Swara Bina Kota - Edisi 05/2008 - Pemerintah Kota Bandung
Swara Bina Kota - Edisi 05/2008 - Pemerintah Kota Bandung Swara Bina Kota - Edisi 05/2008 - Pemerintah Kota Bandung
EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA Ketua Common Room Network Foundation, Gustaff H. Iskandar, Mimpikan Bandung Punya Gedung Kesenian M ESKI mengaku sempat kaget dengan apresiasi dan dukungan yang diberikan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terhadap perkembangan industri keatif dewasa ini, Gustaff H. Iskandar merasa senang, karena ternyata momentum tersebut menjadi titik tolak terciptanya hubungan kerjasama yang lebih baik antara Pemkot Bandung dengan para pelaku industri kreatif yang selama ini seolah berjalan sendiri. “Saya kaget juga, karena waktu itu ada stereotype yang berkembang bahwa kerjasama dengan pemerintah itu repot, kerjasama dengan pemerintah itu begini begitu. Tetapi pada pelaksanaannya, ternyata stigma itu kelihatannya secara perlahan berubah. Ini kemajuan, dan bisa dikarenakan ada perubahan internal juga, meski pun saya melihat masih ada beberapa persoalan yang sifatnya administratif dan birokratis yang agak-agak sulit ditembus. Tapi seiring dengan perkembangan dan perubahan yang berjalan, lama kelamaan pasti akan berubah,” ungkap Ketua Common Room Networks Foundation, beberapa waktu lalu, di kantornya yang kental dengan nuansa nyeni di kawasan Jalan Kyai Gede Bandung. Rupanya, pengalaman kerjasama pada tahun 2007 tersebut menjadi pintu masuk bagi terjalinnya kerjasama yang lebih intens antara Pemkot Bandung dengan sejumlah komunitas kreatif di Kota Bandung, termasuk Common Room Networks Foundation dan Bandung Creative City Forum (BC- CF). Penyelenggaraan Helar Fest 2008 lalu, bahkan dinilai 44
EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA Gustaff sebagai salah satu contoh ideal, bagaimana komunitas masyarakat sipil bisa langsung berinteraksi dan bekerjasama dengan pemeritah kota untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi warga secara maksimal. Menurut pria kelahiran Sukabumi 34 silam tersebut, salah satu catatan penting adalah, setelah momentum Helar fest Kota Bandung semakin mendapat perhatian dari banyak pihak, bukan hanya komunitas masyarakat lokal di Kota Bandung, tetapi juga kota-kota internasional. “Itu hal yang membanggakan. Bahkan di beberapa headline koran nasional, Bandung masih menjadi tren. Jadi sebetulnya Bandung berhasil membangun reputasi baru dan saya pikir salah satu kontribusi penting adalah ketika Pemerintah Kota bekerjasama langsung dengan masyarakat, “ ujar istri dari Reyna Wulansari ini. Oleh karena itu, meski menilai sedikit terlambat, Gustaff berharap perhatian Pemkot terhadap perkembangan industri kreatif di Kota Bandung tidak berhenti pada membantu penyelenggaraan even-even kreatif, tetapi lebih luas lagi, mengeluarkan kebijakan khusus yang dapat menjamin terwujudnya kebebasan pengembangan kreativitas di kalangan masyarakat, dengan memperhatikan keberagaman budaya bangsa yang ada saat ini. “Dengan begitu kebijakan yang dikeluarkan berlaku lebih universal dan tidak boleh mewakili kepentingan kelompok tententu,” ujarnya. Selain itu, Gustaff dan seluruh rekannya mengimpikan Kota Bandung memiliki gedung pertunjukan seni dan budaya yang representatif, sebab gedung pertunjukan yang ada saat ini jauh dari harapan, PENAMPILAN kreasi salah satu peserta pada acara Sabuga Jazz Fest (Foto Dok. BCCF). bahkan bisa dikatakan sangat menyedihkan. ”Upaya ini harus dilihat sebagai peluang untuk menghilangkan stigma negatif tentang pemerintah. Karena pengembangan industri kreatif berkaitan erat dengan reputasi Kota Bandung, baik di mata publik lokal, regional hingga internasional. Apalagi Kota Bandung telah menjadi salah satu pilot project kota kreatif di Asia Timur,” ujarnya. Gustaff juga berharap pemerintah untuk lebih memperhatikan nasib para pelaku seni kreatif, karena sesungguhnya yang membuat mereka bertahan hingga kini tidak lebih karena rasa kecintaan kepada seni yang luar biasa dalam. “Kalau dari sisi finansial, mereka tidak dapat apa-apa. Padahal kalau mau dilihat, mereka tidak kaya-kaya amat, bahkan ada yang hidup sebagai tukang sablon, dan pekerjaan lain sekadar untuk bertahan hidup. (yun)** 45
- Page 1 and 2: B A N D U N G B E R M A R T A B A T
- Page 3 and 4: EDISI 6 / 2008 DARI REDAKSI SWARA B
- Page 5 and 6: EDISI 6 / 2008 LAPORAN UTAMA BANDUN
- Page 7 and 8: EDISI 6 / 2008 LAPORAN UTAMA aktual
- Page 9 and 10: EDISI 6 / 2008 LAPORAN UTAMA tas ar
- Page 11 and 12: EDISI 6 / 2008 LAPORAN UTAMA nya, K
- Page 13 and 14: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA Peringat
- Page 15 and 16: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA Seminar
- Page 17 and 18: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA Taman Sa
- Page 19 and 20: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA bagai wa
- Page 21 and 22: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA November
- Page 23 and 24: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA jika hab
- Page 25 and 26: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA waspada
- Page 27 and 28: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA kemandir
- Page 29 and 30: EDISI 6 / 2008 ALBUM KOTA ANUGERAH
- Page 31 and 32: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA Sekda La
- Page 33 and 34: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA menyatak
- Page 35 and 36: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA rasi pen
- Page 37 and 38: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA (NPSN).
- Page 39 and 40: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA gan sang
- Page 41 and 42: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA tujuan p
- Page 43: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA Tanya :
- Page 47 and 48: EDISI 6 / 2008 LINTAS KOTA Tanya: S
- Page 49 and 50: EDISI 6 / 2008 PARLEMENTARIA DPRD M
- Page 51: EDISI 6 / 2008 SWARA WARGA Tempat S
EDISI 6 / <strong>2008</strong><br />
LINTAS KOTA<br />
Ketua Common Room Network Foundation, Gustaff H. Iskandar,<br />
Mimpikan <strong>Bandung</strong><br />
Punya Gedung Kesenian<br />
M<br />
ESKI mengaku sempat kaget dengan apresiasi<br />
dan dukungan yang diberikan <strong>Pemerintah</strong><br />
<strong>Kota</strong> (Pemkot) <strong>Bandung</strong> terhadap<br />
perkembangan industri keatif dewasa ini, Gustaff<br />
H. Iskandar merasa senang, karena ternyata momentum<br />
tersebut menjadi titik tolak terciptanya<br />
hubungan kerjasama yang lebih baik antara<br />
Pemkot <strong>Bandung</strong> dengan para pelaku industri kreatif<br />
yang selama ini seolah berjalan sendiri.<br />
“Saya kaget juga, karena waktu itu ada stereotype<br />
yang berkembang bahwa kerjasama dengan<br />
pemerintah itu repot, kerjasama dengan pemerintah<br />
itu begini begitu. Tetapi pada pelaksanaannya, ternyata<br />
stigma itu kelihatannya secara perlahan berubah.<br />
Ini kemajuan, dan bisa dikarenakan ada perubahan<br />
internal juga, meski pun saya melihat masih ada beberapa<br />
persoalan yang sifatnya administratif dan<br />
birokratis yang agak-agak sulit ditembus. Tapi<br />
seiring dengan perkembangan dan perubahan<br />
yang berjalan, lama kelamaan pasti<br />
akan berubah,” ungkap Ketua Common<br />
Room Networks Foundation, beberapa<br />
waktu lalu, di kantornya yang<br />
kental dengan nuansa nyeni di<br />
kawasan Jalan Kyai Gede<br />
<strong>Bandung</strong>.<br />
Rupanya, pengalaman<br />
kerjasama pada<br />
tahun 2007 tersebut<br />
menjadi pintu masuk<br />
bagi terjalinnya<br />
kerjasama<br />
yang lebih intens<br />
antara Pemkot <strong>Bandung</strong><br />
dengan sejumlah<br />
komunitas kreatif di <strong>Kota</strong> <strong>Bandung</strong>,<br />
termasuk Common Room<br />
Networks Foundation dan <strong>Bandung</strong><br />
Creative City Forum (BC-<br />
CF). Penyelenggaraan Helar<br />
Fest <strong>2008</strong> lalu, bahkan dinilai<br />
44