1994, Stu<strong>di</strong> Pengembangan Sistem Transportasi <strong>dan</strong> Prasarana<br />

Nasional, Lembaga Penelitian ITB.<br />

Shibasaki,T., 1995, Environmental Management of groundwater Basin, Research<br />

Group for Water Balance,Tokai University Press, Japan.<br />

Soetrisno, 1993, Cekungan Airtanah <strong>Indonesia</strong>, Prosi<strong>di</strong>ng Simposium Nasional<br />

Permasalahan Airtanah <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong>, ITB.<br />

Sri Mulyaningsih, 2006, Geologi Lingkungan pada Masa Sejarah (Historical<br />

time) Daerah Lereng Selatan G. Merapi, DI Yogyakarta, Disertasi S3,<br />

Dibimbing oleh: Sampurno, Yah<strong>di</strong> Zaim, Deny Juanda P., Tidak<br />

<strong>di</strong>publikasikan.<br />

Voos, C.I., 2005, The Future of Hydrogeology, Hydrogeology Journal, Vol. 13,<br />

No. 1, pp 1‐6.<br />

Majelis Guru Besar 46 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


• Daftar Pustaka Online:<br />

Artificial Recharge Forum, 2006, Water Encyclope<strong>di</strong>a,<br />

www.waterencyclope<strong>di</strong>a.com.<br />

International Association of Hydrogeologist, 2006, What is hydrogeology,<br />

www.iah.org.<br />

Majelis Guru Besar 47 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


I. Publikasi Khusus<br />

REKAMAN KARYA ILMIAH<br />

Orasi Ilmiah Pada Si<strong>dan</strong>g Senat Terbuka ITB:<br />

Deny Juanda P., 1993. Analisis Geometri Akifer Merupakan Dasar<br />

Pemodelan <strong>dan</strong> Pengelolaan Airtanah. Disampaikan pada acara Si<strong>dan</strong>g Senat<br />

Terbuka ITB untuk Penerimaan Mahasiswa Baru ITB angkatan 1993.<br />

II. Publikasi dalam Jurnal<br />

1. D. Erwin Irawan, Deny Juanda P., 2006, The Differentiation of<br />

Hyperthermal Groundwater Origin by using Multivariate Statistics On<br />

Water Chemistry, Jurnal Geoaplika, Vol 1, No 2.<br />

2. T.A. Sanny, Deny Juanda P., D. Erwin Irawan, Lambok H., Sudarto N.,<br />

2005, Aquifer Model <strong>dan</strong> System Imaging by Using 2‐D and 3‐D Resistivity<br />

Inversion Technology: Case Study of Tangerang Area, Jurnal Teknologi<br />

Mineral, Vol.XII, No.2.<br />

3. Deny Juanda P., Djoko Santoso, 2005, Detection of Bribin Underground<br />

River Stream Using Bristow Resistivity Method, Journal of TLE(The<br />

Lea<strong>di</strong>ng Edge), The Society of Exploration Geophysic(SEG). Submitted:<br />

July,28 th,2004 Accepted, August,2004.<br />

4. Deny Juanda P.,Lambok Hutasoit, Hendri Silaen, D.Erwin Irawan (2005).<br />

The Origin of Hyperthermal Groundwater in Fractured Limestone Aquifer,<br />

Parigi Formation in Palimanan,West Java,Based On Its Water Chemistry<br />

and Isotopic Composition. Jurnal Teknologi Mineral Vol:XII,No.1/2005.<br />

5. Deny Juanda P., Dian Bu<strong>di</strong>dharma, D.Erwin Irawan, Komang Anggayana,<br />

2004, Pendugaan Aliran Air dari Danau Aneuk Laot ke Mata Air Zwembat<br />

melalui Akifer Volkanik berdasarkan Perunutan Isotop Stabil (Deuterium<br />

<strong>dan</strong> Oksigen‐18), Kabupaten Sabang, D.I.‐ Nangro Aceh Darussalam, JTM<br />

Vol XI, No. 2/2004, pp: 88‐101.<br />

6. Deny Juanda P., Gengky Moriza, Sudarto Notosiswoyo, 2003, Identifikasi<br />

Sistem <strong>Hidrogeologi</strong> <strong>dan</strong> Asal Mula Aliran Panas pada Akifer Formasi<br />

Minas berdasarkan Stu<strong>di</strong> terhadap Delapan Sumur Airtanah <strong>di</strong> Daerah<br />

Rumbai <strong>dan</strong> Pekanbaru Propinsi Riau, Jurnal Teknologi Mineral Vol. X, No.<br />

2/2003, hal: 138 ‐ 148, ISSN: 0854‐8528.<br />

Majelis Guru Besar 48 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


7. Bu<strong>di</strong>ono, Deny Juanda P., Bu<strong>di</strong> Sulitijo, 2003, Variasi Nilai Gra<strong>di</strong>en<br />

Hidrolik <strong>dan</strong> Pengaruhnya terhadap Perubahan Nilai Tahanan Jenis pada<br />

Sistem Akifer Bersudut berdasarkan Pendekatan Model Fisik, Procee<strong>di</strong>ng<br />

ITB Sains & Teknologi, Vol. 35 A, No. 2/2003, hal: 179 – 188.<br />

8. Deny Juanda P., D. Erwin Irawan, and Lambok Hutasoit, 2003, The<br />

Influence of Hydrogeological Factors on Variations of Volcanic Spring<br />

Distribution, Spring Discharge, and Groundwater Flow Pattern, Bulletin of<br />

Geology, Vol 35, No 1/2003, pp: 15 – 23, ISSN: 0126‐3498.<br />

9. Sri Mulyaningsih, Sampurno, Yah<strong>di</strong> Zaim, Deny Juanda P., 2002,<br />

Perkembangan Geologi <strong>dan</strong> Pengaruhnya terhadap Perkembangan Budaya<br />

<strong>di</strong> Lereng Dataran Selatan <strong>Gunungapi</strong> Merapi, Yogyakarta Sejak 1000 SM –<br />

1600 M, Buletin Geologi, Vol34, No 2/2002.<br />

10. R. Fajar Lubis, Deny Juanda P. (2000), Geometri Akifer <strong>dan</strong> Relasi Aliran<br />

Sungai – Airtanah, Buletin Geologi No 1/2000.<br />

11. Deny Juanda P., Aprianto, 2000, Penggunaan In<strong>di</strong>kator Temperatur Air<br />

<strong>dan</strong> Kandungan Ion Bikarbonat untuk Pendugaan Sistem Aliran Air pada<br />

Mataair Panas, Buletin Geologi, No 2/2000.<br />

12. D. Erwin Irawan, Deny Juanda P., Suyatno Yuwono, Toddy Ahmad<br />

Syaifullah, 2000, Pemetaan Endapan Bahan Volkanik dalam Upaya<br />

Identifikasi Akifer pada Sistem <strong>Gunungapi</strong>. Stu<strong>di</strong> Kasus: Daerah Pasir<br />

Jambu‐Situwangi Soreang, Kab. Bandung, Jabar, Buletin Geologi No.2/2000.<br />

13. Deny Juanda P., Rustamadji, Komang Anggayana, 1999, Pemodelan Aliran<br />

Airtanah untuk Menduga Lokasi Sumur Produksi Liar. Stu<strong>di</strong> Kasus:<br />

Eksploitasi Airtanah Akifer Formasi Pucangan, Kecamatan Paron,<br />

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, JTM, Vol. VI, No 4/1999, hal 255‐270.<br />

14. Bu<strong>di</strong> Brahmantyo, Deny Juanda P., Bandono, <strong>dan</strong> Imam Sa<strong>di</strong>sun, 1998,<br />

Interpretasi dari Citra Spot <strong>dan</strong> Hubungannya dengan Pola Pengaliran<br />

Bawah Tanah pada Perbukitan <strong>Karst</strong> G. Sewu, Jawa Tengah, Bagian<br />

Selatan, Buletin Geologi, Vol 28, No 1/1998.<br />

15. Deny Juanda P., 1997, Kon<strong>di</strong>si <strong>Hidrogeologi</strong> Akifer <strong>Karst</strong> Berdasarkan<br />

Stu<strong>di</strong> Anomali Ion Bikarbonat <strong>dan</strong> Isotop Stabil 14 C dalam Airtanah. Contoh<br />

kasus: Akifer <strong>Karst</strong> Daerah Languedoc ‐ Roussilon Perancis Bagian Selatan,<br />

Buletin Geologi, 1997.<br />

Majelis Guru Besar 49 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


16. Jean Pierre Faillat et Deny Juanda P., 1995, Evaluation A L‘echelle<br />

Regionale des Constraintes Hydrochimiques sur la Gestion des Eaux<br />

Souterraines <strong>Karst</strong>iques. Exemple du Languedoc‐Roussillon, Journal<br />

Hydrogeologie France, No 1/1995.<br />

III. Publikasi dalam Prosi<strong>di</strong>ng Seminar<br />

1. Deny Juanda P., B. Kombaitan, D. Erwin Irawan, 2006, Hydrogeological<br />

Analysis in Regional Planning of Tigaraksa City, Tangerang, Banten,<br />

<strong>Indonesia</strong>, Persi<strong>dan</strong>gan Bersama Geosains, Universiti Kebangsaan<br />

Malaysia, Des 2006, accepted July 2006.<br />

2. D. Erwin Irawan, Deny Juanda P., Thom Bogaard, 2006, Spatial Analysis of<br />

Volcanic Hydrogeology at Gunung Ciremai, West Java, <strong>Indonesia</strong>,<br />

Persi<strong>dan</strong>gan Bersama Geosains, Universiti Kebangsaan Malaysia, Des 2006,<br />

accepted July 2006.<br />

3. D. Erwin Irawan, Deny Juanda P., 2006, The Hydrogeology of The Volcanic<br />

Spring Belt, East Slope of Gunung Ciremai, West Java, <strong>Indonesia</strong>, IAEG<br />

Congress, Notingham, Oct 2006.<br />

4. Deny Juanda P., R. Fajar Lubis, 2006, The Hydrodynamics of River Water<br />

and Groundwater at Cikapundung River, Bandung, <strong>Indonesia</strong>, IAEG<br />

Congress, Notingham,Oct 2006.<br />

5. Deny Juanda P., D.E.Irawan, K. Wikantika, 2004. Monitoring and<br />

Controlling Groundwater Exploitation Using Hydro‐GeoInformation<br />

System(Hy‐GIS).International Workshop on Earth Science and Technology,<br />

Fukuoka ‐ Japan, Desember 2004.<br />

6. T.A.Sanny <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 2004, Salt Intrusion model and system<br />

imaging by using 2D Geophysical Inversion Technology.Case Study of<br />

Tangerang Area.PIT IAGI ke 33,Bandung.<br />

7. Sri Mulyaningsih, Sampurno, Y. Zaim, Deny Juanda P., 2004, Hazard<br />

Interpretation of Merapi Volcanic Activity based on Volcanostratigraphy<br />

and Historical Records of Yogyakarta, <strong>Indonesia</strong>, Proc. of the 4 th Asian<br />

Symposium on Eng. Geology and the Environment, China, pp: 129 – 136.<br />

8. Deny Juanda P., Hendri Silaen, D. Erwin Irawan, 2003, New<br />

Hydrogeological Determination of Normal and Hot Springs Complex at<br />

Ciwaringin – Kromong – Pesawahan, North of Ciremai Volcano, West Java,<br />

<strong>Indonesia</strong>, Proc. of Int’l Conf. on Min. & Energy Res. Mngmt, pp: 174‐188.<br />

Majelis Guru Besar 50 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


9. Djoko Nugroho <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 2003, Penafsiran Zona Jenuh <strong>dan</strong><br />

Tidak Jenuh pada Akifer Bebas Endapan Bahan Volkanik Kuarter, Lereng<br />

Selatan G. Merapi (Kaliadem‐Deles), Kab. Sleman, D.I.Y & Kab. Klaten,<br />

Jateng, Proc. of IAGI & HAGI Convention, vol.‐2, pp:571‐581.<br />

10. Deny Juanda P. and R. Fajar Lubis, 2003, Comparison Geometry Aquifer<br />

and Relation Between Groundwater‐Stream in Ciliwung and Cikapundung<br />

River Area, Proc. of IAGI & HAGI Convention, vol.1, pp:231‐236.<br />

11. Deny Juanda P. and D.Erwin Irawan, 2003, Influence of Detail Geological<br />

Parameters to Variation of Groundwater Flow Pattern and Spring<br />

Discharges. Case Study East Part of Mt.Ciremai, Kab. Kuningan, West Java.<br />

Proc. of IAGI & HAGI Convention, vol.1, pp:305‐310.<br />

12. Deny Juanda P., R. Fajar Lubis, 2002, Sustainability of Water Resources<br />

Management based on Hydrodynamics Relation Between River and<br />

Groundwater, Procee<strong>di</strong>ngs IHP‐VI Technical Document in Hydrology No.1,<br />

Kuala Lumpur ‐ Malaysia, 14–16 Oktober 2002.<br />

13. D. Erwin Irawan, Deny Juanda P., 2002, Geological Mapping and<br />

Groundwater Characterization an Approach to Spring Recharge Area<br />

Conservation, Procee<strong>di</strong>ngs IHP‐VI Technical Document in Hydrology<br />

No.1,Kuala Lumpur ‐ Malaysia,14 ‐16 Oktober 2002.<br />

14. Sri Mulyaningsih, Sampurno, Yah<strong>di</strong> Zaim, Deny Juanda P., 2002,<br />

Geochemical Properties of Weathered Volcanic Materials on the South Plain<br />

of Merapi Volcano, Yogyakarta, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXX, Surabaya,<br />

2002.<br />

15. D. Erwin Irawan, Deny Juanda P., Oman Abdurrahman, 2002, High<br />

Concentration of Ultrabasic Rock Trace Elements. An Example of<br />

Groundwater‐Rock Interactions. Case Study: Malili, South Sulawesi,<br />

Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXX, Surabaya, 2002.<br />

16. Hendri Silaen, Deny Juanda P., 2002, Hydrochemical Study to Determine<br />

Groundwater Behaviour at Kromong Hotspring, Palimanan, Cirebon, West<br />

Java, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXX, Surabaya, 2002.<br />

17. Bambang Sunarwan, Deny Juanda P., 2001, Study of Controlling Geological<br />

Parameter on Groundwater Chemical Facies. Case Study: Tagog Apu‐<br />

Padalarang‐Jambu Dipa Area, Bandung, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXIX,<br />

Yogyakarta, 2001.<br />

Majelis Guru Besar 51 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


18. D. Erwin Irawan, Toddy A. Syaifullah, Deny Juanda P., 2001, Volcanic<br />

Aquifer Characterisation and Groundwater Flow Study, Case Study<br />

Volcanic Region with Six Strato Eruption Centers in Pasir Jambu –<br />

Situwangi, Soreang‐Bandung, West Java, Pros. PIT IAGI ke XXIX.<br />

19. Sri Mulyaningsih, Sampurno, Yah<strong>di</strong> Zaim, Deny Juanda P., 2001, Evaluasi<br />

Kon<strong>di</strong>si Geologi Lingkungan <strong>di</strong> Daerah Yogyakarta pada 1000 Tahun<br />

Terakhir <strong>di</strong>tinjau dari Vulkano‐Stratigrafi, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXIX,<br />

Yogyakarta.<br />

20. M. Yunus, Bambang Sunarwan, Deny Juanda P., 2000, Penurunan Nilai<br />

Koefisien Infiltrasi Batuan Volkanik akibat Pelapukan <strong>dan</strong> Perubahan Tata<br />

Guna Lahan sebagai Penyebab Berlebihnya Aliran Permukaan. Stu<strong>di</strong> Kasus:<br />

DAS Ciliwung Hulu‐Tengah, Bogor Depok, Jabar, Pros. PIT IAGI XXVIII.<br />

21. Bambang Sunarwan, Deny Juanda P., 2000, Interpretasi Pola Aliran<br />

Airtanah pada Batuan Volkanik dengan Pelacak Isotop Stabil 18 O, 2 H, <strong>dan</strong><br />

3<br />

H. Stu<strong>di</strong> Kasus: Akifer <strong>di</strong> Formasi Cibeureum Daerah Padalarang Cimahi<br />

Bandung, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXVIII, Jakarta, 2000.<br />

22. Deny Juanda P., Rustarmadji, Komang A., 1999, Upaya Pendugaan A<strong>dan</strong>ya<br />

Pengaruh Sumur “X’ berdasarkan Kaji Ban<strong>di</strong>ng Muka Pisometrik Terukur<br />

dengan Hasil Simulasi Model Aliran Airtanah. Stu<strong>di</strong> Kasus: Akifer Formasi<br />

Pucangan <strong>di</strong> Kecamatan Paron <strong>dan</strong> Sekitarnya, Kabupaten Ngawi, Jawa<br />

Timur, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXVII, Yogyakarta,.<br />

23. Bambang Sunarwan <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 1998, Variasi Kandungan Isotop<br />

Oksigen‐18 ( 18 O) <strong>dan</strong> Deuterium ( 2 H) dalam Airtanah sebagai Pelacak<br />

Alami Guna Mempelajari Perilaku Airtanah pada Sistem Akifer Endapan<br />

Volkanik Cimahi‐Padalarang‐Lembang, Kabupaten Bandung ‐ Jawa Barat,<br />

Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXVI, Jakarta, 1998.<br />

24. Rustamadji <strong>dan</strong> Deny Juanda P.,1998, Pendugaan Sumur Produksi <strong>di</strong> Luar<br />

Sumur Produksi P2AT pada Akifer Formasi Pucangan <strong>di</strong> Paron ‐ Jawa<br />

Timur, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXVI, Jakarta, 1998.<br />

25. Deny Juanda P., 1998, Model Gra<strong>di</strong>en Respon Piesometrik <strong>dan</strong> Upaya<br />

Delineasi <strong>Kawasan</strong> Resapan Air Kali Bribin pada Sistem Akifer <strong>Karst</strong><br />

Formasi Wonosari Kabupaten G. Kidul DIY, Pros. PIT IAGI ke‐26, Jakarta.<br />

26. Abdurrachman Assegaf <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 1998, Identifikasi <strong>Kawasan</strong> G.<br />

Salak ‐ G. Gede sebagai Zona Resapan <strong>dan</strong> Luahan, Daerah Ciawi<br />

Kabupaten Bogor ‐ Jawa Barat, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXVI, Jakarta, 1998.<br />

Majelis Guru Besar 52 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


27. Fajar Lubis <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 1998, Pemilihan Kon<strong>di</strong>si <strong>dan</strong> Jenis<br />

Pendugaan Geolistrik berdasarkan Permahaman Tipologi Sistem Akifer<br />

Airtanah Daerah Survei Eksplorasi <strong>Hidrogeologi</strong>, Daerah Kajian <strong>Kawasan</strong><br />

<strong>Karst</strong> G. Kidul‐DIY, <strong>Kawasan</strong> Volkanik Bandung Selatan‐ Jabar, <strong>Kawasan</strong><br />

Dataran Aluvial‐Riau, Palu‐Sulteng, Timor‐Timur & Merauke‐Irian Jaya,<br />

Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXVI, Jakarta, 1998.<br />

28. Deny Juanda P., 1997, Penerapan Imbuhan <strong>dan</strong> Pentingnya Pemahaman<br />

Sungai‐Akifer dalam Upaya Meningkatkan Kehandalan Potensi Airtanah <strong>di</strong><br />

Suatu Wilayah, Seminar Sehari Deptamben RI.<br />

29. Supoyo, Deny Juanda P., 1997, Pendekatan Analisis Sistem Banyak Sumur<br />

sebagai Upaya Pengendalian Eksploitasi Airtanah Akifer Formasi Kabuh,<br />

Daerah Pilangkenceng Ma<strong>di</strong>un‐Jawa Timur, Pros. PIT IAGI ke XXV,<br />

Bandung.<br />

30. Deny Juanda P., 1995, Kajian atas Hasil‐Hasil Penelitian<br />

Geologi/<strong>Hidrogeologi</strong> dalam Kaitan dengan Delineasi Geometri Akifer<br />

Cekungan Bandung, Pros. Seminar PSDA‐ITB ke I.<br />

31. Deny Juanda P., Djuharsa, <strong>dan</strong> Dede R., 1995, Tipologi Sumberdaya Air.<br />

Piranti Lunak untuk Analisis Sumberdaya Air, Prosi<strong>di</strong>ng Seminar PSDA‐<br />

ITB ke I, ISBN: 979‐8883‐01‐02‐0, Bandung, 1995.<br />

32. Deny Juanda P. <strong>dan</strong> Djoko Santoso, 1994, Stu<strong>di</strong> Geomteri Akifer<br />

<strong>Karst</strong>ik,Hidro<strong>di</strong>namika <strong>dan</strong> Hidrokimia dari Suatu Sistim Aliran Sungai<br />

Bawah Tanah,Direktorat P4M,Dikti‐Dep<strong>di</strong>knas RI.<br />

33. Soetrisno <strong>dan</strong> Deny Juanda P., 1993, Kontribusi <strong>Hidrogeologi</strong> dalam<br />

Penentuan <strong>Kawasan</strong> Lindung Airtanah Stu<strong>di</strong> kasus: Cekungan Airtanah<br />

Bandung, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXII, ISBN: 979‐8126‐04‐1.<br />

34. Deny Juanda P., 1992, Karakter Kimia Fisika Airtanah sebagai Penunjuk<br />

Perilaku Air <strong>di</strong> dalam Akifer <strong>Karst</strong>. Aplikasi: Daerah Languedoc‐<br />

Roussilion, Perancis Selatan, Pros.PIT IAGI ke XXI, ISBN: 979‐8126‐04‐1.<br />

35. Deny Juanda P. <strong>dan</strong> Nusa Kusuma, 1992, Identifikasi Parameter Geologi<br />

pada Gerakan Tanah Tipe Gelinciran Tunggal <strong>di</strong> Formasi Beser. Contoh<br />

kasus: Jaringan Irigasi Cibalapulang, Prosi<strong>di</strong>ng PIT IAGI ke XXI, Vol.2.<br />

36. Sampurno,Bandono,<strong>dan</strong> Deny Juanda P., 1984, Geologi Daerah Lhonga<br />

Banda Aceh <strong>dan</strong> Lingkungannya, Pros. PIT IAGI ke XIII, Bandung, 1984.<br />

37. Sampurno, Bandono, Deny Juanda P., 1983, Karakteristik Aliran Lahar<br />

<strong>di</strong>lihat dari Pengamatan Laboratorium. Pros. PIT IAGI ke XII.<br />

Majelis Guru Besar 53 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


IV. Publikasi dalam Me<strong>di</strong>a Cetak<br />

1. Deny Juanda P.,2006. Rekayasa Teknologi ASR, Pemanfaatan Air<br />

Terintegrasi,Pikiran Rakyat, 13 Juli 2006.<br />

2. Deny Juanda P., 2004, Tatanan Airtanah <strong>di</strong> Sungai Cikapundung, Pikiran<br />

Rakyat e<strong>di</strong>si 4 Mei 2004, hal 19.<br />

3. Deny Juanda P., 2003, Pendekatan Modern dalam Pengelolaan Airtanah<br />

secara Berkelanjutan: Airtanah berbasis Cekungan <strong>Hidrogeologi</strong>, Tabloid<br />

Bandung Plus e<strong>di</strong>si No 24, Tahun I, 14 – 21 Oktober 2003, hal 3.<br />

4. Deny Juanda P., 1997, Konservasi <strong>dan</strong> Proteksi Airtanah, Harian Umum<br />

Pikiran Rakyat e<strong>di</strong>si 15 April 1997.<br />

5. Deny Juanda P., 1993, Sumberdaya Air <strong>dan</strong> Masalahnya bagi Bangsa<br />

<strong>Indonesia</strong>, Harian Umum Pikiran Rakyat e<strong>di</strong>si 12 April 1993.<br />

6. Deny Juanda P., 1992, Sudah saatnya Dibuat Sistem Informasi Airtanah<br />

Cekungan Bandung, Harian Umum Pikiran Rakyat e<strong>di</strong>si 13 Oktober 1992.<br />

7. Deny Juanda P., 1992, Mencari Airtanah <strong>di</strong> Daerah Batugamping, Majalah<br />

Populer Alumni ITB No.13.<br />

8. Deny Juanda P., 1992, ITB <strong>dan</strong> Penelitian Sumber Daya Air <strong>di</strong> <strong>Indonesia</strong>,<br />

Berkala – ITB, 15 Mei 1992.<br />

V. Publikasi Melalui Ceramah<br />

1. Deny Juanda P, 2006, Pemetaan Airtanah <strong>dan</strong> Pembangunan Sistem<br />

Jaringan Hydro –GIS Daerah Semarang, Provinsi Jawa Tengah.<br />

2. Deny Juanda P., 2005, Pembangunan Sistem Pemantauan <strong>dan</strong><br />

Pengendalian Eksploitasi Air Tanah dengan bantuan sistem Telemetri<br />

dengan Instrumen Groundwater Level Recor<strong>di</strong>ng (GWLR) <strong>dan</strong> Digital<br />

Water Meter (DWM), DKI‐Jakarta.<br />

3. Deny Juanda P, 2005, Pembangunan Sistem Pemantauan <strong>dan</strong> Pengendalian<br />

Eksploitasi Airtanah dengan Bantuan Sistem Telemetri dengan Instrumen<br />

Groundwater Level Recor<strong>di</strong>ng (GWLR), Distamben <strong>dan</strong> Energi Jawa Barat.<br />

4. Deny Juanda P, 2005, Pemantauan <strong>dan</strong> Pengendalian Eksploitasi Airtanah<br />

dengan Sistim Informasi <strong>Hidrogeologi</strong>. Stu<strong>di</strong> Kasus Kota Cimahi.<br />

5. Deny Juanda P, 2005, Identifikasi Relasi Hidro<strong>di</strong>namika Airtanah ‐ Air<br />

Sungai <strong>dan</strong> sebaran dampak lingkungan <strong>di</strong> Daerah Aliran Sungai Ciliwung.<br />

Majelis Guru Besar 54 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


6. Deny Juanda P., 2004, Belajar dari alam: Integrasi Pengelolaan Air Sungai<br />

<strong>dan</strong> Airtanah <strong>di</strong> Wilayah Kabupaten <strong>dan</strong> Kota Bandung, Seminar<br />

“Pengelolaan Sumberdaya Air <strong>di</strong> Kota <strong>dan</strong> Kabupaten Bandung”.<br />

7. Deny Juanda P., 2004, Pemahaman Pengelolaan Airtanah Berbasis<br />

Cekungan dengan Teknologi Deteksi Jauh Fluktuasi Muka Airtanah pada<br />

Sumur Observasi. Dinas Pertambangan <strong>dan</strong> Energi,Kabupaten Subang.<br />

8. Deny Juanda P., 2003, Eksploitasi Airtanah Berbasis Manajemen Akifer<br />

Kabupaten Tangerang. Pengelolaan Perubahan Lingkungan Permukaan<br />

<strong>dan</strong> Bawah Permukaan secara Terintegrasi, Kabupaten Tangerang.<br />

9. Deny Juanda P., 2003, Pemahaman Kon<strong>di</strong>si Geologi dalam Tahapan<br />

Perencanaan <strong>dan</strong> Pengembangan Wilayah, Sosialisasi Hasil Pembangunan<br />

Bi<strong>dan</strong>g Energi <strong>dan</strong> Sumberdaya Mineral Tahun 2002.<br />

10. Deny Juanda P., D. Erwin Irawan, 2002, Pola Pengembangan <strong>dan</strong><br />

Pengusahaan Bisnis Air Bersih <strong>di</strong> Propinsi Sulawesi Tengah. Suatu<br />

Pan<strong>dan</strong>gan Peran Perguruan Tinggi dalam Bisnis Air Kemasan <strong>di</strong> <strong>Kawasan</strong><br />

Timur <strong>Indonesia</strong>, “Seperempat Abad Pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan Geologi <strong>di</strong> Universitas<br />

Hasanu<strong>di</strong>n”.<br />

11. Deny Juanda P., Indratmo Soekarno, Zainal Abi<strong>di</strong>n, D. Erwin Irawan, 2002,<br />

Sistem Pengembangan <strong>dan</strong> Pengusahaan Air Bersih <strong>di</strong> Jawa Barat. Potensi<br />

<strong>dan</strong> Pola Bisnis Air Bersih serta Air Minum, Seminar “Pemanfaatan <strong>dan</strong><br />

Pengelolaan Air Bersih Guna Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Jawa<br />

Barat Menuju Era Globalisasi”.<br />

12. Deny Juanda P., 2002, Pengelolaan Cekungan Airtanah Dalam Kerangka<br />

Otonomi Daerah, Ceramah “Stu<strong>di</strong> Pengelolaan Air Bawah Tanah<br />

Kabupaten Tangerang”, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang.<br />

13. Deny Juanda P., 2002, Pengelolaan Cekungan Airtanah <strong>dan</strong> Airtanah<br />

dalam Kerangka Otonomi Daerah, Acara Focus Group Discussion Bappeda<br />

Jateng.<br />

14. Deny Juanda P., 2002, Pemahaman Pengelolaan Cekungan Airtanah,<br />

Disampaikan pada Acara Seminar Sehari “Pemahaman Pengelolaan<br />

Cekungan Air Bawah Tanah”, Distamben Jawa Tengah, 30 April 2002.<br />

15. Deny Juanda P., 2002, Masalah Keterse<strong>di</strong>aan Sumberdaya Airtanah <strong>di</strong><br />

Cekungan Bandung, Disampaikan pada Acara Musyawarah Antar PDAM<br />

se‐Jawa Barat, Bandung, 10 Januari 2002.<br />

Majelis Guru Besar 55 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


16. Adjat Sudradjat, Deny Juanda P., Nana Sulaksana, 2001, Perspektif<br />

Pengelolaan Sumberdaya Mineral Daerah Tasikmalaya, Seminar Terbatas<br />

Sumbang Saran Pamitas, 19 Agustus 2001.<br />

17. Deny Juanda P., 1985, Pertimbangan Aspek Geologi Teknik <strong>dan</strong><br />

Pengembangan Wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Disampaikan <strong>di</strong> depan<br />

Bappeda, Kabupaten Tasikmalaya, Juli 1985.<br />

VI. Publikasi Melalui Penulisan Buku/Diktat/Buku Panduan<br />

1. Deny Juanda P.,2000. HIDROGEOLOGI UMUM (GL‐423),Dept. Teknik<br />

Geologi,FIKTM‐ITB, e<strong>di</strong>si pertama(<strong>di</strong>ktat).<br />

2. Deny Juanda P.,Indratmo Soekarno,Atika Lubis,2000. PENELITIAN<br />

SUMBER DAYA AIR DALAM PERENCANAAN WILAYAH. Gugus<br />

Tugas ITB Bi<strong>dan</strong>g Penelitian Sumber Daya Air (PSDA),e<strong>di</strong>si pertama.<br />

3. Deny Juanda P.,2000. AIRTANAH INDONESIA, Departemen Teknik<br />

Geologi, FIKTM‐ITB, e<strong>di</strong>si pertama.<br />

4. Deny Juanda P.,2004. HIDROGEOLOGI LAPANGAN (Panduan Teknis<br />

Survei Permukaan <strong>dan</strong> Bawah Permukaan) <strong>Kawasan</strong> Padalarang – Tagogapu –<br />

Ciganea, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Departemen Teknik Geologi,<br />

FIKTM, e<strong>di</strong>si pertama.<br />

Majelis Guru Besar 56 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


BIODATA SINGKAT<br />

I.Data Diri<br />

Nama : Dr. Ir. Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja,DEA<br />

NIP / KARPEG : 131 414 797 / C.0735824<br />

Tempat/Tgl Lahir : Tasikmalaya, 12 Juli 1957<br />

Pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kanDoktor : Universite de Montpellier II–Perancis ,1991<br />

Status : Menikah <strong>dan</strong> 3 orang anak :<br />

Nama Istri <strong>dan</strong> Anak : Istri :Dra. Euis Latifah (Lely)<br />

Anak : Ichsan Juliansyah Juanda (22 th),<br />

A<strong>di</strong>tya Abdurrahman Juanda(19 th),<br />

Annisa Ardearini Juanda(16 th).<br />

Kantor : KK Geologi Terapan,FIKTM – ITB<br />

Alamat KK : Gd.Labtek IV,Jl. Ganesa No.10 Bandung<br />

E‐mail / HP : denyjp@gc.itb.ac.id / 0811 246 671<br />

II. Riwayat Pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan<br />

• S3 : Universite Montpellier II ‐ Perancis (1991) : Geologie<br />

option<strong>Hidrogeologi</strong>e. Formation Doctorale : Tectonique,<br />

Geophysique, Geochimie, <strong>Hidrogeologi</strong>e (TGGH).<br />

• S2 : Universite Montpellier II ‐ Perancis (1988) : DEA de<br />

Geologie,option <strong>Hidrogeologi</strong>e. Formation de DEA : Tectonique,<br />

Geophysique, Geochimie, <strong>Hidrogeologi</strong>e (TGGH).<br />

• S1 : Institut Teknologi Bandung (1983), Jurusan Teknik Geologi<br />

III. Riwayat Pekerjaan <strong>dan</strong> penugasan<br />

A. Sebagai Tenaga Fungsional Akademik<br />

A.1 Pengajar <strong>di</strong> Departemen Teknik Geologi,FIKTM‐ITB<br />

1. 2003 ‐ saat ini Mata kuliah “Analisis Cekungan <strong>Hidrogeologi</strong>” (GL‐<br />

7223)<br />

2. 2003 ‐ saat ini Mata Kuliah “Pemetaan <strong>Hidrogeologi</strong> Permukaan &<br />

Bawah Tanah (GL‐7222)<br />

3. 2003 ‐ saat ini Mata Kuliah “<strong>Hidrogeologi</strong> untuk Geologi Teknik”<br />

(GL‐7124)<br />

4. 2003 ‐ saat ini Mata Kuliah ”<strong>Hidrogeologi</strong> <strong>Karst</strong>” (GL‐7126)<br />

Majelis Guru Besar 57 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


5. 2003‐ saat ini Mata Kuliah “Kimia Airtanah <strong>dan</strong> Perunutan Kimia”<br />

(GL‐6223)<br />

6. 1999 – 2003 Mata kuliah “Prinsip Pemetaan <strong>Hidrogeologi</strong>” (Kapita<br />

Selekta GL‐ 407).<br />

7. 1998 ‐ saat ini Mata kuliah “<strong>Hidrogeologi</strong> Me<strong>di</strong>a Rekahan” (GL‐424,<br />

GL‐5221)<br />

8. 1993 ‐ saat ini Mata kuliah “<strong>Hidrogeologi</strong> Umum ” (GL‐423, GL‐2121)<br />

9. 1993 ‐ saat ini Mata kuliah “Geohidrologi Lanjut” (GL‐688, GL‐6021)<br />

10. 1993 ‐ saat ini Mata kuliah “Topik Khusus <strong>Hidrogeologi</strong>” (TA‐700,<br />

TA‐7000).<br />

11. 1992 ‐ saat ini Mata kuliah “Konsep Teknologi” (KU‐120, GL‐10T1).<br />

A.2. Pengelola Laboratorium <strong>di</strong> Departemen Teknik Geologi,FIKTM‐ITB<br />

1996 – saat ini : Kepala Laboratorium <strong>Hidrogeologi</strong>, FIKTM<br />

B. Penugasan <strong>di</strong> Lingkungan ITB<br />

B.1. Penugasan Tingkat Pusat Institut Teknologi Bandung<br />

1. 2006 – saat ini Anggota Tim Penyusun Rencana Induk Pengembangan<br />

ITB 2006 – 2016.<br />

2. 2005 – saat ini Ketua Satuan Penjaminan Mutu(SPM)‐Institut<br />

Teknologi Bandung<br />

3. 2005 ‐ saat ini Ketua Tim Persiapan Akuntabilitas ITB<br />

4. 2002 ‐ 2005 Wakil Rektor Bi<strong>dan</strong>g Sumber Daya ITB<br />

5. 2002 ‐ 2003 Direktur Utama Lembaga Afiliasi Penelitian <strong>dan</strong><br />

Industri (LAPI – ITB)<br />

6. 2000 ‐ 2003 Anggota Senat ITB Non Guru Besar dari Dep.Teknik<br />

Geologi, FIKTM‐ITB<br />

7. 2000 Anggota Panitia Kerja (PANJA) Persiapan ITB<br />

Berba<strong>dan</strong> Hukum (ITB BHMN)<br />

8. 1999 Anggota Panitia Ad Hoc Otonomi ITB<br />

9. 1998 Anggota Tim Pengembangan <strong>dan</strong> Penyempurnaan<br />

RENSTRA ITB, 1998 – 2007<br />

10. 1996 & 1997 Ketua Tim Penyusun : Sistem Perenc. Penyusunan<br />

Program <strong>dan</strong> Penganggaran ITB<br />

11. 1995 ‐ 1998 Pemimpin Proyek Pengembangan Perguruan Tinggi<br />

(P2T‐ITB) / Executing Agency OECF‐ITB<br />

12. 1994 ‐ 1995 Staf Ahli P3WK ITB, Bid.Sumberdaya Air<br />

13. 1993 ‐ 2004 Ketua Gugus Tugas ITB: Penelitian Sumberdaya Air<br />

Majelis Guru Besar 58 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


14. 1993 ‐ 1995 Bendaharawan Proyek Pengembangan Perguruan<br />

Tinggi (P2T‐ITB)<br />

B.2. Penugasan Tingkat Fakultas / Departemen<br />

1.2005 – saat ini Anggota Senat FIKTM ITB<br />

2.2005 – saat ini Ketua KK Geologi Terapan FIKTM ITB<br />

3. 2004 – saat ini Anggota Tim Pengembang Program Stu<strong>di</strong> Magister<br />

Teknik Airtanah.<br />

4. 2004 Sekretaris Tim Persiapan <strong>dan</strong> Pembentukan Unit<br />

Keilmuan Serumpun & Kelompok Keahlian FIKTM‐ITB<br />

5. 2004 Anggota Tim Penyusun Rencana Program Magister<br />

Pengelolaan Sumber Daya Bumi FIKTM<br />

6. 2003 Ketua Tim Stu<strong>di</strong> Kelayakan Laboratorium Lapangan<br />

FIKTM <strong>di</strong> Jawa Barat<br />

7. 1999 Koor<strong>di</strong>nator kegiatan “Scientific Lecture and Training<br />

Program”, Dept. Teknik Geologi<br />

8. 1998 ‐ 2002 Pembantu Dekan II FIKTM ‐ ITB<br />

9. 1997 ‐ 2002 Sekretaris Tim Master Plan FIKTM, FTM‐ITB<br />

10. 1995 ‐ 1996 Anggota Tim Redaksi Jurnal Teknologi Mineral (JTM)<br />

C. Penugasan ITB <strong>di</strong> Lingkungan Antar Lembaga/Institusi<br />

1. 2005 – saat ini Liaison Officer ITB untuk Pemerintah Provinsi Jawa<br />

Barat<br />

2. 2003 ‐ 2005 Komite Perencana Jawa Barat sebagai Koor<strong>di</strong>nator<br />

Bi<strong>dan</strong>g Sumberdaya <strong>dan</strong> Lingkungan<br />

3. 2001 Anggota Tim Penyusun Modul Pemetaan &<br />

Pengelolaan Cekungan Airtanah, Dir. TGKP<br />

4. 2000 – 2004 Anggota Tim Reviewer Program SEMI‐QUE, Direktorat<br />

Jendral Pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan Tinggi<br />

5. 2000 – 2004 Anggota Tim Reviewer Program DUE‐LIKE Politeknik,<br />

Direktorat Jendral Pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan Tinggi<br />

6. 1998 – 2002 Anggota Penasehat Teknis, Dinas Pertambangan DKI –<br />

Jakarta<br />

7. 1998 ‐1999 Koor<strong>di</strong>nator Technical Advisory Group Bi<strong>dan</strong>g<br />

Sumberdaya Air <strong>dan</strong> Amdal, Deptrans RI.<br />

8. 1996 – 1997 Ketua Working Group WHO‐KLH Agenda Abad ke‐21<br />

<strong>Indonesia</strong> Bid.Sumberdaya Air.<br />

Majelis Guru Besar 59 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006


IV. Penghargaan<br />

1. 2005 : Satya Lancana Karya Satya XX Tahun dari Presiden RI<br />

2. 2005 : Ganesa Wira A<strong>di</strong> Utama dari Rektor ITB<br />

3. 1999 : Ganesa Wira A<strong>di</strong> Utama dari Rektor ITB<br />

4. 1998 : Satya Lancana Karya Satya X Tahun dari Presiden RI<br />

5. 1998 : Dosen Tela<strong>dan</strong> Peringkat ke‐3 FTMineral – ITB<br />

V.Riwayat Kenaikan Jabatan <strong>dan</strong> Pangkat<br />

Jabatan Fungsional Akademik<br />

TMT<br />

Guru Besar 1 Juni 2006<br />

Lektor Kepala (inpassing) 1 Januari 2001<br />

Lektor Kepala Madya 1 Januari 2001<br />

Lektor (loncat jabatan dari Lektor Muda) 1 September 1998<br />

Lektor Muda 1 Desember 1993<br />

Asisten Ahli 1 Oktober 1986<br />

Asisten Ahli Madya 1 Juni 1985<br />

Pangkat Golongan TMT<br />

Pembina Tingkat I IV / b 1 Oktober 2003<br />

Pembina IV / a 1 April 2001<br />

Penata Tingkat I III / d 1 Oktober 1998<br />

Penata III / c 1 April 1994<br />

Penata Muda Tingkat I III / b 1 Oktober 1986<br />

Penata Muda III / a 1 Maret 1984<br />

VI. Riwayat Dalam Organisasi Profesi<br />

1. 2005 – saat ini Ketua departemen sumberdaya manusia, Pengurus<br />

Pusat Ikatan Ahli Geologi <strong>Indonesia</strong> (IAGI)<br />

2. 2004 ‐ saat ini Anggota International Association of Hydrogeologists<br />

(IAH‐No. 102553)<br />

3. 2003 ‐ 2005 Humas Ikatan Ahli Geologi <strong>Indonesia</strong> (IAGI) Wilayah<br />

Jawa Barat <strong>dan</strong> Banten<br />

4. 1995 ‐ saat ini Ketua Umum Perhimpunan Ahli Airtanah <strong>Indonesia</strong><br />

(PAAI‐No.003)<br />

5. 1982 – saat ini Anggota Ikatan Ahli Geologi <strong>Indonesia</strong> (IAGI‐ No. 2151)<br />

Bandung, Desember 2006<br />

Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja.<br />

Majelis Guru Besar 60 Profesor Deny Juanda Pura<strong>di</strong>maja<br />

Institut Teknologi Bandung 22 Desember 2006

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!