07.04.2015 Views

Pidato Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik Pada Pembukaan Kongres Ke-8

Pidato Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik, Agus Jabo Priyono, dalam acara pembukaan Kongres ke-8 Partai Rakyat Demokratik di The Acacia Hotel-Jakarta, 24 Maret 2015

Pidato Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik, Agus Jabo Priyono, dalam acara pembukaan Kongres ke-8 Partai Rakyat Demokratik di The Acacia Hotel-Jakarta, 24 Maret 2015

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

KONGRES VIII - 2015<br />

PIDATO<br />

KETUA UMUM PRD<br />

Agus Jabo Priyono


TRISAKTI<br />

berdaulat secara politik,<br />

berdikari secara ekonomi,<br />

berkepribadian secara budaya


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

PIDATO KETUA UMUM<br />

KOMITE PIMPINAN PUSAT<br />

PARTAI RAKYAT DEMOKRATIK (PRD)<br />

PADA<br />

PEMBUKAAN KONGRES VIII<br />

Jakarta, 24 Maret 2015<br />

1


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

2


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

PANCASILA<br />

1. <strong>Ke</strong>tuhanan Yang Maha Esa<br />

2. <strong>Ke</strong>manusiaan Yang Adil Dan Beradab<br />

3. Persatuan Indonesia<br />

4. <strong>Ke</strong>rakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat<br />

<strong>Ke</strong>bijaksanaan Dalam Permusyawaratan<br />

/Perwakilan<br />

5. <strong>Ke</strong>adilan Sosial Bagi Seluruh <strong>Rakyat</strong><br />

Indonesia<br />

3


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

UNDANG-UNDANG DASAR<br />

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945<br />

PEMBUKAAN<br />

BAHWA SESUNGGUHNYA KEMERDEKAAN ITU IALAH HAK SEGALA BANGSA DAN<br />

OLEH SEBAB ITU, MAKA PENJAJAHAN DI ATAS DUNIA HARUS DIHAPUSKAN,<br />

KARENA TIDAK SESUAI DENGAN PERIKEMANUSIAAN DAN PERIKEADILAN.<br />

DAN PERJUANGAN PERGERAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA TELAH SAMPAILAH<br />

KEPADA SAAT YANG BERBAHAGIA DENGAN SELAMAT SENTAUSA<br />

MENGANTARKAN RAKYAT INDONESIA KE DEPAN PINTU GERBANG<br />

KEMERDEKAAN NEGARA INDONESIA, YANG MERDEKA, BERSATU, BERDAULAT,<br />

ADIL DAN MAKMUR.<br />

ATAS BERKAT RAKHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA DAN DENGAN<br />

DIDORONGKAN OLEH KEINGINAN LUHUR, SUPAYA BERKEHIDUPAN KEBANGSAAN<br />

YANG BEBAS, MAKA RAKYAT INDONESIA MENYATAKAN DENGAN INI<br />

KEMERDEKAANNYA.<br />

KEMUDIAN DARIPADA ITU UNTUK MEMBENTUK SUATU PEMERINTAH NEGARA<br />

INDONESIA YANG MELINDUNGI SEGENAP BANGSA INDONESIA DAN SELURUH<br />

TUMPAH DARAH INDONESIA DAN UNTUK MEMAJUKAN KESEJAHTERAAN UMUM,<br />

MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA, DAN IKUT MELAKSANAKAN KETERTIBAN<br />

DUNIA YANG BERDASARKAN KEMERDEKAAN, PERDAMAIAN ABADI DAN<br />

KEADILAN SOSIAL, MAKA DISUSUNLAH KEMERDEKAAN KEBANGSAAN INDONESIA<br />

ITU DALAM SUATU UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA INDONESIA, YANG<br />

TERBENTUK DALAM SUATU SUSUNAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG<br />

BERKEDAULATAN RAKYAT DENGAN BERDASAR KEPADA KETUHANAN YANG<br />

MAHA ESA, KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB, PERSATUAN INDONESIA<br />

DAN KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM<br />

PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN, SERTA DENGAN MEWUJUDKAN SUATU<br />

KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA.<br />

4


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Saudara-saudara,<br />

S<br />

aat ini, negara kita sudah berusia 69 tahun, sedangkan<br />

PRD sudah berumur 18 tahun, dan pada bulan Juli<br />

nanti umur kita sudah 19 tahun. Kita sudah memasuki<br />

usia dewasa, dan saat umur <strong>Partai</strong> 18 tahun ini <strong>Kongres</strong> <strong>Partai</strong><br />

yang ke-8 kita selenggarakan.<br />

<strong>Kongres</strong> <strong>Partai</strong>, tidak sekedar hanya membahas pergantian<br />

kepemimpinan, memilih <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> dan Sekertaris Jendral,<br />

tetapi hal terpenting dalam <strong>Kongres</strong> <strong>Partai</strong> kita adalah<br />

merumuskan serta memutuskan hal besar yang sangat<br />

fundamental, yaitu pokok-pokok persoalan yang dihadapi<br />

bangsa Indonesia, nasib bangsa Indonesia ke depan, di tengah<br />

kepungan kapitalisme yang sangat ekspansif dan eksploitatif<br />

terhadap tanah air, serta bangsa kita.<br />

5


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Untuk itu ketepatan dalam membaca persoalan yang dihadapi<br />

bangsa Indonesia, baik ekonomi, politik, maupun sosial<br />

budaya, akan berpengaruh terhadap garis politik, garis<br />

perjuangan <strong>Partai</strong>. Dengan pandangan-pandangan yang<br />

ilmiah, terbuka, demokratis, hal-hal tersebut selalu menjadi<br />

perdebatan yang hangat dalam <strong>Kongres</strong>, sampai<br />

ditemukannya kesimpulan umum maupun khusus, sebagai<br />

landasan bagi <strong>Partai</strong> dalam merumuskan Program<br />

Perjuangan, membangun hari depan bangsa Indonesia yang<br />

gemilang.<br />

Setelah diputuskan, sudah tentu Program-Program<br />

Perjuangan tersebut harus terus menerus disosialisasikan di<br />

tengah-tengah massa rakyat, karena dengan kesadaran itulah<br />

rakyat akan bangkit, berjuang untuk menyelematkan bangsa,<br />

tanah airnya dan masa depan kehidupannya. Sehebat apapun<br />

Program Perjuangan yang kita susun, tanpa keterlibatan aktif<br />

massa rakyat, akan sia-sia, tidak ada gunanya.<br />

Zaman terus berubah, tentunya jalan perjuangan pun juga<br />

harus menyesuaikan dengan perkembangan itu.<br />

Menyesuaikan situasi dan kondisi masyarakat kita, tidak<br />

boleh kaku, tidak boleh saklek, kalau kita ingin diterima di<br />

tengah-tengah massa rakyat.<br />

Gempuran kapitalisme global semakin lama semakin dasyat,<br />

seperti tidak ada satupun kekuatan yang sanggup<br />

menghentikannya. Sistem yang berdiri dan hidup dari<br />

penghisapan darah kehidupan manusia, terus menerus<br />

menggerogoti tulang dan daging bangsa kita. Laksana taupan<br />

yang menghancurkan kedaulatan politik kita, kemandirian<br />

6


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

ekonomi kita, melunturkan kepribadian kita sebagai sebuah<br />

bangsa, mengubah filosofi dan dasar negara, mengubah<br />

haluan serta konstitusi negara.<br />

Apakah memang tidak ada satupun kekuatan yang sanggup<br />

menghadapinya?<br />

Dengan kesadaran kita sebagai bangsa, dengan jiwa kita<br />

sebagai bangsa yang merdeka, dengan semangat yang besar,<br />

kita pasti sanggup menghentikannya. Dengan satu syarat, kita<br />

mau bersatu! Karena persatuan adalah kekuatan kita,<br />

persatuan yang dilandasi oleh semangat menempatkan<br />

kepentingan bangsa, kepentingan umum, di atas kepentingan<br />

pribadi maupun golongan.<br />

Semua itu tergantung dari niat dan usaha kita, bangsa kita<br />

sendiri. Apakah kita akan tunduk, takluk, menyerah kepada<br />

kapitalisme dan imperialisme itu? Menjadi bangsa kuli di<br />

negeri sendiri dan di antara bangsa-bangsa lain? Ataukah kita<br />

akan menjadi burung garuda yang gagah perkasa, terbang<br />

tinggi menerjang badai, mengibarkan panji-panji Trisakti.<br />

PRD, usiamu sudah 18 tahun. Apa yang sudah kamu kerjakan<br />

untuk bangsamu? Apakah yang sudah kamu berikan kepada<br />

negaramu? <strong>Ke</strong>pada umat manusia yang hidup di dunia ini<br />

apa sumbangsihmu?<br />

Apakah kamu sudah benar-benar dewasa, yang sadar dan<br />

paham betapa besar tanggung jawabmu, betapa berat pikulan<br />

di bahumu terhadap masa depan bangsamu? Ataukah kamu<br />

masih seperti anak-anak yang cengeng, alay, masih suka<br />

bermain-main, sibuk dengan urusan remeh-temeh?<br />

7


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Di tengah kepungan imperialisme beserta para begundalnya<br />

di dalam negeri kita, yang menghantam laksana godam<br />

memporak porandakan kehidupan bangsa kita, menghadapi<br />

gempuran imperialisme yang menyerbu laksana angin puting<br />

beliung yang meluluhlantakkan segala apa yang kita punya,<br />

termasuk menghancurkan harapan akan masa depan bangsa<br />

kita.<br />

Mari kita resapkan dalam hati kita yang terdalam, mari kita<br />

renungkan, bahwa usia kita sudah 18 tahun di tengah usia<br />

kemerdekaan kita 69 tahun. Apakah kita sudah mengukir<br />

sejarah yang benar, ataukah kita hanya mengapung, mengalir<br />

mengikuti arus zaman? Dalam usia 18 tahun ini, kita memang<br />

masih ada, masih hidup, tetapi hidup kita ini seperti apa?<br />

Apakah seperti ayam jantan yang berkokok menghadapi<br />

pagi? Apakah kita sudah seperti Pandawa yang dengan segala<br />

kekuatannya bertempur habis-habisan melawan Kurawa<br />

untuk mempertahan kehidupan serta kehormatan saudarasaudaranya?<br />

Apakah kita sudah mampu berdiri tegak sebagai patriot<br />

bangsa, sebagai kader-kader pelopor putra putri Ibu Pertiwi,<br />

yang dengan gagah perwira terus maju berjuang<br />

menyelamatkan bangsa, menyelamatkan cita-cita Proklamasi<br />

17 Agustus 1945?<br />

Apakah segenap bangsa Indonesia sudah merasakan<br />

kehadiran kita, bahu membahu berjuang bersama kita,<br />

menyelesaikan setiap persoalan yang mendera kehidupan<br />

bangsa kita?<br />

8


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Zaman terus berubah, seperti pergantian musim di dalam<br />

cakrawala dunia. Wajah penjajahan pun berubah. Untuk itu<br />

PRD harus tahu di mana posisi dan tanggung jawabnya. Maka<br />

dalam arena <strong>Kongres</strong> ini harus ditegaskan kembali, apa itu<br />

tugas PRD, tanggung jawab PRD terhadap bangsa dan negara<br />

yang kita cintai ini, karena perubahan rupa dunia ini belum<br />

menguntungkan nasib bangsa kita.<br />

Sampai 69 tahun negara kita merdeka, cita-cita Proklamasi<br />

belum tegak, belum terwujud, belum mengangkat derajat<br />

bangsa kita. Yang kita rasakan justru sebaliknya, bangsa kita<br />

duduk bersimpuh di haadapan kapitalisme, imperialisme.<br />

Maka dari itu, tugas pokok PRD, tugas mendesak PRD adalah<br />

meluluh-lantakkan kapitalisme dan imperialisme itu untuk<br />

memenangkan kembali cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.<br />

Memenangkkan cita-cita Proklamasi untuk mewujudkan<br />

Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara<br />

ekonomi, dan berkepribadian secara budaya, dengan<br />

Pancasila dan UUD Proklamasi sebagai landasan, dengan<br />

segala potensi yang kita miliki, bergotong-royong kita<br />

berjuang mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil<br />

makmur, lahir batin, aman sentosa.<br />

Untuk itu, maka PRD harus besar secara kuantitas dan kuat<br />

secara kualitas. Kita harus yakin dalam bekerja, bahwa dalam<br />

waktu yang tidak lama, struktur PRD sudah meluas, berdiri di<br />

34 Provinsi dan 508 kota/kabupaten, memenangkan hati<br />

rakyat sebanyak-banyaknya, sedalam-dalamnya. Struktur<br />

partai yang dibangun ini bukanlah asal jadi struktur biasa,<br />

yang hanya menempel nama pengurus dan papan alamat,<br />

melainkan struktur yang berkualitas, yakni yang diisi oleh<br />

9


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

kader-kader yang sadar akan tugas dan tanggungjawab<br />

sejarahnya sebagai anak bangsa.<br />

Panji-panji PRD harus berkibar dalam setiap kegiatan, di<br />

jalan-jalan umum, di tempat-tempat strategis agar dikenal<br />

oleh rakyat. Seluruh kader dan anggota PRD harus<br />

menyampaikan semassif-massifnya gagasan besar PRD,<br />

dengan membangun panggung-panggung politik, dengan<br />

menggunakan instrumen yang ada dan tersedia, sehingga<br />

semua mendengar apa gagasan PRD itu, apa cita-cita PRD itu,<br />

apa itu garis politik PRD. Agar semua paham, dan yang<br />

bersepakat kemudian bergabung dalam barisan PRD, masuk<br />

ke dalam struktur PRD, mengikuti pendidikan-pendidikan<br />

idiologi dan politik PRD, dengan sadar berjuang bersama<br />

PRD. <strong>Ke</strong>kuatan lain yang segaris dan sepemahaman kita<br />

rangkul untuk bersatu dengan PRD, sampai pada saatnya<br />

bangsa Indonesia bangkit, membebaskan diri dari<br />

cengkeraman imperialisme, kapitalisme, menegakkan Trisakti<br />

dengan sebenar-benarnya dan bukan sekedar citra, sebagai<br />

jembatan emas menuju masyarakat Indonesia yang adil dan<br />

makmur, lahir dan batin.<br />

Jalan ini memang berat dan akan banyak rintangan, di tengah<br />

arus deras politik dalam negeri yang hanya bersandarkan<br />

kepada kekuatan kapital, media, lembaga survey dan<br />

pencitraan. Karena politik sekarang ini bukannya diletakkan<br />

di atas pertarungan program perjuangan, bukan di atas<br />

pertarungan memenangkan garis perjuangan di tengah massa<br />

rakyat, bukan pertarungan di dalam membangun kesadaran<br />

kebangsaan di tengah massa rakyat, bukan berjuang bersama<br />

rakyat di dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.<br />

10


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Akan tetapi saudara-saudara, betapapun besarnya kekuatan<br />

yang kita hadapi, dengan niat yang tulus ikhlas, untuk<br />

menjadikan Negara <strong>Ke</strong>satuan Republik Indonesia bisa<br />

melindungi segenap bangsa dan seluruh tanah air Indonesia,<br />

memajukan kesejahteraan umum dengan meletakkan<br />

Pancasila sebagai filosofi, dasar serta tujuan bernegara, sudah<br />

menjadi kewajiban kita, putra putri Ibu Pertiwi untuk tetap<br />

berdiri, tegar dan kuat, bersatu, kita pasti sanggup<br />

menghantam setiap rintangan yang menghalangi kita,<br />

menghalangi bangsa kita dalam mewujudkan cita-cita<br />

proklamasi 17 Agustus 1945.<br />

Perlu kita tegaskan, kita tidak anti asing, karena itu menyalahi<br />

kodrat kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Menyalahi<br />

kodrat sebagai manusia. Tetapi kita anti terhadap kekuatan<br />

asing manapun yang hanya menempatkan Indonesia sebagai<br />

sasaran penjarahan, obyek penjajahan. Kita pun paham,<br />

bahwa saudara-saudara kita di berbagai negeri lain pun<br />

sedang berjuang menghadapi keganasan kapitalisme dan<br />

imperialisme ini dengan cara dan kesulitannya masingmasing.<br />

Di seberang samudera Pasifik sana ada bangsabangsa<br />

Amerika Latin, yang menolak dominasi modal asing<br />

atas bangsa mereka. Lebih dekat dengan kita di Asia sini, ada<br />

negeri seperti Iran yang dengan berani mengambil kebijakankebijakan<br />

untuk kepentingan nasional bangsanya. Ada negerinegeri<br />

lain pula yang berjuang mempertahankan<br />

kedaulatannya. Sementara ada kekuatan imperialisme yang<br />

sangat besar, yang terus menerus coba merongrong bangsabangsa<br />

berdaulat ini agar tanduk dan dapat dieksploitasi.<br />

Oleh karena itu, kepada bangsa-bangsa yang sedang berjuang<br />

11


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

itu, kita sampaikan salam persaudaraan kita, bahwa kita<br />

memiliki cita-cita yang sama, ingin hidup setara, bersanding<br />

dengan bangsa manapun atas dasar keadilan, kemanusiaan,<br />

serta perdamaian.<br />

Dan memang benar, bahwa tujuan PRD adalah merebut<br />

kekuasaan politik. Benar sebenar-benarrnya, bahwa tujuan<br />

PRD adalah ingin berkuasa. Tetapi kekuasaan itu bagi PRD<br />

hanya sarana untuk kemakmuran dan kemajuan bangsa,<br />

bukan untuk satu golongan, bukan untuk orang per orang.<br />

PRD sangatlah sadar, bahwa kepentingan umum harus<br />

diletakkan di atas kepentingan pribadi atau golongan, dan<br />

kewajiban terhadap bangsa dan negaralah yang harus<br />

diutamakan.<br />

Wahai saudara sebangsaku, ingatlah, bahwa imperialisme<br />

akan terus berusaha menjajah kita, selalu memecah belah kita,<br />

mengadu domba sesama bangsa kita, terus menjadikan kita<br />

bangsa yang terbelakang, agar kita terus bergantung kepada<br />

mereka.<br />

Namun kita bangsa pejuang, tidak pernah takut, pantang kita<br />

merasa lelah apalagi menyerah berjuang untuk kebangkitan<br />

bangsa kita. Karena dalam buku-buku sejarah, bahkan kitabkitab<br />

suci, telah dicatat, kekuatan serta kekuasaan tiran,<br />

sistem yang menindas kemanusiaan, di mana pun tempatnya,<br />

di masa apapun zamannya, pada akhirnya kalah, pada<br />

akhirnya rubuh, runtuh!<br />

12


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

PERJUANGAN MELAWAN IMPERIALISME,<br />

MENEGAKKAN TRISAKTI<br />

(REPUBLIK I)<br />

Menurut Bung Hatta, sebelum kolonialisme dan imperialisme<br />

masuk menguasai tanah air, bangsa Indonesia hidup<br />

sederhana, konsumsinya seimbang dengan kemampuan<br />

berproduksi. Bangsa kita punya penghasilan yang cukup buat<br />

dimakan, punya perniagaan sendiri dengan bangsa asing, dan<br />

punya kapal sendiri yang melayari lautan besar dan<br />

menyinggahi pelabuhan dari Jepang hingga Persia.<br />

Masuknya kolonialisme menghancurkan perdagangan,<br />

pelayaran dan pertanian rakyat. Tidak hanya pemerintahan<br />

kolonial yang melakukan penindasan, tetapi modal swasta<br />

juga merangsek memporakprandakan kehidupan rakyat.<br />

Industri kolonial yang ada hanya mampu menyerap<br />

sebagaian kecil tenaga kerja dan berdampak luar biasa<br />

terhadap penghidupan bangsa Indonesia. Barisan penganggur<br />

sangat banyak, upah buruh ditekan hingga serendah<br />

mungkin, pertanian rakyat hancur, perampasan tanah<br />

merajalela.<br />

Bung Hatta menyimpulkan, kerusakan yang ditimbulkan oleh<br />

perusahaan-perusahaan besar itu berpuluh-puluh kali lipat<br />

lebih besar dibanding “jasa” yang dihasilkannya. "Manisnya<br />

dimakan oleh kaum kapitalis barat, sampahnya menimpa<br />

rakyat kita.”<br />

13


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Setelah Proklamasi <strong>Ke</strong>merdekaan, kelengkapan negara segera<br />

disusun. Salah satunya adalah UUD 1945, yang meletakkan<br />

filosofi, dasar, tujuan, dan perangkat untuk melewati<br />

jembatan emas menuju masyarakat Indonesia yang adil<br />

makmur, lahir batin.<br />

UUD 1945 adalah anak kandung Proklamasi. UUD 1945<br />

melukiskan falsafah hidup, pandangan hidup, tujuan hidup,<br />

pegangan hidup sebagai sebuah bangsa. UUD 1945<br />

memberikan pedoman bagi bangsa Indonesia untuk mengisi<br />

kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan tujuan<br />

berbangsa dan bernegara. Maka Proklamasi dan UUD 1945<br />

adalah satu kesatuan jiwa bangsa Indonesia yang sedalamdalamnya,<br />

tak dapat dipisahkan satu dari yang lain.<br />

Dalam <strong>Pembukaan</strong> UUD 1945 secara tegas sudah menyatakan<br />

bahwa Pemerintah Negara Indonesia dibentuk untuk<br />

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah<br />

Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum,<br />

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan<br />

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian<br />

abadi dan keadilan sosial.<br />

Selain kemerdekaan, Proklamasi juga melahirkan dan<br />

menghidupkan kembali kepribadian nasional, kepribadian<br />

bangsa Indonesia, kepribadian politik, kepribadian ekonomi,<br />

kepribadian sosial, kepribadian kebudayaan yang berdaulat<br />

serta mandiri. Proklamasi tanpa UUD 1945, berarti<br />

kemerdekaan kita tidak mempunyai falsafah, tidak memiliki<br />

landasan, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai<br />

arah, tidak mempunyai tujuan, selain mengusir kekuasaan<br />

asing dari Indonesia.<br />

14


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Jasmerah! Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Kita harus<br />

terus menerus mengingatkan kembali hal-hal seperti ini, agar<br />

kita semua menyadari semangat dan arti Proklamasi<br />

itu. Sebab, kesadaran merupakan sumber utama pelaksanaan<br />

cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, sebagai perisai jiwa,<br />

agar kita tidak jatuh dan jatuh dalam penyelewengan<br />

terhadap dasar serta tujuan kita bernegara.<br />

Indonesia memang sudah memproklamirkan<br />

kemerdekaannya, namun kekuasaan ekonomi masih dalam<br />

cengkeraman kolonialisme dan imperialisme. Maka konsepsi<br />

pelaksanaan Proklamasi kembali ditegaskan Presiden<br />

Soekarno pada pidato kenegaaraan tanggal 17 Agustus 1959.<br />

Bung Karno menegaskan kembali jalannya revolusi Indonesia.<br />

<strong>Pidato</strong> tersebut kemudian menjadi Manifesto Politik bangsa<br />

Indonesia, berisi garis garis besar yang menjadi haluan negara<br />

Indonesia.<br />

Dari sinilah konsep Indonesia yang berdaulat, berdikari, serta<br />

berkepribadian dirumuskan. Demikian juga terkandung<br />

pokok-pokok revolusi Indonesia, dasar dan tujuan revolusi<br />

Indonesia, keadilan sosial, kemerdekaan individu dan<br />

kemerdekaan bangsa, dengan landasan idiil Pancasila,<br />

landasan konstitusionil UUD 1945, serta landasan strukturil<br />

Pemerintahan yang kuat dan stabil.<br />

Dalam Deklarasi Ekonomi tahun 1963, Presiden Soekarno<br />

menegaskan, perlu disadari dan dipahami bahwa strategi<br />

dasar ekonomi Indonesia tidak dapat dipisahkan dari strategi<br />

umum Revolusi Indonesia. Manifesto Politik serta pedomanpedoman<br />

pelaksanaannya telah menetapkan strategi dasar<br />

15


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

(basic strategy) ekonomi Indonesia, yang menjadi bagian<br />

mutlak dari pada strategi umum Revolusi Indonesia.<br />

Menurut strategi dasar ekonomi Indonesia, maka dalam tahap<br />

pertama kita harus menciptakan susunan ekonomi yang<br />

bersifat nasional dan demokratis, yang bersih dari sisa-sisa<br />

imperialisme dan bersih dari sisa-sisa feodalisme. Tahap<br />

pertama adalah persiapan untuk tahap kedua, yaitu tahap<br />

ekonomi Sosialis Indonesia, ekonomi tanpa penghisapan<br />

manusia oleh manusia, tanpa “exploitation de l’homme par<br />

l’homme”. Dalam masyarakat Sosialis Indonesia tiap-tiap<br />

orang dijamin akan pekerjaan, sandang-pangan, perumahan<br />

serta kehidupan kultural dan spiritual yang layak. Susunan<br />

ekonomi yang demikian inilah yang harus menjadi tujuan<br />

segenap kegiatan ekonomi kita, yang harus menjadi tujuan<br />

tiap-tiap putera Indonesia.<br />

Dalam perjuangan untuk menyelesaikan tahap nasional dan<br />

demokratis ini, kita harus mengerahkan segenap potensi yang<br />

kita miliki, baik potensi Pemerintah maupun potensi koperasi<br />

dan swasta (nasional dan domestik) dalam kegiatan ekonomi<br />

dan pembangunan untuk meningkatkan produksi dan<br />

menambah penghasilan Negara. Kita memperbesar produksi<br />

berdasarkan kekayaan alam yang berlimpah-limpah dan<br />

meletakkan dasar-dasar untuk industrialisasi. Menggali dan<br />

mengolah kekayaan alam kita atas dasar kegotongroyongan<br />

antara massa rakyat dan Pemerintah, sebagai syarat untuk<br />

menimbulkan dan menyalurkan daya kerja dan daya kreatif<br />

rakyat secara maksimal.<br />

<strong>Pada</strong> awal masa kemerdekaan, bangsa Indonesia bersatu,<br />

terlibat aktif, dalam gerakan-gerakan massa rakyat yang<br />

16


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

diwadahi dalam Organisasi Massa maupun <strong>Partai</strong> Politik,<br />

disatukan dalam platform program anti kolonialisme dan<br />

imperialisme. Politik anti imperialisme menjadi poros<br />

perjuangan bagi persatuan nasional.<br />

Jadi, rintangan utama bagi bangsa Indonesia untuk maju dan<br />

berkembang adalah imperialisme bersama sistem idiologi dan<br />

politiknya, termasuk para pendukungnya yaitu kaum yang<br />

mengagung-agungkan modal asing, golongan reformis<br />

gadungan, kepala batu dan golongan bunglon.<br />

Tahun-tahun dalam mempertahankan kemerdekaan serta<br />

melaksanakan arti kemerdekaan inilah kemudian kami sebut<br />

sebagai Republik Pertama.<br />

KEMBALINYA IMPERIALISME<br />

(REPUBLIK II)<br />

Penjajahan model lama sudah tidak berlaku lagi. Imperialisme<br />

masuk kembali melalui penanaman modal, ekspansi kapital,<br />

dengan mengambil konsesi-konsesi dalam bentuk industri<br />

pertambangan, perkebunan, perbankan dan lain-lain.<br />

Imperialisme mengeruk sumber daya alam dan<br />

mengeksploitasi tenaga buruh murah, keuntungan mereka<br />

tidak dibatasi oleh Undang-Undang Perburuhan dan<br />

sebagainya.<br />

Tentunya untuk mengamankan investasi kapital tersebut<br />

dibutuhkan agen dan peraturan serta Undang-Undang yang<br />

melindungi kepentingan kapital itu.<br />

17


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Dalam Indonesia Menggugat, disebutkan ada empat sifat<br />

imperialisme yang kita hadapi. Pertama, Indonesia tetap<br />

menjadi sandaran hidup bagi negeri-negeri imperialis; kedua,<br />

Indonesia menjadi negeri penyedia bahan baku bagi industri<br />

negera-negara imperialis; ketiga, Indonesia menjadi pasar<br />

bagi barang-barang hasil industri dari negara-negara kapitalis;<br />

dan keempat Indonesia menjadi sasaran lapangan usaha modal<br />

asing.<br />

Imperialisme masuk kembali secara legal setelah UU PMA<br />

tahun 1967 disahkan. Industri pertambangan dan perkebunan<br />

asing kembali mengeksploitasi kekayaan tanah air kita,<br />

membawa keluar kekayaan alam kita itu, menjadikan<br />

Indonesia sebagai pasar serta sumber tenaga kerja yang<br />

murah, di tengah-tengah keadaan bangsa yang miskin serta<br />

terbelakang.<br />

Pertumbuhan ekonomi dengan bersandarkan modal asing.<br />

Hutang dan bantuan dari lembaga-lembaga asing tersebut<br />

menjadi doktrin baru pemerintah Indonesia. Instrumen<br />

negara berubah menjadi alat untuk melindungi kepentingan<br />

modal asing tersebut, baik instrumen politik maupun<br />

keamanan.<br />

Agar stabil, sistem politik disusun sedemikian rupa untuk<br />

mengamankan sistem kapitalisme tersebut, dengan<br />

pembatasan partisipasi politik maupun kebebasan<br />

berkespresi. Doktrin-doktrin negara pada masa itu adalah<br />

pertumbuhan, pemerataan, dan stabillisasi (Trilogi<br />

18


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Pembangunan), kemudian rangkap tugas militer, pada fungsi<br />

pertahanan keamanan dan politik (Dwi Fungsi ABRI).<br />

Terjadilah depolitisasi dan politik massa mengambang.<br />

Partisipasi politik massa rakyat dibatasi, gerakan-gerakan anti<br />

modal asing dihajar habis, pertumbuhan ekonomi menjadi<br />

platform baru, dengan prinsip stabilitas nasional yang aman<br />

terkendali.<br />

Sistem kapitalisme yang bersandarkan modal asing mulai<br />

tumbuh kembali di negara Indonesia. Modal asing terus<br />

mengakumulasi keuntungan sebesar-besarnya, setelah itu<br />

diangkut keluar, dengan cara merampok kedaulatan serta<br />

sumber daya alam Indonesia. Di sisi lain Indonesia kebanjiran<br />

barang-barang hasil produksi dari luar negeri.<br />

Industri nasional tidak terbangun, ekonomi nasional rapuh.<br />

Tidak ada satupun kesamaan kepentingan antara modal asing<br />

dengan kesejahteraan hidup bangsa Indonesia. <strong>Rakyat</strong> masih<br />

hidup pas-pasan di tengah membanjirnya investasi serta<br />

barang-barang dari luar. Di tengah tekanan pemerintahan<br />

yang militeristik, situasi ini kemudian membangkitkan<br />

perlawanan mahasiswa serta rakyat Indonesia: Malari tahun<br />

1974, gerakan mahasiswa tahun 1978, gerakan mahasiswa dan<br />

rakyat tahun 1980-an, dan puncaknya adalah Mei tahun 1998.<br />

Inilah Republik <strong>Ke</strong>dua, imperialisme kembali masuk ke bumi<br />

Indonesia.<br />

19


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

IMPERIALISME BERKUASA KEMBALI<br />

(REPUBLIK III)<br />

Bung Karno sudah mengingatkan, imperialisme yang<br />

memerintah (overheersen) bisa saja menghilang, namun<br />

imperialisme yang menguasai (beheersen) masih terus<br />

bercokol.<br />

UU PMA tahun 1967 adalah pintu utama masuknya modal<br />

asing kembali menguasai tanah air kita. Selanjutnya<br />

disempurnakan dengan amandemen UUD 1945 tahun 2002,<br />

yang menghasilkan sistem baru, anti-thesis dari cita-cita<br />

Proklamasi 1945, mengkhianati prinsipprinsip Declaration of<br />

Independent Bangsa Indonesia, yaitu <strong>Pembukaan</strong> UUD 1945.<br />

Neokolonialisme dengan dukungan para komprador, secara<br />

"konstitusional" kembali berkuasa atas tanah air dan hajat<br />

hidup bangsa Indonesia.<br />

Seolah berpacu dengan waktu, setelah amandemen,<br />

liberalisasi menggulung kehidupan bangsa Indonesia seperti<br />

puting beliung. Disusunlah Undang-Undang yang mengatur<br />

sektor-sektor strategis kehidupan bangsa. Sebut saja,<br />

misalnya, UU No. 41 tahun 1999 tentang <strong>Ke</strong>hutanan, UU No.<br />

22 tahun 2001 tentang Migas, UU No. 20 tahun 2002 tentang<br />

<strong>Ke</strong>tenagalistrikan, UU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan,<br />

UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No 27<br />

tahun 2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau <strong>Ke</strong>cil, dan<br />

masih banyak UU yang tidak mencerminkan kedaulatan<br />

bangsa.<br />

20


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Tujuan investasi kapital di Indonesia adalah terjaminnya<br />

keuntungan yang besar. Syarat-syarat yang menghambat<br />

perolehan keuntungan mereka itu harus dicabut. UU serta<br />

aturan, sampai ke tingkatan operasional harus disusun untuk<br />

memberikan jaminan itu. Maka dibuatlah perjanjian<br />

internasional dan regional, misalnya APEC, WTO, AFTA,<br />

MEA baru-baru ini, dan lain-lain. <strong>Ke</strong>mudian prioritas<br />

investasi mulai mendapatkan ruang. Industri yang berbasis<br />

agraria seperti perkebunan, hutan tanaman industri dan<br />

tambang, menjadi sasaran utama ekspansi kapital asing di<br />

dalam negeri, dan itupun harus didukung oleh adanya<br />

liberalisasi di sektor perdagangan, transportasi, serta<br />

keuangan.<br />

Hampir 50,6 persen aset perbankan nasional dikuasai modal<br />

asing, 60 persen BUMN kita dikuasai asing, 75 persen migas<br />

kita juga dikuasai asing.<br />

Posisi negara yang hanya memberikan ruang untuk hidup<br />

kepada para pemilik modal ini, mengakibatkan kesenjangan<br />

yang luar biasa. Tahun 2012 lalu, majalah Forbes melansir<br />

kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia mencapai Rp 800<br />

triliun atau separuh dari APBN kita. Menurut hitungan<br />

Perkumpulan Prakarsa, kekayaan 40 orang itu setara dengan<br />

kekayaan 15 juta keluarga atau 60 juta jiwa rakyat yaang<br />

paling miskin. Data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN),<br />

mengungkapkan bahwa konsentrasi kepemilikan aset juga<br />

meningkat, 0,2 persen penduduk menguasai 56 persen aset di<br />

Tanah Air.<br />

Berdasarkan data <strong>Ke</strong>menterian Pertanian, 95% dari 26 juta<br />

keluarga petani hanya memiliki lahan kurang dari 0,3 hektare.<br />

21


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

<strong>Pada</strong>hal, untuk sekadar mencapai pendapatan kurang dari<br />

separuh upah minimum provinsi DKI Jakarta, sekitar Rp 1,2<br />

juta per bulan, petani membutuhkan lahan setidaknya 2<br />

hektare.<br />

<strong>Pada</strong> tanggal 27 Februari 2013, KPK mengidentifikasi jika<br />

perizinan pengelolaan 150 juta hektar hutan, hanya 11% yang<br />

memiliki izin sesuai dengan peruntukannya. Artinya, hampir<br />

133,5 juta hektar atau 89% dikuasai para pemodal tanpa izin.<br />

Tahun 1950-1964, lahan dan hutan digunakan untuk<br />

membangun sawah dan kebun rakyat untuk tanaman pangan<br />

lainnya. Memasuki tahun 1970 investasi sektor kehutanan<br />

dibuka untuk industri perkayuan dari hulu sampai hilir.<br />

Penguasa utama ekonomi Indonesia adalah kapital asing.<br />

Merekalah yang sekarang ini menggenggam hampir seluruh<br />

sumber daya alam dan sektor-sektor produksi strategis.<br />

Akibatnya, kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat<br />

tinggi, 6,5%, tetapi sebagian besar nilai ekonomi mengalir<br />

keluar. Sekarang, dominasi modal asing hampir masuk di<br />

semua sektor termasuk migas. Hasil produksi migas nasional<br />

hanya dikontrol 6 perusahaan asing. Wajar jika kemudian<br />

harga migas di dalam negeri terus naik seturut harga pasar,<br />

karena migas tersebut diekspor untuk menghasilkan profit<br />

bagi modal asing.<br />

Konflik agraria yang melibatkan petani berhadapan dengan<br />

modal dan negara, menjadi masalah yang hampir merata di<br />

seluruh tanah air Indonesia. <strong>Ke</strong>kayaan alam yang terkandung<br />

di dalam bumi Indonesia, tidak lagi dipergunakan untuk<br />

sebesar- besarnya kemakmuran rakyat, seperti yang<br />

termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945.<br />

22


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

MP3EI menjadi GBHN baru, menyerahkan program<br />

pembangunan nasional sepenuh-penuhnya kepada modal<br />

asing. Tidak ada pemerataan dan kesenjangan ekonomi<br />

semakin tinggi.<br />

Sampai sekarang ini, bukan hanya sektor ekonomi yang<br />

sudah diserahkan kepada modal asing atau swasta. Sektor<br />

pendidikan serta kesehatan pun sudah sepenuhnya<br />

diserahkan kepada swasta. Negara sudah dihilangkan fungsi<br />

serta tanggung jawabnya terhadap bangsa Indonesia.<br />

Para pemimpin, ideolog, serta humas modal asing ini, dengan<br />

menggunakan semua instrumen terus menyatakan bahwa<br />

jalan menuju kemajuan adalah jalan liberal dengan ekonomi<br />

liberal. Ini sama persis seperti ucapan Gubernur Jenderal De<br />

Jonge di depan Volksraad tahun 1931, yang menyatakan<br />

bahwa perusahaan Barat di Indonesia memberikan lapangan<br />

pekerjaan kepada buruh Indonesia, menambah pajak untuk<br />

kas negara dan menghasilkan barang-barang yang bisa dijual<br />

ke luar negeri.<br />

Karena itu, De Jonge meminta agar perusahaan Barat itu<br />

jangan diganggu, jangan ditimpali dengan pajak yang berat,<br />

dan janganlah ada gerakan kemerdekaan. Kalau perusahaan<br />

barat itu diganggu, katanya, maka rumah tangga negeri dan<br />

kehidupan rakyat akan kocar-kacir.<br />

Sesungguhnya imperialisme dan semua modal asing bersama<br />

sistem ideologi dan politiknya, termasuk para pendukungnya<br />

yaitu kaum komprador, golongan-golongan reformis<br />

gadungan, golongan kepala batu, golongan bunglon dan<br />

23


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

cecunguk, menjadi hambatan bagi bangsa Indonesia untuk<br />

maju dan berkembang.<br />

Watak imperialisme adalah memecah belah bangsa Indonesia<br />

dan terus menghambat kemajuan bangsa Indonesia. Politik<br />

gaduh, pemerintahan lumpuh. Karena banyaknya persoalan<br />

yang dihadapi masyarakat, pergerakan rakyat terfragmentasi<br />

dalam banyak isu dan program, seakan tidak sadar jika<br />

persoalan pokoknya adalah imperialisme.<br />

<strong>Partai</strong> politik juga hanyut terbawa arus liberalisasi ini, saling<br />

hantam dan gontok-gontokan terus terjadi, berlomba-lomba<br />

menjadi agen, menjadi golongan yang terus berusaha merayurayu<br />

imperialis agar mendukung mereka menuju kursi<br />

kekuasaan.<br />

Mereka tidak sadar bahwa menyerahkan segala kehidupan<br />

bangsa kepada kapital asing berarti robohnya kedaulatan<br />

bangsa, hancurnya kemandirian, serta hilangnya kepribadian<br />

sebagai bangsa Indonesia.<br />

Pendek kata menyerahkan kehidupan bangsa kepada modal<br />

asing, berarti telah merobohkan Indonesia sebagai negara dan<br />

bangsa yang merdeka.<br />

Jika kita membuka kembali UU No. 78 tahun 1958, tentang<br />

penanaman modal asing, maka kita akan mencatat salah satu<br />

hal yang penting, yaitu, bahwa sektor pertambangan, sarana<br />

umum, dan usaha-usaha yang sudah dikelola oleh pengusaha<br />

dalam negeri tidak boleh dieksploitasi oleh modal asing.<br />

24


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

<strong>Rakyat</strong> sendiri tidak mempunyai kapital. Sementara jika<br />

industrialisasi mau ditempatkan sebagai jalan untuk<br />

mencapai kemakmuran rakyat, mestilah kapitalnya datang<br />

dari pihak rakyat atau pemerintah. Mengapa? Karena kalau<br />

kapital harus didatangkan dari luar, tampuk produksi<br />

dipegang oleh kekuatan asing itu.<br />

Imperialisme dengan sistem liberalisasinya telah tuntas<br />

berkuasa atas bangsa serta tanah air Indonesia, inilah wajah<br />

Republik III.<br />

Tahun 2014 adalah tahun politik, di mana Pemilu Legeslatif<br />

dan Presiden dilaksanakan. Perdebatan programatik untuk<br />

membangun Indonesia ke depan naik kembali ke permukaan.<br />

Tri Sakti menjadi tema sentral, menjadi bahan pembicaraan<br />

serta perdebatan. Tidak hanya sebatas di tingkat elit, tetapi<br />

melibatkan seluruh lapisan masyarakat, masuk ke sudutsudut<br />

kehidupan masyarakat, dari petani, tukang becak,<br />

pedagang asongan, di media massa, sampai perdebatan keras<br />

di level sosial media. Tidak hanya masyarakat Indonesia,<br />

tetapi juga dunia.<br />

<strong>Ke</strong>rinduan rakyat akan Indonesia yang berdaulat, berdikari,<br />

dan berkepribadian, seakan-akan mendapatkan obat yang<br />

mujarab. <strong>Ke</strong>rinduan akan Pemimpin Indonesia yang berani<br />

dan merakyat seakan-akan terpenuhi.<br />

Namun, ingatlah! Lihatlah! Begitu strategisnya Indonesia,<br />

begitu menggiurkannya Indonesia, dengan segala kekayaan<br />

yang kita miliki, sehingga suksesi kepemimpinan di Indonesia<br />

menjadi bagian dari pertarungaan kepentingan di tingkat<br />

dunia.<br />

25


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Pemeritahan baru sudah terbentuk. Jokowi-JK menjadi<br />

Presiden serta Wakil Presiden Indonesia, dengan Tri Sakti dan<br />

Nawa Cita sebagai program utama yang dinantikan<br />

realisasinya oleh seluruh bangsa Indonesia. Jika pemerintahan<br />

sebelumnya sangat liberal di bidang ekonomi dan politik,<br />

maka dengan janji Tri Sakti bangsa Indonesia sangat menaruh<br />

harapan akan ada koreksi total terhadap kehidupan politik,<br />

ekonomi, dan sosial budaya.<br />

Pemimpin baru yang diimpikan segenap bangsa Indonesia<br />

adalah yang mampu melindungi serta mengamankan<br />

kepentingan nasional kita sebagai pintu gerbang menuju<br />

Indonesia yang bermartabat, adil dan makmur, aman sentosa,<br />

lahir maupun batin.<br />

Untuk itu, sebagai salah satu jalan menuju Indonesia yang<br />

ber-Tri Sakti adalah merobohkan semua UU dan peraturan,<br />

termasuk mengembalikan UUD 1945 yang pada era<br />

sebelumnya hanya digunakan untuk melayani modal asing<br />

itu, dikembalikan semangatnya kepada UUD Proklamasi<br />

1945, yang sangat anti terhadap berkuasanya modal asing<br />

dalam kehidupan bangsa Indonesia.<br />

Itulah revolusi mental yang sesungguhnya! Perubahan dari<br />

mental ketergantungan kepada modal asing menjadi berdiri<br />

di kaki sendiri. Perubahan mental dari bangsa kuli menjadi<br />

bangsa berdaulat di negeri sendiri.<br />

Maka menyusun UUD yang berlandaskan semangat dan ruh<br />

UUD Proklamasi 1945 yang anti terhadap kapitalisme dan<br />

imperialisme, adalah pekerjaan yang mendesak, yang<br />

26


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

kemudian dilanjutkan dengan mencabut semua produk UU<br />

dan peraturan yang melindungi modal asing tersebut. Itulah<br />

usaha-usaha pokok yang harus dilaksanakan oleh<br />

pemerintahan baru sekarang ini jika ingin menghentikan<br />

imperialisme serta kolonialisme, memenangkan kembali cita--<br />

cita Proklamasi 17 Agustus 1945, menegakkan kembali Tri<br />

Sakti.<br />

Pemerintahan baru harus menjadikan Pasal 33 UUD<br />

Proklamasi 1945 sebagai landasan filosofis, landasan<br />

konstitusional, serta landasan operasional untuk mewujudkan<br />

kemandirian ekonomi nasional, serta menjadikan prinsip<br />

gotong royong sebagai kepribadian bangsa.<br />

Bagaimana cara menghentikan imperialisme itu, yaitu dengan<br />

Persatuan Nasional serta mengkonsentrasikan kekuatan<br />

rakyat bergerak merebut kekuasaan.<br />

Tidak usah ragu ataupun takut, jika usaha itu dikerjakan<br />

memang untuk kepentingan bangsa, rakyat pasti akan berdiri<br />

tegak untuk mendukungnya.<br />

Maka tahapan sekarang ini bagi <strong>Partai</strong> Politik, Organisasi<br />

Massa, Kaum Pergerakan <strong>Ke</strong>bangsaan, harus terus menerus<br />

bersatu dan berjuang merebut kembali kedaulatan,<br />

kemandirian serta kepribadian, sebagai prasyarat utama<br />

menuju masyarakat Indonesia yang adil makmur.<br />

Kita akan menyaksikan, sejarah akan mencatat, apakah<br />

<strong>Ke</strong>pemimpinan Baru ini benar-benar akan bersama rakyat<br />

Indonesia memperjuangkan Tri Sakti atau melanjutkan<br />

agenda ekonomi politik imperialis. Apakah membangun<br />

27


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Republik Baru sesuai dengan amanat Proklamasi 1945 atau<br />

justru melanjutkan Republik III, negara Republik yang hanya<br />

menjadi pelayan modal asing!<br />

MENUMBANGKAN IMPERIALISME, MENEGAKKAN<br />

TRISAKTI, MENUJU MASYARAKAT ADIL MAKMUR<br />

(REPUBLIK IV)<br />

Bagaimana jalan kita untuk kembali menjadi bangsa yang<br />

merdeka, berdaulat, mandiri, berkepribadian, maju, adil<br />

makmur, aman sentosa?<br />

Menurut Bung Karno, untuk membangkitkan semangat<br />

kebangsaan itu kita harus: Pertama, menunjukkan kepada<br />

rakyat tentang masa lampau yang gemilang. Kolonialisme<br />

membuat rakyat kita patah harapan. Untuk membangkitkan<br />

semangat kebangsaan, Bung Karno berbicara tentang masa<br />

lampau yang gemilang, masa keemasan kerajaan-kerajaan<br />

Nusantara, seperti Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit.<br />

Pembangkitan masa lalu itu bukanlah untuk menghidupkan<br />

kembali feodalisme, melainkan menunjukkan bahwa<br />

Indonesia memiliki potensi berkembang dan maju menjadi<br />

bangsa modern, jika tidak diinterupsi oleh kolonialisme.<br />

<strong>Ke</strong>dua, menyadarkan rakyat tentang keadaan sekarang ini<br />

sebagai zaman kegelapan. Zaman neokolonialisme, kekayaan,<br />

dan sumber daya alam tidak dimanfaatkan untuk<br />

kemakmuran bersama bangsa Indonesia, tetapi hanya<br />

disediakan untuk keuntungan modal asing. Untuk<br />

28


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

melindungi kepentingan asing itu maka sistem politik yang<br />

dipakai pun berwatak liberal. Yang bermodal kuat akan<br />

menguasai sistem politik dan ekonomi, yang lemah akan<br />

tertindas, tersingkir, dan terusir dari tanah airnya sendiri.<br />

<strong>Ke</strong>tiga, memperlihatkan masa depan yang berseri-seri dan<br />

gilang-gemilang. Satu masa, di mana bangsa Indonesia sudah<br />

menikmati kedaulatan penuh, kemandirian serta<br />

berkepribadian, dalam satu masyarakat adil makmur, aman<br />

sentosa, lahir serta batin. Untuk menyongsong masa depan<br />

itu, bangsa Indonesia harus bersatu dan berjuang, menjadikan<br />

negara sebagai alat bagi rakyat untuk membangun sistem<br />

ekonomi yang bersendikan usaha bersama berdasar atas azas<br />

kekeluargaan, cabang- cabang produksi yang penting dan<br />

yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara,<br />

serta menjadikan bumi, air dan kekayaan alam yang<br />

terkandung didalamnya dipergunakan untuk sebesarbesarnya<br />

kemakmuran rakyat.<br />

Untuk itu, agar kita bisa melewati jembatan emas menuju<br />

masyarakat Indonesia yang berdaulat, mandiri,<br />

berkepribadian, adil makmur itu, kita harus memiliki bekal.<br />

Dan bekal kita itu adalah sikap kebangsaan dan tujuan yang<br />

tegas.<br />

Bekal pokok kita adalah Pancasila, agar kita memiliki filosofi<br />

bangsa, dasar negara, pedoman, tujuan serta sebagai perisai<br />

bangsa kita. Pancasila yang digali oleh Bung Karno dari<br />

peradaban bangsa Indonesia sendiri yang sudah berurat akar.<br />

Pancasila juga dimaknai oleh Bung Karno sebagai Sosio<br />

Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan <strong>Ke</strong>tuhanan. Pancasila<br />

yang mengandung arti Gotong Royong.<br />

29


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Pancasila, Sosio Nasionalisme, untuk memperbaiki keadaankeadaan<br />

di dalam masyarakat, dari keadaan masyarakat yang<br />

miskin dan terhina akibat imperialisme maupun kapitalisme<br />

menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada lagi kaum<br />

tertindas, tidak ada kaum papa sengsara karena tersingkir<br />

dari kehidupan.<br />

Pancasila, Sosio Demokrasi, anti thesa dari demokrasi liberal<br />

model Barat, satu sistem demokrasi yang tidak sesuai dengan<br />

kepribadian bangsa Indonesia. Sistem ini hanya melahirkan<br />

lingkungan politik yang tidak stabil, gontok-gontokan, selalu<br />

menimbulkan friksi antar partai politik, saling jegal antar<br />

golongan politik, melemahkan persatuan nasional,<br />

menyebabkan ego sentrisme kelompok, golongan,<br />

kedaerahan, dan sektarianisme keagamaan, memicu<br />

perpecahan bangsa.<br />

Demokrasi yang hanya memberikan kebebasan atau<br />

persamaan di lapangan politik semata, tetapi tidak ada<br />

persamaan di lapangan ekonomi.<br />

Dalam demokrasi liberal, yang unggul dan selalu menang<br />

adalah para pemilik modal. Mereka yang menguasai semua<br />

alat propaganda, lembaga pendidikan, media massa,<br />

universitas, dan lain-lain. Dengan kekuasaan modalnya,<br />

mereka bisa membeli panitia pemilihan, bahkan bisa membeli<br />

suara rakyat yang terjepit kemiskinan. Sekalipun setiap warga<br />

negara dianggap punya hak yang sama di lapangan politik,<br />

tetapi pada kenyataannya hampir semua lembaga politik<br />

dikontrol kaum pemilik modal, termasuk di dalamnya adalah<br />

penyusunan undang-undang.<br />

30


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Sosio Demokrasi secara harfiah berarti demokrasi massa<br />

rakyat. Tidak hanya sebatas demokrasi politik saja, tetapi juga<br />

menegakkan demokrasi ekonomi, di tengah- tengah rakyat.<br />

Sosio Demokrasi adalah pengejawantahan demokrasi politik<br />

sekaligus demokrasi ekonomi. Caranya adalah dengan<br />

menegakkan prinsip gotong royong, membanting tulang<br />

bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu<br />

membantu bersama, untuk kepentingan bersama, yaitu<br />

bangsa Indonesia.<br />

Sejarah memberikan catatan, sistem liberal ini sudah dikubur<br />

oleh Bung Karno tahun 1959 melalui dekrit. Tetapi akibat<br />

penyelewengan reformasi 1998, liberalisme sebagai instrumen<br />

dari neokolonialisme kembali hidup dan menjadi keyakinan<br />

para elit politik sampai sekarang ini.<br />

Demokrasi bagi bangsa Indonesia, bukanlah semata-mata<br />

sebagai alat teknis untuk mencapai sesuatu tujuan, tetapi<br />

adalah satu kepercayaan, yang memiliki corak nasional, satu<br />

corak kepribadian kita, satu corak yang tidak harus sama<br />

dengan demokrasi yang digunakan negara lain sebagai alat<br />

teknis.<br />

<strong>Ke</strong>mudian <strong>Ke</strong>tuhanan Yang Maha Esa, yang melindungi<br />

semua agama maupun aliran kepercayaan yang hidup dan<br />

berkembang di dalam masyarakat Indonesia.<br />

Karena perkembangan kehidupan bangsa Indonesia, jika<br />

perlu menyempurnakan batang tubuh UUD Proklamasi 1945<br />

untuk mengatur kehidupan berbangsa serta bernegara, harus<br />

dalam koridor menjadikan UUD Proklamasi 1945 tersebut<br />

31


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

sebagai landasan dan tidak boleh bertentangan. Mengapa?<br />

Karena UUD 1945 adalah bentuk tertinggi perjuangan bangsa<br />

Indonesia dalam meletakkan dasar kehidupan berbangsa dan<br />

bernegara yang menolak keras kapitalisme, imperialisme, dan<br />

bentuk-bentuk penjajahan lainnya terhadap bangsa Indonesia,<br />

itulah bekal selanjutnya.<br />

Tulang punggung ekonomi adalah rakyat. <strong>Rakyat</strong> adalah<br />

subyek dan pelaku ekonomi, bukan pemilik kapital, apalagi<br />

kapital asing.<br />

Pasal 33 UUD 1945 telah memberikan dasar bahwa demokrasi<br />

ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di<br />

bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota<br />

masyarakat. <strong>Ke</strong>makmuran masyarakatlah yang diutamakan,<br />

bukan kemakmuran orang seorang. Bumi dan air dan<br />

kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok--<br />

pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh<br />

Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya<br />

kemakmuran rakyat, itulah bekal ketiga kita.<br />

Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya<br />

penguasaan sumber daya alam ditangan orang seorang.<br />

Untuk memenangkan kembali cita-cita Proklamasi 17 Agustus<br />

1945, bangsa Indonesia harus kembali menunaikan tugas<br />

sejarahnya, bersatu, bergotong royong, merebut kembali<br />

kepentingan nasional yang sudah disubversi oleh modal asing<br />

beserta kompradornya, dengan dasar Pancasila, seperti yang<br />

sudah disampaikan Bung Karno dalam <strong>Pidato</strong> di depan<br />

BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Tanpa pergerakan rakyat,<br />

parlemen hanya akan dikuasai sepenuhnya oleh kaum yang<br />

bermodal kuat.<br />

32


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Dengan mengusung program Tri Sakti, kita menegasikan<br />

imperialisme dan kolonialisme, menegakkan demokrasi<br />

nasional, dengan menyatukan kekuatan, baik di jalan<br />

parlementer maupun gerakan massa, baik di daerah maupun<br />

di tingkat nasional.<br />

Bekal kita selanjutnya adalah, Persatuan Nasional dengan<br />

mengusung program perjuangan bangsa yaitu kedaulatan,<br />

kemandirian, serta kepribadian sebagai tahap menuju<br />

masyarakat adil makmur.<br />

Kita harus dengan cepat sekali, cepat, mengejar<br />

keterbelakangan kita ini! Itulah seruan Bung Karno,<br />

Proklamator kita, Bapak kita, mengejar di segala lapangan.<br />

Lapangan politik kita kejar, lapangan ekonomi kita kejar,<br />

lapangan ilmu pengetahuan kita kejar, agar supaya kita benarbenar<br />

di dalam waktu yang singkat bisa bernama Bangsa<br />

Indonesia yang besar, yang pantas menjadi mercusuar umat<br />

manusia di dunia!<br />

Kita pasti sanggup, kita tidak akan berhenti di tengah jalan.<br />

Bukan saja karena sudah kepalang tanggung,<br />

tetapi karena tekad kita dan watak kita memang tidak<br />

kenal berhentinya perjuangan.<br />

Dengan bersatu, berjuang dan bersuka cita, mari kita sambut<br />

Republik baru, Republik Indonesia IV. Republik yang bebas<br />

dari Imperialisme, Republik Indonesia yang gilang-gemilang,<br />

gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo!<br />

33


<strong>Pidato</strong> <strong><strong>Ke</strong>tua</strong> <strong>Umum</strong> PRD - <strong>Kongres</strong> VIII<br />

Mundur hancur, mandek amblek, maju terus,<br />

pantang mundur!<br />

Akhir kata, mari kita renungkan bait kata dari seorang<br />

penyair ini: mereka yang dilahirkan di tahun-tahun kemacetan,<br />

tiada ingat akan jalannya sendiri. Kita putera-putera tahun<br />

keberanian, tiada sesuatu pun kita lupakan.<br />

Ya, kita adalah putera-puteri tahun-tahun keberanian. Kita<br />

malahan adalah putera-puteri gelombang yang menderuderu.<br />

Kita adalah putera-putera prahara yang hebat dahsyat!<br />

Kita bangsa gemblengan! Kita menggembleng diri kita<br />

sendiri, dan kita menggembleng zaman kita.<br />

Selamat berjuang,<br />

Hentikan Imperialisme sekarang juga!<br />

menangkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945!<br />

Bangun Indonesia yang Berdaulat, Berdikari dan<br />

Berkepribadian (TRISAKTI), dengan Persatuan Nasional!<br />

Salam Gotong Royong!<br />

Agus Jabo Priyono<br />

34

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!