Swara Bina Kota - Edisi 05/2008 - Pemerintah Kota Bandung
Swara Bina Kota - Edisi 05/2008 - Pemerintah Kota Bandung
Swara Bina Kota - Edisi 05/2008 - Pemerintah Kota Bandung
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
EDISI 6 / <strong>2008</strong><br />
LAPORAN UTAMA<br />
aktualisasi diri, belum menjadi sebuah bisnis.<br />
Munculnya kreativitas itu, menurut Budi, antara<br />
lain karena <strong>Bandung</strong> tidak memiliki akar budaya<br />
tradisional sekuat kota-kota lain. Dengan<br />
demikian, orang <strong>Bandung</strong> lebih terbuka dalam<br />
menerima ide-ide dari luar dan lebih egaliter. Ini<br />
berbeda dari Solo atau Yogyakarta yang akar budaya<br />
Jawanya sangat kuat. ”Kalaupun ada kultur<br />
yang dominan, yaitu Sunda, itu hanya terbatas<br />
pada bahasa,” papar Budi.<br />
Penasihat <strong>Bandung</strong> Creative City Forum,<br />
Wawan Juanda, menarik sejarah <strong>Bandung</strong> hingga<br />
ke masa abad ke-13. Setelah Kerajaan Padjadjaran<br />
tidak ada lagi kerajaan di Jawa Barat dan<br />
tidak ada peninggalan sejarah, itu menjadikan<br />
<strong>Bandung</strong> kota yang tidak mempunyai akar budaya<br />
terlalu kuat.<br />
Selain itu, menurut Budi, <strong>Bandung</strong> adalah kota<br />
yang dibangun Belanda sebagai kota pendidikan<br />
sehingga mengundang pelajar dari berbagai daerah<br />
ke kota itu. Selain menjadikan <strong>Bandung</strong> kota<br />
plural, kedatangan pelajar itu membuat warga<br />
yang berada pada usia produktif pun tinggi jumlahnya.<br />
Hal senada juga disampaikan Ketua <strong>Bandung</strong><br />
Creative City Forum Ridwan Kamil. Belanda sengaja<br />
menjadikan <strong>Bandung</strong> sebagai kota waktu luang<br />
dan gaya hidup yang terkenal dengan Jalan<br />
Braga dan sebutan Parisj van Java. Hal ini<br />
dikarenakan <strong>Bandung</strong> sejak tahun 1920-an sudah<br />
terjadi pertukaran ide dan nilai-nilai budaya<br />
dengan pihak luar. ”<strong>Bandung</strong> sejak dulu sudah<br />
kosmopolitan,” papar Ridwan.<br />
Keterbukaan dan pluralisme itu, menurut Ridwan,<br />
merupakan salah satu syarat tumbuhnya<br />
ekonomi kreatif.<br />
<strong>Kota</strong> Menengah<br />
Faktor lain yang menjadikan ekonomi kreatif<br />
tumbuh subur di <strong>Bandung</strong> adalah karena ukuran<br />
kotanya tergolong menengah. Dengan mengutip<br />
ahli kota kreatif asal Inggris, Charles Landry, Ridwan<br />
menyebut keuntungan sebagai kota menengah<br />
(secondary city).<br />
Ukuran radius kota dan populasinya lebih mudah<br />
dikelola dan sebagai kota menengah lebih<br />
mudah menonjolkan keunggulan yang ada di kota.<br />
”Ini berbeda dibandingkan dengan Jakarta<br />
yang ukurannya besar,” kata Ridwan.<br />
Populasi orang usia muda di bawah 40 tahun di<br />
<strong>Bandung</strong> tinggi, sekitar 60 persen. Keadaan ini<br />
BEBERAPA hasil karya lukis yang ditampilkan sebagai<br />
salah satu mata kegiatan dalam even <strong>Bandung</strong> Kreatif.(Foto<br />
Dok. BCCF).<br />
EKSPRESI salah satu peserta pada acara <strong>Bandung</strong><br />
Youth Fest di GOR Saparua. (Foto Dok. BCCF).<br />
7