28.04.2015 Views

Fungsi Keluarga, Pembagian Peran, dan Kemitraan Gender dalam ...

Fungsi Keluarga, Pembagian Peran, dan Kemitraan Gender dalam ...

Fungsi Keluarga, Pembagian Peran, dan Kemitraan Gender dalam ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

FUNGSI KELUARGA, PEMBAGIAN PERAN DAN KEMITRAAN GENDER<br />

DALAM KELUARGA<br />

Oleh: Herien Puspitawati<br />

Departemen Ilmu <strong>Keluarga</strong> <strong>dan</strong> Konsumen<br />

Fakultas Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor<br />

2013<br />

Sumber: Puspitawati, H. 2012. <strong>Gender</strong> <strong>dan</strong> <strong>Keluarga</strong>: Konsep <strong>dan</strong> Realita di Indonesia. PT<br />

IPB Press. Bogor.<br />

Email: herien_puspitawati@email.com<br />

<strong>Fungsi</strong> <strong>Keluarga</strong><br />

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 menyatakan fungsi keluarga terdiri atas<br />

fungsi-fungsi: (1) Keagamaan, (2) Sosial budaya, (3) Cinta kasih, (4) Perlindungan, (5)<br />

Reproduksi, (6) Sosialisasi <strong>dan</strong> pendidikan, (7) Ekonomi, <strong>dan</strong> (8) Pembinaan lingkungan.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan menurut Mattensich <strong>dan</strong> Hill (Zeitlin et al., 1995), fungsi keluarga terdiri atas fungsi<br />

pemeliharaan fisik sosialisasi <strong>dan</strong> pendidikan, akuisisi anggota keluarga baru melalui prokreasi<br />

atau adopsi, kontrol perilaku sosial <strong>dan</strong> seksual, pemeliharaan moral keluarga <strong>dan</strong> dewasa<br />

melalui pembentukan pasangan seksual, <strong>dan</strong> melepaskan anggota keluarga dewasa. Adapun<br />

menurut United Nation (1993) fungsi keluarga meliputi fungsi pengukuhan ikatan suami istri,<br />

prokreasi <strong>dan</strong> hubungan seksual, sosialisasi <strong>dan</strong> pendidikan anak, pemberian nama <strong>dan</strong> status,<br />

perawatan dasar anak, perlindungan anggota keluarga, rekreasi <strong>dan</strong> perawatan emosi, <strong>dan</strong><br />

pertukaran barang <strong>dan</strong> jasa.<br />

Contoh aplikasi kemitraan <strong>dan</strong> relasi gender <strong>dalam</strong> pelaksanaan fungsi keluarga.<br />

No <strong>Fungsi</strong> <strong>Keluarga</strong> Contoh Aplikasi <strong>Kemitraan</strong> <strong>dan</strong> Relasi <strong>Gender</strong><br />

<strong>Fungsi</strong> <strong>Keluarga</strong> Menurut PP Nomor 21 Tahun 1994<br />

1 Keagamaan Ayah <strong>dan</strong> Ibu berkewajiban untuk mendidik anak L <strong>dan</strong> P sejak dini <strong>dalam</strong><br />

menjalankan fungsi keagamaan sebagai landasan pendidikan karakter.<br />

2 Sosial-Budaya Ayah <strong>dan</strong> ibu melakukan sosialisasi kepada anak-anaknya tentang cinta<br />

budaya dengan tetap menjunjung tinggi nilai kesetaraan <strong>dan</strong> keadilan.<br />

3 Cinta Kasih Ayah <strong>dan</strong> ibu menebarkan cinta kasih kepada semua anggota keluarga<br />

dengan menggalang kerjasama yang baik dengan dilandasi rasa saling<br />

menghormati, menyayangi <strong>dan</strong> membutuhkan satu dengan lainnya.<br />

4 Melindungi Orangtua melindungi anak-anak baik laki-laki maupun perempuan dengan<br />

cara yang sesuai dengan kebutuhan biologi <strong>dan</strong> perkembangan<br />

psikososialnya. Suami <strong>dan</strong> istri saling melindungi dengan cara sesuai<br />

dengan keunikan personalitas masing-masing.<br />

5 Reproduksi Reproduksi disini berarti menjalankan proses prokreasi keluarga yang<br />

berkaitan dengan hak atas kesehatan reproduksi baik laki-laki maupun<br />

perempuan. Suami <strong>dan</strong> istri harus saling menjaga kesehatan reproduksi<br />

<strong>dan</strong> hak-hak reproduksinya.<br />

6 Sosialisasi <strong>dan</strong><br />

Pendidikan<br />

Ayah <strong>dan</strong> ibu bekerjasama <strong>dalam</strong> mendidik <strong>dan</strong> mengasuh anak yang<br />

dilandasi oleh pendidikan karakter <strong>dan</strong> responsif gender,


No <strong>Fungsi</strong> <strong>Keluarga</strong> Contoh Aplikasi <strong>Kemitraan</strong> <strong>dan</strong> Relasi <strong>Gender</strong><br />

7 Ekonomi Ayah <strong>dan</strong> ibu bekerjasama <strong>dalam</strong> mencari uang <strong>dan</strong> mengelola keuangan<br />

keluarga <strong>dan</strong> memutuskan prioritas pengeluaran keuangan. Ayah <strong>dan</strong> ibu<br />

memberi arahkan <strong>dan</strong> pendidikan kepada anaknya untuk mengelola<br />

keuangan yang cenderung terbatas <strong>dan</strong> mengatur kebutuhan/keinginan yang<br />

cenderung tidak terbatas.<br />

8 Pembinaan<br />

Lingkungan<br />

<strong>Fungsi</strong> <strong>Keluarga</strong> Menurut United Nation Tahun 1993<br />

1 Pengukuhan<br />

Ikatan Suami Istri<br />

2 Prokreasi <strong>dan</strong><br />

Hubungan Seksual<br />

3 Sosialisasi <strong>dan</strong><br />

Pendidikan Anak<br />

4 Pemberian Nama<br />

<strong>dan</strong> Status<br />

5 Perawatan Dasar<br />

Anak<br />

6 Perlindungan<br />

Anggota <strong>Keluarga</strong><br />

7 Rekreasi <strong>dan</strong><br />

Perawatan Emosi<br />

8 Pertukaran Barang<br />

<strong>dan</strong> Jasa<br />

Keterangan: L= laki-laki; P= perempuan<br />

Konsep <strong>Peran</strong> <strong>Gender</strong><br />

Ayah <strong>dan</strong> ibu mengelola kehidupan keluarga dengan tetap memelihara<br />

lingkungan di sekitarnya, baik lingkungan fisik maupun sosial, <strong>dan</strong><br />

lingkungan mikro, meso <strong>dan</strong> makro.<br />

Suami <strong>dan</strong> istri sedapat mungkin mempertahankan pernikahan dengan<br />

menyelesaikan masalah yang ada dengan manajemen konflik, penyesuaian<br />

konsensus <strong>dan</strong> pembaharuan komitmen.<br />

Suami harus menghormati hak reproduksi istrinya <strong>dan</strong> tidak boleh memaksa<br />

istri untuk berhubungan seksual apabila istri <strong>dalam</strong> keadaan haid atau <strong>dalam</strong><br />

keadaan tidak siap/lelah. Begitupula istri tidak boleh memaksa suami untuk<br />

berhubungan seks apabila suami tidak siap/lelah.<br />

Pengasuhan yang responsif gender penting untuk dilakukan <strong>dalam</strong><br />

mempersiapkan anak laki-laki <strong>dan</strong> perempuan menuju kualitas sumberdaya<br />

manusia yang prima.<br />

Nama anak laki-laki <strong>dan</strong> perempuan diberikan berdasarkan kesepakatan<br />

suami <strong>dan</strong> istri yang dilatarbelakangi oleh aturan agama <strong>dan</strong> kebiasaan<br />

budaya.<br />

Anak laki-laki <strong>dan</strong> perempuan mempunyai hak untuk mendapatkan<br />

perawatan dasar yang berhubungan dengan kesehatan fisik <strong>dan</strong> psikososial.<br />

Ayah <strong>dan</strong> ibu berkewajiban saling melindungi satu sama lain <strong>dan</strong><br />

melindungi anak-anak secara fisik maupun sosial. Perilaku kasar yang<br />

menjurus pada pada pelecehan <strong>dan</strong> penganiayaan serta kekerasan kepada<br />

anak harus dihilangkan.<br />

Ayah <strong>dan</strong> ibu berkewajiban memberikan perawatan emosi kepada seluruh<br />

anggota keluarga dengan melakukan rileksasi <strong>dan</strong> rekreasi yang disesuaikan<br />

dengan kemampuan keluarga.<br />

Dalam rangka menjaga keutuhan keluarga baik keluarga inti maupun<br />

keluarga besar, perilaku saling membantu <strong>dalam</strong> bertukar barang <strong>dan</strong> jasa<br />

akan melanggengkan hubungan/ikatan kekeluargaan (family ties) <strong>dan</strong><br />

bonding yang kuat.<br />

Berkaitan dengan peran gender, perlu diingat kembali istilah-istilah kegiatan produktif,<br />

reproduktif <strong>dan</strong> kemasyarakatan yang digunakan <strong>dalam</strong> analisis gender terutama Model Moser<br />

<strong>dan</strong> Harvard:<br />

1. Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat <strong>dalam</strong> rangka<br />

mencari nafkah. Kegiatan ini disebut juga kegiatan ekonomi karena kegiatan ini<br />

menghasilkan uang secara langsung atau barang yang dapat dinilai setara uang. Contoh<br />

kegiatan ini adalah bekerja menjadi buruh, petani, pengrajin <strong>dan</strong> sebagainya.<br />

2. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan pemeliharaan <strong>dan</strong><br />

pengembangan serta menjamin kelangsungan sumberdaya manusia <strong>dan</strong> biasanya


dilakukan <strong>dalam</strong> keluarga. Kegiatan ini tidak menghasilkan uang secara langsung <strong>dan</strong><br />

biasanya dilakukan bersamaan dengan tanggung jawab domestik atau kemasyarakatan<br />

<strong>dan</strong> <strong>dalam</strong> beberapa referensi disebut reproduksi sosial. Contoh peran reproduksi adalah<br />

pemeliharaan <strong>dan</strong> pengasuhan anak, pemeliharaan rumah, tugas-tugas domestik, <strong>dan</strong><br />

reproduksi tenaga kerja untuk saat ini <strong>dan</strong> masa yang akan datang (misalnya masak,<br />

bersih-bersih rumah).<br />

3. Kegiatan kemasyarakatan yang berkaitan dengan politik <strong>dan</strong> sosial budaya yaitu kegiatan<br />

yang dilakukan anggota masyarakat yang berhubungan dengan bi<strong>dan</strong>g politik, sosial <strong>dan</strong><br />

kemasyarakatan <strong>dan</strong> mencakup penyediaan <strong>dan</strong> pemeliharaan sumberdaya yang<br />

digunakan oleh setiap orang seperti air bersih/irigasi, sekolah <strong>dan</strong> pendidikan, kegiatan<br />

pemerintah lokal <strong>dan</strong> lain-lain. Kegiatan ini bisa menghasilkan uang <strong>dan</strong> bisa juga tidak<br />

menghasilkan uang.<br />

<strong>Peran</strong> gender menurut Talcott Parson. 9.4<br />

Aspek<br />

Pendidikan<br />

Profesi<br />

Pekerjaan di<br />

Rumah<br />

Pengambilan<br />

Keputusan<br />

Pengasuhan<br />

Anak <strong>dan</strong><br />

Pendidikan<br />

Model A: Pemisahan <strong>Peran</strong> Total<br />

antara Laki-laki <strong>dan</strong> Perempuan<br />

Pendidikan spesifik gender, kualifikasi<br />

professional tinggi hanya penting untuk<br />

laki-laki<br />

Tempat kerja professional bukan tempat<br />

utama perempuan, karir <strong>dan</strong> professional<br />

tinggi tidak penting untuk perempuan<br />

Pemeliharaan rumah <strong>dan</strong> pengasuhan<br />

anak merupakan fungsi utama<br />

perempuan, partisipasi laki-laki pada<br />

fungsi ini hanya sebagian saja.<br />

Hanya bila ada konflik, maka laki-lakilah<br />

yang terakhir menangani, misalnya<br />

memilih tempat tinggal, memilih sekolah<br />

nak, <strong>dan</strong> keputusan untuk membeli.<br />

Perempuan menangani sebagian besar<br />

fungsi untuk mendidik anak <strong>dan</strong><br />

merawatnya tiap hari.<br />

Model B: Peleburan Total <strong>Peran</strong><br />

antara Laki-laki <strong>dan</strong> Perempuan<br />

Sekolah bersama, kualitas kelas yang<br />

sama untuk laki-laki <strong>dan</strong> perempuan, <strong>dan</strong><br />

kualitas pendidikan yang sama untuk lakilaki<br />

<strong>dan</strong> perempuan<br />

Karir adalah sama pentingnya untuk lakilaki<br />

<strong>dan</strong> perempuan, oleh karena itu<br />

kesetaraan kesempatan untuk berkarir<br />

professional bagi laki-laki <strong>dan</strong> perempuan<br />

sangat diperlukan.<br />

Semua pekerjaan di rumah harus<br />

dikerjakan oleh laki-laki <strong>dan</strong> perempuan,<br />

dengan demikian ada kontribusi yang<br />

setara antara suami <strong>dan</strong> istri.<br />

Laki-laki tidak dapat mendominasi<br />

perempuan, harus ada kesetaraan.<br />

Laki-laki <strong>dan</strong> perempuan berkontribusi<br />

secara setara <strong>dalam</strong> fungsi ini.<br />

Keterangan: Secara garis besar diterjemahkan dari Talcott Parsons: Family Socialization and Interaction<br />

Process, New York 1955<br />

Parson mengembangkan suatu model “keluarga inti (nuclear family) pada Tahun 1955<br />

yang memang menjadi tipe keluarga yang dominan pada saat itu dengan tradisi peran gender<br />

yang masih sangat tradisional (Franco-German TV station ARTE (http://www.arte-tv.com,<br />

Karambolage, August 2004). Parson meyakini bahwa peran feminin adalah peran expressive,<br />

se<strong>dan</strong>gkan peran maskulin adalah peran instrumental. Parson juga percaya bahwa aktivitas<br />

expressive dari perempuan memenuhi fungsi-fungsi 'internal', sebagai contoh menguatkan<br />

jalinan hubungan antar anggota keluarga. Se<strong>dan</strong>gkan laki-laki di lain pihak menunjukkan<br />

pemenuhan fungsi-fungsi 'external' dari keluarga dengan menyediapak kebutuhan keuangan


keluarga. Model Parsons digunakan untuk mengilustrasikan posisi ekstrim dari peran gender<br />

dengan menggunakan Model A yang menggambarkan pemisahan peran gender antara laki-laki<br />

<strong>dan</strong> perempuan secara total, <strong>dan</strong> Model B menjelaskan peleburan pembatas peran gender secara<br />

sempurna antara laki-laki <strong>dan</strong> perempuan (Brockhaus: Enzyklopadie der Psychologie 2001).<br />

Dalam kenyataan di masyarakat, posisi ekstrim (seperti Model A atau Model B) sangat<br />

jarang ditemui. Kenyataan yang ada adalah diantara dua kutub di atas, yaitu campuran antara<br />

Model A <strong>dan</strong> B. Model yang sangat nyata di masyararakat adalah a<strong>dan</strong>ya „double burden‟ pada<br />

perempuan yang mempunyai peran ganda sebagai pekerja <strong>dan</strong> sekaligus sebagai ibu<br />

rumahtangga. Bagaimanapun, peran gender bagi setiap pasangan suami istri tidak baku atau<br />

kaku, pasti ada negosiasi di waktu yang diperlukan seiring dengan perkembangan tahapan<br />

keluarga.<br />

Aplikasi peran gender <strong>dalam</strong> kehidupan berkeluarga <strong>dan</strong> bermasyarakat sangat penting<br />

untuk dimengerti <strong>dan</strong> dimaknai. Karena aplikasi peran gender dapat mempengaruhi semua<br />

perilaku manusia, seperti pemilihan pekerjaan, pemilihan rumah, pemilihan bi<strong>dan</strong>g pendidikan,<br />

bahkan pemilihan pasangan <strong>dan</strong> cara mendidik anak. Oleh karena itu sosialisasi peran gender<br />

yang tidak bias gender harus dilakukan di <strong>dalam</strong> keluarga sejak usia dini. Sesuai dengan<br />

pendapat Schulz bahwa proses individu belajar <strong>dan</strong> menerima suatu peran yang disebut<br />

sosialisasi ini akan berjalan dengan baik apabila didorong dengan cara memotivasi perilaku yang<br />

diinginkan sesuai dengan tujuan atau kurang mendorong atau bahkan melarang perilaku yang<br />

tidak diinginkan (Einführung in die Soziologie, Vienna 1989, p. 288 yang disadur dari catatan<br />

kaki). 9.4 <strong>Peran</strong> gender mempunyai sejarah debat yang panjang antara nature atau nurture.<br />

Terdapat kritik terhadap aliran Biologi. 9.4 Teori awam tantang gender mengasumsikan bahwa<br />

identitas gender adalah suatu yang kodrati. Sebagai contoh, sering dinyatakan <strong>dalam</strong> masyarakat<br />

Barat bahwa perempuan secara alamiah lebih cocok untuk mengasuh anak. Ide a<strong>dan</strong>ya perbedaan<br />

peran gender karena perbedaan biologi membawa kontroversi di kalangan masyarakat ilmiah.<br />

Pada abad ke-19, Antropologi ka<strong>dan</strong>g-ka<strong>dan</strong>g menggunakan penjelasan yang sederhana tentang<br />

kehidupan imajinatif dari masyarakat Paleolithic hunter-gatherer untuk menjelaskan evolusioner<br />

tentang perbedaan gender. Sebagai contoh, karena a<strong>dan</strong>ya kebutuhan untuk merawat anakanaknya,<br />

maka para perempuan mempunyai keterbatasan <strong>dalam</strong> berburu. Pada saat ini,<br />

sosiobiologi <strong>dan</strong> psychologi evolusioner kembali lagi ke masalah ini <strong>dan</strong> menjelaskan perbedaan<br />

gender dengan a<strong>dan</strong>ya adaptasi peran gender.<br />

Dengan a<strong>dan</strong>ya pengaruh kinerja para feminist selama Tahun 1980an, khususnya di<br />

Bi<strong>dan</strong>g Sosiologi <strong>dan</strong> Anthropologi Budaya, seperti Simone de Beauvoir <strong>dan</strong> Michel Foucault<br />

yang merefleksikan jenis kelamin, maka ide gender tidak ada hubungannya dengan jenis<br />

kelamin. Seseorang dapat lahir dengan jenis kelamin laki-laki namun mempunyai sifat gender<br />

feminin. Simon Baron-Cohen, 10.6 seorang profesor Psikologi <strong>dan</strong> Psikiatri dari Cambridge<br />

University, berargumen bahwa otak perempuan lebih banyak dikuasasi oleh „hard-wired‟ untuk<br />

empati, se<strong>dan</strong>gkan otak laki-laki lebih banyak dikuasasi oleh „hard-wired‟ untuk pengertian <strong>dan</strong><br />

membangun sistem. Pada saat ini, tren yang terjadi di masyarakat Barat adalah berbagi antara<br />

laki-laki <strong>dan</strong> perempuan pekerjaan yang serupa, tanggung jawab yang menunjukkan bahwa jenis<br />

kelamin pada saat lahir tidak secara langsung menentukan kemampuan talentanya.<br />

Perubahan global <strong>dan</strong> trend industrialisasi telah menyebabkan transformasi pada institusi<br />

sosial, komunitas <strong>dan</strong> nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang akhirnya juga memberikan tekanantekanan,<br />

baik secara sosial, ekonomi maupun psikologi pada tingkatan individu, keluarga <strong>dan</strong><br />

masyarakat. Perkembangan ekonomi <strong>dan</strong> teknologi juga membawa pengaruh pada pergeseran


nilai-nilai individu <strong>dan</strong> keluarga baik yang berkaitan dengan prinsip-prinsip hidup, nilai-nilai<br />

keluarga maupun nilai-nilai kebersamaan termasuk pergeseran peran gender antara laki-laki <strong>dan</strong><br />

perempuan.<br />

Pergeseran nilai-nilai individu tercermin dari kesadaran bahwa peran <strong>dan</strong> tanggung jawab<br />

laki-laki <strong>dan</strong> perempuan adalah sama (equal) meskipun secara biologis mempunyai perbedaan.<br />

Pergeseran nilai-nilai individu juga tercermin dari persamaan tingkatan nilai antara anak laki-laki<br />

<strong>dan</strong> anak perempuan. Artinya nilai anak laki-laki tidak lebih tinggi dari anak perempuan, <strong>dan</strong><br />

sebaliknya. Pergeseran nilai-nilai atau norma masyarakat tercermin dari a<strong>dan</strong>ya kemitraan lakilaki<br />

<strong>dan</strong> perempuan <strong>dalam</strong> pembangunan, <strong>dan</strong> bahwa laki-laki (suami) tidak satu-satunya aktor<br />

yang bertanggung jawab pada pekerjaan publik (mencari uang), namun sudah menjadi tanggung<br />

jawab bersama dengan perempuan (istri). Pergeseran nilai keluarga tercermin dari meningkatnya<br />

kemitraan gender (gender relations/parternship) <strong>dalam</strong> menjalankan fungsi ekonomi keluarga<br />

yang ditunjukkan dengan saling dukungan <strong>dalam</strong> generating income keluarga.<br />

<strong>Kemitraan</strong> <strong>Gender</strong> <strong>dan</strong> Pembentukan Jejaring <strong>Keluarga</strong> Melalui Relasi <strong>Peran</strong> <strong>Gender</strong><br />

<strong>Kemitraan</strong> gender (gender partnership) <strong>dalam</strong> keluarga disajikan pada Gambar 9.1:<br />

1. Kerjasama secara setara <strong>dan</strong> berkeadilan antara suami <strong>dan</strong> istri serta anak-anak baik lakilaki<br />

maupun perempuan <strong>dalam</strong> melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian<br />

pekerjaan <strong>dan</strong> peran baik peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan.<br />

<strong>Kemitraan</strong> <strong>Gender</strong> <strong>dalam</strong> <strong>Keluarga</strong>:<br />

Ayah, Ibu, Anak-anak Laki-laki <strong>dan</strong> Perempuan mencerminkan<br />

transparansi, akuntabilitas <strong>dan</strong> good governance di tingkat keluarga<br />

<strong>Peran</strong> Publik<br />

dengan Kegiatan<br />

Produktif<br />

<strong>Peran</strong> Domestik<br />

dengan Kegiatan<br />

Reproduktif<br />

<strong>Peran</strong> Sosial dgn<br />

Kegiatan Sosial<br />

Kemasyarakatan<br />

<strong>Gender</strong> menyangkut perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab, kebutuhan<br />

<strong>dan</strong> status sosial antara laki-laki <strong>dan</strong> perempuan berdasarkan bentukan/<br />

konstruksi dari budaya masyarakat.<br />

<strong>Peran</strong> sosial dari gender adalah bukan kodrati, tetapi berdasarkan<br />

kesepakatan masyarakat.<br />

<strong>Peran</strong> sosial dapat dipertukarkan <strong>dan</strong> dapat berubah tergantung dari<br />

kondisi budaya setempat <strong>dan</strong> waktu/ era<br />

Gambar 9.1. <strong>Kemitraan</strong> gender <strong>dalam</strong> pembagian peran keluarga.


2. <strong>Kemitraan</strong> <strong>dalam</strong> pembagian peran suami <strong>dan</strong> istri untuk mengerjakan aktivitas<br />

kehidupan keluarga menunjukkan a<strong>dan</strong>ya transparansi penggunaan sumberdaya (”tiada<br />

dusta diantara suami <strong>dan</strong> istri” atau ”tidak ada agenda rahasia atau tidak ada u<strong>dan</strong>g<br />

dibalik batu”), terbentuknya rasa saling ketergantungan berdasarkan kepercayaan <strong>dan</strong><br />

saling menghormati, akuntabilitas (terukur <strong>dan</strong> jelas) <strong>dalam</strong> penggunaan sumberdaya, <strong>dan</strong><br />

terselenggaranya kehidupan keluarga yang stabil, harmonis, teratur yang menggambarkan<br />

a<strong>dan</strong>ya ’good governance‟ di tingkat keluarga.<br />

3. <strong>Kemitraan</strong> <strong>dalam</strong> pembagian peran suami istri berkaitan kerjasama <strong>dalam</strong> menjalankan<br />

fungsi keluarga dengan komponen perilaku mulai dari kontribusi ide, perhatian, bantuan<br />

moril <strong>dan</strong> material, nasehat berdasarkan pengetahuan yang didapat, sampai dengan<br />

bantuan tenaga <strong>dan</strong> waktu.<br />

Tabel 9.4. Contoh aplikasi kemitraan suami istri <strong>dalam</strong> kehidupan keluarga.<br />

No<br />

Cerminan<br />

<strong>Kemitraan</strong><br />

Contoh Aplikasi <strong>Kemitraan</strong> Suami Istri<br />

1 <strong>Pembagian</strong><br />

Tugas <strong>dan</strong><br />

<strong>Peran</strong> <strong>dalam</strong><br />

keluarga<br />

Berdasarkan pembagian tugas, istri bertugas sebagai manajer rumahtangga, namun<br />

suami sering memberikan ide <strong>dalam</strong> mengatur <strong>dan</strong> merencanakan furnitur ruangan, lay<br />

out atau interior design ruangan, <strong>dan</strong> landscape pekarangan. Jadi, meskipun istri<br />

berperan sebagai manajer utama rumahtangga, suami juga berkontribusi melalui<br />

kontribusi ide, uang <strong>dan</strong> perhatian, namun kontribusi tenaga <strong>dan</strong> waktunya sangat<br />

terbatas.<br />

Berdasarkan pembagian tugas, istri bertugas sebagai pendidik <strong>dan</strong> pengasuh anak-anak,<br />

namun suami sering mengingatkan anak untuk rajin belajar <strong>dan</strong> menjaga diri serta<br />

berhati-hati di jalan <strong>dan</strong> di sekolah. Jadi, meskipun istri berperan sebagai pengasuh <strong>dan</strong><br />

pendidik utama anak, suami juga berkontribusi secara rutin <strong>dan</strong> aktif melalui kontribusi<br />

ide <strong>dan</strong> perhatian, namun kontribusi tenaga <strong>dan</strong> waktunya sangat terbatas.<br />

Berdasarkan pembagian tugas, suami bertugas sebagai pencari nafkah utama keluarga,<br />

namun istri berkontribusi secara rutin melalui penyiapan tas kerja, pakaian kerja, <strong>dan</strong><br />

perlengkapan pekerjaan lain yang diperlukan suami.<br />

2 Transparansi<br />

<strong>dalam</strong> keluarga<br />

Meskipun istri memegang keuangan keluarga (suami secara rutin memberikan sebagian<br />

besar pendapatannya kepada istri), bahkan istri menyimpan uang keluarga <strong>dalam</strong><br />

tabungan keluarga di bank (atas nama istri), namun istri selalu mengkomunikasikan <strong>dan</strong><br />

menunjukkan kepada suami laporan keuangan keluarga <strong>dan</strong> secara garis besar jumlah<br />

pengeluaran keluarga kepada suami.<br />

Sebaliknya, suami selalu melaporkan perolehan pendapatannya <strong>dan</strong> prediksi pendapatan<br />

selanjutnya.<br />

Perencanaan keuangan dilakukan bersama antara suami istri <strong>dan</strong> bahkan dengan anakanak<br />

apabila diperlukan berkaitan dengan rencana jangka pendek, menengah <strong>dan</strong><br />

panjang keluarga.<br />

Penggunaan <strong>dan</strong> perencanaan sumberdaya materi <strong>dan</strong> non materi keluarga<br />

dikomunikasikan dengan baik secara terbuka pada semua anggota keluarga, terutama<br />

antara suami <strong>dan</strong> istri.<br />

3 Akuntabilitas<br />

<strong>dalam</strong> keluarga<br />

Penggunaan <strong>dan</strong> perencanaan sumberdaya keluarga harus jelas <strong>dan</strong> terukur. Suami<br />

memberitahu istri secara jelas <strong>dan</strong> terukur tentang penggunaan <strong>dan</strong> perencanaan<br />

sumberdaya keluarga, <strong>dan</strong> sebaliknya istri memberitahu suami secara jelas <strong>dan</strong> terukur<br />

semua perencanaan <strong>dan</strong> penggunaan sumberdaya keluarga.<br />

Monitoring, checking, kontrol terhadap semua penggunaan sumberdaya berikut akses<br />

terhadap sumberdaya di luar siste keluarga harus diperkirakan <strong>dan</strong> dihitung secara jelas<br />

<strong>dan</strong> terukur, sepengetahuan pasangan suami <strong>dan</strong> istri.<br />

4 Good Meskipun suami sebagai kepala keluarga, namun <strong>dalam</strong> menjalankan perannya tidak


No<br />

Cerminan<br />

<strong>Kemitraan</strong><br />

governance<br />

<strong>dalam</strong> keluarga<br />

Contoh Aplikasi <strong>Kemitraan</strong> Suami Istri<br />

semena-mena semaunya sendiri, tidak boleh otoriter, namun harus dijalankan secara<br />

bijaksana <strong>dan</strong> mengakomodasi saran <strong>dan</strong> ide baik dari istrinya maupun anak-anaknya.<br />

Pasangan suami istri tidak boleh menggunakan kewenangannya sebagai orangtua untuk<br />

mengeksploitasi anak-anaknya; Suami tidak boleh mengeksploitasi istri untuk<br />

kepentingannya sendiri.<br />

Di <strong>dalam</strong> menjalankan peran <strong>dan</strong> tugasnya, baik suami maupun istri saling bekerjasama<br />

<strong>dalam</strong> menstabilkan keadaaan keluarga, berusaha untuk mempertahan hidup keluarga<br />

dengan cara-cara yang baik, meningkatkan kreatifitas <strong>dalam</strong> menyejahterakan keluarga<br />

dengan mempertimbangkan keterbatasan yang ada.<br />

Seandainya ketidaksepahaman antara suami istri, maka dicari solusi yang baik agar<br />

dapat memahami perbedaan permasalahan <strong>dan</strong> menyamakan persepsi untuk menuju<br />

tujuan keluarga bersama.<br />

4. <strong>Kemitraan</strong> gender disini merujuk pada konsep gender yaitu menyangkut perbedaan peran,<br />

fungsi, tanggung jawab, kebutuhan, <strong>dan</strong> status sosial antara laki-laki <strong>dan</strong> perempuan<br />

berdasarkan bentukan/konstruksi dari budaya masyarakat; <strong>Peran</strong> sosial dari gender adalah<br />

bukan kodrati, tetapi berdasarkan kesepakatan masyarakat; <strong>Peran</strong> sosial dapat<br />

dipertukarkan <strong>dan</strong> dapat berubah tergantung dari kondisi budaya setempat <strong>dan</strong> waktu/era.<br />

Berkaitan dengan konsep Moore (2011) tentang network atau jejaring, maka hal ini dapat<br />

dikaitkan dengan jejaring peran di <strong>dalam</strong> keluarga atau antar keluarga satu dengan lainnya.<br />

Berkaitan dengan network, Moore mengatakan bahwa terdapat hal-hal yang mendasar <strong>dalam</strong><br />

jejaring, yaitu:<br />

1. The shaping of desired outcomes operates through a set of relationships (a network) that<br />

share a common terminology (discourse, idiom) and expectations concerning appropriate<br />

practices (Pembentukan hasil yang diinginkan terjadi melalui suatu set hubungan<br />

(jejaring) atas dasar suatu kesamaan terminology <strong>dan</strong> harapan tentang praktekpraktek/kegiatan<br />

yang pantas).<br />

2. Networks shaping decision making are composed of network segments which may be<br />

either autonomous or dependent (Jejaring membentuk pengambilan keputusan yang<br />

dihimpun dari segmen-segmen jejaring yang kemungkinan otonomi ataupun dependen).<br />

Masih menurut Moore (2011), struktur komponen <strong>dalam</strong> metodologi menganalisis<br />

jejaring meliputi nodes <strong>dan</strong> ties yang dijelaskan sebagai berikut:<br />

1. Nodes refer to individuals, organizations, other meaningful entities, and things. There<br />

are seen as actors, having independent agency (Node merujuk pada individu, organisasi,<br />

atau entities penting <strong>dan</strong> barang. Node dapat terlihat sebagai aktor yang mempunyai<br />

kemandirian sebagai agen). Node mempunyai dua dimensi yaitu secara struktural <strong>dan</strong><br />

pemaknaan (meaningfull).<br />

a. Secara struktural, nodes dapat dijelaskan sebagai suatu simpul yang secara relatif<br />

stabil <strong>dan</strong> dikonstruksi secara sosial. Struktur ini dapat dikuatkan oleh aktor yang<br />

terdaftar (berwenang) <strong>dan</strong> dapat diterjemahkan dari pemaknaan terhadap<br />

rangkaian praktek perilaku tertentu <strong>dan</strong> hubungan jejaring.<br />

b. Secara pemaknaan (meaningfull), nodes merupakan suatu fungsi kisah cerita, <strong>dan</strong><br />

idiom yang merasionalisasi perilaku tertentu <strong>dan</strong> struktur yang diharapkan dari<br />

suatu posisi.


2. Ties are the relationships between nodes which are bound together in some meaningful<br />

fashion (Ties (tali) merupakan jalinan hubungan antara node satu dengan node lain yang<br />

terjalin bersama <strong>dalam</strong> suatu pemaknaan yang berarti).<br />

Berdasarkan konsep Moore di atas, maka pada konteks gender <strong>dan</strong> keluarga <strong>dalam</strong> bab<br />

ini dapat diilustrasikan (Gambar 9.2) bahwa relasi peran gender antar anggota keluarga dapat<br />

terjalin dengan erat <strong>dalam</strong> membentuk suatu jejaring. <strong>Peran</strong> ayah yang biasanya dikaitkan<br />

dengan peran produktif seperti menjadi pengusaha, manajer, guru, dokter, atau pegawai negeri<br />

pasti berhubungan dengan banyak klien atau aktor lain yang berkaitan dengan peran produktif<br />

tersebut. Ditambah lagi, apabila ayah mempunyai peran sebagai tokoh masyarakat atau tokoh<br />

agama, maka akan lebih banyak lagi aktor yang berhubungan dengan peran ayah tersebut. Tidak<br />

kalah aktifnya, ibu di era informasi saat ini juga mempunyai peran ganda sebagai ibu rumah<br />

tangga, <strong>dan</strong> sebagai aktor dengan peran produktif di sektor publik. Ditambah lagi, apabila ibu<br />

mempunyai tambahan peran sebagai tokoh masyarakat atau tokoh agama, maka akan lebih<br />

banyak lagi aktor yang berhubungan dengan peran ibu tersebut. Adapun anak-anak mempunyai<br />

peran sebagai anak <strong>dan</strong> juga sebagai pelajar apabila anak masih sekolah.<br />

Ay<br />

I<br />

A<br />

y<br />

1<br />

A<br />

y<br />

2<br />

A<br />

y<br />

Keterangan:<br />

Ay<br />

adalah aktor A=Ayah; I= Ibu; 1= Anak ke-1; 2= Anak ke-2.<br />

adalah aktor anggota keluarga besar, misalnya orangtua masing-masing A <strong>dan</strong> I.<br />

adalah aktor bukan anggota keluarga, misalnya teman kerja, teman sosial, dll.<br />

Gambar 9.2. Jejaring hubungan peran <strong>dalam</strong> keluarga (modifikasi dari Model Moore 2011).<br />

Berdasarkan konsep Moore di atas, maka yang disebut nodes atau aktor <strong>dalam</strong> hal ini<br />

adalah keluarga inti (ayah, ibu <strong>dan</strong> anak-anak), klien/aktor yang berhubungan dengan posisi ayah<br />

<strong>dan</strong> ibu, serta anggota keluarga besar seperti nenek, kakek, bibi <strong>dan</strong> paman. Se<strong>dan</strong>gkan ties<br />

adalah sifat jalinan hubungan antar aktor apakah hubungan tersebut hubungan formal yang<br />

menyangkut bisnis atau posisi jabatan, atau hubungan non formal yang berkaitan dengan<br />

hubungan keluarga inti atau keluarga besar. Derajat jalinan hubungan juga dapat sangat erat,


atau cukup erat atau tidak terlalu dekat. Frekuensi tatap muka juga dapat melandasi jaringan<br />

hubungan, yaitu apakah harian, mingguan, bulanan atau bahkan tahunan. Pengambilan<br />

keputusan yang melandasi jaringan ditentukan oleh posisi <strong>dalam</strong> suatu struktur. Sebagai contoh<br />

<strong>dalam</strong> sistem patriakhi, pasti kedudukan ayah adalah sebagai pemimpin <strong>dalam</strong> keluarga. Dengan<br />

demikian pengambilan keputusan tertinggi biasanya ditentukan oleh ayah. Adapun <strong>dalam</strong> sistem<br />

kemasyarakatan <strong>dan</strong> bisnis, maka posisi ayah atau ibu akan menentukan <strong>dalam</strong> pengambilan<br />

keputusan di institusi tempat bapak <strong>dan</strong> ibu berperan. Misalnya kalau ayah sebagai manajer<br />

perusahaan maka akan berperan <strong>dalam</strong> mengambil keputusan <strong>dalam</strong> perusahaannya. Begitu pula<br />

dengan ibu, apabila sebagai direktur suatu instansi, maka ibu akan berperan sangat penting <strong>dalam</strong><br />

mengambil keputusan <strong>dalam</strong> institusi tersebut.<br />

Dapat dibayangkan disini bahwa jejaring keluarga yang menyangkut dimensi peran akan<br />

semakin kompleks <strong>dan</strong> rumit dengan semakin banyaknya peran <strong>dan</strong> aktor. Oleh karena itu resiko<br />

a<strong>dan</strong>ya konflik peran <strong>dalam</strong> suatu jejaring adalah sangat besar. Namun demikian, konflik peran<br />

ini dapat diminimalkan apabila masing-masing aktor berusaha untuk mensosialisaikan peran <strong>dan</strong><br />

tanggung jawabnya kepada aktor lainnya, baik dari keluarga inti, keluarga besar maupun bukan<br />

anggota keluarga. Seperti dikatakan <strong>dalam</strong> konsep Moore bahwa jejaring akan berjalan dengan<br />

baik apabila harapan tentang tujuan terbentuknya jejaring didasarkan atas kesamaan kebutuhan<br />

<strong>dan</strong> harapan dari semua aktor. Dengan demikian perilaku dari masing-masing aktor harus saling<br />

menghargai <strong>dan</strong> memeliharan jejaring ini.<br />

Jejaring peran <strong>dalam</strong> keluarga berkaitan dengan keterbatasan sumberdaya keluarga.<br />

Orangtua dituntut untuk dapat mengelola sumberdaya keluarganya (baik sumberdaya materi<br />

maupun sumberdaya manusianya) agar dapat mencapai kebutuhan keluarga sehari-hari <strong>dan</strong><br />

mencapai tujuan keluarga yang dicita-citakannya (tujuan jangka pendek, menengah, <strong>dan</strong><br />

panjang) (Guhardja et al. 1995). Mempertimbangkan a<strong>dan</strong>ya kecenderungan keterbatasan<br />

(scarcity) <strong>dalam</strong> kepemilikan sumberdaya keluarga, <strong>dan</strong> kecenderungan ketidakterbatasan<br />

(unlimited) kebutuhan/ keinginan keluarga, maka orangtua baik ayah maupun ibu dituntut untuk<br />

mempunyai kemampuan (competence) <strong>dalam</strong> menjalankan perannya dengan menetapkan<br />

prioritas kebutuhan keluarga. Dengan demikian pengetahuan orangtua tentang manajemen<br />

keuangan <strong>dan</strong> manajemen rumahtangga mutlak diperlukan. Terlebih lagi pada saat-saat krisis<br />

ekonomi <strong>dan</strong> pasca krisis ekonomi seperti sekarang ini, strategi keluarga agar tetap dapat hidup<br />

(survival strategies) adalah sangat diperlukan. Semua strategi <strong>dan</strong> manajemen rumahtangga<br />

sangat menentukan keberlangsungan keluarga <strong>dalam</strong> mencapai tujuannya yaitu mewujudkan<br />

keluarga yang berkualitas melalui peningkatan fungsi-fungsi keluarga secara maksimal. Dengan<br />

demikian diharapkan melalui optimalisasi manajemen sumberdaya keluarga, orangtua dapat<br />

menjalankan peran dengan sebaik-baiknya, dapat menjaga jalinan hubungan <strong>dalam</strong> jejaring<br />

<strong>dalam</strong> keluarga <strong>dan</strong> antar keluarga besar serta masyarakat, <strong>dan</strong> akhirnya dapat menjalankan<br />

fungsi keluarga dengan seutuhnya.<br />

Berikut ini disajikan Tabel 9.5 tentang hal-hal yang dianjurkan <strong>dan</strong> hal-hal yang harus<br />

dihindari <strong>dalam</strong> membangun kemitraan gender <strong>dalam</strong> perkawinan.


Tabel 9.5. Hal-hal yang dianjurkan <strong>dan</strong> yang harus dihindari <strong>dalam</strong> kemitraan <strong>dalam</strong><br />

perkawinan.<br />

Hal-hal yang Dianjurkan<br />

Berkata sopan <strong>dan</strong> menghargai, seperti<br />

istriku/suamiku yang baik, saya bersyukur<br />

punya istri/suami sepertimu, terima kasih atas<br />

makannya, masakannya enak, dll<br />

Berharap optimis pada keadaan keluarga,<br />

seperti<br />

Selalu introspeksi diri, seperti<br />

Sering meminta maaf<br />

Sering berterima kasih<br />

Berbagi tugas secara fleksibel, seperti<br />

Selalu berdedikasi untuk keluarga, seperti<br />

Selalu kompak tolong menolong, seperti<br />

Suami membantu istri <strong>dalam</strong> peran domestik<br />

Suami menghargai istri <strong>dalam</strong> peran publik<br />

Suami <strong>dan</strong> istri bersama menjalankan peran<br />

sosial<br />

Hal-hal yang Harus Dihindari<br />

Berkata kasar <strong>dan</strong> menghina, seperti bodoh<br />

kamu, goblok, dasar perempuan/lelaki, lelaki<br />

hidung belang, perempuan jalang, dll<br />

Menyerah tanpa harap <strong>dan</strong> pesimis pada<br />

keadaan keluarga, seperti<br />

Selalu membenarkan diri, seperti<br />

Sulit meminta maaf<br />

Sulit berterima kasih<br />

Berbagi tugas secara kaku atau bahkan<br />

sendiri-sendiri, seperti<br />

Menyampingkan/ mengabaikan keluarga,<br />

seperti<br />

Saling egois <strong>dan</strong> tidak berbagi, seperti<br />

Suami membiarkan istri sendirian untuk<br />

menjalankan peran domestik<br />

Suami melarang istri menjalankan peran<br />

publik<br />

Suami mendominasi peran sosial<br />

kemasyarakatan<br />

Gambar 9.3 menyajikan bahwa melalui kemitraan <strong>dan</strong> relasi gender yang harmonis <strong>dalam</strong><br />

merencanakan <strong>dan</strong> melaksanakan manajemen sumberdaya keluarga, maka anggota keluarga<br />

mempunyai pembagian peran <strong>dalam</strong> berbagai aktivitas (domestik, publik, <strong>dan</strong> kemasyarakatan)<br />

<strong>dalam</strong> rangka menjembatani permasalahan <strong>dan</strong> harapan di masa depan untuk mewujudkan<br />

kesejahteraan keluarga (sosial, ekonomi, psikologi, spiritual) yang berkeadilan <strong>dan</strong> berkesetaran<br />

gender.


Kesetaraan <strong>Gender</strong> <strong>dalam</strong> Hak, Akses, Kontrol, Partisipasi <strong>dan</strong><br />

Manfaat dari Sumberdaya <strong>Keluarga</strong><br />

Relasi <strong>Gender</strong><br />

Harmonis<br />

Aktivitas<br />

Domestik<br />

<strong>Fungsi</strong><br />

<strong>Keluarga</strong><br />

Pengasuhan&<br />

Sosialisasi<br />

Aktivitas Publik<br />

Akses ke Psr<br />

Tenaga Kerja,<br />

Informasi, &<br />

Teknologi<br />

Kemasyarakt.<br />

Partisipasi<br />

Sosial, Agama<br />

<strong>dan</strong> Aktivitas<br />

Politik<br />

Pilihan Prioritas<br />

Hidup melalui<br />

Perencanaan <strong>dan</strong><br />

Pelaksanaan<br />

Manajemen<br />

Sumberdaya<br />

<strong>Keluarga</strong><br />

Berwawasan<br />

gender<br />

Kesejahteraan <strong>Keluarga</strong> & Keadilan & Kesetaraan <strong>Gender</strong><br />

(Sosial, Ekonomi, Psikologi, Spiritual)<br />

Gambar 9.3. <strong>Kemitraan</strong> <strong>dan</strong> relasi gender yang harmonisasi <strong>dalam</strong> keluarga.<br />

Indonesia adalah negara yang besar, luas wilayahnya, beragam suku bangsanya, subur<br />

tanahnya, kaya flora faunanya <strong>dan</strong> sangat kuat spiritual rakyatnya. Untuk mempertahankan<br />

eksistensi Bangsa <strong>dan</strong> tanah air Indonesia, maka mulai saat ini harus dimulai perubahan mind set<br />

<strong>dan</strong> tekad bulat untuk meningkatkan fungsi <strong>dan</strong> peran keluarga Indonesia. Permasalahan<br />

ekonomi makro seperti kemiskinan yang berdampak buruk pada permasalahan sosial <strong>dalam</strong><br />

kehidupan keluarga harus ditanggulangi dengan peningkatan ketahanan <strong>dan</strong> harmonisasi<br />

keluarga yang berwawasan gender.<br />

Dimulai dari harmonisasi gender di tingkat keluarga sebagai unit terkecil <strong>dalam</strong><br />

masyarakat, akan terbentuk harmonisasi <strong>dan</strong> keteraturan di tingkat masyarakat, <strong>dan</strong> mewujudkan<br />

ketahanan bangsa <strong>dan</strong> negara yang kokoh, adil, <strong>dan</strong> sejahtera. Melalui kerjasama gender yang<br />

baik <strong>dalam</strong> keluarga, akan membentuk kerjasama gender yang baik di semua aspek kehidupan,<br />

seperti aspek ekonomi, sosial, budaya, kemasyarakatan di semua tingkatan masyarakat <strong>dan</strong><br />

negara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menuju negara yang adil <strong>dan</strong> makmur dapat<br />

dicapai melalui strategi meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan relasi gender yang<br />

harmonis di semua lapisan masyarakat.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!