05.03.2015 Views

n e w s l e t t e r - Al-Azhar Peduli Ummat

n e w s l e t t e r - Al-Azhar Peduli Ummat

n e w s l e t t e r - Al-Azhar Peduli Ummat

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Tafsir<br />

Merdeka dan Derma<br />

Dr. H. Shobahussurur, M.A<br />

Ketua Takmir<br />

Masjid Agung <strong>Al</strong> <strong>Azhar</strong><br />

‘<br />

Apa sebabnya kamu<br />

tidak mau menafkahkan<br />

pada jalan <strong>Al</strong>lah, padahal<br />

kepunyaan <strong>Al</strong>lah pusaka<br />

semua langit dan bumi.<br />

Tidaklah sama di antara<br />

kamu orang yang menafkahkan<br />

sebelum kemenangan<br />

dan berperang. Mereka itu<br />

lebih besar derajatnya<br />

daripada orang yang<br />

menafkahkan sesudahnya<br />

dan berperang.<br />

Dan semuanya dijanjikan<br />

<strong>Al</strong>lah akan mendapat<br />

kebaikan. Dan <strong>Al</strong>lah dengan<br />

apapun yang kamu<br />

lakukan adalah<br />

mengerti.<br />

‘<br />

[Q.S. al-Hadid/57:10]<br />

Ada dua penilaian <strong>Al</strong>lah atas dua<br />

orang yang berbeda dalam<br />

perjuangan. Yang satu berjuang<br />

ketika mulai menegakkan Islam, ketika<br />

musuh berkuasa, kawan sepaham belum<br />

ada, kemenangan dan kemerdekaan masih<br />

jauh harapan. Dia berani menegakkan<br />

kebenaran karena ada cita-cita yang jauh ke<br />

depan bahwa kemerdekaan suatu saat akan<br />

dicapai. Orang ke dua berjuang sesudah<br />

kemenangan didapat, sesudah agama Islam<br />

memiliki pengikut dan pendukung yang<br />

banyak.<br />

Para mufassir klasik menjelaskan<br />

bahwa orang-orang yang mulamula<br />

beriman kepada <strong>Al</strong>lah dan<br />

Rasul-Nya dan berani menyatakan<br />

keimanannya di saat orang<br />

lain belum mengerti dan<br />

musuh-musuh membenci,<br />

seperti Abu Bakar, dinilai<br />

lebih utama dari orang<br />

yang datang kemudian,<br />

seperti Umar bin al-<br />

Khattab.<br />

Meskipun orang<br />

yang pertama berjuang<br />

lebih utama, namun<br />

semuanya mendapatkan<br />

pahala dan penghargaan di sisi<br />

<strong>Al</strong>lah. Namun para pejuang yang<br />

kemudsian mengisi kemerdekaan juga<br />

tidak kalah pentingnya.<br />

Dalam ayat di atas, diungkapkan<br />

kata-kata infaq, karena memang dalam<br />

berjuang menegakkan agama, baik<br />

perjuangan sebelum kemenangan atau<br />

sesudahnya, tidak dapat dilepaskan dari<br />

peran infak. Infak menjadi kata kunci<br />

sukses berjuang meraih kemerdekaan.<br />

Bahkan setelah kemerdekaan diraih,<br />

perjuangan itu tidak berhenti, perjuangan<br />

harus diteruskan.<br />

Ayat di atas dimulai dengan<br />

pertanyaan, kenapa kamu tidak mau menafkahkan<br />

pada jalan <strong>Al</strong>lah, padahal kepunyaan<br />

<strong>Al</strong>lah semua pusaka langit dan bumi.<br />

Maknanya, harta yang diberikan<br />

kepada kita hanyalah titipan, agar kita dapat<br />

menjalankan amanat. Kenapa kita ragu dan<br />

takut menafkahkannya? Kenapa kita<br />

menunda memberikan harta untuk<br />

perjuangan di jalan <strong>Al</strong>lah, padahal harta itu<br />

bukan milik kita tapi milik <strong>Al</strong>lah? Bagaimana<br />

kalau <strong>Al</strong>lah murka, lantas mencabut<br />

semua titipanNya?<br />

Maka tidak ada alasan bagi kita,<br />

kata Buya Hamka, untuk menyombongkan<br />

diri. Sebab, harta yang ada pada kita<br />

bukan milik kita. Tidak ada alasan kita<br />

berbangga, karena kita hanyalah manusia<br />

yang dhaif.<br />

Orang yang sombong, ketika<br />

mendapatkan nikmat, kemenangan,<br />

kemerdekaan, dan kesuksesan tidak mau<br />

berinfak membagi yang didapatkan. Dia<br />

tidak mau bersyukur. Dia pelit, kikir, dan<br />

bakhil, sebagaimana diungkapkan dalam<br />

Q.S. al-Hadid/57:24: “Yaitu orang-orang<br />

yang bakhil dan mengajak pula orang lain<br />

supaya bakhil”.<br />

Orang bakhil tidak mau menolong<br />

orang susah padahal ada kesanggupan.<br />

Dia mengajak orang lain supaya<br />

bakhil seperti dia. Orang<br />

semacam itu adalah orang<br />

egois, mementingkan diri<br />

sendiri. Padahal sudah pasti<br />

suatu saat dia memerlukan<br />

pertolongan orang lain.<br />

(Hamka, Tafsir <strong>Al</strong>-<strong>Azhar</strong>,<br />

juz 27, h. 301).<br />

Bangsa ini terpuruk<br />

karena sikap egois. Solidaritas<br />

menipis, bahkan nyaris lenyap.<br />

Hubungan antarsesama anak<br />

bangsa hanya dilandasi perhitungan<br />

untung rugi, bukan berazas maslahat.<br />

Yang jatuh tidak diangkat, malah ditendang.<br />

Yang lemah bukan diberdayakan,<br />

tapi makin diinjak. Yang bodoh tidak<br />

diajari, tapi dibodoh-bodohi. Yang<br />

kelaparan tidak diberi makan, malah<br />

dieksploitasi. Yang miskin dan lemah<br />

dijadikan alat menumpuk kekayaan.<br />

Kita telah merdeka dari penjajahan<br />

namun belum merdeka dari kemiskinan,<br />

kebodohan, dan kesewenang-wenangan.<br />

Kita masih harus banyak berjuang,<br />

merebut kemerdekaan yang hakiki. Kita<br />

perlu menyingkirkan sikap egois sehingga<br />

dengan senang hati berbagi, memberi<br />

dan menyantuni.<br />

Infak adalah solusi jitu yang<br />

diajarkan <strong>Al</strong>lah agar kemerdekaan,<br />

kemenangan, dan kesuksesan itu<br />

membawa kebaikan umat dan bangsa.<br />

Mari bersyukur atas kemerdekaan yang<br />

kita raih dengan banyak membagi kepada<br />

sesama. [A]<br />

18<br />

Andai Indonesia Berzakat

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!