Majalah CARE, Edisi Khusus Ramadhan 1430 H Majaalalah hh CA ...

Majalah CARE, Edisi Khusus Ramadhan 1430 H Majaalalah hh CA ... Majalah CARE, Edisi Khusus Ramadhan 1430 H Majaalalah hh CA ...

alazharpeduli.com
from alazharpeduli.com More from this publisher
05.03.2015 Views

Tegar Naskah: Arum Nazlus Shobah Foto: Arsa Wening Bertahan oleh Teror Lumpur Air sumur itu bau, menyengat. Airnya berbuih, seperti mendidih. Tapi para santri masih memanfaatkan untuk mandi dan mencuci. Rasanya gatal. Di kulit terasa licin dan meninggalkan bau tak sedap. Tapi, air rembesan Lumpur Lapindo itu, tetap digunakan. “Begini sehari-hari airnya. Kalau untuk minum ya beli”, terang Muhammad Mujiburrohman, pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Mustaqim, Siring Wetan, Sidoarjo. Pondok yang dulu ramai didatangi murid dari belahan kabupaten lain, Kediri, Pati, Malang, dan Jember. Pusat mendaras Qur’an, dengan metode Qiroati ini, juga memiliki ratusan santri kanak-kanak. Tapi, kerja dakwah yang dirintis sejak 17 tahun itu, lenyap. Semburan Lumpur Lapindo, menimbun area pondok bersama ribuan rumah lain. Tak ada yang tersisa dari kejayaan pondok. Tak lagi terdengar, riuh anak-anak santri yang bermain sebelum ngaji dimulai. Semua berlalu amat cepat. Warga Siring yang ada di lingkungan pondok, seluruhnya mengungsi. Awalnya, mereka menempati Pasar Baru Porong. Kini mereka telah pindah dari pasar setelah mendapatkan dana kontrak. Pengasuh dan penghuni pondok, akhirnya tercerai berai. Sebagian besar 30 Majalah CARE, Edisi Khusus Ramadhan 1430 H

Tegar santri dari luar daerah, juga pulang ke kampung halamannya. Tapi, Mujiburrohman bergeming. Lumpur boleh merampas seluruhnya. Tapi dakwah dan eksistensi pondok, harus tetap tegak. Ditemani santrinya yang bertahan, sosok yang biasa disapa Kyai Muji itu, membuka pesantren di pengungsian Pasar Baru Porong. “Mereka, tidak boleh jauh dari agama. Apalagi dalam musibah seperti ini”, tandas Kyai Muji. Setelah warga Siring Wetan menerima dana kontrak rumah dari Lapindo, Kyai Muji memutuskan bertahan. Tapi tidak di area Pasar Baru Porong lagi. Pondok, pindah ke kontrakan rumah di Beringin, Pamotan. Jarak dari tanggul lumpur, sekitar 500 meter. Di dalam rumah yang bangunannya tua itu, disekat menjadi beberapa bilik pembatas untuk para santri. Setelah pindah ke Beringin, satu persatu santri dari luar daerah memutuskan mundur. Mereka tak mampu bertahan, dengan fasilitas pondok yang memprihatinkan. Fasilitas air bau dan beracun, tempat tinggal tak layak, dan makan sehari-hari yang serba kekurangan. Tiap saat, mereka dan warga lainnya di area itu dalam jangkauan bahaya lumpur. Jelang Ramadhan lalu, dapur pondok Kyai Muji perlahan redup ngebul. Sementara, sembilan santri yang bertahan, tetap perlu makan. Padahal, ia tak punya usaha seperti saat kejayaan Pondok di Siring Wetan dulu. Kini, ia tengah mencari dukungan untuk membuka kios kecilkecilan. Biayanya tak lebih dari Rp 15 juta. Ia berencana mengawali lagi berdagang sembako dan kebutuhan sehari-hari. Karena dari usaha kecil itulah, operasional pondok dulu didanai. “Saya mau buka warung lagi kalau ada modal. Bantuan yang ini saya terima, semoga berkah”, Kyai Muji sumringah. Siang itu, Al-Azhar Peduli Ummat, menyampaikan bantuan untuk keperluan pondok. Majalah CARE, Edisi Khusus Ramadhan 1430 H 31

Tegar<br />

santri dari luar daerah, juga pulang ke<br />

kampung halamannya. Tapi, Mujiburrohman<br />

bergeming. Lumpur boleh merampas<br />

seluruhnya. Tapi dakwah dan eksistensi<br />

pondok, harus tetap tegak. Ditemani<br />

santrinya yang bertahan, sosok yang biasa<br />

disapa Kyai Muji itu, membuka pesantren di<br />

pengungsian Pasar Baru Porong.<br />

“Mereka, tidak boleh jauh dari agama.<br />

Apalagi dalam musibah seperti ini”, tandas<br />

Kyai Muji.<br />

Setelah warga Siring Wetan menerima<br />

dana kontrak rumah dari Lapindo, Kyai<br />

Muji memutuskan bertahan. Tapi tidak<br />

di area Pasar Baru Porong lagi. Pondok,<br />

pindah ke kontrakan rumah di Beringin,<br />

Pamotan. Jarak dari tanggul lumpur,<br />

sekitar 500 meter. Di dalam rumah yang<br />

bangunannya tua itu, disekat menjadi<br />

beberapa bilik pembatas untuk para santri.<br />

Setelah pindah ke Beringin,<br />

satu persatu santri dari luar daerah<br />

memutuskan mundur. Mereka tak mampu<br />

bertahan, dengan fasilitas pondok yang<br />

memprihatinkan. Fasilitas air bau dan<br />

beracun, tempat tinggal tak layak, dan<br />

makan sehari-hari yang serba kekurangan.<br />

Tiap saat, mereka dan warga lainnya di<br />

area itu dalam jangkauan bahaya lumpur.<br />

Jelang <strong>Ramadhan</strong> lalu, dapur pondok<br />

Kyai Muji perlahan redup ngebul.<br />

Sementara, sembilan santri yang bertahan,<br />

tetap perlu makan. Padahal, ia tak punya<br />

usaha seperti saat kejayaan Pondok di<br />

Siring Wetan dulu. Kini, ia tengah mencari<br />

dukungan untuk membuka kios kecilkecilan.<br />

Biayanya tak lebih dari Rp 15 juta.<br />

Ia berencana mengawali lagi berdagang<br />

sembako dan kebutuhan sehari-hari. Karena<br />

dari usaha kecil itulah, operasional pondok<br />

dulu didanai.<br />

“Saya mau buka warung lagi kalau<br />

ada modal. Bantuan yang ini saya terima,<br />

semoga berkah”, Kyai Muji sumringah.<br />

Siang itu, Al-Azhar Peduli Ummat,<br />

menyampaikan bantuan untuk keperluan<br />

pondok.<br />

<strong>Majalah</strong> <strong><strong>CA</strong>RE</strong>, <strong>Edisi</strong> <strong>Khusus</strong> <strong>Ramadhan</strong> <strong>1430</strong> H 31

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!