06.02.2015 Views

Download - Ditjen Cipta Karya

Download - Ditjen Cipta Karya

Download - Ditjen Cipta Karya

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

LIPUTAN KHUSUS<br />

Jalur Cepat Mencapai MDGs<br />

Bersama PAMSIMAS 12<br />

INFO BARU 2<br />

Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur<br />

Dalam RUU Perumahan dan Permukiman 19<br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Dukung<br />

Sarana dan Prasarana<br />

Desa Wisata Cibatutiga<br />

Edisi 08/Tahun VIII/Agustus 2010<br />

Menghindari Pemborosan<br />

Investasi Pembangunan dengan<br />

SPPIP


daftar isi<br />

AGUSTUS 2010<br />

Berita Utama<br />

http://ciptakarya.pu.go.id<br />

4 Strategi Pembangunan<br />

Permukiman dan In frastruktur<br />

Perkotaan (SPPIP)<br />

Hindari Pemborosan Investasi<br />

Pembangunan<br />

Pelindung<br />

Budi Yuwono P<br />

Penanggung Jawab<br />

Danny Sutjiono<br />

Dewan Redaksi<br />

Antonius Budiono, Tamin M. Zakaria<br />

Amin, Susmono, Guratno Hartono,<br />

Joessair Lubis,<br />

Budi Hidayat<br />

Pemimpin Redaksi<br />

Dwityo A. Soeranto, Sudarwanto<br />

Penyunting dan Penyelaras Naskah<br />

T.M. Hasan, Bukhori<br />

Bagian Produksi<br />

Djoko Karsono, Emah Sadjimah,<br />

Radja Mulana MP. Sibuea,<br />

Djati Waluyo Widodo, Aulia UI Fikri,<br />

Indah Raftiarty<br />

Bagian Administrasi & Distribusi<br />

Sri Murni Edi K, Ilham Muhargiady,<br />

Doddy Krispatmadi, A. Sihombing,<br />

Ahmad Gunawan, Didik Saukat Fuadi,<br />

Harni Widayanti, Deva Kurniawan,<br />

Mitha Aprini, Nurfhatiah<br />

Kontributor<br />

Panani Kesai, Rina Agustin Indriani,<br />

Nieke Nindyaputri, Hadi Sucahyono,<br />

Amiruddin, Handy B. Legowo,<br />

Endang Setyaningrum, Syamsul Hadi,<br />

Didiet. A. Akhdiat, Muhammad Abid,<br />

Siti Bellafolijani, Djoko Mursito,<br />

Ade Syaeful Rahman,<br />

Th. Srimulyatini Respati,Alex A.Chalik,<br />

Bambang Purwanto,<br />

Edward Abdurahman, Alfin B. Setiawan,<br />

Deddy Sumantri,<br />

M. Yasin Kurdi, Lini Tambajong<br />

Alamat Redaksi<br />

Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru<br />

12110 Telp/Fax. 021-72796578<br />

Email<br />

publikasi_djck@yahoo.com<br />

Redaksi menerima artikel, berita,<br />

karikatur yang terkait bidang cipta<br />

karya dan disertai gambar/foto<br />

serta identitas penulis. Naskah<br />

ditulis maksimal 5 halaman A4,<br />

Arial 12. Naskah yang dimuat akan<br />

mendapat insentif.<br />

7 SPPIP Mengarahkan Pembangunan<br />

Kota (Kasus<br />

Empat Kabupaten/Kota di<br />

Jawa Timur)<br />

9 Penataan Permukiman<br />

Pesisir di Kaki Jembatan<br />

Suramadu<br />

Liputan Khusus<br />

12 Jalur Cepat Mencapai<br />

MDGs Bersama PAMSIMAS<br />

Info Baru<br />

16 Permukiman Vertikal untuk<br />

Perdesaan Pulau Jawa<br />

19 Keterpaduan Pembangunan<br />

Infrastruktur Dalam RUU<br />

Perumahan dan Permukiman<br />

23 <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Dukung Sarana<br />

dan Prasarana Desa Wisata<br />

Cibatutiga<br />

Inovasi<br />

23 GPS dalam Pembangunan<br />

Bidang <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Gema RPIJM<br />

28 SPPIP Memperkuat<br />

Dokumen RPIJM<br />

Resensi<br />

29 Rencana Strategis Direktorat<br />

Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

2010-2014<br />

9<br />

28<br />

16


Foto Cover : Foto Udara Kota Banda Aceh<br />

editorial<br />

Perencanaan Pembangunan Daerah Milik Siapa<br />

Kita harus berhati-hati mengatakan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di daerah kadang<br />

dirampok oleh kepentingan tertentu. Namun, meskipun pahit harus berani diungkapkan. RTRW adalah buku<br />

putih Pemerintah Daerah dalam melakukan perencanaan pembangunan yang berbasis tata ruang dengan<br />

tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya karena ada kekhawatiran tentang kondisi lingkungan<br />

sekarang dan masa depan. Kepentingan ekonomi biasanya menjadi raja. Atas kepentingan tertentu, suatu<br />

kawasan yang mestinya menjadi wajib dikonservasi bahkan dilestarikan, akhirnya dijual kepada kapitalisme<br />

karena buntut gejolak politik. Seorang kepada daerah, sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, harus<br />

mengeluarkan dana yang besar. Dengan embel-embel mendanai pencalonan bakal kepala daerah tersebut,<br />

swasta pun meminta ‘gain’ berupa sebuah keputusan seorang kepala daerah yang merugikan masyarakat<br />

dan lingkungannya. Itu dari yang besar, dan yang secara sadar dilakukan.<br />

Kini kita tengok yang terkadang secara tidak sadar, dan dilakukan oleh masyarakat awam dan berefek<br />

langsung pada pelaksanaan pembangunan. Sudah menyita waktu berlarut-larut, dari mulai survey, penetapan<br />

lokasi, desain, penyiapan lahan, hingga mendapat restu AMDAL, namun ada saja pihak-pihak, baik<br />

dari dalam maupun luar yang mencoba mengambil keuntungan dengan memanfaatkan properti berupa<br />

kemiskinan, pendidikan, dll. Contoh kecil saja, pembangunan boezem dan pengeruk sampah (trash rack)<br />

sungai di kawasan Morokrembangan Surabaya. Secara eksisting, padatnya permukiman penduduk memang<br />

menyulitkan. Ditambah lagi dengan teror terhadap alat-alat berat yang masuk kawasan ini untuk membawa<br />

sampah. Ada pula yang dengan sengaja mematikan motor pengeruk sampah agar sampah tetap menumpuk<br />

tidak terkeruk agar bisa mereka ambil, mereka bisa kita sebut pemulung sampah di sungai. Masih banyak<br />

karut marut perencanaan pembangunan di daerah yang implementasinya belum sesuai harapan.<br />

Lalu pertanyannya, perencanaan pembangunan daerah yang banyak tertuang dalam ribuan lembar<br />

dokumen itu milik siapa Karena masih banyak yang harus dibenahi oleh kepala daerah selain memenuhi<br />

janji politiknya pada segelintir pengusaha. Sebut saja tingkat pengangguran yang tinggi, tingkat pendapatan<br />

rendah atau kurangnya peluang investasi terkait erat dengan berbagai masalah fisik dan sosial, termasuk<br />

tingkat kesehatan yang rendah dan kaena kondisi prasarana permukimannya yang rendah, ketidakmampuan<br />

dalam infrastruktur fisik (misalnya, pasokan air, pembuangan limbah, fasilitas transportasi), polusi lingkungan,<br />

dan kekurangan dalam pendidikan, jasa rekreasi dan sosial. Sebuah program pembangunan<br />

daerah direncanakan biasanya mencoba untuk mendudukkan permasalahan tersebut secara komprehensif.<br />

Namum banyaknya peraturan yang tumpang tindih dan memerlukan koordinasi semua pihak pun kadang<br />

menyulitkan implementasinya.<br />

Karena itu perlu strategi untuk mensinkronkan banyaknya perencanaan pembangunan, khususnya<br />

bidang permukiman yang dimiliki oleh daerah. <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Kementerian Pekerjaan Umum menjawab<br />

hal ini dengan memfasiltasi penyusunan Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan<br />

(SPPIP) sebagai sinkronisasi kebijakan perencanaan dan pembangunan perkotaan yang telah dimiliki oleh<br />

pemerintah kota/ kabupaten. SPPIP dituangkan sebagai strategi untuk pelaksanaan pembangunan dengan<br />

mempertimbangkan sumberdaya dan sumberdana serta ‘tantangan’ yang ada.<br />

Selamat membaca dan berkarya!<br />

.....Suara Anda<br />

Lowongan dan mutasi di Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Nama Saya Dede Kosri Mafazan, ST. Saya PNS di Dinas Pekerjaan Umum<br />

Kota Sungai Penuh - Jambi. Golongan IIIa, Sarjana S1 Teknik Arsitektur -<br />

Universitas Mercu Buana - Jakarta.<br />

Saya mau menanyakan apakah ada lowongan (Mutasi) di Dirjen <strong>Cipta</strong><br />

<strong>Karya</strong>. Kalau ada bagaimana caranya. Terimakasih<br />

Dede Kosri Mafazan, ST-Jambi<br />

Kepada Yth. Saudara Dede Kosri Mafazan, ST.<br />

Berdasarkan pertanyaan yang Saudara ajukan maka saya berusaha<br />

dengan ini menjawabnya :<br />

1. Apakah ada lowongan (Mutasi) di <strong>Ditjen</strong>. <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> <br />

Jawab : Lowongan (Mutasi) ada jika Formasi dibutuhkan.<br />

2. Persyaratannya <br />

Jawab : Melengkapi persyaratan dapat dilihat pada http://www.<br />

pu.go.id/publik/Ind/pengumuman/Ntc_100521141535.pdf<br />

Diajukan ke Sekretaris Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> dengan me lampiri<br />

CV dan persyaratan tadi.<br />

Demikian jawaban dari kami, semoga informasi ini dapat berguna buat<br />

Saudara. Terima Kasih.<br />

Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> ke email publikasi_djck@yahoo.com atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 3


Berita Utama<br />

Strategi Pembangunan Permukiman<br />

dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP)<br />

Hindari Pemborosan Investasi<br />

Pembangunan<br />

Joerni Makmoerniaty*)<br />

Untuk menghindari pemborosan, maka pembangunan perkotaan harus dilakukan berdasarkan perencanaan yang mempertimbangkan<br />

tata ruang, sumberdaya, dan kemampuan sumber dananya.<br />

Pada setiap pertengahan tahun anggaran<br />

pembangunan, kita selalu disibukkan untuk<br />

menyusun rencana kerja dan rencana alokasi<br />

dana kegiatan pembangunan untuk tahun<br />

anggaran berikutnya. Rencana tersebut tidak<br />

lain akan dialokasikan pada sebagian<br />

kota/kabupaten maupun perdesaan di seluruh<br />

propinsi di Indonesia dalam rangka dukungan<br />

pemerintah pada pembangunan<br />

dae rah.<br />

Aktivitas penyusunan dokumen Rencana<br />

Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga<br />

(RKAKL) tersebut umumnya sangat menyita<br />

waktu, mulai dari menentukan lokasi, kegiatan,<br />

biaya, sampai jangka waktu pe laksanaan.<br />

Hal ini karena banyaknya usulan<br />

dari pemerintah daerah dan usulan lainnya<br />

yang tentunya belum terintegrasi satu dengan<br />

yang lainnya. Setiap sektor kegiatan<br />

mempunyai tumpukan usulan dan hasil<br />

‘stu di’ yang akan mengikuti ‘antrean’ untuk<br />

mendapatkan alokasi dana pembangunan<br />

(APBN).<br />

Ironisnya, manfaat hasil pembangunan<br />

tersebut masih banyak yang belum dapat<br />

menggambarkan secara nyata peran fasilitasi<br />

pembangunan infrastruktur <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> bagi<br />

pembangunan kota itu sendiri, sesuai dengan<br />

potensi dan kendalanya. Bahkan masih sulit<br />

menyatakannya dalam satu ukuran, apakah<br />

fasilitasi yang diberikan telah mendorong<br />

per kembangan kota ke arah yang sesuai dengan<br />

rencana penataan ruangnya Mam pukah<br />

mendukung pertumbuhan ekonomi kota<br />

serta meningkatkan kesejahteraan ma syarakatnya<br />

4 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


BERITAUTAMA<br />

Foto Kiri : Kantong-kantong permukiman padat di kawasan pusat kota Surabaya<br />

Foto Kanan : Kondisi kawasan permukiman, turut menentukan masa depan generasi mendatang<br />

Strategi pembangunan mutlak diperlukan<br />

Kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi<br />

sekaligus juga sebagai kawasan permukiman<br />

penduduk dengan segala aktivitasnya sangat<br />

memerlukan dukungan prasarana dan<br />

sarana dasar perkotaan. Pertumbuhan akti<br />

vitas ekonomi perkotaan yang ditandai<br />

dengan meningkatnya aktivitas pergerakan<br />

orang, barang dan jasa keluar maupun masuk<br />

kawasan perkotaan tersebut, telah memicu<br />

meningkatnya kebutuhan infrastruktur penun<br />

jangnya.<br />

Permasalahan akan muncul apabila percepatan<br />

pertumbuhan aktivitas tersebut tidak<br />

diimbangi dengan percepatan penyediaan<br />

prasarana dan sarana penunjangnya, se hingga<br />

akan terjadi banyak pemborosan, baik<br />

dana, waktu, ruang, energi dan sumberdaya<br />

lainnya. Keadaan ini terlihat ham pir di semua<br />

kota di Indonesia, terutama di kota-kota<br />

besar, dan seakan-akan menjadi hal biasa<br />

bagi perkotaan di Indonesia dan selalu menjadi<br />

keluhan/hambatan pem ba ngunan kota.<br />

Sesungguhnya keterbatasan kemampuan<br />

pemerintah, baik dana maupun sumber daya<br />

lainnya, untuk melaksanakan dan mengelola<br />

pembangunan perkotaan harus dipandang<br />

sebagai ‘tantangan’ yang dimanfaatkan untuk<br />

membangkitkan energi positif dalam<br />

me laksanakan pembangunan. Semakin meningkat<br />

pertumbuhan ekonomi di suatu ko -<br />

ta, semakin cepat pula perkembangan fisik<br />

ruangnya, bahkan perkembangan ter sebut<br />

seringkali mengabaikan ‘tantangan’ sumber<br />

daya yang ada. Disinilah pemborosan<br />

tersebut secara tak disadari terjadi, atau<br />

bahkan sa dar namun tidak mampu mencari<br />

solusinya.<br />

Untuk menghindari pemborosan, maka<br />

pem bangunan perkotaan harus dilaku kan<br />

berdasarkan perencanaan yang mempertimbangkan<br />

tata ruang, sumberdaya, dan<br />

kemampuan sumber dananya. Hal ini bukanlah<br />

suatu langkah baru, namun sudah<br />

menjadi pengetahuan bagi para pemangku<br />

kepentingan, namun kemauan/kemampuan<br />

pelak sanaannya yang masih banyak terkendala.<br />

Permasalahan yang terjadi adalah,<br />

apa kah perencanaan tersebut dibuat dan<br />

disepakati dengan proses yang benar Apakah<br />

keter libatan warga masyarakat terwakilkan<br />

dalam kesepakatan tersebut Apakah strategi<br />

pem bangunan sudah dibuat berdasarkan<br />

pe rencanaan yang ada dan telah disepakati<br />

oleh semua pemangku kepentingan kota/<br />

kabupaten terebut. Apakah prioritas pem -<br />

bangunan telah ditentukan dengan pertimbangan<br />

sumberdana dan sumberdaya, serta<br />

merespons ‘tantangan’ yang dihadapi<br />

Dengan dalih pembangunan harus terus<br />

berjalan, maka seringkali pembangunan dilaksanakan<br />

secara responsif terhadap hambatan<br />

yang muncul. Hal ini akan memunculkan<br />

permasalahan-per masalah an baru<br />

yang terakumulasi menjadi permasalahan<br />

umum yang sedang dihadapi kota-kota besar,<br />

pada umumnya, dan kota metropolitan<br />

pada khususnya. Untuk itu diperlukan suatu<br />

strategi yang menjabarkan kebijakan<br />

yang telah ada dan menentukan prioritas<br />

pelaksanaannya berdasarkan kesepakatan<br />

da ri semua pemangku kepentingan kota/kabupaten<br />

yang bersangkutan.<br />

Tanpa adanya strategi pelaksanaan kebijakan<br />

pembangunan yang konsisten dan<br />

seiring dengan rencana Penataan Ruang<br />

Wilayah yang telah disepakati, dikhawatirkan<br />

terjadi pembangunan kota yang menggiring<br />

perkembangan kota yang tidak sesuai dengan<br />

daya dukung dan pola ruang yang<br />

ada. Hal ini akan diperburuk dengan terlaksananya<br />

investasi pembangunan yang<br />

ti dak termanfaatkan dan bahkan akan menimbulkan<br />

permasalahan baru pada kawasan<br />

yang bersangkutan, sehingga akan terjadi<br />

in-efisiensi atau pemborosan dana, ruang,<br />

waktu, serta sumberdaya yang dimiliki.<br />

Mengingat peran kota sebagai pusat pertumbuhan<br />

ekonomi dan permukiman bagi<br />

warganya, maka infrastruktur perkotaan<br />

menjadi salah satu aspek perkotaan yang<br />

harus mendapatkan prioritas pena nganan -<br />

nya. Hal ini berkaitan dengan laju percepatan<br />

pembangunan ekonomi itu sendiri<br />

yang diikuti dengan laju percepatan<br />

permintaan akan akses pada jaringan pelayanan,<br />

serta tuntutan peningkatan kesejahteraan<br />

masyarakat, terutama mereka yang<br />

bermukim pada kawasan perkotaan dan<br />

me reka yang terkena dampak dari de nyut<br />

eko nomi perkotaan. Untuk itulah, stra tegi<br />

pengembangan permukiman dan in fra struktur<br />

perkotaan yang mendukung pe ran ko ta<br />

tersebut, harus menjadi prioritas pem bangunan.<br />

Apa yang dimaksud SPPIP<br />

Strategi Pembangunan Permukiman dan<br />

In frastruktur Perkotaan (SPPIP) merupakan<br />

sinkronisasi kebijakan perencanaan dan pem -<br />

bangunan perkotaan yang telah dimi liki<br />

oleh pemerintah kota/kabupaten. SPPIP di -<br />

tuangkan sebagai strategi untuk pe lak sanaan<br />

pembangunan dengan mem per timbangkan<br />

sumberdaya dan sumber dana serta<br />

‘tantangan’ yang ada. Proses penyusunan<br />

strategi tersebut harus dapat melibatkan pemahaman<br />

semua pemangku kepentingan,<br />

ser ta diketahui oleh warganya, sehingga dapat<br />

ditentukan prioritas pelaksanaan yang<br />

efisien dan efektif bagi perkembangan kota/<br />

kabupaten itu sendiri, serta mendukung kesejahteraan<br />

masyarakatnya.<br />

Adapun kebijakan yang dimaksud dalam<br />

sinkronisasi tersebut di atas antara lain<br />

adalah kebijakan berkaitan dengan ren cana<br />

tata ruang wilayah, Rencana Prog ram<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 5


BERITAUTAMA<br />

Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana<br />

Pengembangan Perumahan dan Permukiman<br />

Daerah (RP4D), Strategi Sanitasi<br />

Kota (SSK), kebijakan yang bersangkutan<br />

dengan pendanaan pembangunan daerah<br />

yang bersangkutan, Rencana Anggaran dan<br />

Belanja Daerah (RAPBD) dan kebijakan pembangunan<br />

lainnya.<br />

Mengingat salah satu peran kota sebagai<br />

permukiman, maka pembangunan<br />

infrastruktur perkotaan selain diarahkan<br />

un tuk mendukung pertumbuhan ekonomi<br />

ko ta/kabupaten, juga diarahkan untuk memenuhi<br />

kebutuhan pelayanan dasar masyarakatnya<br />

yang diarahkan pada kawasan-kawasan<br />

permukiman. Hal tersebut di<br />

atas akan tercapai apabila pengembangan<br />

permukiman perkotaannya diilakukan dengan<br />

memperhatikan pertimbangan pri o-<br />

ritas pembangunan sesuai dengan stra tegi<br />

yang telah ditelaah berdasarkan se mua<br />

kebijakan yang ada.<br />

Oleh sebab itu, maka penyusunan rencana<br />

pembangunan pada kawasan permukiman<br />

prioritas juga perlu ditentukan terlebih dahulu,<br />

agar pengembangannya sesuai dengan<br />

investasi pembangunan prasarana dan<br />

sarana perkotaannya. Apabila investasi dalam<br />

pembangunan infrastruktur perkotaan telah<br />

dilaksanakan, maka permukiman di ka wasan<br />

perkotaan akan mendapatkan dam pak pada<br />

terlayaninya masyarakat me la lui penyediaan<br />

infrastruktur pelayanan dasar. Apabila hal ini<br />

dapat terlaksana dengan seimbang, ma ka per -<br />

masalahan per kotaan dapat diminimalkan,<br />

ka rena arah dan tujuan pembangunan se jalan<br />

de ngan arah dan tujuan kebijakan, serta<br />

ren cana pengembangan kota/kabupaten ter -<br />

sebut. Kesejahteraan masyarakatnya pun me -<br />

ningkat dan akan berdampak pada me ningkatkan<br />

produktivitas masyarakat.<br />

Mewujudkan Visi dan Misi Pembangunan<br />

Perkotaan<br />

Sejak terbitnya UU no. 32 tahun 2004 tentang<br />

Pemerintahan Daerah, maka urusan<br />

wa jib pemerintah daerah antara lain adalah<br />

perencanaan dan pengendalian pembangunan,<br />

perencanaan pemanfaatan dan<br />

pengawasan tata ruang. Oleh sebab itu, maka<br />

pemerintah kota/ kabupaten bersama semua<br />

pemangku kepentingan pembangunan kota/<br />

kabupaten yang bersangkutan harus dapat<br />

mensinkronkan kebijakan perencanaan dan<br />

pembangunan agar visi dan misi kota/ kabupaten<br />

dapat terwujud searah dengan kebijakan<br />

pendukung lainnya.<br />

Pemangku kepentingan secara ber sama-sama<br />

berkoordinasi untuk dapat mewujudkan<br />

kebijakan yang telah dibuat un tuk<br />

disinkronisasikan dan dituangkan dalam strategi<br />

pembangunan dengan mem per hatikan<br />

ruang, sumberdaya dan sumber dana yang<br />

tersedia serta rentang waktu pelaksanaan<br />

se suai target dalam rencana program jangka<br />

menengah daerah (RPJMD) kota/ kabupaten<br />

tersebut.<br />

Seperti telah disampaikan sebelumnya,<br />

bahwa kota sebagai tempat bermukim dan<br />

beraktivitas ekonomi maupun sosial, maka<br />

setiap warga yang turut terlibat secara langsung<br />

maupun tak langsung dalam pro ses<br />

pembangunan akan menjadi pe neri ma manfa<br />

at pembangunan kota/ka bu patennya,per -<br />

lu untuk mengetahui dan mem berikan masukan<br />

pada setiap kebijakan pem ba ngunan<br />

yang akan dilaksanakan. Bah kan pa da<br />

suatu tahapan tertentu, warga kota/kabupaten<br />

mempunyai hak untuk me nyam paikan<br />

pendapat/masukan pada ren cana pelaksanaan<br />

kebijakan pemerintahnya.<br />

Dalam rangka menjaga keterbukaan kebijakan<br />

pembangunan, maka dalam setiap<br />

proses penyusunan kebijakan pembangunan<br />

semaksimal mungkin kelompok pemangku<br />

kepentingan kota/kabupaten bersangkutan<br />

harus selalu diikutsertakan, terutama warga<br />

yang tinggal di kawasan perencanaan.<br />

Hal ini sangat diperlukan agar terbangun<br />

nilai-nilai kepedulian masyarakat dan atau<br />

pemangku kepentingan kota/kabupaten<br />

yang bersangkutan. Hal ini akan berdampak<br />

pada terbangunnya pengawasan/kontrol<br />

pe m bangunan, sehingga diharapkan pembangunan<br />

dapat menghasilkan output yang<br />

bermanfaat dan berkesinambungan, baik<br />

ter hadap ruang, waktu dan sumberdaya<br />

yang dimiliki serta dapat mewujudkan pertumbuhan<br />

ekonomi dan kesejahteraam masyarakat<br />

yang berkesinambungan.<br />

*) Kasubdit Pengembangan Permukiman Ba ­<br />

ru, Direktorat Pengembangan Permukim an,<br />

DJCK<br />

STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN<br />

KSPN : Kebijakan & Strategi Perkotaan Nasional<br />

KSPD : Kebijakan & Strategi Perkotaan Daerah<br />

RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah<br />

RPJPD : Rencana program jangka Panjang Daerah<br />

RPJMD : Rencana Program Jangka Menengah daerah<br />

SPPIP : Strategi Pembangunan Permukiman & Infrastruktur Perkotaan<br />

RPKPP : Rencana Pembangunan kawasan Permukiman Perkotaan<br />

RPIJM : Rencana Program Investasi Jangka Menengah<br />

6 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


BERITAUTAMA<br />

Berita Utama<br />

Pelaksanaan Bantuan Teknis (Bantek) penyusunan<br />

Strategi Pengembangan Permukiman<br />

dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) di Provinsi<br />

Jawa Timur telah dilaksanakan sejak<br />

pertengahan bulan Mei 2010, dengan demikian<br />

proses penyusunan SPPIP sampai<br />

dengan saat ini telah berjalan 3 bulan. Secara<br />

umum, proses yang dilakukan di 4 kota/<br />

kabupaten yang terdapat di provinsi Jawa<br />

Timur, yaitu Surabaya, Pasuruan, Probolinggo<br />

dan Blitar telah berjalan sesuai dengan proses<br />

yang dijadwalkan.<br />

Keseluruhan kota/kabupaten telah melak<br />

sanakan penyamaan pemahaman an ta ra<br />

Bantuan teknis penyusunan SPPIP di Jawa Timur masih berjalan sesuai jadwal<br />

SPPIP Mengarahkan<br />

Pembangunan Kota<br />

(Kasus Empat Kabupaten/Kota<br />

di Jawa Timur)<br />

Zaenal Arifin*)<br />

SPPIP adalah strategi yang mengacu pada dokumen perencanaan yang telah<br />

ada. Sehingga muatan yang akan dihasilkan lebih sebagai bentuk adopsi dan<br />

sinkronisasi dari dokumen yang ada dari pada sebuah dokumen yang baru.<br />

Hal ini mensyaratkan pentingnya ketersediaan akan dokumen-dokumen<br />

perencanaan dengan kondisi baik dan legal, dalam artian kesiapan untuk<br />

dijadikan sebagai acuan, baik secara substansi maupun aspek legalitasnya.<br />

pemangku kepentingan yang di rep re senta<br />

sikan ke dalam Kelompok Kerja Teknis Kota/Kabupaten<br />

(PokJaNis) dengan para tenaga<br />

ahli konsultan yang ber fungsi sebagai<br />

pendamping/fasilitator ban tu an tek nis kepada<br />

para PokJaNis dalam me nyusun SPPIP.<br />

Pe nyamaan pemahaman baik terhadap proses,<br />

pendekatan dan ke luaran SPPIP sangat<br />

penting dilakukan di awal kegiatan. Hal ini<br />

dikarenakan perlunya penekanan pada pendekatan<br />

yang esensial, dimana pemangku<br />

kepentingan kota dan pokjanisnya sebagai<br />

aktor utama.<br />

Penyusunan SPPIP adalah sebuah kegiatan<br />

yang lebih menekankan pada pencapaian<br />

proses dibandingkan produk. Kesepakatan<br />

antar pemangku kepentingan yang menjadi<br />

dasar legitimasi dari capaian keluaran, men -<br />

jadi hal pokok yang dipersyaratkan. Me mahami<br />

bahwa setiap kota dengan dimensi dan<br />

kelasnya memiliki kompleksitas permasalahan<br />

yang berbeda, maka akan memiliki potensi<br />

perbedaan tingkat capaian keluaran. Akan<br />

tetapi dalam prosesnya, seluruh kota akan<br />

memiliki rangkaian/siklus logis yang sama<br />

dan bertahap dalam menghasilkan SPPIP<br />

yang disepakati. Karenanya, dari minimum<br />

4 FGD, 2 Konsultasi Publik dan Diseminasi<br />

yang harus dilakukan selama proses, maka<br />

keseluruhannya harus dilakukan secara aktif<br />

oleh PokJaNis dengan difasilitasi oleh tenaga<br />

ahli konsultan pendamping.<br />

Pada kegiatan FGD 1 dan FGD 2, proses<br />

penentuan permasalahan permukiman hing -<br />

ga penentuan kawasan prioritas ber ikut<br />

de ngan penentuan kriteria yang akan digu<br />

nakan telah berhasil dilaksanakan dengan<br />

pendekatan pelibatan pemangku ke -<br />

pentingan (stakeholder approach) de ngan<br />

sa ngat baik. Penentuan lokasi per mukiman<br />

yang akan ditangani beserta de ngan<br />

per masalahan infrastruktur kota te lah dihasilkan<br />

dari kesepakatan antar pe mangku<br />

kepentingan di tingkat Pokjanis, bahkan<br />

hingga penentuan kriteria yang akan di gunakan<br />

dalam menentukan skala prioritas<br />

kawasan yang akan ditangani dalam skala<br />

kota.<br />

Dalam hal ini, hambatan yang tim bul<br />

umumnya lebih disebabkan pada perma -<br />

salahan adaptasi terhadap paradigma pendekatan<br />

keaktifan pemangku kepen ting an<br />

yang diba wa oleh<br />

SPPIP ini, dimana pemangku ke pentingan<br />

kota seringkali dihadapkan pada kondisi<br />

se bagai penerima program atau tidak terlalu<br />

diberikan ruang dalam pengambilan<br />

keputusan untuk menentukan program yang<br />

terkait dengan sumber pendanaan lain. Sehingga<br />

interpretasi yang masih ter biasa dengan<br />

pendekatan lama, menjadi halyang<br />

harus dibenahi secara bertahap. Akan tetapi<br />

secara keseluruhan rasa memiliki da ri<br />

kegiatan ini, sebagai konsekuensi pen dekatan<br />

pelibatan yang intensif, telah mem berikan semangat<br />

tersendiri dari pe mang ku kepentingan.<br />

Hal ini tercermin da ri keaktifan yang<br />

semakin tinggi dalam mengikuti setiap<br />

prosesnya.<br />

SPPIP adalah strategi yang mengacu pada<br />

dokumen perencanaan yang telah ada.<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 7


BERITAUTAMA<br />

Sehingga muatan yang akan dihasilkan lebih<br />

ke dalam bentuk adopsi dan sinkronisasi<br />

dari dokumen yang ada daripada membuat<br />

sesuatu yang baru. Hal ini mensyaratkan<br />

ketersediaan dokumen-dokumen peren cana<br />

an dengan kondisi baik dan legal, dalam<br />

artian kesiapan untuk dijadikan sebagai<br />

acu an, baik secara substansi maupun aspek<br />

legalitasnya.<br />

Terkait dalam hal ini, tiga dari empat kota<br />

di Jawa Timur (Surabaya, Pasuruan dan Blitar)<br />

tengah menjalani proses pemilihan Kepala<br />

Daerah yang berkonsekuensi pada tengah<br />

disusunnya Rencana Pembangunan Daerah<br />

(RJPD,RPJMD), disisi lain revisi terhadap<br />

rencana penataan ruang yang baru (RTRW<br />

Kota/Kabupaten) juga tengah berlangsung.<br />

Kondisi tersebut memiliki dampak negatif<br />

maupun positif dalam proses penyusunan<br />

SPPIP. Dampak negatifnya yaitu proses yang<br />

lebih lama dalam pengambilan keputusan<br />

disebabkan karena belum siapnya dokumen<br />

yang akan dijadikan acuan, baik secara<br />

substansi maupun legalitasnya. Sedangkan<br />

dampak positifnya adalah masih tersedianya<br />

ruang yang cukup besar bagi SPPIP untuk<br />

memberikan masukan, khususnya terkait<br />

dalam sinkronisasi antar dokumen pe -<br />

rencanaan (pada beberapa dokumen yang<br />

terdapat perbedaan), dan potensi untuk<br />

menjadi pertimbangan (input) dalam penyiapan<br />

kebijakan yang akan menjadi payung<br />

pada dokumen yang lebih tinggi. Hal<br />

ini dikarenakan penyusunan SPPIP dilakukan<br />

secara paralel dengan kegiatan penyusunan<br />

dokumen-dokumen tersebut.<br />

Beberapa hal teknis lain yang perlu dicermati<br />

adalah kesan daerah bahwa akan<br />

terdapat banyak sekali Pokjanis yang harus<br />

dibentuk untuk setiap program. Biasa<br />

dalam hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi<br />

bila setiap pihak khususnya pemangku kepentingan<br />

kota tidak memahami PokJaNis<br />

sebagai suatu panitia Ad-Hoc, akan tetapi<br />

dipahami lebih sebagai mekanisme dalam<br />

menjalankan fungsi pemangku kepentingan<br />

(sesuai Tupoksinya) yang memang sebagai<br />

pihak yang memiliki kewenangan dalam<br />

menyusun setiap dokumen yang terkait<br />

dengan pembangunan kotanya. Akan tetapi<br />

tetap dibutuhkan dukungan koordinasi yang<br />

baik antara pemerintah pusat, propinsi dan<br />

kota/kabupaten dalam ikut mendukung ke -<br />

beradaan mekanisme pokjanis sebagai pen -<br />

dekatan yang memang seharusnya di lakukan,<br />

dan menjamin tidak terjadinya tumpang<br />

tindih dalam pelaksanaannya.<br />

Sebagai suatu kegiatan yang membutuhkan<br />

intensitas tinggi terutama dalam mendam<br />

pingi pemangku kepentingan kota da -<br />

lam menghasilkan kesepakatan pada se tiap<br />

prosesnya, maka keberadaan tenaga ahli<br />

dalam memberikan fasilitasi secara in te n sif di<br />

setiap kota menjadi persyaratan utama<br />

dalam mendukung keberhasilan program.<br />

Permasalahan yang dihadapi adalah ketersediaan<br />

tenaga ahli sesuai yang dibutuhkan<br />

pada setiap kota/kabupaten di mana SPPIP<br />

ini disusun. Pada beberapa kota besar atau<br />

ibukota provinsi, ketersediaan tenaga ahli<br />

masih memungkinkan. Akan tetapi perlu<br />

dicermati bahwa sebaran tenaga ahli saat<br />

ini belum merata sesuai distribusi dari kota/<br />

kabupaten pelaksana SPPIP. Hal ini pada<br />

gilirannya akan menyebabkan rendahnya<br />

efektifitas pelaksanaan di kota/kabupaten.<br />

Belum meratanya kemampuan tenaga ahli<br />

terkait dengan pendekatan perencanaan<br />

partisipatif, stakeholder approach dan fasilitatif,<br />

merupakan hambatan teknis lain yang<br />

perlu dicermati dalam mendukung ke berhasilan<br />

pelaksanaan SPPIP di masa yang akan<br />

datang.<br />

Berdasarkan pada penerapan kegiatan<br />

Penyusunan Strategi Pengembangan Permukim<br />

an dan Infrastruktur Perkotaan (SPP-<br />

IP) dan Rencana Penyusunan Kawasan Permukiman<br />

Prioritas (RPKPP) di Jawa Timur,<br />

terdapat beberapa hal yang dapat ditarik<br />

benang merahnya untuk dapat dijadikan<br />

pelajaran bersama, baik oleh pemerintah<br />

pusat maupun pemerintah daerah. Adapun<br />

pelajaran pertama yang dapat diambil adalah<br />

terkait dengan proses pelaksanaan kegiatan<br />

sekaligus dokumen keluaran yang dihasilkan.<br />

Disain proses pelaksanaan kegiatan yang<br />

diimplementasikan pada situasi keberadaan<br />

dokumen acuan (RPJPD, RPJMD, dan RTRW)<br />

yang belum terlegitimasi sedangkan telah<br />

banyak dokumen perencanaan sektoral yang<br />

disusun, sebagaimana yang terjadi di Kota<br />

Surabaya, Pasuruan menjadikan kebe ra da an<br />

proses pelaksanaan kegiatan beri kut doku<br />

men yang dihasilkannya me n jadi sangat<br />

strategis. Dalam hal ini, pro ses yang<br />

dilakukan dapat menjadi sarana un tuk melakukan<br />

sinkronisasi dan integrasi terhadap<br />

semua dokumen yang ada, sehing ga ketidaksinergian<br />

kebijakan, stra tegi, dan program<br />

pembangunan dapat ditengarai dan<br />

dikoreksi dari awal. Selain itu, dokumen<br />

SPPIP yang dikeluarkan dari suatu proses<br />

pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sebagai<br />

mana mestinya dapat menjadi masukan<br />

bagi penyusunan dokumen acuan yang belum<br />

terlegitimasi tersebut.<br />

Terkait dengan proses pelaksanaan kegiatannya,<br />

secara garis besar, penerapan<br />

yang dilakukan di Jawa Timur dengan berbagai<br />

situasi dan kondisinya masih sejalan<br />

dengan disain awal yang dikembangkan.<br />

Namun proses ini membutuhkan dukungan<br />

dari semua pihak yang terlibat. Desain awal<br />

kegiatan yang mengedepankan pendekatan<br />

partisipatif, fasilitatif, dan teknis akademis<br />

ini, dalam implementasinya perlu didukung<br />

dengan kapasitas pengetahuan yang baik<br />

dari semua pihak yang terlibat, terutamanya<br />

dari anggota PokJaNis sebagai penentu<br />

perumusan hasil SPPIP. Dukungan kapasitas<br />

pengetahuan ini diperlukan terkait dengan<br />

kebutuhan untuk membangun diskusi yang<br />

lebih intensif sehingga dapat menghasilkan<br />

substansi yang benar-benar sesuai dengan<br />

kebutuhan kota. Terkait dengan hal ini, maka<br />

upaya peningkatan kapasitas menjadi suatu<br />

yang penting untuk diperhatikan pada saat<br />

awal pembentukan PokJaNis dan pelibatan<br />

pihak-pihak lain dalam proses penyusunan.<br />

Hal ini sekaligus merupakan pelajaran kedua<br />

yang dapat diambil dari penerapan kegiatan<br />

ini di Jawa Timur.<br />

Selain kedua hal tersebut, pelajaran lain<br />

yang juga dapat diambil adalah ketersediaan<br />

tenaga ahli. Fungsi Kota Surabaya sebagai<br />

ibukota Provinsi Jawa Timur sekaligus salah<br />

satu kota besar di Indonesia, menjadikan<br />

ketersediaan tenaga ahli yang kompeten<br />

yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan<br />

ini bukan menjadi suatu kendala yang<br />

berarti. Tenaga ahli yang kompeten yang<br />

membantu Pokjanis dalam perumusan SP-<br />

P IP dan RPKPP masih memungkinkan untuk<br />

berasal dari kota yang bersangkutan,<br />

sehingga pemahaman terhadap kota dan<br />

intensitas pertemuan menjadi lebih baik.<br />

Kondisi ini akan memungkinkan untuk terjadi<br />

sebaliknya pada kota/kabupaten di luar Jawa.<br />

Ketersediaan tenaga ahli yang kompeten<br />

dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan<br />

kegiatan, sehingga tenaga ahli akan banyak<br />

dipenuhi dari kota-kota besar di sekitarnya<br />

yang secara lokasi jauh dari kota/kabupaten<br />

yang sedang melakukan penyusunan SPPIP<br />

dan RPKPP. Terkait dengan hal ini maka perlu<br />

adanya pemikiran yang lebih mendalam<br />

oleh pemerintah pusat maupun pemerintah<br />

daerah mengenai mekanisme penyediaan<br />

tenaga ahli.<br />

*) Kepala Satuan Kerja Pengembangan<br />

Kawa san Permukiman Propinsi Jawa Timur<br />

8 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


BERITAUTAMA<br />

Berita Utama<br />

Permukiman nelayan Tambak Wedi di kaki jembatan suramadu<br />

Penataan Permukiman Pesisir<br />

di Kaki Jembatan Suramadu<br />

Sugianto Tarigan*)<br />

Di balik kebanggaan bangsa terhadap Jembatan Suramadu dan segala aspek keuntungannya, ternyata masih menyisakan<br />

cerita pahit bagi permukiman nelayan di sekitarnya, terutama di wilayah pinggiran Kota Surabaya. Kawasan pesisir pantai<br />

di sekitar Jembatan Suramadu juga tak luput dari pembangunan kota metropolitan ini, seperti permukiman mewah di<br />

sekitar Jembatan Suramadu, tepatnya di Kelurahan Tambak Wedi Kecamatan Kenjeran yang akan dikembangkan menjadi<br />

Waterfront Central Bussines Distric (Waterfront CBD). Masyarakat di sana rawan terhadap pergeseran (relokasi) akibat<br />

rencana pengembangan Waterfront CBD tersebut.<br />

Rencana perubahan peruntukan kawasan<br />

yang didisain dalam tata ruang kota di lakukan<br />

untuk mendukung tumbuhnya in dustrialisasi<br />

dan perdagangan pasca pem bangunan<br />

Jem batan Suramadu. Na mun, hal ini akan<br />

menyebabkan ruang hi dup war ga pesisir<br />

semakin menyempit dan mung kin akan<br />

me ngalami pergeseran me la lui kebijakan<br />

relokasi. Selain itu, per u bah an disain peruntukan<br />

kawasan yang le bih modern, mengancam<br />

kaum nelayan kehilangan sumber<br />

penghidupan dari per airan laut. Akibatnya,<br />

kemiskinan bagi mereka adalah sebuah<br />

keniscayaan.<br />

Pembangunan jembatan ini pun menyisakan<br />

cerita pahit bagi keberlanjutan sumber<br />

penghidupan masyarakat pesisir. Masalah<br />

BBM (Bahan Bakar Minyak) menjadi kendala<br />

serius. Tingkat konsumsi bahan bakar semakin<br />

bertambah sebagai konsekuensi untuk menjangkau<br />

jarak dan wilayah yang makin jauh.<br />

Jarak yang makin jauh itu disebabkan karena<br />

perahu layar tidak bisa lagi leluasa melintasi<br />

wilayah perairan, karena terhalang oleh keber<br />

adaan Jembatan Suramadu yang melintasi<br />

perairan dengan kokohnya.<br />

Seperti kita ketahui, kawasan pesisir<br />

ada lah lokasi strategis yang dimiliki oleh<br />

ma syarakat, sehingga berpotensi mening -<br />

katkan kualitas masyarakat dan ling kungannya<br />

jika dikelola dengan baik. Pada sisi<br />

lain, pengembangan Kawasan Kaki Jembatan<br />

Suramadu (KKJS) bisa jadi bu merang<br />

jika tidak mampu bersaing de ngan<br />

lingkungan sekitarnya dan kemudian tercipta<br />

kesenjangan.<br />

Untuk meminimalisir konflik di tingkat<br />

komunitas maka pola penataan kawasan Kelurahan<br />

Tambak Wedi Kecamatan Kenjeran,<br />

khususnya pada Kawasan Kaki Jembatan<br />

Su ramadu (KKJS) hendaknya melibatkan masyarakat<br />

sekitar. Dengan melibatkan ma syarakat,<br />

diharapkan akan timbul rasa me miliki<br />

(sense of belonging) untuk tetap memelihara<br />

lingkungannya pasca penataan.<br />

Pada sisi lain, isu lingkungan yang berkelanjutan<br />

(sustainability) memiliki prinsip<br />

meng hargai dan melibatkan peng guna da -<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 9


lam memecahkan masalah sehingga diper -<br />

lukan respon lokal mengenai bentuk pola<br />

penataan kawasan permukiman agar<br />

ha sil nya sesuai dengan pola hidup ma syarakat<br />

dan mudah diadaptasi. Proses ini disebut<br />

environmental probabilism, yaitu sebuah<br />

proses yang me libatkan pengguna di<br />

dalamnya melalui se rangkaian diskusi dan<br />

tanya jawab yang ak an menghasilkan respon<br />

pengguna untuk dipertimbangkan dalam<br />

bentuk penataan.<br />

Penataan Permukiman<br />

Pola Penataan Permukiman yang baik dan<br />

tertata akan tercipta apabila memenuhi kriteria<br />

ideal aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik<br />

meliputi letak geografis, lingkungan alam<br />

dan binaan, serta sarana dan infrastruktur.<br />

Sedangkan aspek non fisik meliputi aspek<br />

politik, ekonomi, sosial dan budaya.<br />

Selain aspek tersebut di atas, ada satu<br />

aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek<br />

psikologis. Aspek psikologis meliputi rasa<br />

aman, tentram, senang, atau ketakutan<br />

yang dirasakan oleh masyarakat penghuni<br />

permukiman. Kriteria yang telah disebutkan<br />

di atas sebaiknya terpenuhi, karena jika tidak<br />

terpenuhi dengan baik, maka permukiman<br />

tersebut belum dapat dikatakan sebagai tempat<br />

hunian yang baik atau permukiman tidak<br />

tertata.<br />

Aspek fisik didukung oleh permukiman<br />

nelayan yang tertata setidaknya perlu mencakup<br />

hal-hal berikut: tidak mengganggu<br />

ekosistem pesisir pantai dan laut, memiliki<br />

drainase terhadap pola pasang surut air<br />

laut, keberadaan air bersih, serta sistem<br />

pengolahan limbah.<br />

Arahan Penataan Permukiman Tambak<br />

Wedi<br />

Arahan penataan permukiman nelayan<br />

Tam bak Wedi dibagi dalam dua aspek, fisik<br />

dan non fisik. Variabel fisik sebagai arahan<br />

penataan permukiman nelayan, dapat digambarkan<br />

sebagai berikut;<br />

· Pertama, Lo kasi geografis yang meliputi;<br />

aksesibilitas me madai keluar dan ke dalam<br />

permukiman; aksesibilitas nelayan<br />

terhadap shoreline melalui jalur khusus;<br />

dan ketersediaan der maga yang dekat<br />

dengan permukiman.<br />

· Kedua, lingkungan alam yang meliputi;<br />

penetapan garis sempadan pantai minimal<br />

100 meter dari titik pasang tertinggi;<br />

penetapan daratan pantai dengan fungsi<br />

permukiman dan pengolahan selebar<br />

Peta udara penataan kawasan permukiman di kaki jembatan suramadu<br />

Pola Penataan Permukiman yang baik dan tertata akan tercipta<br />

apabila memenuhi kri teria ideal aspek fisik dan non fisik. Aspek<br />

fisik meliputi letak geografis, lingkungan alam dan binaan, serta<br />

sarana dan infrastruktur. Sedangkan aspek non fisik meliputi<br />

aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya.<br />

400m – 2km dari GSP; dan pemikiran<br />

terhadap isu pemanasan global dan<br />

antisipatif terhadap kenaikan muka air<br />

laut.<br />

· Ketiga, Lingkungan permukiman. Hal<br />

ini meliputi; orientasi dua arah bagi permukiman<br />

nelayan tangguh dan pe ngolah<br />

ikan, yaitu waterfront dan inside-out<br />

tersusun dalam komposisi ruang yang<br />

berulang (continuity of space); penggunaan<br />

central place dalam cluster sebagai ruang<br />

pengolahan dengan barier tertentu; dan<br />

mempertahankan struktur ruang sosial<br />

yang telah tercipta sebelumnya dalam<br />

per mukiman eksisting.<br />

· Keempat, prasarana dan sarana. Aspek<br />

ini meliputi; penyediaan air minum di<br />

permukiman dan ruang pengolahan;pe -<br />

nyediaan jalan sebagai sarana trans por tasi<br />

sekaligus pencegah perambat an kebakaran<br />

dan jalur evakuasi mela lui jarak<br />

yang sudah ditetapkan. Mem per tahankan<br />

sis tem IPAL yang ada dan mengem bangkan<br />

sistem UASP pada kawasan pe sisir<br />

yaitu; pemberdayaan masyarakat da lam<br />

pengolahan sampah organik dan pengu<br />

atan sistem koperasi sebagai sarana<br />

ekonomi pendukung kehidupan nelayan.<br />

Variabel Non fisik sebagai arahan pengem<br />

bangan potensi permukiman ne la yan<br />

dari hasil eksplorasi potensi se tem pat, dapat<br />

digambarkan sebagai be r ikut; pertama,potensi<br />

kelembagaan ne layan. Mem per tahan<br />

kan kelembagaan nela yan lokal yang<br />

su dah terbentuk dan memacu persaingan<br />

sehat serta pembinaan kenelayanan sejak<br />

dini. Kedua, potensi kemandirian ekonomi<br />

nelayan. Mengembangkan sentra industri<br />

pengasapan melalui konsep smoked fish-to-go<br />

yaitu proses, kemas, dan jual dalam satu area;<br />

Memudahkan akses nelayan dalam kegiatan<br />

pemasaran ikan dan olahannya melalui kope<br />

rasi. Ketiga, potensi kemasyarakatan. Mengasah<br />

kemampuan formal dan informal<br />

kenelayanan sejak dini melalui ekstrakurikuler<br />

tingkat SD. Dan keempat, potensi keunikan<br />

dan budaya pariwisata. Adat larung sesajen<br />

sebagai point of interest ; Lomba perahu layar<br />

yang dilaksanakan setiap Agustus menjadi<br />

10 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


BERITAUTAMA<br />

atraksi yang menarik di bawah kaki Jembatan<br />

Suramadu.<br />

Rekomendasi penataan permukiman pesisir<br />

Tambak Wedi<br />

Dalam Penanganan penataan permukiman<br />

pesisir di Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan<br />

Kenjeran, Kota Surabaya, direkomendasi bebe<br />

rapa upaya sebagai berikut:<br />

· Pertama, Memperhatikan fungsi dan kebutuhan<br />

kawasan. Dalam pengem bangan<br />

kawasan harus memperhatikan fungsi<br />

kawasan itu sendiri. Permukiman pesisir<br />

Tambak Wedi memiliki aktivitas utama nelayan<br />

selain aktivitas lainnya. Oleh karena<br />

itu pengembangan permukiman harus<br />

mendukung perkembangan aktivitas ini.<br />

Pola nearby relocation yang akan dite rapkan<br />

seharusnya tetap memberikan akses<br />

yang memadai bagi aktivitas nelayan.<br />

· Kedua, memperhatikan peran kawasan<br />

terhadap perkembangan kawasan Sura<br />

madu. Jembatan Suramadu telah terbangun,<br />

selanjutnya akan dikem bangkan<br />

Waterfront CBD yang dapat mendongkrak<br />

aktivitas ekonomi Kota Surabaya dan<br />

regional Jawa Timur secara lebih luas.<br />

Oleh karena itu, kawasan permukiman<br />

pesisir Tambak Wedi harus ditingkatkan<br />

kualitasnya agar dapat berfungsi maksimal<br />

dan dapat mendukung kegiatan<br />

wisata Suramadu. Ketersediaan dermaga<br />

kapal nelayan, tempat pelelangan ikan,<br />

pasar, dan layanan lainnya perlu diperhatikan<br />

agar permukiman nelayan<br />

dapat berkembang.<br />

· Ketiga, pengelolaan lahan. Prinsip near<br />

by relocation dan land sharing yang<br />

akan diterapkan di dalam pena ta an permukiman<br />

pesisir yang akan dikembangkan<br />

sebagai kawasan water front CBD<br />

Suramadu, permukiman pe si sir di Tambak<br />

Wedi terpaksa harus di pindahkan<br />

dengan syarat tetap memiliki akses ke<br />

laut. Mengingat sebagian masyarakat<br />

berprofesi sebagai nelayan.<br />

Menurut wawancara yang dilakukan ter -<br />

hadap sampel warga Tambak Wedi, diperoleh<br />

kesimpulan bahwa pada dasar nya<br />

penduduk tidak keberatan dipin dahkan<br />

selama masih dapat menjalankan aktivitas<br />

seperti semula. Dalam proses relokasi yang<br />

dekat dengan lokasi awal, masyarakat<br />

juga perlu diberikan kebebasan untuk<br />

menentukan komunitas mereka sendiri<br />

yang didasarkan atas ta tanan sosial, ikatan<br />

keluarga dan jenis pekerjaan. Land sharing<br />

merupakan alter natif penyelesaian pembagian<br />

lahan di an tara masyarakat melalui<br />

kesepakatan masing-masing pihak<br />

dengan diketahui oleh pihak yang berwenang<br />

atas pen catatan lahan, yakni BPN<br />

(Badan Per tanahan Nasional)<br />

· Keempat, pengelolaan Prasarana dan<br />

Sa rana. Arahan pembangunan prasara -<br />

na dan sarana yang dilakukan di permukiman<br />

pesisir Tambak Wedi, harus<br />

mem perhatikan kebutuhan masya rakat<br />

se tempat yang sebagian besar pen duduknya<br />

merupakan nelayan.<br />

Dalam proses pembangunan infrastruktur<br />

harus melibatkan sepenuhnya masyarakat<br />

sebagai pengguna dan agar masyarakat<br />

mempunyai rasa memiliki lingkungannya.<br />

Kondisi prasarana dan sarana harus didesain<br />

sedemikian rupa sehingga dapat<br />

berfungsi dengan baik di lokasi yang<br />

dekat dengan laut.<br />

Prasarana yang mesti disediakan dalam<br />

permukiman pesisir Tambak Wedi meliputi<br />

: jalan akses, akses menuju laut, saluran<br />

drainase, saluran limbah, pengelolaan<br />

sam pah, air bersih, sarana pengolahan dan<br />

pengeringan produk tangkapanla ut, pasar<br />

atau tempat pelelangan ikan, dan lain-lain.<br />

Dalam pengelolaan prasarana dan sarana<br />

diperlukan dukung an pemerintah daerah<br />

dalam hal ini Pemerintah Kota Surabaya<br />

dan juga ma sya rakat sendiri sebagai<br />

peng guna. Peran kedua belah pihak<br />

ini diperlukan agar kondisi prasarana<br />

dan sarana yang sudah tersedia dapat<br />

terpelihara secara maksimal.<br />

· Kelima, pembiayaan perumahan. Peme -<br />

rintah Kota Surabaya juga mengenal<br />

lem baga keuangan yang dapat membiayai<br />

pembangunan perumahan seperti<br />

bank pemerintah maupun swasta,<br />

ko pe rasi, dan lain-lain. Dalam kasus relokasi<br />

permukiman Tambak Wedi, masyarakat<br />

mempunyai hak atas lahan<br />

yang saat ini mereka tempati, sehingga<br />

penggantian lahan di lokasi lain menjadi<br />

hal mutlak, karena masyarakat memang<br />

menghendaki demikian. Pembiayaan ter -<br />

hadap penggantian lahan dapat di la ku -<br />

kan oleh pemerintah kota, sedang pem bangunan<br />

perumahan dapat dilaku kan oleh<br />

swasta sebagai kom pensasi di ijinkannya<br />

berinvestasi di kawasan ter se but.<br />

· Keenam, kelembagaan dalam Pe ngembangan<br />

Perumahan. Kelompok-ke lompok<br />

masyarakat di Kelurahan Tam bak Wedi<br />

perlu diberdayakan agar dapat ter libat<br />

se cara aktif dalam proses pe ren canaan<br />

pembangunan per mukiman Tambak<br />

Wedi. Untuk itu, perlu adanya arahan<br />

pen dampingan agar merekamam pu meren<br />

canakan dan memelihara ling kungan<br />

permukimannya dengan du kung an pe merintah<br />

kota. Kemitraan de ngan kelompokkelompok<br />

di luar Tam bak We di perlu pula<br />

dijalin dan ditingkatkan, agar terjadi saling<br />

tukar informasi dan perkembangan di<br />

daerah lainnya.<br />

Peran perguruan tinggi ITS (Institut Teknologi<br />

Surabaya) dalam hal ini sangat di harapkan<br />

untuk menjembatani an ta ra ma syarakat,<br />

dengan Pemerintah Kota Sura baya, Pengelola<br />

Kawasan Suramadu, in vestor dan<br />

lembaga lainnya yang terkait. Pe me rin tah<br />

Kota Surabaya diharapkan dapat me netapkan<br />

peraturan dan regulasi yang berpihak<br />

kepada masyarakat Tambak Wedi serta<br />

mampu mengakomodasi kepentingan<br />

investasi bagi perkembangan perekonomian<br />

Kota Surabaya.<br />

Diharapkan dengan arahan penataan<br />

per mukiman pesisir di bawah kaki Jembatan<br />

Suramadu, dapat memberikan manfaat bagi<br />

masyarakat pesisir di kaki untuk meningkatkan<br />

kehidupan yang lebih baik pasca<br />

pembangunan Jembatan Suramadu.<br />

*) Staf Subdit Pengembangan Permukiman<br />

Baru, Dit. Pengembangan Permukiman,<br />

<strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 11


Liputan Khusus<br />

Apa kata dunia jika mendengar sebanyak 100<br />

juta orang Indonesia belum mendapatkan<br />

akses air minum dan sanitasi yang layak<br />

Itu artinya sama dengan seluruh penduduk<br />

Filipina ramai-ramai ambil air dan buang air di<br />

Sungai Pasig. Kondisi sanitasi Indonesia saat<br />

ini banyak yang mengamini sedang terpuruk.<br />

Makanya perlu akselerasi program yang<br />

cepat dan dukungan dana dan komitmen<br />

antar pihak.<br />

Status Pencapaian Millenium Development<br />

Goals (MDGs) Indonesia 2009, menurut<br />

Jalur Cepat Mencapai MDGs<br />

Bersama PAMSIMAS<br />

PAMSIMAS Desa Petanang Kecamatan Lembat,Kabupaten Muara Enim.<br />

sumber dari Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan<br />

Sektoral, Bappenas, penduduk<br />

dengan akses air minum yang layak (perpipaan<br />

dan non perpipaan terlindungi) sebesar<br />

47,3% dari target tahun 2015 sebesar<br />

60,3%. Sedangkan akses sanitasi yang layak<br />

sudah tercapai 51% dari target sebesar 62,4%.<br />

Ada dua jalur utama yang saat ini ditempuh<br />

pemerintah Indonesia dalam mencapai target<br />

MDGs bidang air minum dan sanitasi,<br />

yaitu jalur normal dan jalur cepat. Termasuk<br />

jalur normal antara lain; peningkatan cakupan<br />

pelayanan maupun kualitas yang dimulai<br />

dari fase perencanaan advokasi maupun<br />

reformasi kebijakan, pendanaan dari<br />

berbagai sumber termasuk hibah, dan on<br />

going program seperti PPSP (Percepatan<br />

Pembangunan Sanitasi Perkotaan), STBM<br />

(Sa nitasi Total Berbasis Masyarakat), WAS-<br />

POLA, INDII, maupun JICA. Sedangkan the<br />

fast track terdiri dari on going program seperti<br />

Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi<br />

Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), Sanitasi<br />

Berbasis Masyarakat (SANIMAS), CWSH<br />

(Community Water Supply and Health), Pro Air,<br />

dan Denpasar Sewerage Development Project<br />

(DSDP).<br />

Di bidang air minum, Pemerintah telah<br />

menetapkan rencana tindak pengembangan<br />

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) baik<br />

melalui sistem cost recovery dan non<br />

cost recovery. Di tengah perjalanan cepat<br />

pemerintah mencapai titik target MDGs pada<br />

2015, rasanya tak salah jika dilakukan langkah<br />

dan cara apa saja asal benar, salah satunya<br />

mendorong SPAM berbasis masyarakat, termasuk<br />

PAMSIMAS. Akses air minum dan<br />

sanitasi dari PAMSIMAS mulai banyak menjawab<br />

problem kesehatan masyarakat perdesaan,<br />

terpencil dan marjinal.<br />

Pengembangan SPAM dengan sistem<br />

cost recovery meliputi fasilitasi penyediaan<br />

air baku untuk air minum dan fasilitasi<br />

penyediaan air minum (PDAM). Sistem yang<br />

satu itu memang penting, tapi sambil menguji<br />

kemandirian PDAM, pemerintah sebaiknya<br />

mulai memaksimalkan sistem non<br />

cost recovery yang selama ini tak terjangkau<br />

pemodal. Sistem non cost recovery meliputi<br />

pengembangan SPAM skala kecil (perdesaan)<br />

yang pembiayaannya didorong melaluiDAK;<br />

fasilitasi pengembangan SPAM pada IKK;<br />

kawasan perbatasan/pulau terdepan; fasilitasi<br />

pengembangan SPAM bagi kawa s-<br />

an-kawasan tertinggal; dan fasilitasi peng -<br />

em bangan SPAM bagi perdesaan (desa<br />

ra wan air) melalui pemicuan perubahan pe -<br />

ri laku menjadi hidup bersih dan sehat, pembangunan<br />

modal so sial, capacity building<br />

bagi masyarakat, serta pembangunan dan<br />

pe ngelolaan SPAM berbasis masyarakat.<br />

Direktur Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Kemente<br />

rian Pekerjaan Umum, Budi Yuwono, saat<br />

membuka Road Show PAMSIMAS di Pa-<br />

12 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


LIPUTANKHUSUS<br />

Di bidang air minum, Pemerintah telah menetapkan rencana<br />

tindak pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)<br />

ba ik melalui sistem cost recovery dan non cost recovery.<br />

lembang akhir Juli lalu mengatakan, sebagai<br />

motor penggerak program PAMSIMAS telah<br />

dibentuk perangkat kerja mulai dari tingkat<br />

pusat hingga desa/kelurahan sasaran. Kunci<br />

keberhasilan program PAMSIMAS menurut<br />

Budi Yuwono, adalah kuatnya koordinasi stake<br />

holder terkait, baik lintas sektor (Bap peda,<br />

Dinas PU <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>, Dinkes, Dinas/Badan<br />

Pemberdayaan Masyarakat, Konsultan) maupun<br />

lintas wilayah (Pusat, Provinsi, Kab/kota<br />

hingga desa/kelurahan sasaran).<br />

Selain itu, tata penyelenggaraan program<br />

yang baik, program terselenggara sesuai<br />

urutan proses yang benar (diawali<br />

pem berdayaan dan promosi kesehatan un -<br />

tuk mengubah perilaku masyarakat, baru<br />

pelaksanaan fisik dan pengelolaan sarana<br />

air minum dan sanitasi) serta proses pembentukan<br />

Rencana Kerja Masyarakat (RKM)<br />

secara partisipatif dan demokratis guna<br />

menghindari potensi konflik pelaksanaan di<br />

masyarakat juga merupakan salah satu dari<br />

kunci keberhasilan program PAMSIMAS ini.<br />

Pada kesempatan yang sama, Budi Yuwono<br />

juga menegaskan bahwa pe nguasaan<br />

lapangan dan standar kualitas pe laksanaan<br />

fisik air minum dan sanitasi, untuk<br />

menjamin keberlanjutan pemanfaatan dan<br />

pemeliharaan sarana yang terbangun dan<br />

kesiapan Badan Pengelola Sarana setelah<br />

pelaksanaan fisik selesai, untuk memelihara<br />

dan mengembangkan cakupan pelayanan<br />

air minum yang telah terbangun serta monitoring<br />

dan pencatatan keseluruhan rangkaian<br />

progres program turut menjadi kunci<br />

sukses.<br />

”PAMSIMAS merupakan peran ban tu Pemerintah<br />

Pusat dalam rangka memper cepat<br />

daerah dalam memenuhi layanan AMPL, oleh<br />

karenanya PAMSIMAS perlu di ke lola dengan<br />

baik dengan prinsip ke berlanjutan oleh Pemerintah<br />

Daerah sendiri,” tegasnya.<br />

Road show di wilayah Sumatera ini merupakan<br />

road show pertama program PAM-<br />

SIMAS Tahun 2010, yang nanti akan disusul<br />

dengan road show lainnya secara marathon di<br />

wilayah Jawa, Sulawesi dan Kalimantan dan<br />

wilayah timur yang akan diadakan di Kupang,<br />

NTT.<br />

Dalam sambutan yang diwakili oleh Staf<br />

Ahli Gubernur Bidang Pembangunan, H.<br />

Ru s li Nawi, road show ini betul-betul dapat<br />

dimanfaatkan dan dioptimalkan, sehingga<br />

dapat menghasilkan keputusan-keputusan<br />

yang berguna bagi program PAMSIMAS<br />

di daerah kita masing-masing. Karena keber<br />

hasilan kegiatan ini tidak terlepas dari<br />

dukungan dan partisipasi pemerintah pu sat,<br />

pemerintah provinsi dan terutama pemerintah<br />

Kabupaten/Kota, serta dukungan riil<br />

masyarakat.<br />

”Oleh karena itu kami sangat mengharapkan<br />

para Bupati/Walikota dan DPRD<br />

Kabupaten/Kota memberikan dukungan da -<br />

lam penyelenggaraan pengembangan PAM-<br />

SIMAS yang lebih baik, terutama me nyiapkan<br />

desa sasaran 2011, APBD, Dana Daerah<br />

untuk Kegiatan Bersama (DDUB) dan Biaya<br />

Operasional (BOP),” tuturnya pada acara pembukaan<br />

road show di Palembang, 19/7.<br />

Pada kesempatan itu juga, Rusli Nawi<br />

berharap, program Pamsimas tahun 2011<br />

disiapkan sedari dini, terutama dalam menyiapkan<br />

desa sasaran tahun 2011 dan<br />

menyiapkan anggaran pendamping. Begitu<br />

juga terhadap hasil program Pamsimas<br />

tahun 2008 dan 2009, seyogyanya dapat<br />

dikelola dan dimanfaatkan dengan baik guna<br />

meningkatkan kesejahteraan dan derajat<br />

kesehatan masyarakat miskin di perdesaan<br />

dan pinggiran perkotaan.<br />

Kepala Satker PPIP Tanozisochi Lase<br />

me ng ungkapkan, melalui road show ini dila<br />

kukan sosialisasi ulang kepada para pengambil<br />

kebijakan di daerah mengenai<br />

prin sip, pendekatan, serta strategi Program<br />

PAMSIMAS. “Diharapkan dengan adanya<br />

ro ad show akan terbangun pemahaman<br />

yang sama dan melahirkan kepedulian para<br />

pengambil kebijakan di daerah terhadap<br />

implementasi dan keberlanjutan Program<br />

PAMSIMAS.”<br />

Keberlanjutan<br />

Setelah setahun penyiapan dan dua ta hun<br />

terakhir dilaksanakan, PAMSIMAS mu lai mendapatkan<br />

sorotan dari aspek ke ber lan jutan<br />

manfaat prasarana dan sarana air minum dan<br />

sanitasi yang dihasilkan. Apalagi program<br />

ini akan berakhir pada 2011 sesuai yang<br />

dicanangkan Bank Dunia sebagai pendonor.<br />

Tak kurang, Direktur Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Kementerian Pekerjaan Umum Budi Yuwono<br />

menegaskan hal itu saat meninjau<br />

lokasi PAMSIMAS di Kabupaten Ogan Ilir<br />

dan Kabupaten Muaran Enim Sumatera Se-<br />

latan, akhir bulan lalu. Buah karya bersama<br />

masyarakat dalam PAMSIMAS akan sa ngat<br />

disayangkan jika tidak dipikirkan keber lanjutnnya.<br />

“Kunci keberhasilan PAMSIMAS ini adalah<br />

bagaimana kontribusi masyarakat dalam<br />

me ngelola infrastruktur ini. Ada banyak hal,<br />

salah satunya kepedulian warga untuk menyediakan<br />

dana operasional melalui pe netapan<br />

tarif atau retribusi yang adil dan wajar<br />

untuk mengantisipasi kerusakan mesin pompa,<br />

bahkan bagaimana jika cadangan air semakin<br />

berkurang. Dalam hal ini Pemda harus<br />

turun tangan untuk membantu, jangan hanya<br />

jadi penonton diam,” terang Budi Yuwono.<br />

Seperti tekad yang ditunjukkan warga<br />

Ulak Segeulung, Kabupaten Ogan Ilir,<br />

Sumatera Selatan. Lewat Lembaga Keswadayaan<br />

Masyarakat (LKM) <strong>Karya</strong> Bersama<br />

yang dipimpin Awaluddin, mereka berhasil<br />

membangun 6 unit sumur bor yang dilengkapi<br />

menara penampung air, 1 unit MCK<br />

Umum, dan 8 unit sarana Cuci Tangan Pakai<br />

Sabun (CTPS) di Sekolah Dasar Ulak Segelung.<br />

Mereka menerima manfaat ini sejak tahun<br />

2009 dengan bantuan langsung sebesar Rp<br />

250 juta dari pemerintah pusat dan APBD,<br />

serta swadaya masyarakat baik berupa dana<br />

(in cash) maupun material dan tenaga (in<br />

kind).<br />

“Kami menetapkan tarif kepada kelompok<br />

masyarakat pemakai Rp 4.500 per bulan. Jika<br />

dirata-ratakan sebulan memerlukan Rp 120<br />

ribu untuk operasional mesin per unitnya,<br />

maka sisa per bulannya didapat sebesar Rp 20<br />

ribu. Sisanya akan dikumpulkan jika sewaktuwaktu<br />

ada kerusakan mesin,” jelas Awaludin<br />

kepada rombongan.<br />

Lain di Ulak Segelung, lain pula di Desa<br />

Petanang Kecamatan Lembat Kabupaten<br />

Mua ra Enim. Dengan dana kurang lebih<br />

sama, LKM Bersama membangun 11 unit<br />

sumur bor plus menara penampung air.<br />

Selain dipakai masyarakat di tempat, LKM<br />

juga menyalurkannya sepanjang 1.000 meter<br />

ke rumah warga. Dari 11 penampungan,<br />

cuma 2 unit saja yang belum disalurkan ke<br />

sambungan rumah.<br />

Bahkan di desa ini pemeliharaannya lebih<br />

efisien, yakni Rp 105 ribu per unit per bulan.<br />

Sedangkan tarif yang dikenakan masyarakat<br />

pemakai sebesar Rp 5000 hingga Rp<br />

10.000. Pompa mampu mengaliri air ke bak<br />

penampung hingga penuh selama enam jam<br />

per hari. Dengan kemampuan ini, 80% dari<br />

sekitar 520 KK sudah menikmati air minum<br />

dari PAMSIMAS ini. (bcr)<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 13


Bupati Padang Pariaman, Muslim Kasim:<br />

“Rp 30 Miliar dari Padang<br />

Pariaman untuk PAMSIMAS”<br />

Membangun prasarana dan sarana kesehatan seperti PAMSIMAS jauh lebih baik dibandingkan<br />

membangun banyak rumah sakit dan menambah anggaran pengobatan.<br />

“Jadikan PAMSIMAS se perti Program<br />

Keluarga Berencana (KB) yang didukung<br />

oleh semua kalangan, baik dari pemerintah<br />

hingga pemuka agama,”<br />

Bupati Padang Pariaman, Muslim Kasim<br />

14 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010<br />

Dalam rangka persiapan program Penyediaan<br />

Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat<br />

(PAMSIMAS) tahun 2011, Bupati<br />

dan Ketua DPRD Padang Pariaman beserta 2<br />

perwakilan kepala daerah dari Propinsi Riau<br />

dan Sumatera Selatan menandatangani Nota<br />

Kesepakatan PAMSIMAS pada acara road<br />

show program Pamsimas 19-22 Juli 2010 lalu.<br />

PAMSIMAS memberikan sumbangsih pe -<br />

ning katan kesehatan masyarakat Indo nesia<br />

dengan indikator menurunnya angka<br />

ke ma tian anak. Perlu diperhatikan oleh semua<br />

pihak, membangun prasarana dan<br />

sa rana kesehatan seperti PAMSIMAS jauh<br />

lebih baik dibandingkan membangun<br />

banyak rumah sakit dan menambah<br />

ang garan pengobatan. Seperti yang<br />

diungkapkan oleh seorang pa kar di<br />

Amerika, memberikan anggaran<br />

US $ 1 untuk olahraga dan kesehatan<br />

akan mengurangi US<br />

$ 3,5 biaya pengobatan.


LIPUTANKHUSUS<br />

oleh permukiman di sekitarnya. PAMSIMAS<br />

juga tidak terlepas dari kampanye perubahan<br />

perilaku, percuma saja jika prasarananya<br />

sudah dibangun tapi budaya masyarakat<br />

lebih memilih BAB di sungai karena perilaku<br />

turun temurun dan sambil silaturahmi dengan<br />

yang lain. “Jadikan PAMSIMAS seperti<br />

Program Keluarga Berencana (KB)<br />

yang didukung oleh semua kalangan, dari<br />

pemerintah hingga pemuka agama,” ujar<br />

Kasim.<br />

PAMSIMAS Ulak Segeulung, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan juga menyediakan prasana Cuci Tangan<br />

Pakai Sabun di SD setempat<br />

“Pengetahuan masyarakat ten tang sanitasi<br />

dan kesehatan masih minim sehingga<br />

perlu sosialisasi yang intens. Pe merintah<br />

dae rah juga harus mempertegas wilayah<br />

mana yang harus mendapatkan PAMSIMAS,<br />

dan wilayah mana lagi yang harus diberikan<br />

program-program PNPM Mandiri lainnya,”<br />

tegas Kasim yang baru saja terpilih menjadi<br />

Wakil Gubernur Sumatera Barat periode<br />

2010-2014.<br />

Anggaran pemda memang masih minim.<br />

Seperti DAU yang sudah habis separuhnya<br />

lebih untuk belanja aparat. Sehingga perlu<br />

kreatifitas untuk menganggarkan programprogram<br />

sejenis PAMSIMAS ini. “Kalau di<br />

Kabupaten Padang Pariaman, tahun ini saja<br />

kami menganggarkan Rp 30 miliar untuk<br />

PAMSIMAS, padahal APBD kami sekitar Rp<br />

800 miliar. Komitmen kami ini tentu saja<br />

didukung oleh DPRD, tidak bisa Pemdanya<br />

saja,” ucap Kasim.<br />

Penentuan lokasi PAMSIMAS di Kabupaten<br />

Padang Pariaman dipengaruhi oleh<br />

banyaknya jumlah sungai (kali) yang diikuti<br />

Nota Kesepakatan<br />

Bupati/Walikota dan Ketua DPRD Kabupaten/<br />

Kota pelaksana Program PAMSIMAS Region<br />

1 menandatangani nota kesepakatan se ba -<br />

gai bentuk komitmen mendukung pelaksanaan<br />

Program Pamsimas. Ada 7 butir<br />

yang merupakan isi dari kesepakatan yang<br />

dibacakan oleh Ketua CPMU PAMSIMAS,<br />

S. Bellafolijani. Nota kesepakatan ini di tandatangani<br />

secara bergantian di hadapan<br />

peserta Road Show Pamsimas yang dilaksanakan<br />

pada 19-22 Juli kemarin di Palembang,<br />

Sumatera Selatan. Selain Bupati/<br />

Walikota dan Ketua DPRD, nota kesepakatan<br />

juga ditandatangani (mengetahui) Kepala<br />

Satker Pengembangan Kinerja Pengelolaan<br />

Air Minum (PK-PAM) dari provinsi masingmasing.<br />

(bcr/berbagai sumber)<br />

Inilah isi Nota Kesepakatan sebagai bentuk komitmen mendukung pelaksanaan program PAMSIMAS :<br />

1. Penyediaan air minum dan sanitasi dasar merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah sesuai Undang-Undang No. 32 Tahun<br />

2004. Melalui road show ini, kami menegaskan kembali komitmen dalam mendukung Program Nasional PAMSIMAS sebagai upaya untuk<br />

meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar, dan sekaligus mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan tujuan Millennium<br />

Development Goals (MDGs).<br />

2. Merujuk Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Departemen Dalam Negeri No. 900/1307/IV/Bangda tanggal 11<br />

September 2006 tentang Pelaksanaan Kegiatan dan Kebutuhan Dana Pendamping Program PAMSIMAS; dengan ini Pemerintah Daerah<br />

menegaskan kembali komitmen atas partisipasinya dalam Program PAMSIMAS dan akan menyediakan dana pendukung APBD untuk<br />

Dana Daerah untuk Program Bersama (DDUB), biaya operasional proyek (BOP) untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan<br />

monitoring, evaluasi dan supervisi program PAMSIMAS tahun 2011.<br />

3. Pemerintah Daerah akan melakukan sosialisasi Program PAMSIMAS kepada masyarakat guna memberi pemahaman yang benar terhadap<br />

konsep dan pendekatan Program PAMSIMAS. Hal ini akan dilakukan dalam rangka mempersiapkan desa sasaran untuk TA 2011. Terhadap<br />

desa sasaran TA 2011 dan tahun selanjutnya akan dilakukan sosialisasi dan promosi Program PAMSIMAS secara lebih baik.<br />

4. Beberapa daerah telah memiliki dokumen rencana strategi (RENSTRA) pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis<br />

Masyarakat (AMPL BM). Meski demikian banyak daerah pelaksana Program PAMSIMAS belum memiliki dokumen RENSTRA di bidang<br />

AMPL BM. Oleh karena itu guna mendukung pelaksanaan Program PAMSIMAS, kami akan segera mengupayakan terwujudnya dokumen<br />

perencanaan pembangunan AMPL BM guna mendukung pengadopsian dan perluasan pendekatan PAMSIMAS.<br />

5. Untuk keberhasilan Program PAMSIMAS mendatang, kami akan menyerahkan daftar usulan desa sasaran (shortlist) TA 2011 selambatlambatnya<br />

sebelum akhir bulan September tahun 2010, yang disertai dengan kesanggupan kami untuk menyediakan dana pendamping<br />

APBD sesuai jumlah desa sasaran yang kami usulkan.<br />

6. Melaksanakan program replikasi dengan rincian pendanaan RKM (Rencana Kerja Masyarakat), 80% dari APBD dan 20% dari kontribusi<br />

masyarakat (4% in-cash dan 16% in-kind) sesuai ketentuan yang berlaku.<br />

7. Menyediakan biaya perekrutan, pelatihan dan gaji fasilitator, serta biaya operasional bagi Bappeda, Dinas PU, Dinas Kesehatan, dan BPMD<br />

serta Tim Kecamatan dalam rangka pelaksanaan program PAMSIMAS. (bcr/berbagai sumber)<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 15


Info Baru 1<br />

Permukiman vertikal identik dengan daerah<br />

perkotaan. Dalam Pedoman Pelaksanaan<br />

Pe ngelolaan Rusunawa (Rumah Susun Sederhana<br />

Sewa), <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>, Kementerian<br />

Pekerjaan Umum, juga dise butkan<br />

bahwa pembangunan Rusunawa adalah<br />

“da lam rangka peningkatan penye diaan perumahan<br />

khususnya pada daerah-daerah<br />

perkotaan dan daerah-daerah in dustri”.<br />

Sedangkan dalam Undang-undang nomor<br />

16 tahun 1985 tentang Rumah Susun<br />

disebutkan pada bagian menimbang: “bahwa<br />

dalam rangka peningkatan daya guna dan<br />

hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan<br />

dan untuk lebih meningkatkan<br />

kualitas lingkungan pemukiman terutama<br />

di daerah-daerah yang berpenduduk padat<br />

tetapi hanya tersedia luas tanah yang<br />

terbatas”. Daerah berpenduduk padat dengan<br />

luas tanah yang terbatas ini memang<br />

merupakan salah satu ciri khas daerah perkotaan.<br />

Namun, dengan adanya Undang-undang<br />

no mor 41 tahun 2009 tentang Per lin dungan<br />

Lahan Pertanian Pangan Berke lanjutan, masa<br />

lah keterbatasan lahan un tuk per mukiman<br />

tidak akan menjadi ma salah daerah perkotaan<br />

saja. Daerah per desaan pun, ter utama<br />

di Pulau Jawa akan mengalaminya.<br />

Undang-undang ini bertujuan untuk<br />

men jamin ketersediaan pangan bagi masyara<br />

kat Indonesia dengan cara melindungi<br />

la han pertanian tanaman pangan dari alih<br />

fungsi lahan. Laju alih fungsi lahan perta<br />

nian produktif di Indonesia mencapai<br />

35.000 hekar per tahun, dan untuk Pulau<br />

16 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


INFOBARU 1<br />

Permukiman Vertikal<br />

untuk Perdesaan<br />

Pulau Jawa<br />

Nurdien Adji*)<br />

Dengan adanya Undang-undang nomer 41 tahun 2009 tentang Perlindungan<br />

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, di mana UU ini menjamin ketersediaan<br />

pangan bagi masyarakat Indonesia dengan cara melindungi lahan pertanian<br />

tanaman pangan dari alih fungsi lahan, maka masalah keterbatasan lahan<br />

untuk permukiman tidak akan menjadi masalah daerah perkotaan saja. Daerah<br />

perdesaan pun, terutama di Pulau Jawa akan mengalaminya.<br />

Foto Kiri : Rusunawa Cimahi II<br />

Foto Kanan : Permukiman perdesaan yang padat<br />

Jawa saja mencapai 13.400 hektar per tahun<br />

untuk lahan pertanian dengan irigasi teknis<br />

(Keynote Speech Menteri Pekerjaan Umum<br />

pada Rapat Kerja Daerah Se-Pulau Jawa-Bali<br />

dan Sumatera di Semarang, Desember 2005).<br />

Lahan pertanian ini menjadi lahan cadangan<br />

bagi pertumbuhan kebutuhan atas permukiman<br />

akibat laju pertumbuhan penduduk.<br />

Pada kurun waktu 1994 hingga 1999,<br />

terjadi alih fungsi lahan sawah menjadi<br />

permukiman sebesar 9.334 hektar. (Agenda<br />

dan Roadmap Riset Pangan 2008-2012, Lokakarya<br />

Agenda Riset Pangan dan Energi,<br />

http://web.ipb.ac.id/).<br />

Perlindungan lahan pertanian dari alih<br />

fungsi ini dilakukan dengan menetapkan<br />

se bagian lahan pertanian sebagai Lahan<br />

Per tanian Pangan Berkelanjutan, di mana lahan<br />

pertanian yang sudah ditetapkan menjadi<br />

Lahan Pertanian Pangan Ber kelanjutan<br />

dilarang untuk dialihfungsikan (pasal 44 ayat<br />

1).<br />

Pada pasal 44 ayat 3 disebutkan bahwa<br />

“Dalam hal untuk kepentingan umum, La-<br />

han Pertanian Pangan Berkelanjutan seba -<br />

gaimana dimaksud pada ayat (1) dapat<br />

di alihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai de -<br />

ngan ketentuan peraturan perundang-undangan”.<br />

Di mana dalam bagian penjelasan,<br />

penggunaan sebagai permukiman tidak termasuk<br />

dalam kepentingan umum.<br />

Sedangkan, penjelasan mengenai ketentuan<br />

alih fungsi lahan, salah satunya adalah<br />

mengenai penggantian lahan:<br />

Penyediaan lahan pengganti terhadap<br />

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 17


INFOBARU 1<br />

www.keprinews.files.wordpress.com<br />

Kawasan Perkotaan yang padat<br />

dialihfungsikan sebagaimana dimaksud dalam<br />

Pasal 44 ayat (3) huruf d dilakukan atas<br />

dasar kesesuaian lahan, dengan ketentuan<br />

sebagai berikut:<br />

a. Paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal<br />

yang dialihfungsikan lahan beririgasi;<br />

b. Paling sedikit dua kali luas lahan dalam<br />

hal yang dialihfungsikan lahan reklamasi<br />

rawa pasang surut dan nonpasang surut<br />

(lebak); dan<br />

c. Paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal<br />

yang dialihfungsikan lahan tidak beririgasi<br />

(Pasal 46 ayat 1);<br />

Dengan mempertimbangkan hal-hal di<br />

atas, dapat disimpulkan bahwa alih fungsi<br />

terhadap lahan pertanian yang sudah ditetapkan<br />

sebagai Lahan Pertanian Pangan<br />

Ber kelanjutan menjadi lahan permukiman<br />

sangat sulit untuk dilakukan.<br />

Sementara, Pulau Jawa yang merupakan<br />

7% wilayah daratan Indonesia menampung<br />

130 juta penduduk atau 62% penduduk<br />

Indonesia dan menjadi pulau dengan kepadatan<br />

penduduk tertinggi di dunia dengan<br />

1.026 penduduk per km 2 , dan terus tumbuh<br />

de ngan kecepatan tinggi. Pada tahun 2025,<br />

BPS memprediksikan bahwa Pulau Jawa akan<br />

dihuni oleh 151 juta jiwa.<br />

Bersamaan dengan itu, Pulau Jawa memiliki<br />

lahan sawah sebesar 3,3 juta hektar,<br />

atau hampir 50% dari luas lahan sawah di<br />

Indonesia. Hal ini ditambah dengan kondisi<br />

tanah Pulau Jawa yang sangat cocok untuk<br />

pertanian padi sebagai makanan pokok<br />

ma yoritas masyarakat Indonesia dan memiliki<br />

jaringan irigasi yang lebih lengkap jika<br />

dibandingkan dengan lahan pertanian di luar<br />

Pulau Jawa.<br />

Tingginya populasi penduduk di Pulau<br />

Jawa menciptakan kebutuhan akan lahan<br />

permukiman yang tinggi. Menurut Ke menterian<br />

Perumahan Rakyat, Indonesia me m -<br />

butuhkan 800.000 unit rumah per tahun,<br />

sedangkan menurut REI, kebutuhan riilnya<br />

adalah 1,2 juta unit rumah per tahun. Dari situ<br />

dapat diasumsikan bahwa kebutuhan rumah<br />

di Pulau Jawa sebesar 60% dari kebutuhan<br />

rumah Indonesia, yaitu sebesar 720.000 unit<br />

per tahun.<br />

Dengan kondisi Pulau Jawa yang memiliki<br />

luas wilayah yang kecil menimbulkan ke cenderungan<br />

untuk terjadi alih fungsi la han<br />

(ter utama lahan pertanian) menjadi per mukiman<br />

untuk memenuhi kebutuhan yang ada<br />

tersebut.<br />

Namun, Pulau Jawa sebagai lumbung<br />

pangan nasional yang memproduksi 40%<br />

total produksi beras nasional menyebabkan<br />

lahan pertanian di Pulau Jawa sangat penting<br />

untuk ketahanan pangan nasional, dan kare<br />

nanya sangat mungkin untuk nantinya ditetapkan<br />

sebagai bagian dari Lahan Pertanian<br />

Pangan Berkelanjutan.<br />

Kondisi seperti ini mengakibatkan alih<br />

fungsi lahan pertanian menjadi lahan permukiman<br />

akan sulit untuk terjadi (untuk<br />

tidak mengatakan mustahil). Hal ini mengakibatkan<br />

berkurangnya secara drastis keter<br />

sediaan lahan potensial untuk lahan permukiman,<br />

terutama di wilayah perdesaan,<br />

di mana mayoritas lahan pertanian berada.<br />

Keterbatasan lahan untuk permukiman ini<br />

dapat mengakibatkan munculnya permukiman<br />

kumuh akibat tingginya ke bu tuhan<br />

lahan untuk permukiman akibat pertumbuhan<br />

jumlah penduduk.<br />

Sebenarnya kondisi permukiman perdesaan<br />

yang kumuh akibat keterbatasan<br />

lahan permukiman ini sudah terjadi di beberapa<br />

tempat. Area perdesaan dengan lahan<br />

pertanian milik masyarakat yang ter batas,<br />

seperti misalnya daerah perdesaan yang<br />

berada di dekat daerah perkebunan besar,<br />

di mana lahan pertanian sebagian besar<br />

merupakan lahan milik perusahaan, banyak<br />

memiliki permukiman yang padat dan kumuh.<br />

Hal ini terjadi karena masyarakat tidak<br />

memiliki lahan cadangan untuk per mukiman,<br />

karena lahan pertanian yang ada tidak bisa<br />

dialihfungsikan menjadi lahan permukiman.<br />

Dengan adanya potensi keterbatasan<br />

la han permukiman di daerah perdesaan Pulau<br />

Jawa yang disebabkan adanya UU no.<br />

41/2009 ini, perlu disiapkan konsep un tuk<br />

memenuhi kebutuhan lahan untuk permukiman<br />

di perdesaan dalam rangka mencegah<br />

timbulnya permukiman kumuh di<br />

per desaan, di mana salah satunya adalah<br />

berupa permukiman vertikal bagi masyarakat<br />

perdesaan.<br />

Karakteristik sosial masyarakat perdesaan<br />

yang jauh berbeda dengan masyarakat perkotaan<br />

memang memerlukan pendekatan<br />

yang mungkin jauh berbeda pula, sehingga<br />

konsep permukiman vertikal di perdesaan<br />

pun akan berbeda dengan permukiman vertikal<br />

di perkotaan.<br />

Kebutuhan-kebutuhan masyarakat perde<br />

saan yang perlu ditampung dalam permukiman<br />

vertikal, misalnya: kebutuhan yang<br />

berkait dengan pertanian sebagai mata<br />

pen caharian utama penduduk perdesaan,<br />

ruang-ruang sosialisasi yang cukup untuk<br />

mewadahi karakteristik masyarakat perde -<br />

saan yang guyup, dan desain yang bisa<br />

meng akomodasi gegar budaya akibat transisi<br />

dari permukiman horisotal ke permukiman<br />

vertikal.<br />

Dengan adanya permukiman vertikal<br />

un tuk perdesaan Pulau Jawa, diharapkan dapat<br />

memecahkan masalah ketersediaan lahan<br />

untuk permukiman tanpa mengganggu<br />

ketahanan pangan nasional melalui Lahan<br />

Pertanian Pangan Berkelanjutan.<br />

*) Staf Subdit Evaluasi Kinerja, Direktorat Bina<br />

Program, DJCK<br />

18 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


INFOBARU 2<br />

Info Baru 2<br />

Perumahan Ayodya Purwodadi Grobogan<br />

Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur<br />

dalam RUU Perumahan dan<br />

Permukiman<br />

Deva Kurniawan Rahmadi dan Andreas Budi Wirawan *)<br />

www.flickr.com<br />

Dalam RUU tentang Perumahan dan Permukiman, penyelenggaraan perumahan dan permukiman harus dilaksanakan<br />

sebagai satu kesatuan sistem. Dimana pelaksanaannya secara berkelanjutan dan dapat memanfaatkan berbagai<br />

pendekatan yang relevan serta implementasinya dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.<br />

Pengembangan perumahan dan per mukiman<br />

merupakan kegiatan dalam menata<br />

suatu kawasan agar sesuai dengan rencana<br />

tata ruang. Apabila sesuai dengan tata ruang<br />

otomatis didukung peningkatan kualitas<br />

hi dup berupa tempat hunian, fasilitas pendukung<br />

dan lingkungan sekitar.<br />

Upaya pengembangan perumahan dan<br />

permukiman yang telah dilakukan hing ga<br />

kini adalah hasil proses panjang dan akan<br />

berlangsung terus sejalan dengan perkembangan<br />

peradaban dan merupakan<br />

per masalahan yang tak bisa langsung diselesaikan<br />

karena kompleks. Kompleks, karena<br />

bukan semata-mata aspek fisik dalam<br />

membangun rumah, tetapi banyak sektor<br />

seperti sosial budaya, ekonomi, pertanahan,<br />

perindustrian, ilmu pengetahuan, teknologi<br />

dan lingkungan sekitarnya.<br />

Seiring dengan diberlakukannya ke bijakan<br />

desentralisasi serta otonomi daerah,<br />

terjadi perubahan dalam sistem pengelolaan<br />

pembangunan di daerah. Baik dalam hal<br />

penyediaan prasarana sarana, utilitas umum<br />

maupun pelayanan perkotaan. Kesemuanya<br />

itu telah diatur dalam Undang-undang<br />

No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan<br />

permukiman.<br />

Materi pengaturan dalam Undang-Un -<br />

dang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan<br />

dan Permukiman saat ini di rasa<br />

perlu penyempurnaan. Karena per a tur an<br />

perundangan tersebut kurang men dukung<br />

dan belum dapat menjawab berbagai<br />

permasalahan yang sedang terjadi<br />

ser ta tantangan rencana ke depan dalam<br />

pembangunan perumahan dan permukiman.<br />

Aturan itu juga belum memuat aturan soal<br />

peningkatan dan pemerataan kesejahteraan<br />

dalam mewujudkan perumahan dan permukiman<br />

yang layak dan terjangkau dalam<br />

lingkungan masyarakat. Serta belum secara<br />

tegas membahas tentang infrastruktur, hanya<br />

sebagai fasilitas dan utilitas ikutan dari<br />

perumahan dan permukiman.<br />

Khususnya, dalam materi pengaturan<br />

bidang pengembangan permukiman be lum<br />

secara komprehensif menunjukkan pengaturan<br />

penyelenggaraan sebagai kesa tuan<br />

antar kawasan yang terpadu dan saling mendukung<br />

baik infrastruktur, fungsi dan bentuk<br />

kawasan.<br />

Materi pengaturan<br />

Dilatarbelakangi oleh permasalahan serta<br />

kebijakan desentralisasi, maka dirasa perlu<br />

untuk melakukan revisi UU 4/92 yang telah<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 19


menjadi inisiatif DPR RI. Berbagai tahapan<br />

proses perumusan telah dilalui dengan menyerap<br />

aspirasi para stakeholder melalui<br />

berbagai forum RDP, FGD, Perumusan dalam<br />

PANJA, Perumusan dalam Draf Peripurna<br />

bersama antara fraksi-fraksi, unsur<br />

pemerintahan, instansi/ lembaga terkait, para<br />

pakar dan pemerhati, pihak akademis, LSM<br />

dan wakil masyarakat yang berhubungan<br />

dengan perumahan dan permukiman Ser -<br />

ta yang terakhir dilakukan adalah pe nyia<br />

pan dalam penyusunan DIM (Daftar Inventaris<br />

Masalah) dengan muatan/materi<br />

pengaturan yang disusun telah mendudukan<br />

permasalahan permukiman atau perumahan<br />

khususnya penyediaan infrastruktur dengan<br />

keterpaduan penyelenggaraannya.<br />

Dalam muatan RUU disebutkan bahwa<br />

perumahan dan permukiman di se lenggarakan<br />

dengan berasaskan pada as as keterpaduan.<br />

Yang dimaksud dengan “asas<br />

keterpaduan” adalah penyelenggaraan peru<br />

mahan dan permukiman dengan memperhatikan<br />

keterpaduan kebijakan antar instansi<br />

dan sektor terkait.<br />

Penyelengaraan perumahan permukiman<br />

harus memperhatikan keterpaduan di dalam<br />

sistem infrastruktur baik yang berada dalam<br />

kawasan terbangun tertentu dan dengan<br />

sistem infrastruktur yang lebih besar pada<br />

jaringan tingkat kota, propinsi ataupun nasional.<br />

Termasuk juga keterpaduan dalam<br />

pembangunan keberlanjutan melalui as pek<br />

ekonomi, sosial dan lingkungan yang dilanjutkan<br />

dengan fase berikutnya sebagai<br />

implementasi berupa penyelenggaraan permukiman.<br />

Pembangunan berkelanjutan<br />

Dalam RUU tentang Perumahan dan Permukiman,<br />

penyelenggaraan perumahandan<br />

permukiman harus dilaksanakan se bagai<br />

sa tu kesatuan sistem. Dimana pelak sana -<br />

annya secara berkelanjutan dan dapat memanfaatkan<br />

berbagai pendekatan yang re levan<br />

serta implementasinya dapat di se suaikan<br />

dengan kondisi masyarakat se tempat.<br />

Pembangunan berkelanjutan dilak sana -<br />

kan dengan pencapaian tujuan pem bangun<br />

an lingkungan, pembangunan sosial<br />

dan pembangunan ekonomi. Secara praktis,<br />

konsep pembangunan berkelanjutan, yang<br />

sudah berkembang sebagai asas pelaksanaan<br />

pembangunan perumahan dan permukiman,<br />

secara prinsip bertujuan memberdayakan<br />

masyarakat, secara sosial dan ekonomi serta<br />

lingkungan. Pendekatan ini dilakukan<br />

Eksisting Kawasan Kota Jakarta Tahun 2010<br />

de ngan memadukan kegiatan-kegiatan penyiapan<br />

dan pemberdayaan masyarakat,<br />

pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi,<br />

serta pendayagunaan prasarana dan sarana<br />

dasar perumahan dan permukiman sebagai<br />

satu kesatuan sistem yang tak terpisahkan.<br />

Pembangunan perumahan dan per mukim<br />

an, yang memanfaatkan ruang ter besar<br />

dari kawasan perkotaan, merupakan kegiatan<br />

yang bersifat berkelanjutan. Oleh karena itu,<br />

pengelolaan pembangunan perumahan dan<br />

permukiman senantiasa memperhatikan ke -<br />

ter sediaan daya du kung serta dampak terhadap<br />

kelestarian lingkungan. Kesadaran<br />

ter sebut harus dimulai sejak tahap pe rencanaan,<br />

perancangan dan pelaksanaan pem -<br />

bangunan sampai dengan tahap pe nge lo laan<br />

dan pengembangannya. Hal itu dilakukan agar<br />

tetap selaras dengan prin sip-prinsip pembangunan<br />

berkelanjutan se cara eko no mi,<br />

sosial dan lingkungan.<br />

Dalam fase perencanaan kawasan permukiman<br />

yang diatur didalam RUU tentang<br />

Perumahan dan Permukiman, ditekankan<br />

bah wa Perencanaan kawasan permukiman<br />

(Pasal 63 Draf RUU Tentang Perumahan dan<br />

Permukiman) harus terhubung dengan keterpaduan<br />

sarana dan jaringan prasarana<br />

yang terstruktur dan hierarkis. Dengan begitu<br />

akan meningkatkan hubungan/keterkaitan<br />

fungsional di antara kawasan-kawasan tersebut,<br />

terintegrasi dengan sistem jaringan<br />

primer dan memperhatikan keterpaduan serta<br />

keserasian secara hierarkis dan fung sional<br />

dengan kawasan di sekitarnya.<br />

Keterpaduan sarana dan jaringan pra -<br />

sarana ini dimaksudkan sebagai ke ter hubungan<br />

antara permukiman per kotaan dan<br />

permukiman perdesaan yang diarahkan<br />

un tuk menciptakan keseimbangan antara<br />

desa dan kota sesuai dengan fungsi dan<br />

peranannya masing-masing. Hal tersebut<br />

di lakukan dengan mengakomodir fungsi<br />

dan peranan kota, optimalisasi sumber daya<br />

alam yang berkelanjutan dan berwawasan<br />

lingkungan serta memperhatikan kondisi sosial<br />

budaya setempat dan kearifan lokal.<br />

Tahapan perencanaan kawasan per mu ki-<br />

Penyelengaraan perumahan permukiman harus memperhatikan<br />

keterpaduan di dalam sistem infrastruktur baik yang berada<br />

dalam kawasan terbangun tertentu dan dengan sistem<br />

infrastruktur yang lebih besar pada jaringan tingkat kota,<br />

propinsi ataupun na sional.<br />

20 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


INFOBARU 2<br />

man dalam mendukung keterpaduan me liputi<br />

penyiapan dan pematangan la han, peren<br />

canaan keterpaduan sarana dan jaring an<br />

prasarana pendukung serta tentunya di sertai<br />

pembiayaan dan pembinaan. Pe nyiapan dan<br />

pematangan lahan harus di dahului dengan<br />

penetapan lokasi dan pe nyiapan kawasan<br />

sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.<br />

Perencanaan kawasan permukiman di lakukan<br />

dalam rangka memenuhi keleng kapan<br />

dan kelayakan prasarana, sarana dan utilitas<br />

umum; dan dukungan sistem sarana dan<br />

jaringan prasarana. Perencanaan prasarana,<br />

sarana dan utilitas umum per mukiman tersebut<br />

dimaksudkan untuk:<br />

a. Menyiapkan kawasan permukiman yang<br />

layak huni.<br />

b. Mendukung terpadunya pengembangan<br />

kawasan permukiman, baik di dalam<br />

kawasan maupun antar kawasan.<br />

c. Membentuk struktur ruang kawasan ser -<br />

ta mengarahkan pola pemanfaatan ru -<br />

ang sebuah kawasan permukiman ser -<br />

ta memiliki sistem penghubung an tar<br />

kawasan Berupa sistem sarana dan jaringan<br />

prasarana sesuai dengan rencana<br />

tata ruang wilayah perkotaan dan/atau<br />

perdesaan .<br />

Keterkaitan Perumahan dan Permukiman<br />

dengan Lingkungan Hidup dan Penataan<br />

Ruang<br />

Salah satu tujuan pengelolaan lingkungan<br />

hidup menurut Undang-Undang Nomor 32<br />

Tahun 2009 adalah menjamin kelangsungan<br />

kehidupan makhluk hidup dan kelestarian<br />

ekosistem, menjaga kelestarian fungsi ling -<br />

kungan hidup, mencapai keserasian, kese<br />

larasan, dan keseimbangan lingkungan<br />

hidup, mengendalikan pemanfaatan sumber<br />

daya alam secara bijaksana, mewujudkan<br />

pembangunan berkelanjutan, serta mengantisipasi<br />

isu lingkungan global. Dengan<br />

demikian, penyelenggaraan kegiatan ha rus<br />

berdasarkan prinsip pembangunan ber kelanjutan<br />

dan berwawasan lingkungan.<br />

Sedangkan pembangunan berkelanjutan<br />

da pat diartikan upaya sadar dan terencana<br />

yang memadukan aspek lingkungan hidup,<br />

sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan<br />

untuk menjamin keutuhan lingkungan<br />

hidup serta keselamatan, kemampuan,<br />

kesejahteraan, dan mutu hidup ge ne<br />

rasi masa kini dan generasi masa depan.<br />

Adapun salah satu tujuan penye lenggaraan<br />

penataan ruang adalah untuk mewujudkan<br />

ruang wilayah nasional yang aman,<br />

nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Pena<br />

taan ruang juga harus berlandaskan wawasan<br />

nusantara dan ketahanan nasional<br />

yang harmonis antara lingkungan alam dan<br />

lingkungan buatan, terpadu dalam penggunaan<br />

sumber daya alam dan sumber daya<br />

buatan, serta perlindungan fungsi ruang<br />

dan pencegahan dampak negatif terhadap<br />

lingkungan. Pe nataan ruang dilakukan dalam<br />

beberapa tingkatan dengan tingkat<br />

ke rincian yang berbeda dari yang sangat<br />

makro, mencakup seluruh wilayah Negara<br />

dan menjadi we wenang Pemerintah sampai<br />

dengan pena taan ruang wilayah provinsi<br />

yang menjadi wewenang pemerintah ka bupaten<br />

dan kota.<br />

Pengaturan penyelenggaraan per muki -<br />

man merupakan turunan terhadap pe ngaturan<br />

penataan ruang dan sekaligus memiliki<br />

peran pengelolaan lingkungan hidup<br />

dengan pe ngaturan penyelenggaraan bangunan<br />

tempat berbagai kegiatan. Pe ngaturan<br />

penataan ruangnya dilakukan pada<br />

tingkat pengaturan pola pemanfaatan ruang<br />

secara garis besar. Pengaturan bangunannya<br />

mencakup jaringan primer prasarana yang<br />

menggambarkan hubungan antar berbagai<br />

kawasan peruntukan, yang meliputi jaringan<br />

jalan primer dan arteri sekunder, saluran<br />

primer pembuangan air hujan dan air limbah,<br />

serta tempat pembuangan akhir sampah.<br />

Dalam kerangka itu, penyelenggaraan<br />

perumahan dan permukiman termasuk ta -<br />

ta ruang, pengadaan prasarana dan sarana<br />

lingkungan, serta utilitas umum di lakukan<br />

untuk menunjang kegiatan sosial<br />

eko nomi masyarakat. Hal ini diperlukan<br />

agar dapat mendorong terwujudnya ke seimbangan<br />

pe m bangunan perkotaan dan<br />

per desaan. Dengan begitu perkotaan maupun<br />

pedesa an akan tumbuh secara se la ras<br />

dan sa ling mendukung dalam me nciptakan<br />

pe ngembangan kawasan secara komprehensif<br />

dan terpadu baik dalam an tar hunian,<br />

lingkungan, permukiman, in frastruktur, antar<br />

kawasan serta fungsi lain yang mendukung.<br />

Oleh karenanya, diperlukan pengembang<br />

an perencanaan dan perancangan,ser ta<br />

pembangunan perumahan dan per mu kiman<br />

yang kontributif terhadap pen capaian penataan<br />

ruang yang disusun se cara transparan<br />

dan partisipatif serta mem berdayakan masyarakat<br />

sebagai pelaku utama.<br />

Peran Kementerian Pekerjaan Umum<br />

Kementerian Pekerjaan Umum dalam menjalankan<br />

tugas dan fungsinya (tupoksi)<br />

mem butuhkan aspek keterpaduan yang<br />

me megang peranan penting dalam penyelenggaraan<br />

pembangunan, khususnya di<br />

bidang pekerjaan umum. Aspek ini sangat<br />

dibutuhkan karena diharapkan akan terwu<br />

jud kesamaan persepsi di antara pelaku<br />

pembangunan yang dapat meningkatkan<br />

efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan bidang<br />

pekerjaan umum.<br />

Dalam pelaksanaannya, Kementerian<br />

Pe kerjaan Umum telah berusaha meng-<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 21


INFOBARU 2<br />

melalui pelaksanaan bantuan teknis dan<br />

sosialisasi kepada stakeholders terutama peme<br />

rintah daerah dan masyarakat.<br />

Foto Atas : Rapat Dengar Pendapat dengan Komite II DPD RI<br />

Foto Bawah : Salah satu tim perumus RUU sedang diskusi penyusunan Daftar Inventaris Masalah (DIM)<br />

upayakan keterpaduan pembangunan dalam<br />

menyelenggarakan urusan bidang Pe kerja<br />

an Umum, namun masih ditemui ba -<br />

nyak hambatan di antaranya terlebih pada<br />

koordinasi yang kurang maksimal antar<br />

per sonil baik pada tingkatan perencanaan/<br />

kebijakan dan tingkatan pelaksanaan. Hambatan-hambatan<br />

ini menjadikan keterpaduan<br />

pembangunan bidang pekerjaan umum saat<br />

ini belum dapat dicapai secara optimal.<br />

Banyak terdapat kelemahan-kelemahan, baik<br />

dari segi internal maupun segi eksternal di<br />

luar Kementerian Pekerjaan Umum. Dari segi<br />

internal, di antaranya disebabkan oleh :<br />

· Kompleksitas pelaksanaan kegiatan, kesulitan<br />

bersinergi.<br />

· Belum adanya konsep keterpaduan yang<br />

dapat diacu.<br />

Sedangkan dari segi eksternal, di anta ranya<br />

disebabkan oleh :<br />

· Peraturan perundang-undangan yang tidak<br />

mendukung.<br />

· Kelemahan kebijakan dan perencanaan<br />

pembangunan nasional.<br />

· Tidak/kurang adanya koordinasi perencanaan<br />

dan program yang efektif di antara<br />

para pengambil keputusan sehingga menyulitkan<br />

pelaksanaan di daerah.<br />

· Ego-sektoral Kemeterian/Lembaga, yang<br />

masih ingin menonjolkan dominansi sektornya.<br />

Dalam rangka keterpaduan pem ba ngunan<br />

lintas “pelaku”, Kementerian Pe ker jaan<br />

Umum telah menggalang peran stakeholders,<br />

Peranan Pemerintah Daerah<br />

Pemerintah daerah dalam hal ini me me gang<br />

peranan penting, yang sangat di harapkan<br />

dalam penggalangan peran stake holders untuk<br />

optimalisasi keterpaduan pembangun an<br />

bidang pekerjaan umum. Ke giatan-ke giatan<br />

khusus di daerah mem butuhkan sharing<br />

pen danaan antara pe merintah pusat dan<br />

pe me rintah daerah, termasuk dalam hal ini<br />

peng galangan da na dari kalangan investor.<br />

Di sam ping itu pula penggalangan partisipasi<br />

ma sya rakat sebagai subyek pembangunan<br />

ju ga sangat membutuhkan komitmen dari<br />

pe me rintah daerah.<br />

Dalam meningkatkan efektifitas pe nyelenggaraan<br />

Pengembangan Per mukiman<br />

di bu tuhkan koordinasi antar wilayah khu -<br />

susnya antar kabupaten dan antar ka wasanlingkungan,<br />

terutama menyangkut batasan<br />

administratif serta jaringan pada skala perkotaan.<br />

Tingkat koordinasi ini me nuntut peran<br />

pemerintah daerah untuk banyak ter libat<br />

dalam penyusunan program per mukiman<br />

yang melibatkan kerjasama antar daerah dan<br />

stakeholders.<br />

Dalam tatanan perencanaan, diperlukan<br />

suatu strategi pengembangan kawasan/<br />

ko ta yang menitikberatkan pada peranan<br />

Pemda untuk mengatasi persoalan di daerahnya<br />

yaitu strategi pengembangan kota<br />

pada pengembangan permukiman dan strategi<br />

perkotaan atau yang dikenal sebagai<br />

Strategi Pengembangan Permukiman dan<br />

Infrasturktur Perkotaan (SPPIP). SPPIP ini pada<br />

dasarnya merupakan bagian integral dari<br />

kerangka pembangunan daerah (provinsi,<br />

ko ta/kabupaten) yang memuat rancangan<br />

tata cara pembangunan permukiman dan<br />

in frastruktur perkotaan. Sektor permukiman<br />

dan infrastruktur perkotaan akan menjadi<br />

bagian penting yang mendukung tercapainya<br />

ruang kota sebagai wahana berkehidupan<br />

yang ramah layanan bagi masyarakat perkotaan.<br />

Kedepannya, SPPIP ini nantinya diharapkan<br />

akan menjadi instrumen penting<br />

untuk menjamin terwujudnya pembangunan<br />

yang serasi dan terpadu antar sektor dan<br />

alokasi ruangnya terutama yang berkaitan<br />

dengan pengembangan permukiman dan<br />

infrastruktur perkotaan.<br />

*) Staf Perencanaan Teknis dan Pengaturan<br />

Di rektorat Pengembangan Permukiman<br />

Dit jen. <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

22 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


INFOBARU3<br />

Info Baru 3<br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Dukung Sarana dan Prasarana<br />

Desa Wisata Cibatutiga<br />

Direktur PAM Tamin Z. Amin mempresentasikan dukungan infrastruktur cipta karya di kawasan MMNI kepada Ibu Ani Yudhoyono<br />

<strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Kementerian Pekerjaan<br />

Umum mendukung pembangunan sarana<br />

dan prasarana untuk para pengrajin di<br />

Padepokan Mutu Manikam Nusantara Indonesia<br />

(MMNI) di Desa Wisata Cibatutiga,<br />

Cariu, Bogor, Jawa Barat. Dukungan tersebut<br />

berupa pembangunan jalan akses ke<br />

area MMNI, pembuatan area parkir serta<br />

pembangunan sarana air minum yaitu pembangunan<br />

reservoir berkapasitas 30 m 3 dan<br />

6 unit Hidran umum. Peresmian Padepokan<br />

MMNI sendiri, dilakukan oleh Ibu Ani Yudhoyono<br />

di Bogor akhir Juli lalu.<br />

Bukan hanya itu saja, <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> beren<br />

cana menambah dukungan sarana dan<br />

prasarana dengan membangunan Sanimas<br />

(Sanitasi berbasis masyarakat) berupa sarana<br />

MCK yang rencana dimulai tahun 2011. Pembangunan<br />

tersebut menggunkan dana APBN<br />

sebesar Rp 300 juta.<br />

Pembentukan MMNI diprakarsai oleh<br />

Ibu Ani sejak 3,5 tahun lalu tepatnya pada<br />

Desember 2006. “Dengan MMNI diharapkan<br />

dapat meningkatkan kesejahteraan pengrajin<br />

dan masyarakat pada umumnya,” kata Ibu<br />

Ani.<br />

Menurut Pengawas MMNI Prihadi Santosa,<br />

MMNI adalah organisasi nirlaba yang<br />

merupakan perkumpulan para pencinta<br />

dan pengrajin perhiasan dengan tujuan<br />

uta ma menciptakan lapangan kerja bagi<br />

buruh perajin lepas yang tidak bekerja pada<br />

perusahaan.<br />

Mereka bisa diberdayakan melalui pengembangan<br />

industri mutu manikam In donesia<br />

serta membantu program pe me rin tah<br />

dalam upaya mengentaskan ke miskinan.<br />

Se jak dibentuk, kata dia, MMNI telah melatih<br />

lebih kurang 750 perajin dari berbagai daerah<br />

di seluruh Indonesia dengan instruktur dari<br />

dalam dan luar negeri.<br />

Menurut Gubernur Jawa Barat Ahmad<br />

Heryawan, keberadaan Padepokan Mutumanikam<br />

Nusantara Indonesia di kawasan<br />

Cariu Bogor diharapkan membantu Pemerintah<br />

Daerah dan masyarakat dalam mengatasi<br />

masalah fundamental yang dihadapi,<br />

khususnya pada bidang pendidikan, layanan<br />

kesehatan, penyediaan sarana air bersih, pengelolaan<br />

lahan secara lestari, pembukaan<br />

lapangan kerja, pengembangan kreatifitas<br />

dan pemberdayaan masyarakat.<br />

Pada saat yang sama. Heryawan berha<br />

rap Desa Cibatu Tiga dapat tumbuh dan<br />

ber kembang menjadi desa wisata baru di<br />

Kabupaten Bogor. Sehingga, diharapkan menjadi<br />

tambahan destinasi wisata unggulan di<br />

Jawa Barat dan bahkan nasional. Hal ini tentunya<br />

sejalan dengan Program Visit Bogor<br />

2011 yang dicanangkan Bupati Bogor, serta<br />

sesuai pula dengan arah pengembangan<br />

kepariwisataan Jawa Barat “Kataji”, yaitu Krea<br />

tivitasnya yang Andal, Timpal wisatanya Aman<br />

dijelajah dan Indah.<br />

Dalam rangkaian peresmian Padepokan<br />

tersebut, Direktur Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Kementerian<br />

Pekerjaan Umum, Budi Yuwono,<br />

memberikan bantuan infrastruktur keciptakaryaan<br />

berupa tangki-tangki air kepada Bupati<br />

Bogor H. Rachmat Yasin dan selanjutnya<br />

diserahkan kepada Kepala Desa Cibatutiga<br />

Narja Hermawan untuk pengoperasiannya.<br />

Diserahkan pula bantuan berupa satu unit<br />

sepeda motor pintar yang diterima oleh<br />

Kepala Desa Cibatutiga Narja Hermawan<br />

untuk dipergunakan bagi kepentingan masyarakat<br />

terutama dalam upaya meng apresiasi<br />

dan mengoptimalkan mutu prog ramprogram<br />

rumah pintar.<br />

(dvt/berbagai sumber)<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 23


Inovasi 1<br />

GPS dalam Pembangunan<br />

Bidang <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Wayan Lindu Suwara*)<br />

Penggunaan GPS dalam pembangunan infrastruktur ke-<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>-an bertujuan untuk memberikan informasi letak<br />

koordinat, posisi, satuan terbangun dan bisa ditambahkan informasi nilai alokasi yang telah diinvestasikan sehingga para<br />

pengambil keputusan dapat mengetahui prasarana dan sarana yang sudah terbangun dengan tepat, akurat dan tepat<br />

sasaran.<br />

Jauh sebelum Permintaan Unit Kerja Presiden<br />

bidang Pengawasan dan Pengen dalian<br />

Pembangunan (UKP-PPP), untuk menginformasikan<br />

pelaksanaan kegiatan dalam<br />

bentuk WebGIS yang dapat ditampilkan pada<br />

Situation Room Bina Graha (23 Pebruari<br />

2010), Kementerian Pekerjaan Umum sudah<br />

melakukan inovasi dengan menandai prasarana<br />

dan sarana yang telah terbangun.<br />

Menindaklanjuti hal itu, pada akhir Maret<br />

2010 Sekjen Kementerian PU menerbitkan<br />

surat edaran kepada seluruh Eselon I teknis<br />

di lingkungan Kementerian PU untuk melaksanakan<br />

permintaan UKP-PPP tersebut. Kepala<br />

UKP-PPP kemudian mempertegasnya<br />

dengan melayangkan surat kepada Menteri<br />

PU pada 6 Mei 2010 perihal menginformasikan<br />

pelaksanaan kegiatan dalam bentuk WebGIS<br />

yang dapat ditampilkan pada Station Room<br />

Bina Graha. Secara legalitas Kementerian Pekerjaan<br />

Umum segera menerbitkan Surat<br />

Edaran Menteri PU Nomor 13/2010 tentang<br />

kewajiban pencantuman koordinat geografis<br />

untuk lokasi pelaksanaan paket kegiatan di<br />

Lingkungan Kementerian PU.<br />

Peran GPS<br />

Peranan Global Positioning System (GPS)<br />

pada pembangunan infrastruktur bidang<br />

cipta karya adalah sebagai penanda telah<br />

terbangun prasarana dan sarana, data informasi<br />

ini dibutuhkan tidak terlepas dari<br />

penggunaan GIS (Geographical Infor mation<br />

System), atau istilah umumnya ada lah pemetaan.<br />

Penggunaan GPS dalam pem bangunan<br />

infrastruktur ke-<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>-an bertujuan<br />

untuk memberikan informasi le tak<br />

koordinat, posisi, satuan terbangun dan bisa<br />

ditambahkan informasi nilai alokasi yang telah<br />

diinvestasikan sehingga para pe ng ambil<br />

keputusan dapat mengetahui pra sarana dan<br />

sarana yang sudah terbangun de ngan tepat,<br />

akurat dan tepat sasaran.<br />

Saat ini, sudah banyak pihak yang menggunakaan<br />

alat navigasi berbasis sa telit<br />

dan pemetaan dalam merencanakan, memutuskan,<br />

melaksanakan, dan evaluasi program–program<br />

bidang ke-<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>-an<br />

ter masuk program-program yang berbasis<br />

ma syarakat. Kementerian Pekerjaan Umum<br />

melalui <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> saat ini sedang<br />

24 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


INOVASI 1<br />

gencar melakukan identifikasi informasi lokasi<br />

dan jenis prasarana dan sarana yang<br />

telah terbangun.<br />

GPS adalah suatu sistem navigasi satelit<br />

yang dipergunakan untuk menentukan koordinat/posisi/titik<br />

suatu obyek di bumi.<br />

Sis tem navigasi satelit mengirimkan data<br />

po sisi (garis bujur, lintang dan ketinggian)<br />

sinyal waktu ke alat penerima di permukaan.<br />

Penerima di permukaan dapat mengetahui<br />

posisinya, serta waktu yang tepat.<br />

Sistem ini menggunakan 24 satelit yang<br />

mengirimkan sinyal gelombang mikro ke<br />

Bumi. Sinyal ini diterima oleh alat pe nerima<br />

di permukaan dan digunakan untuk<br />

menentukan posisi, kecepatan, arah<br />

dan waktu. Sistem ini awal mulanya dikembangkan<br />

oleh Departemen Pertahanan<br />

Amerika Serikat, dengan nama lengkapnya<br />

adalah NAVSTAR GPS nama ini diberikan oleh<br />

John Walsh (seseorang yang mempunyai<br />

peranan penting dalam program GPS).<br />

GPS sering disebut dengan GPS Tracking<br />

adalah teknologi AVL (Automated Vehicle<br />

Locater) yang memungkinkan peng -<br />

guna untuk melacak posisi ken daraan<br />

da lam keadaan Real-Time dan bisa juga dipergunakan<br />

untuk men-trac king infra struktur<br />

jalan dan jaringan per pipaan. GPS Tracking<br />

memanfaatkankom binasi teknologi GSM dan<br />

GPS untukme nentukan koordinat sebuah<br />

obyek, lalu menerjemahkannya dalam bentuk<br />

peta digital.<br />

Cara Kerja<br />

Sistem ini menggunakan sejumlah sa telit<br />

yang berada di orbit bumi, yang memancarkan<br />

sinyalnya ke bumi kemudian<br />

ditangkap oleh sebuah alat penerima. Ada<br />

tiga bagian penting dari sistem ini, yaitu<br />

bagian kontrol, bagian angkasa, dan bagian<br />

pengguna.<br />

1. Bagian Kontrol : seperti namanya, bagian<br />

Pengaplikasian GPS<br />

ini untuk mengontrol. Setiap satelit dapat<br />

berada sedikit diluar orbit, sehingga bagian<br />

ini melacak orbit satelit, lokasi, ketinggian,<br />

dan kecepatan. Sinyal-sinyal da ri<br />

satelit diterima oleh bagian kontrol, di koreksi<br />

dan dikirimkan kembali ke sa telit.<br />

Koreksi data lokasi yang tepat dari satelit<br />

ini disebut dengan data ephemeris yang<br />

nantinya akan di kirimkan kepada alat<br />

navigasi kita.<br />

2. Bagian Angkasa : Bagian ini terdiri dari<br />

kumpulan satelit-satelit yang berada di<br />

orbit bumi, sekitar 12.000 mil di atas permukaan<br />

bumi. Kumpulan satelit-satelit<br />

ini diatur sedemikian rupa sehingga alat<br />

navigasi setiap saat dapat menerima<br />

pa ling sedikit sinyal dari empat buah<br />

satelit. Sinyal satelit ini dapat melewati<br />

awan, kaca, atau plastik, tetapi tidak dapat<br />

melewati gedung atau gunung. Satelit<br />

mempunyai jam atom, dan juga<br />

akan memancarkan informasi waktu/<br />

jam. Data ini dipancarkan dengan kode<br />

random. Masing-masing satelit memiliki<br />

kodenya sendiri-sendiri. Nomor kode ini<br />

biasanya akan ditampilkan di alat navigasi,<br />

maka kita bisa melakukan identifikasi<br />

sinyal satelit yang sedang diterima alat<br />

tersebut. Data ini berguna bagi alat navigasi<br />

untuk mengukur jarak antara alat<br />

navigasi dengan satelit, yang akan<br />

di gunakan untuk mengukur koordinat<br />

lokasi. Kekuatan sinyal satelit juga akan<br />

membantu alat dalam penghitungan. Kekuatan<br />

sinyal ini lebih dipengaruhi oleh<br />

lokasi satelit, sebuah alat akan menerima<br />

sinyal lebih kuat dari satelit yang berada<br />

tepat di atasnya (bayangkan lokasi satelit<br />

seperti posisi matahari ketika jam 12 siang)<br />

dibandingkan dengan satelit yang berada<br />

di garis cakrawala (bayangkan lokasi satelit<br />

seperti posisi matahari terbenam/<br />

terbit).<br />

3. Bagian Pengguna : Bagian ini terdiri dari<br />

alat navigasi yang digunakan. Satelit<br />

ak an memancarkan data almanak dan<br />

ep hemeris yang akan diterima oleh alat<br />

na vigasi secara teratur. Data almanak<br />

ber isikan perkiraan lokasi (approximate<br />

location) satelit yang dipancarkan terus<br />

me nerus oleh satelit. Data ephemeris<br />

dipancarkan oleh satelit, dan valid untuk<br />

sekitar 4-6 jam. Untuk menunjukkan koordinat<br />

sebuah titik (dua dimensi), alat<br />

navigasi memerlukan paling sedikit sinyal<br />

dari 3 buah satelit. Untuk menunjukkan<br />

data ketinggian sebuah titik (tiga dimensi),<br />

diperlukan tambahan sinyal dari 1 buah<br />

satelit lagi.<br />

Sinyal-sinyal yang dipancarkan oleh kumpulan<br />

satelit tersebut, alat navigasi akan melakukan<br />

perhitungan-perhitungan dan ha sil<br />

akhirnya adalah koordinat posisi alat ter -<br />

sebut. Makin banyak jumlah sinyal sa telit<br />

yang diterima oleh sebuah alat maka<br />

akan membuat alat tersebut menghitung<br />

koordinat posisinya lebih tepat dan akurat.<br />

Karena alat navigasi ini bergantung penuh<br />

pada satelit, maka sinyal satelit menjadi<br />

sangat penting. Alat navigasi berbasis satelit<br />

ini tidak dapat bekerja maksimal ketika ada<br />

gangguan pada sinyal satelit. Ada beberapa<br />

hal yang dapat menghambat kekuatan sinyal<br />

satelit:<br />

a. Kondisi geografis, selama kita masih dapat<br />

melihat langit yang cukup luas, alat ini masih<br />

dapat berfungsi.<br />

b. Hutan, makin lebat hutannya, maka makin<br />

berkurang sinyal yang dapat diterima.<br />

c. Air, mangan berharap dapat meng gu nakan<br />

alat ini ketika menyelam.<br />

d. Kaca film mobil, terutama yang mengandung<br />

metal.<br />

e. Alat-alat elektronik yang dapat mengeluarkan<br />

gelombang elektromagnetik.<br />

f. Gedung-gedung, tidak hanya ketika didalam<br />

gedung, berada diantara 2 buah<br />

gedung tinggi juga akan menyebabkan<br />

efek seperti berada di dalam lembah.<br />

g. Sinyal yang memantul, misal bila berada<br />

diantara gedung-gedung tinggi, dapat<br />

me ngacaukan perhitungan alat navigasi<br />

se hingga alat navigasi dapat menunjukkan<br />

posisi yang salah atau tidak akurat.<br />

Antena<br />

Ada dua jenis antena bawaan alat navigasi<br />

yang paling sering dijumpai, yaitu jenis<br />

patch dan quad helix. Jenis patch, bentuknya<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 25


Aplikasi GIS pembangunan bidang cipta karya dalam website cipta karya<br />

gepeng sedangkan quad helix bentuknya seperti<br />

tabung. Tentunya keduanya memiliki<br />

keunggulan dan kekurangannya masingma<br />

sing. Pada pemakaian sehari-hari, banyak<br />

sekali faktor yang mempengaruhi fungsinya.<br />

Alat navigasi yang memiliki antena patch,<br />

akan lebih baik penerimaan sinyalnya bila<br />

alat dipegang mendatar sejajar dengan bumi.<br />

Sedangkan alat yang memiliki antena<br />

quad helix, akan lebih baik bila dipegang<br />

tegak lurus, bagian atas ke arah langit. Untuk<br />

memastikan, periksalah spesifikasi antena<br />

alat navigasi.<br />

Pada pemakaian sehari-hari, seringkali<br />

di perlukan antena eksternal, contohnya, pemakaian<br />

di dalam kendaraan roda empat. Ada<br />

beberapa jenis antena eksternal yang dapat<br />

dipilih. Perlu diingat bahwa tidak semua tipe<br />

alat navigasi mempunyai slot untuk antena<br />

eksternal.<br />

a. Antena eksternal aktif. Disebut aktif<br />

karena dilengkapi dengan Low Noise<br />

Amplifier (LNA), penguat sinyal, karena<br />

sinyal akan berkurang ketika melewati<br />

ka bel. Artinya, jenis ini memerlukan sumber<br />

listrik untuk melakukan fungsinya,<br />

yang biasanya di ambil dari alat navigasi.<br />

Sehingga baterai alat navigasi akan lebih<br />

cepat habis. Ke untungannya, dapat digunakan<br />

kabel le bih panjang di ban dingkan<br />

tipe pasif.<br />

b. Antena Eksternal Pasif. Karena tidak dilengkapi<br />

oleh penguat sinyal, maka baterai<br />

tidak cepat habis. Tetapi kabel yang<br />

digunakan tidak dapat sepanjang tipe<br />

aktif.<br />

c. Antena Eksternal Re-radiating. Jenis<br />

ini ter diri dari dua bagian, yang pertama<br />

me nangkap sinyal satelit, yang kedua memancarkan<br />

sinyal. Karena sinyal dipancar<br />

kan, maka jenis ini tidak memerlukan<br />

hu bungan kabel ke alat navigasi. Alat navigasi<br />

akan menerima sinyal seperti bia sa.<br />

Tentu saja jenis ini memerlukan sumber<br />

listrik tambahan, tetapi bukan dari alat<br />

navigasi yang dipakai. Bagi tipe alat navigasi<br />

yang tidak mempunyai slot untuk<br />

antena eksternal, jenis ini merupakan<br />

al ternatif yang baik daripada harus memodifikasi<br />

alat navigasi.<br />

d. Antena Combo. Antena jenis ini adalah<br />

penggabungan antara antena untuk alat<br />

navigasi dan telpon genggam. Sumber<br />

listrik diperlukan untuk penggunaannya.<br />

Perlu diingat bahwa koordinat yang ditampilkan<br />

oleh alat navigasi adalah koordinat<br />

posisi antena eksternal. Jadi, penempatan<br />

antena eksternal juga perlu<br />

diperhatikan.<br />

DGPS<br />

DGPS (Differential Global Positioning System)<br />

adalah sebuah sistem atau cara untuk meningkatkan<br />

GPS, dengan menggunakan stasiun<br />

darat, yang memancarkan koreksi lokasi.<br />

Dengan sistem ini, maka ketika alat<br />

na vigasi menerima koreksi dan me ma sukkannya<br />

ke dalam perhitungan, ma ka akurasi<br />

alat navigasi tersebut akan me ningkat. Oleh<br />

karena menggunakan sta siun darat, maka<br />

si nyal tidak dapat mencakup area yang luas.<br />

Walaupun mempunyai per bedaan dalam cara<br />

kerja, SBAS (Satelite Based Augmentation<br />

System) secara umum dapat dikatakan adalah<br />

DGPS yang menggunakan satelit. Cakupan<br />

areanya jauh lebih luas dibandingkan dengan<br />

DGPS yang memakai stasiun darat. Ada beberapa<br />

SBAS yang selama ini dikenal, yaitu<br />

WAAS (Wide Area Augmentation System),<br />

EGNOS (European Geostationary Navigation<br />

Overlay Service), dan MSAS (Multi-functional<br />

Satellite Augmentation System). WAAS dike lola<br />

oleh Amerika Serikat, EGNOS oleh Uni Eropa,<br />

dan MSAS oleh Jepang. Ketiga sistem ini saling<br />

kompatibel satu dengan lainnya, artinya alat<br />

navigasi yang dapat menggunakan salah<br />

satu sistim, akan dapat menggunakan kedua<br />

sistem lainnya juga. Pada saat ini hanya<br />

WAAS yang sudah operasional penuh dan<br />

dapat dinikmati oleh pengguna alat navigasi<br />

di dunia. Walaupun begitu, sebuah DGPS<br />

dengan stasiun darat yang berfungsi baik,<br />

dapat meningkatkan akurasi melebihi/sama<br />

26 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


INOVASI 1<br />

dengan peningkatan yang dapat dicapai oleh<br />

SBAS.<br />

Secara umum, bisa dibagi menjadi dua<br />

bagian besar, yaitu “real time (langsung)”<br />

dan “Post processing (setelah kegiatan sele<br />

sai)”. Maksud dari ‘real time’ adalah alat<br />

navigasi yang menggunakan sinyal SBAS<br />

atau pun DGPS secara langsung saat di gunakan.<br />

Sedangkan ‘post processing’ maksudnya<br />

adalah data yang dikumpulkan oleh<br />

alat navigasi di proses ulang dengan menggunakan<br />

data dari stasiun darat DGPS. Ada<br />

banyak stasiun darat DGPS di seluruh dunia<br />

yang dapat kita pakai untuk hal ini, baik versi<br />

yang gratis maupun berbayar, bahkan kita<br />

dapat langsung menggunakannya mela lui<br />

internet.<br />

Walaupun DGPS ataupun SBAS dapat<br />

me ningkatkan akurasi, tetapi dengan syarat<br />

sinyal yang dipancarkan berisikan koreksi<br />

untuk wilayah dimana kita menggunakan<br />

alat navigasi. Bila tidak berisikan koreksi data<br />

bagi wilayah tersebut, tidak akan terjadi<br />

peningkatan akurasi.<br />

Beberapa pengertian istilah<br />

• Cold & Warm start<br />

Pada detail spesifikasi alat navigasi, biasanya<br />

tertulis waktu yang diperlukan<br />

un tuk cold dan warm start. Ketika alat<br />

na vigasi dimatikan, alat tersebut masih<br />

menyimpan data-data satelit yang ‘terkunci’<br />

sebelumnya. Salah satu data yang<br />

tersimpan adalah data ephemeris, dan<br />

data ini masih valid untuk sekitar 4-6 jam<br />

(untuk lebih mudah, pakai acuan waktu<br />

4 jam saja). Ketika dinyalakan kembali,<br />

maka alat navigasi tersebut akan mencari<br />

satelit berdasarkan data simpanan. Bila<br />

data yang tersimpan masih dalam<br />

ku run waktu tersebut, maka data-data<br />

tersebut masih bisa dipakai oleh alat<br />

navigasi untuk mengunci satelit, dan<br />

me nyebabkan alat navigasi lebih cepat<br />

‘mengunci’ satelit. Inilah yang disebut<br />

“Warm start”. Ketika data yang tersimpan<br />

sudah kadaluwarsa, artinya melebihi kurun<br />

waktu di atas, maka alat navigasi tidak<br />

dapat memakainya. Sehingga alat<br />

navigasi harus memulai seluruh proses<br />

dari awal, dan menyebabkan waktu yang<br />

diperlukan menjadi lebih lama lagi. Inilah<br />

yang disebut “Cold start”. Seluruh proses<br />

ini hanya berlangsung dalam beberapa<br />

menit saja.<br />

• Waterproof IPX7<br />

Standar ini dibuat oleh IEC (International<br />

Electrotechnical Commission), angka pertama<br />

menjelaskan testing ketahanan alat<br />

terhadap benda padat, dan angka kedua<br />

menjelaskan ketahanan terhadap benda<br />

cair (air). Bila alat hanya diuji terhadap<br />

salah satu kondisi (benda padat atau<br />

benda cair), maka huruf ‘X’ ditempatkan<br />

pada angka pertama atau kedua. IP X7<br />

artinya: X menunjukkan alat tersebut tidak<br />

diuji terhadap benda padat, sedangkan<br />

angka 7 berarti dapat direndam dalam air<br />

dengan kedalaman 15 cm – 1 meter .<br />

• Geocaching<br />

Istilah ini berasal dari kata ‘Geo’ yang<br />

diambil dari geografi, dan ‘caching’ yang<br />

diambil dari kegiatan menyimpan/menyembunyikan<br />

sesuatu. Geocaching sebenarnya<br />

adalah sebuah permainan untuk<br />

menemukan ‘harta karun’ tersembunyi<br />

dengan menggunakan alat navigasi berbasis<br />

satelit.<br />

Kegiatannya sederhana, pertama sembunyi<br />

kan beberapa barang kecil (pen,<br />

pensil, dan lain lain) pada beberapa<br />

tempat yang terpisah, sedemikian rupa<br />

sehingga tidak mudah terlihat. Ca tat<br />

koordinat masing-masing tempat ters<br />

e but. Lalu beberapa kelompok berusaha<br />

menemukan semua barang yang<br />

disembunyikan. Tentunya tidak akan terlalu<br />

mudah untuk menemukannya, karena<br />

masing-masing alat memiliki akurasi yang<br />

berbeda.<br />

Kegiatan ini dapat digabungkan dengan<br />

aktivitas lainnya, sebagai contoh, aktivitas<br />

membersihkan sampah di taman, atau<br />

kegiatan outbound, dan sebagainya.<br />

• DOP<br />

Merupakan singkatan dari ‘Dillution of<br />

Pre cision’, berhubungan erat dengan lo -<br />

kasi satelit di angkasa. Nilai DOP di dapatkan<br />

dari perhitungan matematis, yang<br />

menunjukkan ‘tingkat kepercayaan’ perhitungan<br />

sebuah lokasi. Ketika satelit-satelit<br />

terletak berdekatan, maka nilai DOP<br />

akan meningkat, yang menyebabkan akurasi<br />

alat navigasi berbasis satelit menjadi<br />

berkurang. Ketika satelit-satelit ter le tak<br />

ber jauhan, maka nilai DOP akan ber kurang<br />

sehingga alat navigasi menjadi lebih<br />

akurat. Bila nilai DOP lebih kecil dari 5<br />

(ada yang mengatakan di bawah 4), maka<br />

akurasi yang akan didapatkan cukup<br />

akurat. Ada beberapa nilai akan sering<br />

dijumpai, yaitu HDOP (Horizontal Dilution<br />

of Precision), VDOP (Vertical Dilution of<br />

Precision), dan PDOP (Positional Dilution of<br />

Precision – posisi tiga dimensi).<br />

• Koordinat lokasi<br />

Sebuah titik koordinat dapat ditampilkan<br />

dengan beberapa format. Masing-masing<br />

pengguna dapat mengatur format ini<br />

pada alat navigasi, program mapsource,<br />

ataupun program komputer lainnya.<br />

Format ini dapat diatur dari bagian<br />

setting dari masing-masing program/alat<br />

navigasi.<br />

Ada beberapa format yang umum digunakan:<br />

hddd.ddddd0 ; hddd0mm,mmm’<br />

; hddd0mm’ss.s” ; +ddd,ddddd0. Sehingga<br />

sebuah titik dapat ditunjukkan dengan<br />

beberapa cara, sebagai contoh: titik<br />

S6010.536’ E106049.614’ sama dengan titik<br />

S6.175600 E106.826910 sama dengan titik<br />

S6010’32.2” E106049’36.9” sama dengan<br />

-6.175600 106.826910. Bagian pertama adalah<br />

koordinat Latitude, yang diikuti oleh<br />

koordinat Longitude atau sering disingkat<br />

Lat/Long.<br />

Kegunaan<br />

• Militer<br />

GPS digunakan untuk keperluan perang,<br />

seperti menuntun arah bom, atau<br />

mengetahui posisi pasukan berada. De<br />

ngan cara ini maka kita bisa mengeta<br />

hui mana teman mana lawan untuk<br />

menghindari salah target, ataupun menen<br />

tukan pergerakan pasukan.<br />

• Navigasi<br />

GPS banyak juga digunakan sebagai<br />

alat navigasi seperti kompas. Beberapa<br />

jenis kendaraan telah dilengkapi dengan<br />

GPS untuk alat bantu nivigasi, dengan<br />

menambahkan peta, maka bisa digunakan<br />

untuk memandu pengendara, sehingga<br />

pengendara bisa mengetahui jalur mana<br />

yang sebaiknya dipilih untuk mencapai<br />

tujuan yang diinginkan.<br />

• Sistem Informasi Geografis<br />

Untuk keperluan Sistem Informasi Geografis,<br />

GPS sering juga diikutsertakan dalam<br />

pembuatan peta, seperti mengukur<br />

jarak perbatasan, ataupun sebagai referensi<br />

pengukuran.<br />

• Sistem pelacakan kendaraan.<br />

Kegunaan lain GPS adalah sebagai pelacak<br />

kendaraan, dengan bantuan GPS pemilik<br />

kendaraan atau pengelola armada bisa<br />

mengetahui keberadaan kendaraannya.<br />

*) Asisten Monev Satker Pembinaan Pembangunan<br />

Infrastruktur Perdesaan Direktorat<br />

Bina Program <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 27


GEMARPIJM<br />

Gema RPIJM<br />

Pembangunan di bidang keciptakaryaan<br />

me merlukan panduan yang jelas antara rencana<br />

Pemerintah, pemerintah propinsi serta<br />

pemerintah kabupaten/kota agar dapat ter -<br />

capai pembangunan infrastruktur yang terpadu,<br />

efektif, dan efisien. Untuk mencapai<br />

hasil yang maksimal, setiap pembangunan<br />

harus melewati tahapan evaluasi seperti diatur<br />

pada Peraturan Pemerintah Nomor 39<br />

Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian<br />

dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pem bangunan.<br />

Rencana Program Investasi Jangka Menengah<br />

(RPIJM) lahir dalam rangka mengatasi<br />

kebingungan Pemerintah (Di rek torat Jen deral<br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>) dalam memadukan ren cana<br />

strategisnya dengan rencana pem ba ngunan<br />

infrastruktur daerah. RPIJM me rupakan usaha<br />

DJCK dalam menjaring usu lan dari daerah<br />

untuk pembangunan di bi dang keciptakaryaan<br />

(bottom up). Karena usulan tersebut<br />

merupakan usulan yang akan didanai<br />

oleh APBN, maka tidak semua usulan dapat<br />

langsung disetujui melainkan harus disesuaikan<br />

dengan pagu dan target renstra<br />

serta memenuhi readiness criteria. RPIJM<br />

Suasana Kota Bandung<br />

SPPIP Memperkuat<br />

Dokumen RPIJM<br />

Ratih Fitriani*)<br />

Sebagian besar dokumen Rencana Program dan Investasi Jangka<br />

Menengah (RPIJM) yang dibuat oleh pemerintah daerah terkesan<br />

kurang serius terutama dalam melakukan analisis kebutuhan<br />

infrastrukturnya. Tahun 2010, DJCK memberikan bantuan teknis<br />

kepada daerah untuk menyusun dokumen SPPIP (Strategi<br />

Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan)<br />

sebagai dokumen pendukung RPIJM untuk memperkuat analisis<br />

kebutuhan pembangunan infrastruktur daerah.<br />

merupakan salah satu alat DJCK dalam menyusun<br />

dan mengusulkan kegiatan serta<br />

alokasi anggarannya.<br />

Sebagai informasi, Readiness criteria meru<br />

pakan kriteria yang disusun DJCK dalam<br />

menyaring usulan dari pemerintah daerah.<br />

Adapun readiness criteria tersebut adalah :<br />

Terdapat rencana kegiatan rinci (Jelas); terdapat<br />

Indikator kinerja untuk monitoring;<br />

kesiapan lahan/sudah tersedia lahan; tersedia<br />

DED; khusus pembangunan TPA dan IPAL<br />

sudah tersedia dokumen AMDAL; tersedia<br />

Dana Daerah Untuk Bersama (DDUB); jelas<br />

unit pelaksana kegiatan; jelas institusi pengelola<br />

pasca konstruksi.<br />

RPIJM berisi tentang analisis kelayakan<br />

program (feasibility study) untuk rencana<br />

pem bangunan infrastruktur bidang keciptakaryaan.<br />

Analisis kelayakan ini harus dilakukan<br />

dengan melihat kondisi, potensi<br />

mau pun peluang yang dapat dimanfaatkan<br />

pada kabupaten/kota yang bersangkutan sehingga<br />

dapat mencapai tujuan dan sasaran<br />

pembangunan perkotaan yang diinginkan.<br />

Oleh karena itu, RPIJM harus disusun secara<br />

profesional dengan tetap menekankan pro-<br />

ses partisipasi melalui dialog kebijakan antar<br />

aparat pemerintah daerah dengan pihakpihak<br />

terkait, masyarakat, profesional serta<br />

dialog investasi dengan masyarakat dunia<br />

usaha.<br />

Dari segi pendanaan, program investasi<br />

yang diusulkan tersebut dapat melibatkan<br />

atau memerlukan sumber dana baik dari<br />

pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/<br />

kota, badan usaha, swasta ataupun masyarakat.<br />

Analisis kebutuhan infrastruktur harus<br />

dilakukan secara tepat agar dokumen<br />

RPIJM tersebut dapat dengan lebih tegas<br />

menggambarkan kondisi dan kebutuhan<br />

dae rah terhadap infrastruktur keciptakaryaan.<br />

Terlaksananya kegiatan DJCK yang sesuai<br />

dengan RPIJM merupakan salah satu upaya<br />

pemenuhan kebutuhan infrastruktur daerah.<br />

Pembangunan yang sesuai dengan<br />

RPIJM akan bermanfaat bagi masyarakat.<br />

Tercapainya kinerja DJCK diukur berdasarkan<br />

pemanfaatan hasil pembangunannya oleh<br />

masyarakat (outcome). Dengan demikian dokumen<br />

RPIJM dapat dimanfaatkan sebagai<br />

langkah awal dalam mengevaluasi kinerja<br />

DJCK. RPIJM dapat menjadi salah satu alat<br />

ukur tercapainya kinerja DJCK.<br />

Kondisi yang terjadi saat ini adalah<br />

sebagian besar dokumen RPIJM yang dibuat<br />

oleh daerah terkesan kurang serius<br />

terutama dalam melakukan analisis kebutuhan<br />

infrastrukturnya. Hasil akhir dari doku<br />

men tersebut ternyata hanya berupa<br />

daf tar rencana pembangunan infrastruktur<br />

tanpa ada keterkaitan yang jelas dengan<br />

analisis yang dilakukan pada bab-bab sebe<br />

lumnya. Selain itu, dokumen RPIJM belum<br />

memperlihatkan tindak lanjut dari usulan<br />

tersebut, belum terlihat apa rencana<br />

pembangunan yang akan dilakukan oleh<br />

daerah tersebut untuk membuat infrastruktur<br />

yang telah terbangun dapat bermanfaat bagi<br />

masyarakat. Dengan kata lain, dokumen<br />

RPIJM saat ini belum menggambarkan secara<br />

tepat kebutuhan infrastruktur daerah. Untuk<br />

mengatasi kondisi itu, maka DJCK pada tahun<br />

2010 memberikan bantuan teknis kepada<br />

daerah untuk menyusun dokumen SPPIP<br />

(Stra tegi Pengembangan Permukiman dan<br />

Infrastruktur Perkotaan) sebagai dokumen<br />

pendukung RPIJM. Dokumen tersebut diha<br />

rapkan dapat memperkuat analisis kebutuhan<br />

pembangunan infrastruktur pada<br />

RPIJM masing-masing daerah.<br />

*) Staf Subdit Evaluasi Kinerja, Dit. Bina Program,<br />

<strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

28 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


RESENSI<br />

Resensi<br />

Rencana Strategis<br />

Direktorat Jenderal<br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

2010-2014<br />

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Na sional<br />

tahun 2010-2014 yang tercantum dalam Peraturan Presiden Republik<br />

Indonesia nomor 5 tahun 2010 maka perlu disusun Rencana Strategis<br />

Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> tahun 2010-2014. Rencana Strategis<br />

Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> tahun 2010-2014 dibuat dengan<br />

mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum<br />

Tahun 2010-2014 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri<br />

Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2010 tanggal 29 Januari 2010.<br />

Rencana Strategis Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> tahun 2010-<br />

2014 ini memuat arahan mandat undang-undang, tugas, fungsi,<br />

kewenangan, visi, misi dan tujuan <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>, serta rincian<br />

program dan kegiatan <strong>Ditjen</strong> tahun 2010-2014 dapat menjadi acuan<br />

bagi setiap Satminkal/Direktorat di lingkungan <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

dalam menyusun program dan kegiatan setiap tahun mulai tahun<br />

2010 hingga 2014.<br />

Susunan Renstra <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> 2010-2014 dimulai dengan<br />

pemaparan tentang kondisi dan tantangan penyelenggaraan bidang<br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>; visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>;<br />

strategi penyelenggaraan <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>; serta program dan kegiatan.<br />

Pembangunan infrastruktur bidang <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> (permukiman)<br />

mempuanyai manfaat langsung untuk peningkatan taraf hidup masyarakat<br />

dan kualitas lingkungan, karena semenjak tahap konstruksi<br />

telah dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus<br />

menggerakkan sektor riil.<br />

Sementara pada masa layanan, berbagai multiplier<br />

ekonomi dapat dibangkitkan melalui kegiatan pengoperasian<br />

dan pemeliharaan in fastruktur. Infrastrktur bidang <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

(permukiman) yang te lah terbangun tersebut pada akhirnya<br />

juga memperbaiki kualitas per mukiman.<br />

Dengan demikian, pembangunan infrastruktur bidang <strong>Cipta</strong><br />

<strong>Karya</strong> (permukiman) pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai 3<br />

(tiga) strategic goals yaitu; a) meningkatkan pertumbuhan ekonomi<br />

kota dan desa, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran<br />

pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan akses<br />

infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal; b) meningkatkan<br />

kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan<br />

dan memperluas lapangan kerja; c) meningkatkan kualitas<br />

lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi luas kawasan kumuh,<br />

meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan kawas an<br />

permukiman dan peningkatan pelayanan dan infrastruktur permukiman.<br />

Untuk mewujudkan tiga strategic goal di atas tugas pembangunan<br />

infrastruktur bidang <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> (permukiman) diwujudkan dengan<br />

dua pendekatan: i) pendekatan skala kabupaten kota melalui tugas<br />

pengaturan, pembinaan dan pengawasan bidang permukiman; ii)<br />

pendekatan skala kawasan melalui tugas pembangunan infrastruktur<br />

permukiman.<br />

Buku ini dilengkapi dengan diagram dan tabel seluruh kegiatan<br />

2010-2014. Buku ini wajib dimiliki oleh semua pejabat di lingkungan<br />

<strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>. Karena dalam buku ini memuat acuan dalam<br />

penyusunan program, rencana kerja serta Anggaran <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

mulai tahun 2010, 2011, 2012, 2013 sampai dengan 2014. (dvt)<br />

Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010 29


SEPUTARKITA<br />

Seputar Kita<br />

2010, 14 TPA Uji Coba<br />

Sistem Sanitary Landfill<br />

Pada tahun 2010 ini, sebanyak 14 Tempat Pembuangan Akhir<br />

(TPA) sampah di 13 propinsi telah melakukan uji coba operasi dan<br />

pemeliharaan dengan menggunakan sistem sanitary landfill. Beberapa<br />

TPA yang sudah menjalankan uji coba diantaranya adalah TPA Bengkala<br />

di Propinsi Bali, TPA Kota Manado, TPA Malang di Provinsi Jawa Timur<br />

dan TPA Kota Kupang di Provinsi NTT. Uji coba ini merupakan hasil<br />

bantuan teknis yang dilakukan oleh <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>.<br />

“Beberapa TPA saat ini sudah selesai melakukan uji coba, sedangkan<br />

lainnya sedang berjalan. Untuk tahun ini <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

akan melakukan bantuan teknis di 14 TPA, sisanya akan dilakukan di<br />

tahun 2011. TPA Bengkala di Bali akan menjadi contoh sukses sistem<br />

sanitary landfill,” kata Kasubdit Pengelolaan dan Pengusahaan Dit.<br />

PLP Endang Setyaningrum dalam acara “Konsinyasi Bantuan Teknis<br />

Operasi dan Pemeliharaan TPA Sanitary Landfill” di Jakarta, Jumat (6/8).<br />

(dvt)<br />

Pemerintah Susun<br />

RUU Pengelolaan Air Limbah<br />

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum tengah<br />

me nyusun Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Air<br />

Limbah. Sampai saat ini, penyiapan RUU tersebut sudah sampai pada<br />

tahap penyusunan draft rancangan undang-undang. Draft RUU ini<br />

diharapkan dapat menjadi bahan pemenuhan syarat pengajuan<br />

sebuah RUU sesuai dengan tata cara pembentukan Peraturan<br />

Perundangan yang berlaku di Indonesia.<br />

Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman<br />

(PLP) <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Syukrul Amien mengatakan, Draft RUU ini<br />

merupakan kelanjutan dari Penyusunan Naskah Akademik RUU<br />

Pengelolaan Air Limbah pada 2009 lalu. Penyusunan legal drafting ini<br />

merupakan langkah awal pembuatan undang-undang tentang air<br />

limbah.<br />

“Memang perlu waktu panjang untuk menjadi undang-undang,<br />

tapi yang penting kita sudah memulai,” katanya, saat membuka<br />

“Diskusi Pakar I Pemantapan Muatan Naskah Akademik Penyusunan<br />

Draft Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Air Limbah,” di Jakarta,<br />

Rabu (18/8). (dvt)<br />

DWP <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Berikan Bantuan Pendidikan<br />

Hipno.JPGDharma Wanita Persatuan (DWP) <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> peduli<br />

pada masalah pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan diserahkannya<br />

beasiswa pendidikan kepada tujuh orang pelajar di lingkungan <strong>Ditjen</strong><br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> masing-masing sebesar 250 ribu rupiah. Penyerahan<br />

dilakukan secara simbolik kepada orang tua pelajar oleh Ketua DWP<br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Erna Budi Yuwono di Ruang Rapat Direktur Air Minum,<br />

Senin (9/8).<br />

Dalam kesempatan tersebut, Erna Budi Yuwono mengatakan,<br />

uang beasiswa ini agar dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. “Jumlah<br />

uangnya memang tidak besar, tapi saya harap dapat menjadi motivasi<br />

bagi anak untuk sukses dan meraih cita-cita yang diinginkan,” katanya.<br />

(dvt)<br />

30 Buletin <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> - 08/Tahun VIII/Agustus 2010


Segenap Pimpinan dan Staf<br />

Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Mengucapkan<br />

selamat menunaikan<br />

ibadah puasa ramadhan<br />

1431 h


Segenap Pimpinan<br />

dan Staf Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Mengucapkan<br />

dirgahayu kemerdekaan RI<br />

ke-65<br />

semangat kemerdekaan<br />

untuk membangun bangsa<br />

www.flickr.com/photos/memet/3703041609

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!