Swara Bina Kota - Edisi 05/2008 - Pemerintah Kota Bandung
Swara Bina Kota - Edisi 05/2008 - Pemerintah Kota Bandung
Swara Bina Kota - Edisi 05/2008 - Pemerintah Kota Bandung
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
EDISI 6 / <strong>2008</strong><br />
LAPORAN UTAMA<br />
nya, Keith Kahn diberi kesempatan untuk mempresentasikan<br />
makalahnya pada acara Melbourne<br />
Conversation yang diselenggarakan di<br />
Gedung Perpustaaan <strong>Pemerintah</strong> Victoria, 17<br />
Maret <strong>2008</strong>. Dalam sesi ini ia tampil di hadapan<br />
publik kota Melbourne bersama Elizabeth<br />
Burns Coleman (AU) dan Fotis Kapetopoulos<br />
(AU). Masing-masing adalah filsuf dan ahli komunikasi<br />
di bidang keberagaman budaya.<br />
Selama dua hari berturut-turut, diskusi mengenai<br />
pengembangan kota kreatif dalam perspektif<br />
keberagaman budaya menjadi tema sentral<br />
yang memancing perdebatan dan diskusi di<br />
antara para peserta seminar. Topik ini dilandasi<br />
oleh prediksi Bank Dunia yang menyatakan<br />
bahwa setiap bulan kota-kota di wilayah Asia<br />
Tenggara akan didatangi oleh dua juta orang<br />
dalam dua dekade ke depan (Bank Dunia,<br />
2007).<br />
Hal ini setidaknya membutuhkan perhatian<br />
khusus bagi para pemegang kebijakan, karena<br />
proses urbanisasi yang luar biasa saat ini sudah<br />
sangat sulit untuk dibendung. Dapat dikatakan,<br />
hampir setengah dari populasi warga dunia kini<br />
hidup di lingkungan perkotaan sehingga salah<br />
satu alternatif yang mungkin untuk dilakukan<br />
adalah mengembangkan pemahaman akan keberagaman<br />
budaya, sehingga potensi konflik<br />
dan persoalan yang mungkin mucul dapat diselesaikan<br />
melalui inovasi dan kreativitas.<br />
Persoalan di atas setidaknya turut dipicu oleh<br />
proses globalisasi dan perkembangan di bidang<br />
teknologi yang semakin mencairkan batas antarnegara<br />
dan sekat teritori budaya sehingga<br />
meningkatkan risiko akan konflik dan gesekan<br />
antarkelompok masyarakat yang berbeda.<br />
Dalam hal ini, perspektif keberagaman budaya<br />
adalah sebuah alternatif pemikiran yang idealnya<br />
dapat dipahami untuk menghindari terjadinya<br />
konflik dan gesekan antar kelompok<br />
masyarakat.<br />
Di beberapa negara, keberagaman budaya justru<br />
mampu melahirkan berbagai inovasi dan<br />
penemuan baru. Namun kita juga tidak dapat<br />
menutup mata bahwa tanpa perspektif yang<br />
menghargai keberagaman budaya, perbedaan<br />
dan keberagaman juga memiliki potensi konflik<br />
yang dapat menghambat terjadinya proses kohesi<br />
sosial yang inklusif.<br />
Hal tersebut di atas bukan hanya disebabkan<br />
oleh identitas kebudayaan yang beragam, tetapi<br />
juga karena berbagai ketimpangan yang terjadi<br />
di ranah politik dan ekonomi, selain juga pertentangan<br />
yang terjadi di wilayah ideologi. Konflik<br />
semacam ini juga biasanya dapat dipicu<br />
oleh munculnya nilai-nilai baru yang lahir seiring<br />
dengan proses globalisasi dan perkembangan<br />
teknologi.<br />
Lain dari itu, potensi konflik yang ada juga<br />
setidaknya ikut dipicu oleh krisis pembentukan<br />
identitas masyarakat yang tidak lagi bersandar<br />
pada latar belakang etnis, ras atau keyakinan<br />
tertentu, tetapi juga merasuk kepada masalah<br />
perbedaan kelas sosial, ekonomi, gaya hidup,<br />
orientasi seksual dan lain sebagainya.<br />
Dalam presentasinya, Keith Kahn memaparkan<br />
bahwa kota London barangkali merupakan<br />
contoh kota yang memiliki keberagaman<br />
budaya dan kompleksitas yang luar biasa. Dari<br />
12 juta penduduknya, saat ini setidaknya ada<br />
200 kelompok etnis dan 300 bahasa yang<br />
berkembang di kota London. Angka ini bersanding<br />
dengan kenyataan bahwa sekitar 35 % populasi<br />
kota London terdiri dari warga asing dan<br />
sekitar 40,7 % warga kota berasal dari kelompok<br />
etnis minoritas.<br />
Selain itu, persentase ini juga dilengkapi dengan<br />
fakta bahwa ada sekitar 1 berbanding 20<br />
warga kota yang berasal dari keluarga yang<br />
mengalami persilangan ras ataupun perkawinan<br />
antar kelompok etnis yang berbeda. Dalam<br />
kenyataannya, keberagaman budaya yang dimiliki<br />
oleh kota London saat ini malah memicu<br />
pertumbuhan ekonomi kota yang bersandar pada<br />
inovasi dan kreativitas individu, sehingga<br />
potensi konflik yang ada relatif dapat dihindari.<br />
Sementara itu Elizabeth Burns Coleman<br />
menyatakan, pengembangan kota kreatif dalam<br />
perspektif keberagaman budaya dapat mendorong<br />
terjadinya proses kohesi sosial yang<br />
inklusif. Dalam perspektif keberagaman dan interaksi<br />
budaya, warga kota akan lebih terpacu<br />
untuk dapat terlibat dan berpartisipasi dalam<br />
melakukan serangkaian eksplorasi penciptaan<br />
nilai-nilai yang baru, karena proses interaksi<br />
budaya juga dapat mendorong terjadinya proses<br />
negosiasi, adaptasi dan perubahan. Dalam wacana<br />
kota kreatif, keberagaman budaya juga<br />
memiliki nilai ekonomi karena situasi keberagaman<br />
memungkinkan terjadinya proses pencip-<br />
11