06.02.2015 Views

Download - Ditjen Cipta Karya

Download - Ditjen Cipta Karya

Download - Ditjen Cipta Karya

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Kampanye<br />

Mitigasi Bencana<br />

Sasar Pelajar<br />

10<br />

Menuju Sanitasi Aman<br />

di Yogya Nyaman<br />

15<br />

Quick Wins Indonesia<br />

untuk Lingkungan<br />

22<br />

kementerian<br />

pekerjaan umum<br />

Edisi 11/Tahun X/November 2012<br />

<strong>Karya</strong> <strong>Cipta</strong> Infrastruktur Permukiman<br />

Memacu Perda<br />

dalam<br />

Satu Dasawarsa<br />

UUBG<br />

PLUS!


daftar isiEdisi<br />

114Tahun X4November 2012<br />

Berita Utama<br />

4<br />

7<br />

10<br />

12<br />

13<br />

Memacu Perda<br />

dalam Satu Dasawarsa<br />

UUBG<br />

Mari Membangun<br />

dengan Baik dan Benar<br />

Kampanye Mitigasi<br />

Bencana<br />

Sasar Pelajar<br />

Wujudkan Perda<br />

Bangunan Gedung<br />

Pelaksanaan Perda BG<br />

Kota Probolinggo<br />

liputan khusus<br />

Menuju Sanitasi Aman<br />

15 di Yogya Nyaman<br />

18<br />

4<br />

info baru<br />

18<br />

20<br />

22<br />

Rakertas Kemen PU 2012:<br />

Kenaikan Anggaran<br />

Untuk Capai MDGs Air Minum<br />

Pamsimas Tahap Dua<br />

Diluncurkan<br />

Quick Wins Indonesia<br />

untuk Lingkungan<br />

24<br />

20<br />

24<br />

26<br />

PDAM Didorong<br />

Susun Model Rencana<br />

Pengamanan Air Minum<br />

Penanganan Pengaduan Masyarakat<br />

Wujud Nyata, Reformasi Tata Kelola<br />

Pemerintahan<br />

inovasi<br />

Perencanaan Partisipatif<br />

28 RIS-PNPM<br />

Mulai Diintegrasikan<br />

PLUS!<br />

26<br />

28<br />

2


editorial<br />

Pelindung<br />

Pelindung<br />

Budi Yuwono Budi Yuwono P<br />

Penanggung Jawab<br />

Penanggung Jawab<br />

Antonius Budiono<br />

Antonius Budiono<br />

Dewan Redaksi<br />

Dewan Redaksi<br />

Susmono, Danny Sutjiono,<br />

Dadan Krisnandar, Danny Sutjiono, M. Sjukrul<br />

M. Sjukrul Amin, Amwazi Idrus,<br />

Amin, Amwazi Idrus, Guratno Hartono,<br />

Tamin<br />

Guratno<br />

MZ.<br />

Hartono,<br />

Amin, Nugroho<br />

Tamin MZ.<br />

Tri<br />

Amin,<br />

Utomo<br />

Nugroho Tri Utomo<br />

Pemimpin Redaksi<br />

Sri<br />

Pemimpin<br />

Murni Edi<br />

Redaksi<br />

K, Sudarwanto<br />

Dian Irawati, Sudarwanto<br />

Penyunting dan Penyelaras Naskah<br />

T.M. Penyunting Hasan, Bukhori dan Penyelaras Naskah<br />

T.M. Hasan, Bukhori<br />

Bagian Produksi<br />

Erwin Bagian A. Produksi Setyadhi, Djoko Karsono,<br />

Diana Erwin A. Kusumastuti, Setyadhi, Djoko Bernardi Karsono, Heryawan,<br />

M. Diana Sundoro, Kusumastuti, Chandra Bernardi RP. Situmorang, Heryawan,<br />

Fajar M. Sundoro, Santoso, Chandra Ilham Muhargiady, RP. Situmorang, Dian Irawati,<br />

Desrah, Fajar Santoso, Wardhiana Ilham Suryaningrum, Muhargiady, R. Julianto,<br />

Bhima Sri Murni Dhananjaya, Edi K, Desrah, Djati Waluyo Widodo,<br />

Indah Wardhiana Raftiarty, Suryaningrum, Danang Pidekso R. Julianto,<br />

Bagian<br />

Bhima Dhananjaya,<br />

Administrasi<br />

Djati<br />

& Distribusi<br />

Waluyo Widodo,<br />

Luargo, Indah Raftiarty, Joni Santoso, Danang Nurfathiah Pidekso<br />

Kontributor<br />

Bagian Administrasi & Distribusi<br />

Dwityo Luargo, A. Joni Soeranto, Santoso, Hadi Nurfathiah Sucahyono,<br />

Nieke Kontributor Nindyaputri, R. Mulana MP. Sibuea,<br />

Adjar Dwityo Prajudi, A. Soeranto, Rina Farida, Hadi Sucahyono,<br />

Didiet A. Akhdiat,<br />

RG. Nieke Eko Nindyaputri, Djuli S, Dedy R. Permadi, Mulana MP. Sibuea,<br />

Th<br />

Adjar<br />

Srimulyatini<br />

Prajudi, Rina<br />

Respati,<br />

Farida,<br />

Joerni<br />

Didiet<br />

Makmoerniati,<br />

A. Akhdiat,<br />

Syamsul Hadi, Hendarko Rudi S, Iwan Dharma S,<br />

RG. Eko Djuli S, Dedy Permadi, Th Srimulyatini<br />

Rina Agustin, Handy B. Legowo,<br />

Respati, Joerni Makmoerniati, Syamsul Hadi,<br />

Dodi Krispatmadi, Rudi A. Arifin,<br />

Endang<br />

Hendarko<br />

Setyaningrum,<br />

Rudi S, Iwan Dharma<br />

Alex A. Chalik,<br />

S, Rina Agustin,<br />

Djoko Handy Mursito, B. Legowo, N. Sardjiono, Dodi Krispatmadi,<br />

Oloan Rudi A. M. Arifin, Simatupang, Endang Setyaningrum,<br />

Hilwan, Kun Hidayat S,<br />

Deddy Alex A. Sumantri, Chalik, Djoko Halasan Mursito, Sitompul, N. Sardjiono,<br />

Sitti Oloan Bellafolijani, M. Simatupang, M. Aulawi Hilwan, Dzin Kun Nun, Hidayat S,<br />

Ade Deddy Syaiful Sumantri, Rahman, Halasan Aryananda Sitompul, Sihombing,<br />

Agus Sitti Bellafolijani, Achyar, Ratria M. Anggraini, Aulawi Dzin Nun,<br />

Dian Ade Syaiful Suci Hastuti, Rahman, Emah Aryananda Sudjimah, Sihombing,<br />

Susi Agus MDS Achyar, Simanjuntak, Ratria Anggraini, Didik S. Dian Fuadi, Suci Hastuti,<br />

Kusumawardhani, Emah Sudjimah, Susi Airyn MDS Saputri, Simanjuntak,<br />

Budi Didik Prastowo, S. Fuadi, Kusumawardhani, Aswin G. Sukahar, Airyn Saputri,<br />

Wahyu Budi Prastowo, K. Susanto, Aswin Putri G. Intan Sukahar, Suri,<br />

Siti<br />

Wahyu<br />

Aliyah<br />

K. Susanto,<br />

Junaedi<br />

Putri Intan Suri,<br />

Alamat Siti Aliyah Redaksi Junaedi<br />

Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110<br />

Telp/Fax. Alamat Redaksi 021-72796578<br />

Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110<br />

Email<br />

Telp/Fax. 021-72796578<br />

publikasi_djck@yahoo.com<br />

Email<br />

publikasi_djck@yahoo.com<br />

website<br />

http://ciptakarya.pu.go.id<br />

twitter<br />

@ditjenck<br />

Cover :<br />

Pemenang kedua Lomba Foto dalam rangka<br />

Satu Dasawarsa UUBG<br />

(Foto: Hendra Permana)<br />

Dasawarsa UUBG, Perda<br />

Masih Adem Ayem<br />

Dalam keseharian, masyarakat banyak yang kurang memahami persoalan gedung<br />

dan bangunan. Contohnya, dalam mengubah fungsi hunian menjadi toko sebagai<br />

fungsi komersial yang tidak dibarengi atau disesuaikan standar teknisnya. Belum lagi<br />

bicara alih fungsi lahan menjadi bangunan gedung yang terdesak dengan kapitalisasi<br />

global (contoh mall, sentra ekonomi, dst), maupun laju pertumbuhan penduduk<br />

yang semakin menghabiskan lahan pertanian (perumahan, swadaya maupun<br />

oleh pengembang), semakin menambah ketidakberesan dalam penyelenggaraan<br />

bangunan gedung. Partisipasi masyarakat dan tanggung jawab pemerintah daerahnya<br />

yang kurang seringkali menghambat perwujudan bangunan gedung yang tertib dan<br />

andal. Bangunan gedung yang tertib dan andal pada akhirnya menjadikan kawasan<br />

permukiman yang baik, teratur, dan tangguh menghadapi bencana.<br />

Salah satu kementerian yang bertanggung jawab dengan persoalan bangunan<br />

gedung adalah Kementerian Pekerjaan Umum dalam unit kerjanya di Direktorat<br />

Penataan Bangunan dan Lingkungan <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>. Lebih dari 10 tahun yang<br />

lalu, Kemen PU menjadi salah satu pelopor lahirnya Undang-Undang Nomor 28 tahun<br />

2002 tentang Bangunan Gedung. Menyadari bahwa UU BG saja tidak cukup, tiga tahun<br />

kemudian diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 sebagai<br />

peraturan pelaksana UUBG. Namun, untuk diterapkan ke tengah masyarakat masih<br />

diperlukan Peraturan Daerah (Perda) terkait BG.<br />

Di sinilah masalahnya, amanat UUBG untuk ditindaklanjuti menjadi Perda dalam<br />

lima tahun sejak diundangkan ternyata masih disikapi adem ayem oleh Pemda.<br />

Selama satu dasawarsa berjalan baru ada 106 Perda yang diterbitkan atau 21 persen<br />

dari total jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia. Tentu saja sangat menyedihkan<br />

jika menengok peristiwa belakangan yang menimpa bangunan gedung di Indonesia<br />

dengan berkaca pada rawannya bangunan gedung di sirkuit bencana gempa bumi<br />

yang mengepung Indonesia seperti cincin. Bukan masalah nature bencana semata,<br />

melainkan ketidakandalan gedung dan ketidaktertibannya dengan dibangun di lokasi<br />

yang tak lazim untuk bermukim.<br />

Momentum dasawarsa UUBG dimanfaatkan <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> untuk melakukan<br />

upaya percepatan penerbitan Perda BG di daerah serta sosialisasi kepada masyarakat<br />

luas akan hak, tanggung jawab, dan perannya dalam penyelenggaraan bangunan<br />

gedung. Salah satu titik sasaran adalah komitmen Pemda, penyadaran bahwa Perda<br />

mengenai IMB dan retribusi saja tidak cukup. Perda BG tak hanya mengatur administratif,<br />

melainkan teknis yang harus dibarengi dengan sanksi ketat. Semoga peringatan<br />

dasawarsa Implementasi UUBG ini dapat membuahkan hasil, bukan nihil. (bcr)<br />

Selamat membaca dan berkarya!<br />

Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> ke email publikasi_djck@yahoo.com<br />

atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

3


erita utama<br />

Foto : M. Reva S<br />

Memacu Perda<br />

dalam Satu Dasawarsa UUBG<br />

Foto : Danang Pidekso<br />

Jika menengok kondisi geografis<br />

Indonesia kekinian, sebutan negara yang<br />

dikepung ring of fire (cincin api) menjadi<br />

makin akrab terdengar. Banyak korban jiwa<br />

oleh bencana gempa. Ironisnya, bukan<br />

oleh gempanya sendiri, melainkan karena<br />

banyak bangunan yang ditempati tidak<br />

handal, baik konstruksi maupun lokasi,<br />

dalam memperhitungkan keselamatan<br />

penghuninya.<br />

Foto Atas : Salah satu gedung pemerintahan di Kota Padang yang terkena<br />

dampak gempa 2010 lalu<br />

Foto Bawah : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Guratno Hartono<br />

(kanan) menyerahkan ikon kampanye ‘BangUnan’ kepada Dirjen <strong>Cipta</strong><br />

<strong>Karya</strong><br />

Sebelum tsunami Aceh maupun gempa dahsyat di<br />

Yogyakarta, sudah lama soal ini menjadi perhatian<br />

serius Kementerian Pekerjaan Umum. Melalui<br />

Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>, sejak 10 tahun lalu<br />

sudah mengawal lahirnya Undang-Undang Nomor<br />

28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (selanjutnya disebut<br />

UUBG).<br />

Mematuhi peraturan dalam undang-undang (UU) adalah<br />

sebuah pilihan wajib. Kenapa wajib, karena jika tidak dipatuhi<br />

akan merugikan, bagi diri sendiri maupun orang lain, bahkan<br />

merugikan sebuah peradaban.<br />

Jika UUD 1945 memayungi penduduk, bangsa, dan negara<br />

Indonesia hingga membentuk paras peradaban Indonesia saat<br />

ini, bagaimana dengan UU lainnya seperti UUBG yang kini telah<br />

memasuki usianya yang kesepuluh. Perubahan atau amandemen<br />

UUD 1945 sudah dilakukan empat kali, dan ini menjadi bukti ada<br />

dialog intensif antara pelaku dengan UU itu sendiri. Pada akhirnya<br />

ini dibaca sebagai bentuk kepedulian yang berujung pada<br />

pelaksanaan.<br />

Membandingkan dengan UUD 1945 tentu saja tidak fair, ibarat<br />

membandingkan sukses sang ayah dengan si anak. Anggota Komisi


erita utama<br />

V DPR RI, Erman Sutarman, menengarai kurangnya pemahaman<br />

masyarakat. Ini ia tegaskan sebagai kurangnya sosialisasi UU BG<br />

kepada masyarakat. UUBG ini diterapkan agar bangunan gedung<br />

dibangun untuk menjamin keandalannya. “UU BG juga memuat<br />

peran masyarakat, antara lain ikut menjaga ketertiban bangunan<br />

dan lingkungan, serta memberi informasi atau masukan kepada<br />

Pemda jika ada yang membangun bangunan dan menyalahi tata<br />

ruang, serta membahayakan masyarakat,” kata Erman.<br />

Kurangnya sosialisasi diakui sendiri oleh Menteri Pekerjaan<br />

Umum Djoko Kirmanto. Ia mengatakan, UUBG dapat diaplikasikan<br />

dengan baik jika ditindaklanjuti dengan peraturan pemerintah<br />

(PP). Lalu, PP tersebut harus ditindaklanjuti melalui Peraturan<br />

Daerah (Perda). Namun ia menyayangkan hingga saat ini baru<br />

sedikit pemerintah daerah yang telah memiliki Perda BG. Apakah<br />

masyarakat masyarakat dan belum sepenuhnya memahami<br />

urgensi UUBG Apakah benar belum disosialisasikan secara<br />

intensif melalui uji publik sebelum disahkan<br />

Selanjutnya Menteri PU menegaskan, sangat kecil<br />

kemungkinan UUBG belum menampung aspirasi masyarakat.<br />

Artinya, aspirasi masyarakat seharusnya sudah terelaborasi<br />

karena sudah disahkan oleh DPR yang pasti melalui diskusi yang<br />

melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai pemerintah<br />

pusat, Pemda, tokoh masyarakat, serta instansi terkait.<br />

UUBG mengatur tentang bangunan gedung di Indonesia<br />

dan bertujuan mewujudkan bangunan gedung yang fungsional,<br />

Foto : Buchori<br />

Foto Atas : Perumahan di atas air menjadi ciri khas suku bajo di sulawesi<br />

Foto Bawah : Bangunan Rusunawa yang menerapkan keandalan dan aksesibilitas<br />

bagi para difabel<br />

andal, efisien, dan tertib, serta terwujudnya kepastian hukum<br />

dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Selain itu, UUBG juga<br />

mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan administratif dan<br />

teknis bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung,<br />

peran masyarakat, pembinaan, dan sanksi.<br />

Penyelenggaraan bangunan gedung dalam dua dekade<br />

terakhir berkembang sangat pesat. Namun belum ada jaminan<br />

terwujudnya bangunan gedung yang fungsional, efisien, andal,<br />

serta tertib dalam pembangunannya. Dengan otonomi daerah,<br />

peran Pemda menjadi sangat vital dalam pembinaan dan<br />

pengawasan bangunan gedung di daerahnya masing-masing.<br />

Foto : Kurniawan Arie Wibowo<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

5


erita utama<br />

Foto : Buchori<br />

Perda Bangunan Gedung Ujung Tombak UUBG<br />

Undang-Undang Bangunan Gedung mengusung jargon<br />

‘Mewujudkan Bangunan yang Lebih Baik’. Implementasi UUBG<br />

belum ditindaklanjuti oleh semua Pemda dengan penerbitan<br />

Peraturan Daerah Bangunan Gedung (Perda BG). Sangat<br />

memprihatinkan, karena UUBG mengamanatkan Pemda<br />

menindaklanjutinya dengan Perda.<br />

Setelah 10 tahun diberlakukan, UUBG baru dipatuhi oleh<br />

sekitar 105 kabupaten/kota (21%) dari total 498 kabupaten/<br />

kota seluruh Indonesia dengan menerbitkan Perda BG (Sumber:<br />

Data BPS tahun 2010). Padahal risikonya, tanpa Perda BG akan<br />

banyak bagunan gedung didirikan yang tidak memenuhi syarat,<br />

baik teknis maupun adminsitrasi. Renstra <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

mentargetkan pada tahun 2020, semua kabupaten/kota sudah<br />

menerapkan Perda BG.<br />

Perda BG mengelaborasi muatan-muatan lokal, baik geografis,<br />

peninggalan sejarah, maupun aturan lainnya seperti Rencana<br />

Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah. Dengan Perda BG, pemilik<br />

dan pengguna BG memiliki dasar hukum dan acuan sehingga<br />

bangunan yang didirikan memenuhi persyaratan.<br />

Lambannya penetapan Perda BG di beberapa kabupaten/kota<br />

bisa saja disebabkan karena belum ada komitmen dan kesadaran,<br />

baik dari Pemda maupun DPRD utnuk memprioritaskan<br />

penetapannya. Alasan lain bagi kebanyakan mereka adalah<br />

penilaian bahwa pengaturan mengenai bangunan gedung sudah<br />

cukup diatur melalui Perda tentang Retribus IMB.<br />

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum terus<br />

memacu dan mendorong sosialisasi dan implementasi<br />

UUBG. Kementerian PU telah melakukan perubahan strategi<br />

dengan melakukan percepatan penyusunan Perda BG melalui<br />

pendampingan kepada aparat Pemda. Upaya percepatan tersebut<br />

dilakukan <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> bertepatan dengan usia UUBG<br />

kesepuluh (satu dasawarsa).<br />

Percepatan implementasi UUBG mengacu pada UU dan<br />

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2005 tentang Peraturan<br />

Pelaksanaan UUBG. Pada pasal 119, PPBG mengamanatkan paling<br />

lambat dalam lima tahun atau pada 2010, seluruh bangunan<br />

gedung wajib memiliki sertifikat laik fungsi (SLF) yang diatur<br />

6<br />

dalam Perda. Dengan kata lain, mestinya pada tahun 2010 semua<br />

Pemda sudah memiliki Perda BG.<br />

Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Budi Yuwono mengatakan banyak alasan<br />

mengapa masih sedikit Pemda yang memiliki Perda BG. Ia<br />

mengatakan, pengaturan bangunan gedung dan permukiman<br />

belum menjadi prioritas, UUBG belum banyak dimengerti, bahkan<br />

ada aspek politis DPRD setempat. Karenanya Budi Yuwono<br />

meminta pejabat eksekutif Pemda harus mampu menjelaskan<br />

urgensi keberadaan Perda BG.<br />

“Masih ditemukan pemahaman yang keliru terhadap IMB, yang<br />

diartikan sebagai penarikan retribusi atau pendapatan daerah.<br />

Seharusnya IMB dipahami sebagai alat pengendali dalam<br />

penyelenggaraan bangunan gedung,” kata Budi.<br />

Hal itu menjadi dasar bahwa payung dikeluarkannya IMB<br />

adalah Perda BG, karena dalam Perda BG diatur persyaratan<br />

administratif dan teknis dalam proses penyelenggaraan BG.<br />

Atas dasar itu, pemerintah terus mamacu dengan pembinaan<br />

dan pendmapingan kepada daerah dan menerapkan strategi<br />

komunikasi yang lebih baik kepada para pemangku kepentingan.<br />

Targetnya, dalam kurun delapan tahun (hingga 2020), seluruh<br />

kabupaten/kota sudah memiliki Perda BG, dan seluruh BG harus<br />

menerapkan seluruh persyaratan yang tertuang dalam UUBG.<br />

(bcr/berbagai sumber)<br />

Foto Atas : Salah satu gedung tua di kawasan kota lama Kota Semarang<br />

Foto Bawah : Gedung PDAM Tirta Nadi di tengah-tengan permukiman padat Kota<br />

Medan<br />

Foto : Buchori


erita utama<br />

Mari Membangun<br />

dengan Baik dan Benar<br />

UUBG mengamanatkan kepada<br />

masyarakat agar membangun gedung<br />

atau permukiman harus sesuai dengan<br />

standar kelayakan fungsi. Jika diterapkan<br />

dengan baik akan menciptakan<br />

pola permukiman yang sehat dan<br />

berkesinambungan.<br />

Ada beberapa persyaratan agar bangunan gedung<br />

memiliki kriteria andal. Diantaranya meliputi<br />

persyaratan adimintratif dan teknis. Persyaratan<br />

administratif meliputi status hak atas tanah, status<br />

kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan<br />

bangunan. Sedangkan secara teknis meliputi persyaratan tata<br />

bangunan dan keandalan bangunan gedung.<br />

Tak hanya mengatur administratif, UUBG juga mengatur<br />

persyaratan tata bangunan, peruntukkan dan intensitas, arsitektur,<br />

pengendalian dampak lingkungan, keandalan, keselamatan,<br />

kesehatan, kenyamanan, kemudahan, dan juga mengatur<br />

persyaratan bangunan gedung dengan fungsu khusus.<br />

Rehabilitasi gedung Museum Fatahillah kota tua Jakarta<br />

Foto : Buchori<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

7


erita utama<br />

Foto : M. Indra<br />

Foto Atas : Perumahan yang menjaga<br />

nilai tradisional di kota<br />

Palembang ditunjang<br />

infrastruktur jalan<br />

Foto Bawah : Perumahan di pinggiran<br />

Kota Balikpapan tidak<br />

mengindahkan keberadaan<br />

bendungan yang setiap<br />

saat bisa meluap atau<br />

longsor<br />

Persyaratan peruntukkan dan instensitas bangunan gedung<br />

berhubungan dengan persyaratan lokasi yang tidak boleh<br />

mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan,<br />

dan fungsi prasarana dan sarana umum, serta ketinggian gedung.<br />

Persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi<br />

bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting<br />

terhadap lingkungan. Persyaratan ini berpedoman pada UU<br />

tentang pengelolaan lingkungan hidup yangmengatur tentang<br />

kewajiban setiap usaha dan/atau kegiatan yangmenibulkan<br />

dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup untuk<br />

Foto : Buchori<br />

8


erita utama<br />

wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)<br />

untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.<br />

Sedangkan persyaratan keandalan antara lain; pertama,<br />

keselamatan. Syarat ini berkenaan dengan persyaratan<br />

kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban<br />

muatan, kemampuan bangunan gedung dalam mencegah<br />

dan menanggulangi bahaya kebakaran dengan melakukan<br />

pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi<br />

pasif dan atau proteksi aktif serta bahaya petir melalui sistem<br />

penangkal petir.<br />

Kedua, kesehatan. Syarat ini terkait sirkulasi udara,<br />

pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan banahan bangunan<br />

gedung. Ketiga, kenyamanan, terkait dengan ruang gerak dan<br />

hubungan antar ruang, kondisi dalam ruang, pandangan, serta<br />

tingkat getaran dan kebisingan.<br />

Keempat, kemudahan. Ini terkait akses bangunan gedung,<br />

termasuk tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah,<br />

aman, dan nyaman bagi penyandang cacat dan lanjut usia, serta<br />

penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti,<br />

ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas<br />

komunikasi dan informasi.<br />

Penyelenggaraan BG<br />

Penyelenggaraan Bangunan Gedung (BG) dalam UUBG adalah<br />

kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan<br />

teknis dan pelaksanaan konstruksi serta kegiatan pemanfaatan,<br />

pelestarian, dan pembongkaran. Kegiatan ini umumnya dilakukan<br />

oleh penyedia jasa konstruksi melalui tahapan perencanaan dan<br />

pelaksanaan dengan diawasi oleh pemilik BG.<br />

Pembangunan BG bisa dilakukan di tanah milik sendiri maupun<br />

tanah milik pihak lain. Pembangunan BG umumnya dilaksanakan<br />

setelah rencana teknis BG disetujui oleh Pemda dalam bentuk<br />

terbitnya IMB.<br />

Kegiatan pemanfaatan BG dilakukan oleh pemilik atau<br />

pengguna setelah dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi.<br />

BG dinyatakan memenuhi laik fungsi bia dinilai telah memenuhi<br />

persyaratan teknis. Agar persyaratan laik fungsi tetap terjaga,<br />

pemilik atau pengguna BG wajib melakukan pemeliharaan,<br />

perawatan, dan pemeriksaan secara berkala terhadap BG.<br />

Kegiatan pelestarian hanya dilakukan khusus untuk BG<br />

yang ditetapkan pemerintah sebagai cagar budaya yang harus<br />

dilindungi dan dilestarikan. UUBG ini juga mengatur ketentuan<br />

pembongkaran yang dapat dilakukan karena alasan-alasan<br />

tertentu. BG dapat dibongkar bila tidak laik fungsi dan tidak dapat<br />

diperbaiki, dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan dan<br />

atau lingkungannya, serta bila tidak memiliki IMB.<br />

Hak dan Kewajiban Pemilik BG<br />

UUBG juga mengatur hak dan kewajiban pemilik BG yang<br />

tertuang dalam Pasal 40 dan 41 UUBG. Hak-hak pemilik BG<br />

antara lain; pertama mendapatkan pengesahan dari Pemda atas<br />

rencana teknis BG yang telah memenuhi persyaratan. Kedua,<br />

melaksanakan pembangunan BG sesuai dengan perizinan yang<br />

ditetapkan Pemda. Ketiga, mengubah fungsi BG setelah mendapat<br />

izin tertulis dari Pemda. Keempat, mendapatkan ganti rugi sesuai<br />

peraturan perundangan bila bangunannya dibongkar oleh Pemda<br />

yang bukan diakibatkan oleh kesalahannya.<br />

Sedangkan kewajiban pemilik BG antara lain; pertama,<br />

Foto : Danang Pidekso<br />

Rusunawa Kota Pekalongan dilengkapi fasilitas<br />

umum untuk anak-anak bermain<br />

menyediakan rencana teknis BG yang memenuhi syarat yang<br />

ditetapkan sesuai fungsinya. Kedua, memiliki IMB. Ketiga,<br />

melaksanakan pembangunan BG sesuai rencan ateknis yang<br />

disahkan dan diolakukan dalam batas waktu berlakunya IMB.<br />

Keempat, mendapat pengesahan dari Pemda atas perubahan<br />

rencana teknis BG yang terjadi pada tahap pelaksanaan BG.<br />

Pemilik juga dikenakan kewajiban; pertama, memanfaatkan<br />

BG sesuai fungsinya. Kedua, memelihara dan atau merawat BG<br />

secara berkala. Ketiga, melaksanakan pememriksaan secara<br />

berkala ata skelaikan fungsi BG. Keempat, memperbaiki BG yang<br />

telah ditetpkan tidak laik fungsi. Kelima, membongkar BG yang<br />

telah ditetapkan tidak laik fungsi dan tak dapat diperbaiki, dapat<br />

membahayakan pemanfaat dan lingkungannnya, tidak memiliki<br />

IMB.<br />

Mengapa peran Pemda sangat penting bisa dijawab karena<br />

dalam ketentuan syarat admintratif dan teknis ini ditetapkan<br />

oleh Pemda sesuai dengan kondisi sosial dan budaya setempat.<br />

Ketentuan yang dimaksud adalah bangunan gedung adat,<br />

bangunan gedung semi permanen, darurat, dan yang dibangun di<br />

lokasi rawan bencana.<br />

Peran masyarakat juga disebutkan, yaitu memantau dan<br />

menjaga ketertiban penyelenggaraan, memberi masukan kepada<br />

Pemda dalam penyempuranaan peraturan, pedoman, standar<br />

teknis di bidang bangunan gedung. Masyarakat juga berhak<br />

menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi<br />

yang berwenang terhadap penyusunan rencana tata bangunan<br />

dan lingkungan, rencana teknis banguan gedung tertentu, dan<br />

kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting<br />

terhadap lingkungan, melaksanakan gugatan perwakilan<br />

terhadap bangunan gedung yang mengganggu, merugikan, dan/<br />

atau membahayakan kepentingan umum.<br />

Pemahaman Pemdan dan masyarakatnya bukan diwajibkan<br />

oleh siapa kepada siapa, namun kondisi wilayah Indonesia<br />

seharunya sudah mewajibkan kesadaran tersebut. Wilayah<br />

Indonesia, sebagaimana banyak disebutkan, berada di pertemuan<br />

tiga lempeng besar dunia yang menyebabkan sebagian besar<br />

wilayahnya memiliki tingkat risiko yang tinggi terhadap bencana<br />

gempa bumi. (bcr/berbagai sumber)<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

9


erita utama<br />

Kampanye Mitigasi Bencana<br />

Sasar Pelajar<br />

Foto : Danang Pidekso<br />

“Kebakaraaan...... kebakaraaan......, jangan<br />

panik, hubungi 113”, teriak Aldi, siswa<br />

SDN Kramat 01 Pagi kepada temantemannya<br />

di aula SMP Islam Meranti,<br />

Kelurahan Bungur, Pasar Senen, Jakarta<br />

Pusat. Ia dibantu guru-gurunya kemudian<br />

mengevaluasi teman-temannya melalu<br />

jalur tangga yang disediakan.<br />

Situasi itu terjadi pada simulasi mitigasi bencana<br />

dalam rangka satu dasawarsa implementasi Undang-<br />

Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan<br />

Gedung (selanjutnya disingkat UUBG), Selasa (6/11).<br />

Dalam sosialisasi tersebut, tidak kurang dari 100<br />

siswa-siswi sekolah di Kecamatan Pasar Senen dipahamkan<br />

tentang tanda-tanda terjadinya bencana, dikenalkan peralatan<br />

yang dapat digunakan, bagaimana mengoperasikannya, dan apa<br />

saja yang harus dilakukan saat terjadi bencana.<br />

Simulasi penanganan kebakaran oleh siswa-siswi SMP di<br />

Mayestik Kebayoran Baru Jakarta Selatan<br />

Kecamatan Pasar Senin, Jakarta Pusat, memiliki enam kelurahan<br />

dan menjadi salah satu jantung Jakarta yang paling padat. Dengan<br />

kepadatan ini, bahaya kebakaran selalu mengancam setiap saat.<br />

Terakhir kali si ‘Jago Merah’ mengamuk di kawasan Pasar Gaplok.<br />

Sayangnya, bahaya laten kebakaran ini tidak diantisipasi dengan<br />

kelengkapan prasarana dan sarana memadai.<br />

Seperti dituturkan oleh salah satu petugas Dinas Pemadam<br />

Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, Jakarta Pusat, M.<br />

Supandi, dari sekitar 20 titik hidran yang ada, hanya empat saja<br />

yang bisa dimanfaatkan. Dengan demikian, penanggulangan<br />

kebakaran hampir dikatakan sepenuhnya mengandalkan tangki<br />

air mobil pemadam kebakaran, maupun mengambil dari kelurahan<br />

dan kecamatan terdekat yang berfungsi.<br />

Kepadatan penduduk identik dengan kepadatan permukiman.<br />

Bangunan gedung dengan aneka fungsi dan kedudukannya<br />

menempati peran strategis. Dalam pasal 1 UUBG, bangunan<br />

gedung adalah wujud fisik konstruksi yang menyatu dengan<br />

tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas<br />

dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai<br />

tempat manusia melakukan kegiatannya, baik hunian, kegiatan<br />

keagamaan, usaha, sosial, budaya, ekonomi, maupun kegiatan<br />

khusus.<br />

10


erita utama<br />

Foto : Buchori<br />

Foto : Danang Pidekso<br />

Foto Atas & Bawah : Simulasi mitigasi bencana di SMP kawasan Pasar Senen dan<br />

Cililitan dalam rangka Satu Dasawarsa Implementasi UUBG<br />

Sedangkan di pasal 2 menyatakan bahwa bangunan gedung<br />

diselenggarakan berlandaskan asas manfaat, keselamatan,<br />

keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan<br />

lingkungannya. Pada titik di mana hubungan arus pendek listrik,<br />

tabung gas, maupun lainnya menjadi faktor-faktor penyebab<br />

kebakaran, maka yang perlu dievaluasi adalah keandalan sebuah<br />

bangunan gedung.<br />

Dalam sebuah kesempatan sosialisasi UU BG di Yogyakarta,<br />

Direktur Penataan Bangunan dan Lingungan DItjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>,<br />

Guratno Hartono memaparkan, pada kawasan tersebut perlu<br />

penataan bangunan dan lingkungan yang baik sehingga dapat<br />

mengurangi risiko bahaya kebakaran. Contohnya penggunaan<br />

material bangunan yang lebih tahan terhadap api, penyediaan<br />

jalur sirkulasi bagi mobil pemadam, dan jalur evakuasi.<br />

Sementara Jimmy Siswanto dari Himpunan Ahli Perawatan<br />

Gedung menuturkan, permukiman padat di perkotaan<br />

menurutnya juga harus didesain untuk menanggulangi bahaya<br />

kebakaran maupun gempa maupun jalur evakuasi. “Permukiman<br />

padat harus memiliki sistem penanggulangan kebakaran, misalnya<br />

dengan mendesain instalasi listrik yang benar, dan menempatkan<br />

satu pipa dan hydrant di titik tertentu yang memudahkan petugas<br />

pemadam kebakaran mengaksesnya,” kata Jimmy.<br />

Meskipun di suatu daerah menurut Jimmy belum ada Perda<br />

bangunan gedung, namun setidaknya para arsitek dan perencana<br />

di daerah tersebut memahami semangat UU BG sehingga dalam<br />

merencanakan pembangunan di daerahnya dapat tertib dan<br />

mengarah ke keandalan bangunan gedung.<br />

Sementara itu dalam beberapa sosialisasi mitigasi bencana<br />

yang dilakukan, Kasubdit Pengaturan dan Pembinaan<br />

Kelembagaan, Dian Irawati menyampaikan selain persyaratan<br />

administratif Izin Mendirikan bangunan (IMB), membangun<br />

gedung juga harus memenuhi syarat teknis yang meliputi tata<br />

bangunan dan keandalan. Persyaratan keandalan bangunan<br />

gedung meliputi aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan<br />

kemudahan.<br />

Dalam kesempatan tersebut, <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> juga<br />

memberikan sertifikat dan satu unit Alat Pemadam Api Ringan<br />

(APAR) kepada sejumlah sekolah yang di Jakarta Pusat, Jakarta<br />

Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara.<br />

Kepala Sekolah SMPN 19 Morgan Napitupulu mengapresiasi<br />

kegiatan yang dilakukan oleh Kemen PU ini. Menurutnya, acara<br />

sosialiasi seperti ini sangat bagus dan berharga buat siswa-siswa<br />

SMP.<br />

Ia berharap setelah mendapatkan sosialisasi ini para siswa bisa<br />

menjadi semacam agen atau juru kampanye untuk menyampaikan<br />

informasi kepada teman, keluarga maupun lingkungan sekitar.<br />

“Saya lihat tadi baik siswa maupun guru sangat antusias sekali. Ini<br />

akan menjadi pengalaman seumur hidup mereka, kalau bisa acara<br />

seperti ini sering dilakukan. Kita selalu siap menjadi tuan rumah,”<br />

kata Morgan.<br />

Sementara itu, Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan<br />

<strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Guratno Hartono dalam arahannya mengatakan,<br />

acara di SMPN 19 ini merupakan rangkaian awal kick off dari<br />

roadshow sosialisasi mendatang. Sosialisasi akan diselenggarakan<br />

pada bulan Oktober dan November 2012 ke sejumlah sekolah di<br />

wilayah DKI Jakarta.<br />

Guratno menambahkan, dalam sosialisasi ini diharapkan para<br />

peserta dapat memahami dan mengenali tanda-tanda jika akan<br />

atau saat terjadi bencana, peralatan yang dapat digunakan saat<br />

terjadi bencana, bagaimana mengoperasikannya, dan apa saja<br />

yang harus dilakukan saat terjadi bencana. “Simulasi tanggap<br />

bencana ini sebagai ajang informasi serta pengenalan, khususnya<br />

kepada adik-adik mengenai upaya-upaya mitigasi bencana,” kata<br />

Guratno. (bcr/dvt)<br />

Foto : Danang Pidekso<br />

Penyerahan alat pemadam api ringan (APAR) oleh Direktur<br />

PBL <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> kepada pihak sekolah<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

11


erita utama<br />

Foto-foto: Haryo. S<br />

Kesadaran Kolektif<br />

Pemda di DIY<br />

Wujudkan Perda<br />

Bangunan Gedung<br />

Haryo Satriawan *) dan Bhima Dhananjaya **)<br />

Saat ini semua Kabupaten/Kota di Daerah<br />

Istimewa Yogyakarta sudah memiliki Perda<br />

Bangunan Gedung. Salah satu aspek<br />

utama keberhasilan ini adalah kesadaran<br />

kolektif dari semua lapisan masyarakat<br />

dan Pemerintah bahwa Daerah Istimewa<br />

Yogyakarta secara geografis memiliki<br />

banyak potensi bencana.<br />

Hal itu diungkapkan Kadis PU Provinsi DI Yogyakarta<br />

(DIY), Rani Sjamsinarsi, pada Sosialisasi UU Nomor<br />

28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung terus<br />

dilakukan. Pusat Informasi Pengembangan<br />

Pemukiman dan Bangunan Gedung (PIP2B-DIY)<br />

Provinsi DIY.<br />

Lebih lanjut menurutnya, pelajaran penting dari gempa<br />

bumi yang menimpa DIY pada Mei 2006 adalah buruknya<br />

kualitas bangunan rumah sebagai penyumbang utama jumlah<br />

korban meninggal maupun luka-luka. Tak dapat disangkal lagi<br />

pentingnya aspek keamanan dari suatu bangunan gedung<br />

yang andal untuk menjamin keselamatan penghuni sebagai<br />

salah satu upaya mitigasi penanggulangan bencana. Dengan<br />

adanya landasan hukum Perda Bangunan Gedung, maka semua<br />

pemangku kepentingan telah mempunyai pedoman yang kuat<br />

dalam upaya mengkampanyekan bangunan andal yang terpadu,<br />

tepat sasaran, dan berkesinambungan. ”Kami berharap rangkaian<br />

acara peringatan satu dasawarsa Undang-Undang no. 28/2002<br />

tentang Bangunan Gedung ini bisa menjadikan diri kita lebih<br />

bertanggungjawab terhadap keberhasilan pencapaian bangunan<br />

ANDAL yang aman, sehat, nyaman dan mudah, khususnya di<br />

wilayah yang rawan bencana,” kata Rani.<br />

Foto Kiri & Kanan : Sosialisasi Implementasi UU BG di kawasan rawan bencana<br />

diselenggarakan oleh PIP2B Yogyakarta<br />

Sosialisasi UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan<br />

Gedung terus dilakukan. Pusat Informasi Pengembangan<br />

Pemukiman dan Bangunan Gedung (PIP2B-DIY) Provinsi Daerah<br />

Istimewa Yogyakarta mengadakan bermacam kegiatan yang<br />

berorientasi pada pengenalan dan pemasyarakatan UU-BG<br />

sebagai dasar kebijakan dalam pengembangan permukiman dan<br />

bangunan gedung bagi seluruh stakeholder di wilayah Daerah<br />

Istimewa Yogyakarta.<br />

Kegiatan tersebut antara lain seminar dengan tema<br />

“Implementasi Bangunan andal di Daerah Rawan Bencana”,<br />

lomba karya tulis dengan tema “Bangunan Gedungku Andal”,<br />

lomba menggambar tingkat pelajar dengan tema “Nyamannya<br />

Bangunan Gedung di Kotaku”, pameran dan talkshow serta<br />

simulasi penanggulangan bencana.<br />

Rangkaian kegiatan tersebut dalam rangka peringatan Satu<br />

Dasawarsa UU Bangunan Gedung yang dibuka oleh Dirjen <strong>Cipta</strong><br />

<strong>Karya</strong> Budi Yuwono di Yogyakarta, akhir September lalu. Turut<br />

hadir dalam sosialisasi tersebut Direktur PBL <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Guratno Hartono dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan<br />

dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi DIY Rani Sjamsinarsi.<br />

Menurut Budi Yuwono, saat ini terjadi degradasi sebagai akibat<br />

pembangunan bangunan gedung yang tidak memperhatikan<br />

persyaratan penyelenggaraan bangunan gedung serta<br />

mengabaikan kaidah-kaidah keharmonisan dan keseimbangan<br />

lingkungan dalam penyelenggaraannya. Hal ini menyebabkan<br />

berbagai permasalahan, terutama ketika terjadi bencana.<br />

Namun, tidak semua bencana disebabkan oleh perilaku alam<br />

namun seringkali akibat perilaku masyarakat yang mengabaikan<br />

daya dukung lingkungan. Sebagai contoh, pembangunan pada<br />

lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya, tidak dipenuhinya<br />

persyaratan teknis yang dapat berdampak kerugian material,<br />

bahkan korban jiwa. “Melalui kegiatan ini, perlu ditegaskan kembali<br />

bahwa penyelenggaraan bangunan gedung akan selalu terkait<br />

dengan kondisi lingkungan yang ada. Untuk itu perlu kebijakan<br />

untuk melindungi keselamatan manusia dan lingkungannya<br />

serta menjamin kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi<br />

pengguna bangunan gedung,” kata Budi.<br />

*) Staf Urusan Informasi dan Dokumentasi di Pusat Informasi<br />

Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) Provinsi DI<br />

Yogyakarta<br />

**) Asisten Kelembagaan USDRP<br />

12


erita utama<br />

Pelaksanaan<br />

Perda BG<br />

Kota<br />

Probolinggo<br />

Tugu selamat datang Kota Probolinggo Jawa Timur.<br />

Kota ini telah menerapkan Perda Bangunan Gedung<br />

sejak tahun 2008.<br />

Foto : Istimewa<br />

Kota Probolinggo merupakan satu dari sedikit kota<br />

yang konsen terhadap penyusunan Perda Bangunan<br />

Gedung. Melalui upaya dan komitmen yng dilakukan,<br />

dalam kurun waktu setahun, Probolinggo berhasil<br />

menyusun Perda Bangunan Gedung.<br />

Sebelum membuat perda bangunan gedung, di<br />

Kota Probolinggi sudah ada perda yang mengatur<br />

bangunan gedung, namun hanya terbatas mengatur<br />

tentang retribusi Izin Mendirikan Bangunan yaitu<br />

Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2006. Di perda<br />

tersebut hanya mengatur tentang ketentuan retribusi yang<br />

didasarkan pada kelasifiksi jalan, jumlah lantai bangunan, luas<br />

bangunan dan sempadan bangunan.<br />

Untuk mengakomodasi pengaturan bangunan gedung,<br />

tahun 2007 Pemkot Probolinggo mulai menyusun Perda BG. Iklim<br />

politik yang kondusif serta sejalannya visi dari DPRD dan Walikota<br />

setempat membuat penyusunan Perda BG kota Probolinggo relatif<br />

tanpa kendala.<br />

Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kota Probolinggo Dwi<br />

Putranto mengatakan, iklim sosial dan politik di Kota Probolinggo<br />

ini relatif stabil dimana jarang teradi huru-hara dan kekacauan.<br />

Dalam penyusunan perda ini tidak mengalami kendala berarti,<br />

proses penyusunan kita lakukan seperti biasa yaitu dengan<br />

membuat draf Reperda dengan fasiiltasi <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> untuk<br />

kemuadian kita usulkan ke DPRD. “Tahun 2007 kita susun dan<br />

ajukan, tahun 2008 kita telah melaksanakan Perda Bangunan<br />

Gedung ini,” kata Putranto.<br />

Putranto menambahkan, dalam penyelenggaraan bangunan<br />

gedung yaitu perencanaan, pelaksanaan/pembangunan dan<br />

pengawasan, khususnya perencanaan bangunan-bangunan yang<br />

memiliki sifat khusus masyarakat dilibatkan yang tergabung dalam<br />

Tim Ahli Bangunan Gedung yang ditetapkan oleh Keputusan<br />

Kepala Daerah. Tim Ahli Bangunan Gedung keanggotaan dari<br />

unsur masyarakat ahli, perguruan tinggi, asosiasi profesi dan<br />

instansi pemerintah.<br />

Perijinan bangunan dimulai dari pengisian formulir yang<br />

menjadi satu formulir yaitu Surat Keterangan Rencana Kota (site<br />

plan), IMB dan SLF. Pengurusan administrasi Surat Keterangan<br />

Rencana Kota dengan waktu penyelesaian izin apabila persyaratan<br />

lengkap selama 3-5 hari kerja, pelayanan izin mendirikan bangunan<br />

dengan waktu penyelesaian izin apabila persyaratn lengkap<br />

selama 5-10 hari kerja yang dikeluarkan Badan Pelayanan Perizinan<br />

dengan lampiran rekomendasi teknis berupa peta rencana kota/<br />

site plan untuk Surat Keterangan Rencana Kota dan gambar teknis<br />

untuk IMB oleh Dinas Pekerjaan Umum. Sedangkan SLF bangunan<br />

gedung waktu penyelesaian izin persyaratan lengkap selama 5-10<br />

hari kerja yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum.<br />

Pelaksanaan perijinan bangunan untuk Keterangan Rencana<br />

Kota dan IMB melibatkan tim koordinasi yang diketuai oleh Badan<br />

Pelayanan Perijinan dengan anggota DInas Pekerjaan Umum dan<br />

Sat Pol PP yang melihat lokasi yang akan dibangun.<br />

Pelaksanaan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan (SLF)<br />

dikoordinasikan oleh Dinas Pekerjaan Umum dengan anggota<br />

Badan Pelayanan Perijinan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas<br />

Tenaga Kerja dan UPTD PMK. Tim ini melakukan pemantauan dan<br />

pengawasan bangunan terhadap kesesuaian gambar IMB dengan<br />

kondisi bangunan yang sudah selesai sesuai dengan buku isian<br />

SLF. Untuk bangunan tertentu yaitu bangunan usaha, pabrik dan<br />

bangunan hunian dua lantai ke atas. Pemilik bangunan didampingi<br />

oleh konsultan penilai bangunan.<br />

“Kedepan kami terus mendorong terbitnya IMB di setiap<br />

bangunan. Saat ini baru 13% bangunan dari 52 ribu bangunan di<br />

Kota Probolinggo yang telah memiliki IMB. Untuk masyarakat MBR<br />

kita kenakan gratis dalam pengurusan IMB, semua itu telah diatur<br />

dalam Perda BG kami,” kata Dwi. (dvt)<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

13


erita utama<br />

Kata Mereka<br />

Terkait Undang-Undang<br />

Bangunan Gedung<br />

Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Budi Yuwono<br />

“106 dari 498 kabupaten yang telah memiliki Perda BG, hal ini memang masih sedikit. Namun, kita tidak<br />

akan pernah lelah untuk terus mensosialisasikan dan memberikan fasilitasi kepada pemda. Tidak hanya<br />

pemerintah pusat, dinas cipta karya di daerah harus juga melakukan sosialisasi,”<br />

Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Guratno Hartono<br />

“Untuk mempercepat pembentukan Perda BG, <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> jemput<br />

bola dengan melakukan pendampingan penyusunan kepada pemda.<br />

Pendampingan dilakukan dengan membuat model rancangan perda<br />

untuk kemudian dinilai kelayakannya kepada pemda setempat. Selain<br />

pendampingan, sosialisasi melalui seminar, kampanye dan juga pelatihan juga<br />

kita lakukan,”<br />

Jimmy Siswanto Himpunan Ahli Perawatan Gedung<br />

“Meskipun di suatu daerah belum ada Perda bangunan gedung, namun setidaknya para arsitek<br />

dan perencana di daerah tersebut memahami semangat UU BG sehingga dalam merencanakan<br />

pembangunan di daerahnya dapat tertib dan mengarah ke keandalan bangunan gedung”<br />

Ridwan Kamil Pakar Arsitektur<br />

“Seperti sistem reward, penghargaan bagi bangunan yang dengan tertib mengikuti peraturan.<br />

Bagi para pelanggar undang-undang, harus ada polisinya. Semua orang sebaiknya melaporkan,<br />

jika ada indikasi pelanggaran dalam pembangunan, peruntukkan, aturan kepadatan gedung, dan<br />

penyelewengan lain,”<br />

Gunawan Tjahjono Praktisi Bangunan Gedung<br />

“Kondisi geografis Indonesia yang negara kepulauan dan beranekaragam<br />

budaya memang mempersulit terbentuknya Perda BG, namun Pemda<br />

tidak boleh menyerah dan terus komitmen untuk perda BG ini. Saya harap<br />

implementasi Perda BG di daerah dapat mengikuti nafas perkembangan<br />

zaman yang terus berubah dan mengadopsi kearifal lokal”<br />

Dwi Putranto Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kota Probolinggo<br />

“Keberhasilan penyusunan Perda BG di Probolinggo ini karena DPR<br />

dan Walikota punya visi yang sama. Kalau satu visi semuanya bisa<br />

dilaksanakan dengan mudah,”<br />

14


liputan khusus<br />

Menuju Sanitasi Aman<br />

di Yogya Nyaman<br />

Darjat Wijunarso *)<br />

Kota Yogyakarta dikenal dengan kota<br />

pendidikan. Tingkat laju pertumbuhan<br />

lembaga pendidikan berbanding lurus<br />

dengan pesatnya jumlah mahasiswa di<br />

kota ini. Fenomena ini biasanya akan<br />

berdampak pada laju pembangunan<br />

perumahan untuk kos maupun kontrakan,<br />

serta sentra-sentra ekonomi dan sosial<br />

budaya lainnya.<br />

salah satu spot favorit di Yogyakarta, Tugu, saat ini di sekelilingnya dipadati pertokoan<br />

dan gedung perkantoran maupun bisnis.<br />

Sebagai pusat pertumbuhan, kota besar seperti<br />

Yogyakarta memerlukan pembenahan sarana dan<br />

prasarana dasar permukiman, baik berupa sarana<br />

air bersih, sanitasi, sampah, maupun lainnya.<br />

Melihat kondisi daerahnya, pemerintah provinsi DI<br />

Yogyakarta terus membenahi sektor sanitasi (baca: air limbah)<br />

untuk mendukung dan menjaga kesehatan penduduk dan<br />

pendatang. Dengan kata lain, peningkatan kesehatan lingkungan<br />

akan berdampak langsung pada peningkatan kesehatan<br />

masyarakat, karena dapat mengurangi persebaran penyakit, salah<br />

satu upayanya adalah melalui pengelolaan limbah.<br />

Komitmen tersebut diwujudkan dengan membangun Instalasi<br />

Pengolah Air Limbah (IPAL) Sewon di Bantul. Yogyakarta adalah<br />

salah satu kota dari tujuh kota yang memiliki sistem pengolahan air<br />

limbah perpipaan terpusat (sewerage system). Untuk menambah<br />

Foto : Danang Pidekso<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

15


liputan khusus<br />

Foto : Istimewa<br />

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Sewon,<br />

Bantul, DIY<br />

pelayanan kepada masyarakat untuk mengakses air limbah<br />

perpipaan yang aman, pada tahun 2010 Kota Yogyakarta bersama<br />

Kota Medan mendapatkan pinjaman dari Asian Development<br />

Bank (ADB) sebesar USD 35 juta.<br />

Saat ini Pemerintah RI melalui Kementerian Pekerjaan<br />

Umum, Dinas PUPESDM Provinsi DIY, Bidang <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

mengembangkan Pengelolaan Sanitasi dan Kesehatan Perkotaan,<br />

melalui Metropolitan Sanitation Management and Health Project<br />

(MSMHP) yang akan mencakup sebagian besar wilayah Kota<br />

Yogyakarta, Kab. Sleman dan Kab. Bantul. Kegiatan ini bertujuan<br />

meningkatkan pelayanan air limbah dengan sistem terpusat.<br />

Peningkatan pelayanan sanitasi yang layak merupakan salah<br />

satu target Millennium Development Goals (MDGs). Direktur<br />

Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Kementerian PU, Budi Yuwono, megingatkan<br />

target MDGs terhadap sanitasi yang layak secara nasional menjadi<br />

sebesar 62,7% dari pelayanan pada tahun 2009 yang baru<br />

mencapai angka 51,02%.<br />

Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah telah<br />

menunjukkan kepedulian melalui peningkatan alokasi anggaran<br />

untuk pembangunan infrastruktur bidang sanitasi. Namun<br />

demikian, peningkatan alokasi dana tersebut masih belum<br />

mampu untuk membiayai seluruh kebutuhan yang ada.<br />

Pembangunan pipa saluran pembuangan air limbah akan<br />

dilaksanakan di 16 lokasi, yang tersebar di Kartamantul, dan<br />

dibangun, menggunakan lahan Jalan raya (protokol) dan jalan<br />

lingkungan perumahan, sehingga tidak akan dilakukan relokasi<br />

atau pembebasan lahan perumahan atau lahan pekarangan.<br />

Selain pengelolaan saluran air limbah dengan menggunakan<br />

pipa, dengan tujuan akhir di IPAL Sewon, yang terletak di<br />

Kabupaten Bantul, Pengelolaan Air Limbah Domestik dilakukan<br />

juga dengan pembangunan sarana IPAL komunal, yang dibangun<br />

di wilayah-wilayah tertentu, dengan kemampuan pengolahan<br />

limbah lebih kecil, untuk menampung limbah rumah tangga<br />

berskala kecil.<br />

Partisipasi warga sangat diperlukan dalam hal ini, terutama<br />

untuk pemanfaatan jaringan pengelolaan air limbah domestik<br />

(rumah tangga), antara lain: Pertama, memanfaatkan jaringan air<br />

limbah yang ada, serta pemanfaatan sarana lainnya. Kedua, ikut<br />

memelihara, menjaga serta melaporkan apabila terjadi kendala<br />

di lapangan, seperti pipa saluran air limbah atau IPAL Komunal<br />

16


liputan khusus<br />

macet. Ketiga, tidak membuang sampah atau benda padat ke<br />

dalam Bak Kontrol sambungan rumah maupun Bak Kontrol pada<br />

jaringan Manhole.<br />

Proses dan Biaya Penyambungan Rumah dan aturan-aturan<br />

yang terkait didalamnya diatur dalam Peraturan Daerah masingmasing<br />

Kota/Kabupaten. Tarif Pengelolaan Air Limbah di Kota DIY<br />

per bulan akan berbeda berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh<br />

masing-masing Pemerintah Daerah.<br />

Kriteria yang dimaksud antara lain mencakup Wajib Retribusi<br />

Rumah Tangga, Wajib Retribusi Sosial, Wajib Retribusi Komersial,<br />

Wajib Retribusi Hotel atau Penginapan.<br />

Pembangunan Jaringan Pipa Air Limbah Domestik Kota<br />

Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, akan<br />

meliputi 16 wilayah yang tersebar di Kartamantul, antara lain:<br />

Sorosutan, Gedongkiwo, Tahunan-Batikan, Gambiran, Sagan,<br />

Kotabaru, Purwokinanti, Panggungharjo, Bangunharjo, Tamanan,<br />

Klitren, Randubelang, Depok-Gondokusuman-Umbulharjo,<br />

Terban, Suryodiningratan dan Pendowoharjo.<br />

Diharapkan setelah selesai program ini masyarakat akan<br />

semakin sadar akan pentingnya pengurangan air limbah domestik<br />

sehingga mereka dengan suka rela menyambung ke saluran pipa<br />

servis.<br />

Selama pelaksanaan program ini, beberapa ruas jalan<br />

di Yogyakarta akan menjadi terganggu karena pekerjaan<br />

pemasangan pipa dan untuk beberapa ruas jalan akan ada<br />

penutupan jalan selama program berjalan dan kemungkinan<br />

pengalihan jalur.<br />

Pemasangan pipa ini menggunakan sistem “Clean Construction”<br />

yang pada prinsipnya adalah pemasangan pipa yang bersih, rapi<br />

dan tertib dan tidak mengganggu lingkungan sekitar.<br />

Pada masa pelaksanaan harus sudah mengelola dan memantau<br />

dampak lingkungan serta meminimalisir dampak negatif yang<br />

terjadi sehingga menimbulkan dampak positif setelah proyek<br />

berjalan.<br />

Diharapkan dengan adanya program ini tidak akan<br />

mengganggu aktivitas masyarakat sehari-hari dan bisa<br />

memberikan rasa keadilan kepada masyarakat yang terkena<br />

dampak pembangunan, baik yang berdampak pada tempat<br />

tinggal, akses, pendapatan dan mata pencaharian.<br />

*) Kasatker PLP Provinsi DI Yogyakarta<br />

IPAL Sewon Yogyakarta<br />

Foto : Dodo<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

17


info baru<br />

Foto-foto : Danang Pidekso<br />

Rakertas Kemen PU 2012:<br />

Kenaikan Anggaran<br />

Untuk Capai MDGs Air Minum<br />

Tahun 2013, anggaran <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

naik sebesar 24% dari Rp 13,8 Triliun tahun<br />

2012 menjadi Rp 17,2 Triliun. Hal tersebut<br />

disampaikan Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Budi<br />

Yuwono kepada para Kepala Satuan Kerja<br />

(Kasatker) <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> dalam acara<br />

Rapat Kerja Terbatas Kemen PU 2012 di<br />

Kemen PU awal November lalu.<br />

Menteri Pekerjaan Umum berserta semua pejabat eselon 1 memberikan pengarahan<br />

dalam Rapat Anggota Terbatas (Rakertas) Kementerian PU akhir Oktober lalu.<br />

Pagu tersebut terdiri dari; pagu baseline dalam rangka<br />

pencapaian target Rencana Kerja Pemerintah (RKP)<br />

2012 sebesar Rp 13,468 Triliun, inisiatif baru sebesar<br />

Rp 3 Triliun untuk daerah terpencil dan terluar serta<br />

pemanfaatan dana cadangan infrastruktur Rp 0,75<br />

triliun untuk program pemberdayaan.<br />

Budi menegaskan, kenaikan anggaran tersebut lebih<br />

disebabkan adanya arahan direktif Presiden untuk mempercepat<br />

pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, termasuk<br />

pencapaian targetMillennium Development Goals (MDGs)<br />

dimana sektor air minum dan sanitasi masih dianggap tertinggal<br />

dibanding target MDGs lainnya.<br />

Dengan arahan direktif Presiden tersebut, <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

mendapatkan kenaikan anggaran air minum TA 2013 sebesar Rp<br />

5,5 Triliun, dari TA 2012 sebesar RP 3,5 Triliun. Total pagu direktif<br />

Presiden TA 2013 sebesar sekitar Rp 2 Triliun tersebut untuk<br />

optimalisasi SPAM MBR di perkotaan, SPAM Perdesaan, dan SPAM<br />

Kawasan Khusus.<br />

Dengan penambahan pagu tersebut, <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

memantapkan program-program air minum antara lain; pertama<br />

untuk SPAM Kawasan Khusus di perbatasan dan dukungan<br />

kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kedua, SPAM<br />

Perdesaan yang menyasar masyarakat yang bertempat tinggal<br />

di daerah rawan air, pulau terluar, dan kawasan pesisir. Ketiga,<br />

optimalisasi SPAM untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah<br />

(MBR) di kawasan perkotaan.<br />

“Direktif Presiden ini merupakan harga mati bahkan tidak boleh<br />

diutik-utik. Saya harap peran randal dan kadis untuk melakukan<br />

koordinasi. Ini merupakan tugas mulia,” kata Budi.<br />

Direktur Bina Program Antonius Budiono menambahkan,<br />

arahan direktif presiden untuk bidang air minum mentargetkan<br />

18


info baru<br />

proporsi penduduk terhadap sumber air minum terlindungi<br />

pada 2025 secara nasional sebesar 100%. Sedangkan pada 2015,<br />

pemerintah harus mengejar target MDGs untuk air minum sebesar<br />

68,87% dengan target Sambungan Rumah sebanya 8,8 juta<br />

unit. “Untuk menambahkan 1% pencapaian bidang air minum<br />

dibutuhkan dana sekitar Rp 3,5 Triliun,” jelas Antonius.<br />

Pemerintah melalui APBN 2010-2015 hanya mampu mendanai<br />

Rp 28,3 Triliun, sisanya diharapkan berasal dari APBD, water hibah,<br />

dan CSR sebesar Rp 9,6 Triliun, perbankan dan Pusat Investasi<br />

Pemerintah (PIP) sebesar Rp 8,3 Triliun, dan Kerjasama Pemerintah<br />

Swasta (KPS) sebesar Rp 6 Triliun.<br />

Sementara Direktur Pengembangan Air Minum, Danny<br />

Sutjiono, mengingatkan komponen pembiayaan utama dalam<br />

pembangunan SPAM mengacu pada UU 32/2004 dan UU 33/2004<br />

berupa Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB). Pemeritah<br />

daerah yang mendapatkan kucuran APBN bidang air minum, pada<br />

tahun yang sama juga harus mengalokasikan APBDnya. “Karena<br />

itu DDUB harus dimasukkan dalam penyusunan RPIJM,” tegas<br />

Danny<br />

Tahun Politik<br />

Tahun 2013 merupakan tahun politik, hal tersebut akan<br />

memberikan tekanan kepada kinerja kementerian mulai dari<br />

pembahasan sampai dengan pelaksanaan program, dimana saat<br />

ini sudah terasa di DPR dalam hal pembahasan anggaran.<br />

Untuk itu, Budi Yuwono meminta kepada seluruh jajarannya<br />

agar bekerja secara profesional sebagai aparatur negara. “Tahun<br />

politik tidak perlu diimbangi langkah-langkah politik. Politik<br />

kita adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Tunjukkan kita PNS<br />

profesional,” tambah Budi.<br />

Untuk menghadapi 2013, ia tak bosan-bosannya mengingatkan<br />

kepada Pemda yang belum menyusun Rencana Induk SPAM<br />

(RISPAM). Sementara untuk yang sudah ada harus ditingkatkan<br />

kualitasnya agar menjadi acuan dalam Rencana Program dan<br />

Investasi Jangka Menengah (RPIJM).<br />

Secara umum, arah dan kebijakan alokasi anggaran <strong>Ditjen</strong><br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Tahun 2013 yaitu; penerapan flat policy (total<br />

pagu belanja operasional dipertahankan sama dengan tahun<br />

2012), alokasi anggaran untuk peningkatan kegiatan prioritas (<br />

pembangunan daerah tertinggal, penguatan program pro rakyat,<br />

MP3KI, mendukung program MP3EI) dan melakukan efisiensi<br />

belanja perjalanan dinas sebesar 10% sampai 15% dari total<br />

alokasi anggaran.<br />

Pelaksanaan 2012<br />

Untuk kinerja <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> 2012, sampai dengan 2 November<br />

ini penyerapan <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> baru mencapai 66,58%. Terkait<br />

hal tersebut, <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> mengambil langkah-langkah<br />

untuk percepatan.<br />

Percepatan tersebut dilakukan dengan pemantauan secara<br />

ketat dan mempercepat penandatanganan kontrak untuk paketpaket<br />

APBN-P. Dengan demikian, target penyerapan sebesar<br />

96,81% atau Rp 13,264 Triliun tahun ini bisa tercapai.<br />

Secara umum,capaian Kementerian PU 2012 mencapai 60,11%<br />

dari APBNP 2012 sebesar Rp 75,24 triliun. Capaian tersebut masih<br />

rendah dibandingkan target per Oktober yaitu sebesar 74,8%.<br />

Besaran capaian tersebut terdiri dari 61,63% di <strong>Ditjen</strong> Sumber<br />

Daya Air, 57,85% di <strong>Ditjen</strong> Bina Marga dan 65,56% di <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong><br />

<strong>Karya</strong>. Sedangkan penyerapan fisik dari APBNP mencapai 66,37%<br />

dari target per akhir Oktober sebesar 76,36%. Terdiri dari 68,92% di<br />

bidang Sumber Daya Air, 66,16% di bidang Bina Marga dan 66,58%<br />

di bidang <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>.<br />

Sementara itu, Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> menjadi unit<br />

kerja eselon I di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum yang<br />

mengalami pemblokiran dana paling sedikit, yaitu Rp 18,9 miliar<br />

dari total dana terblokir Kementerian PU sebesar Rp 1,784 triliun.<br />

Dana terblokir Kementerian PU tersebut diperuntukan bagi<br />

174 paket yang belum dilelang. Paket– paket tersebut belum<br />

dilaksanakan karena masih terdapat ketidakjelasan tugas dan<br />

kewenangan antara Kementerian PU dan kementerian terkait.<br />

Sebanyak 174 paket tersebut tersebar di <strong>Ditjen</strong> Sumber Daya<br />

Air sebanyak 88 paket senilai Rp 342,3 miliar. Di <strong>Ditjen</strong> Bina Marga<br />

terdapat 61 paket senilai Rp 183,8 miliar, dan <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

sebanyak 25 paket senilai Rp 18,9 miliar.<br />

Beberapa hambatan yang mengakibatkan keterlambatan<br />

penyerapan anggaran kementerian antara lain administrasif<br />

revisi DIPA, pencairan dana diblokir, persetujuan kontrak tahun<br />

jamak dan permasalah di lapangan terkait pembebasan lahan.<br />

Menteri PU Djoko Kirmanto menegaskan kepada para pejabat PU<br />

seperti Satuan Kerja (Satker) dan Kepala Balai untuk memberikan<br />

perhatian dan melakukan pelaksanaan khusus pada dana sebesar<br />

Rp 33 trilun yang belum terserap. (dvt)<br />

<strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> memberikan bantuan jerigen dengan menggunakan perahu<br />

ke Pulau Marampit Sulawesi Utara. Dengan adanya program Direktif Presiden<br />

diharapkan masalah air minum di pulau terpencil bisa segera teratasi.<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

19


info baru<br />

Foto : Istimewa<br />

Pamsimas Tahap Dua<br />

Diluncurkan<br />

Kementerian Pekerjaan Umum<br />

mensosialisasikan program<br />

Penyediaan Air Minum dan Sanitasi<br />

Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) II<br />

yang akan dilaksanakan mulai 2013<br />

- 2016. PAMSIMAS II mentargetkan<br />

5.000 desa, 156 kabupaten di 32<br />

provinsi dengan dana sebesar USD<br />

250 juta yang berasal dari APBN,<br />

pinjaman Bank Dunia, dan hibah<br />

Pemerintah Australia.<br />

Foto Atas : Hidran Umum yang dibangun masyarakat melalui PAMSIMAS di<br />

Kelurahan Oesapa Barat Kota Kupang NTT<br />

Foto Bawah : Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Kementerian PU, Budi Yuwono (kiri) secara<br />

simbolis membuka sosialisasi PAMSIMAS II di The Dharmawangsa,<br />

Jakarta.<br />

Foto-foto : Buchori<br />

Pada tahap kedua ini diharapkan ada penyempurnaan<br />

kriteria-kriteria calon penerima berdasarkan evaluasi<br />

pelaksanaan PAMSIMAS tahap pertama,” kata<br />

Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Kementerian PU, Budi Yuwono,<br />

saat membuka sosialisasi PAMSIMAS II di The<br />

Dharmawangsa, Jakarta (13/11).<br />

Budi menambahkan, PAMSIMAS I telah dilaksanakan di 6.263<br />

desa di 110 kabupaten/kota, 15 provinsi dari rencana 5.000 desa<br />

sasaran. Jumlah tersebut ditambah dengan replikasi PAMSIMAS<br />

di 565 desa yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Pada<br />

pelaksanaan tahap I, PAMSIMAS telah meningkatkan akses<br />

pelayanan air minum untuk sekitar 4,3 juta jiwa dari target 6<br />

juta, serta penambahan akses sanitasi bagi 3 juta jiwa. “Tidak<br />

tercapainya target tersebut disebabkan kemampuan masingmasing<br />

organisasi masyaraat setempat (OMS) dalam pengelolaan<br />

infrastruktur air minum dan sanitasi yang berkelanjutan,”<br />

ungkapnya.<br />

Pada PAMSIMAS II ini dilakukan perluasan cakupan wilayah<br />

sasaran ke 32 provinsi dan kabupaten yang cakupan pelayanan<br />

air minum masih rendah atau di bawah rata-rata nasional (45,8%)<br />

berdasarkan Susenas 2010 dan merupakan wilayah yang angka<br />

kemiskinannya di atas rata-rata nasional (13%).<br />

20


info baru<br />

Budi menilai pelaksanaan PAMSIMAS I berjalan dengan baik.<br />

Dari infrastruktur yang dibangun di sekitar 6.800 desa, 95 % aset<br />

yang dibangun mampu dimanfaatkan dengan baik. “Sebanyak 5%<br />

sisanya disebabkan karena OMS yang tidak berkembang, namun<br />

bukannya mati sama sekali karena bisa dibantu Pemda,” ungkap<br />

Budi.<br />

Catatan lain menurut Budi, dalam PAMSIMAS I masih ada<br />

beberapa temuan ketidaktepatan lokasi sasaran dimana desa yang<br />

dipilih tingkat ekonomi penduduknya tinggi. Namun menurutnya,<br />

masyarakat dengan ekonomi yang mampu pun harus dibantu<br />

akses air minumnya karena krisis air di daerahnya. Catatan lain,<br />

banyak Pemda dinilai masih cenderung kurang peduli dalam<br />

menjamin keberlanjutan program-program berbasis masyarakat<br />

seperti PAMSIMAS ini.<br />

Dengan demikian diharapkan program ini tidak hanya<br />

mengandalkan pinjaman dan hibah luar negeri, namun dituntut<br />

kepedulian Pemda untuk menjamin keberlanjutan program dan<br />

mereplikasikan PAMSIMAS di daerahnya.<br />

“Pemda harus merubah cara pandang, bahwa yang harus<br />

dikeluarkan bukan sharing budget, tapi sharing program karena<br />

kami hanya membantu apa yang sudah menjadi kewajiban Pemda<br />

dalam penyediaan air minum dan sanitasi,” kata Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Kementerian Pekerjaan Umum, Budi Yuwono, di hadapan peserta<br />

Sosialisasi Program PAMSIMAS Tahap II di Bali, Kamis (22/11).<br />

Dalam survey Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan<br />

Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Pemda cenderung tidak peduli dengan<br />

keberlanjutan PAMSIMAS. Yang bisa dilakukan Pemda untuk<br />

keberlanjutan PAMSIMAS tidak saja dengan sharing pendanaan,<br />

tapi dengan menyediakan fasilitator, melakukan monitoring,<br />

mengajarkan masyarakat cara mengatur tarif, dan lainnya. “LP3ES<br />

juga mengatakan masih ada sasaran PAMSIMAS yang tidak tepat<br />

sasaran. Namun saya tegaskan, sasaran PAMSIMAS memang tidak<br />

harus masyaraat tidak mampu, tapi masyarakat yang memang<br />

membutuhkan air,” tegas Budi.<br />

Mengenai sasaran, penggunaan APBN melalui Hibah<br />

Insentif Daerah PAMSIMAS dan APBD provinsi maupun<br />

kabupaten, diprioritaskan bagi desa-desa yang PAMSIMASnya<br />

bisa dikembangkan. Seperti pada kondisi kekurangan air baku,<br />

penambahan unit SR, dan lain-lain.<br />

PAMSIMAS tahap II ini memanfaatkan dana USD 250 juta yang<br />

terdiri dari tambahan pinjaman IDA Credit USD 100 juta, GoI USD<br />

100 juta, dan hibah AusAID USD 50 juta.<br />

Sementara itu, Bupati Temanggung Hasyim Afandi menilai<br />

suksesnya program PAMSIMAS adalah kebersamaan. Sebelum<br />

Foto Atas : Menara air PAMSIMAS di Blora, Jawa Tengah<br />

Foto Bawah : MCK Kota Pekalongan<br />

ada PAMSIMAS, penduduk desa di wilayahnya masih banyak<br />

yang mengambil air sejauh 4 km. Dengan perpipaan dan bak<br />

penampungan yang dibangun PAMSIMAS, masyarakat tidak hanya<br />

menikmati air untuk minum dengan mudah, bahkan kapasitas<br />

yang berlebihan mampu dimanfaatkan untuk mengairi komoditas<br />

pertanian. “Dengan PAMSIMAS, tumbuh beragam inovasi di tengah<br />

masyarakat, ada yang membuat kolam ikan, jamban, bahkan kami<br />

sudah mendeklarasikan Stop Buang Air Besar Sembarangan dan<br />

praktik Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) lainnya,” ujar Afandi.<br />

Pembentukan Asosiasi BPSPAMS<br />

Masih tentang keberlanjutan dan pengembangan PAMSIMAS,<br />

Budi Yuwono juga mengharapkan dibentuknya persatuan yang<br />

terdiri dari ribuan Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum<br />

dan Sanitasi (BPSPAMS). Ide ini meniru Persatuan Perusahaan<br />

Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), dengan harapan<br />

Persatuan BPSPAMS yang dibentuk dapat mengelola aset desa<br />

paling berharga berupa Sarana Penyediaan Air Minum dan<br />

Sanitasi(SPAMS).<br />

Dari hasil pelaksanaan PAMSIMAS Tahap I, hingga saat ini<br />

sudah terbentuk 5.368 BPSPAMS yang tersebar di Sumater Barat<br />

(621), Riau (331), Sumatera Selatan (378), Banten (106), Jawa Barat<br />

(269), Jawa Tengah (1.582), Kalimantan Selatan (418). Sementara<br />

itu di Sulawesi Tengah (355), Sulawesi Selatan (339), Sulawesi Barat<br />

(125), NTT (538), Gorontalo (151), Maluku (52), Maluku Utara (71),<br />

dan Papua Barat (50). (bcr)<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

21


info baru<br />

Rencana Aksi Pengelolaan Sampah dan Sanitasi<br />

Quick Wins Indonesia<br />

untuk Lingkungan<br />

Sebagian besar dari kita mungkin masih ingat dengan segar dengan Gerakan<br />

Jumat Bersih. Ada yang mengalaminya saat masih sekolah atau ketika sudah ada di<br />

lingkungan pekerjaan. Pilihan hari (Jumat), bisa saja tercelup amalan sunnah (dalam<br />

kepercayaan Islam) untuk membersihkan diri dan lingkungan di hari mulia itu.<br />

Apapun alasannya, Jumat Bersih menjadi gerakan<br />

yang, menurut sebagian kecil atau besar, efektif<br />

menggerakkan masyarakat Indonesia untuk lebih<br />

peduli lingkungan dengan melakukan aksi nyata.<br />

Apa saja bisa dilakukan, dari membersihkan ruang<br />

kelas dan halaman sekolah bersama-sama, hingga paling berat<br />

adalah membersihkan selokan dan sungai (kali) di dekat sekolah<br />

mereka.<br />

Gerakan ini sedikit demi sedikit bermetamorfosis menjadi<br />

beragam gerakan, seperti gerakan menanam pohon, dan<br />

seterusnya yang seolah hanya milik entitas atau lembaga<br />

pemerintah tertentu. Gerakan Jumat Bersih dicanangkan Presiden<br />

Soeharto pada tahun 1994 dalam momentum Hari Kesehatan<br />

Nasional. Gerakan tersebut kemudian dikukuhkan dalam Surat<br />

Keputusan Menko Kesra (Nomor 23/Kep/Menko/Kesra/XI/1994)<br />

dan Menteri Lingkungan Hidup ditunjuk sebagai koordinator.<br />

Kecenderungan mengendurnya gerakan ini kemudian<br />

membuat sejumlah menteri gelisah dan berinisiatif<br />

merevitalisasinya. Revitalisasi tersebut kemudian dinamai Gerakan<br />

Tina Talisa, Menteri Kesehatan Nafisah Mboi, Menteri Lingkungan Hidup<br />

Balthasar Kambuaya, Menteri PU Djoko Kirmanto, dan salah satu Deputi<br />

di Menko Kesra dalam Gerakan Indonesia Bersih di Jakarta<br />

Foto : Buchori<br />

22


info baru<br />

Foto : http://919489729.r.cdn77.net<br />

Aliran Sungai Ciliwung, perlu kesadaran bersama<br />

untuk menciptakan kebersihan lingkungan<br />

Indonesia Bersih yang saat ini masih menunggu Instruksi Presiden.<br />

Namun, langkah progresif dari beberapa kementerian dan<br />

lembaga sudah berbuah dengan terbitnya Paket Buku ‘Pedoman<br />

dan Rencana Aksi Pengelolaan Sampah dan Sanitasi’.<br />

Pada 12 November 2012 ini, sedikitnya 19 menteri Kabinet<br />

Indonesia Bersatu Jilid II menandatangani nota kesepahaman<br />

untuk melaksanakan pengelolaan sampah dan sanitasi dalam<br />

Gerakan Indonesia Bersih (GIB). Mereka sepakat menyusun dan<br />

melaksanakan rencana aksi berdasarkan pedoman pengelolaan<br />

sampah dan sanitasi GIB. Penandatangan disaksikan Wakil<br />

Presiden RI Boediono dan 300-an bupati walikota maupun yang<br />

mewakilinya di Jakarta (12/11).<br />

Direncanakan, pada Februari 2013, akan diusulkan<br />

pencanangan GIB yang serentak akan dilaksanakan oleh<br />

kementerian/lembaga terkait disesuaikan dengan event besar<br />

masing-masing K/L.<br />

Dalam kesempatan yang sama juga diluncurkan satu paket<br />

buku Pedoman dan Rencana Aksi Pengelolaan Sampah dan<br />

Sanitasi dalam GIB. Buku ini disusun bersama oleh Sekretariat<br />

Wapres RI, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat,<br />

Kementerian Lingkungan Hidup, serta tim ahli dari Kementerian<br />

Pekerjaan Umum.<br />

Paket tersebut memuat 11 buku yang masing-masing<br />

berisi lokus dan tanggung jawab kementerian/lembaga terkait.<br />

Kesebelas buku tersebut antara lain; prasarana dan sarana (PS)<br />

transportasi, kesehatan, perairan, perkantoran, perdagangan,<br />

industri, pariwisata, ruang terbuka hijau, dan perumahan, serta<br />

sosial budaya, keagamaan, sarana olahraga dan kepemudaan, dan<br />

sarana sosial kemasyarakatan lainnya.<br />

PU di Lokus Kebersihan Sungai dan Bantaran Sungai<br />

“Saat ini, persoalan sampah dan sanitasi telah menjadi masalah<br />

sosial yang sama mendesaknya, seperti halnya masalah<br />

pengangguran dan kemiskinan yang kita hadapi saat ini,” ujar<br />

Boediono dalam sambutannya sekaligus membuka Rapat<br />

Koordinasi GIB 2012 dengan tema Menjaga Kebersihan Cerminan<br />

Harkat dan Harga Diri Bangsa.<br />

Lebih lanjut dijelaskan, yang menjadi masalah adalah kesiapan<br />

masyarakat Indonesia untuk melakukan pengelolaan sampah<br />

dan sanitasi. Padahal, masalah sampah telah menjadi bagian<br />

yang tidak terpisahkan dari kota-kota di Indonesia. Padahal bisa<br />

menimbulkan masalah yang lebih besar, seperti menurunnya<br />

tingkat kesehatan masyarakat, kerusakan lingkungan, bahkan<br />

dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar.<br />

Dalam rencana aksi tersebut, Kementerian PU bertanggung<br />

jawab pada kebersihan sungai dan bantaran sungai. Dalam diskusi<br />

pleno, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menegaskan<br />

perlunya partisipasi masyarakat dan pembentukan aliansi peduli<br />

sanitasi. Tanpa masyarakat, infrastruktur yang dibangun oleh PU<br />

tidak akan berkelanjutan.<br />

Sesuai dengan salah satu output GIB, yaitu rencana tindak<br />

dan rancangan komunikasi, Kementerian PU telah dan sudah<br />

menyaiapkan rencana sosialisasi dan edukasi. Yaitu, master plan<br />

kampanye sanitasi, jambore sanitasi nasional, kampanye dan<br />

edukasi kepada pelajar SD dan SMP, pemilihan duta sanitasi, dan<br />

bekerjasama dengan tujuh organisasi wanita untuk kampanye<br />

sanitasi.<br />

Kementerian PU melalui <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> juga telah<br />

melakukan sarasehan kelompok swadaya masyarakat (KSMP<br />

Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), melatih tenaga fasilitator<br />

lapangan (TFL) untuk pembangunan 3R (reduce, reuse, recycle) dan<br />

SANIMAS, serta melatih bidang teknik penyehatan lingkungan<br />

permukiman bagi aparat pemda.<br />

Dalam penataan bantaran sungai, Kementerian PU misalnya<br />

sudah menormalisasi Sungai Ciliwung dalam penanganan sampah<br />

dan sanitasi di lima segmen, dari manggarai hingga jembatan<br />

TB Simatupang. Kemen PU membangun 13 Tempat Pengolahan<br />

Sampah Terpadu (TPST) dan 8 SANIMAS. (bcr/ rnd)<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

23


info baru<br />

PDAM Didorong<br />

Susun Model Rencana<br />

Pengamanan Air Minum<br />

Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong><br />

Kementerian Pekerjaan Umum<br />

mensosialisasikan penyusunan model<br />

Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM)<br />

di Indonesia bidang operator. Operator<br />

air minum di Indonenesia yang masih<br />

didominasi PDAM saat ini masih lemah<br />

dalam identifikasi dan manajemen risiko.<br />

Foto -foto : Buchori<br />

24


info baru<br />

Perawatan Instalasi Pengolahan Air Minum komplek Pramuka<br />

Kota Banjarmasin<br />

RPAM bersifat antisipatif permasalahan ketimbang<br />

konsep end of pipe yang menangani masalah setelah<br />

ada kejadian.<br />

“Jika dalam undang-undang yang ada tak boleh<br />

ada yang mati karena tidak mendapatkan air, namun<br />

saat ini ada arus baru di dunia bahwa jika tidak mampu mengelola<br />

air minum disebut melanggar HAM,” kata Direktur Jenderal <strong>Cipta</strong><br />

<strong>Karya</strong> Budi Yuwono saat membuka workshop Penyusunan Model<br />

RPAM - Operator di Jakarta (12/11).<br />

Budi mengatakan, masih banyak direksi PDAM yang tidak<br />

peduli dengan risiko, pasokan bahan baku telat, dan PDAM<br />

merugi karena faktor masyarakat atau tarif yang tidak cost<br />

recovery. Penekanan RPAM di level operator juga disebabkan masih<br />

bervariasinya keandalan dan kualitas operator. “Mereka belum<br />

terbiasa dengan standar yang rigit, masih banyak persyaratanpersyaratan<br />

teknis yang belum memenuhi standar. Karena itu<br />

banyak SOP yang harus dicermati kembali,” tegasnya.<br />

Lebih lanjut diungkapkan, pengelolaan air minum oleh PDAM<br />

menyimpan banyak potensi risiko, baik dari internal maupu<br />

eksternal. Dari internal contohnya minimnya SDM, tidak tersedia<br />

dan tidak dilaksanakannya SOP, sampai masalah manajemen<br />

keuangan. Dari eksternal PDAM misalnya tercemarnya sumber air<br />

baku, tidak mencukupinya debit air baku terutama saat musim<br />

kemarau, dan tidak handalnya supai energi listrik.<br />

PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin menjadi pilot project<br />

impelmentasi RPAM - operator dan banyak menuai hasil positif.<br />

Kendati masih tahap awal, PDAM Bandarmasih mampu mengatasi<br />

potensi pencurian ratusan meter kubit ai rminum, rusaknya unit<br />

intake karena tertabrak sampan penduduk, dan potensi pecahnya<br />

pipa karena water hammer.<br />

Dijelaskan, fakta-fakta yang ada di negara yang sudah<br />

memakai RPAM misalnya dapat menghindarkan operator/PDAM<br />

dari berbagai jenis risiko yang perbaikannya dapat membutuhkan<br />

jutaan rupiah seperti pompa rusak, gagal produksi, kehilangan<br />

air, pemborosan bahan kimia, dan lainnya. RPAM juga dapat<br />

menurunkan jumlah pemeriksaan sampel air oleh operator<br />

sehingga mengurangi biaya operasioal. Lebih jauh lagi dapat<br />

menurunkan angka kejadian penyakit bawaan air sehingga biaya<br />

pemeliharaan kesehatan masyarakat.<br />

RPAM adalah konsep pengamanan dalam pelayanan air minum<br />

yang dikembangkan World Health Organization (WHO) dengan<br />

nama Water Safety Plan (WSP). Konsep ini kemudian diadopsi<br />

oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Di ASEAN, negara yang<br />

menerapkan WSP terbaik adalah Singapura, kemudian disusul<br />

oleh Filipina, Laos, dan Vietnam.<br />

Menurut Direktur Perumahan dan Permukiman, BAPPENAS,<br />

Nugroho Tri Utomo, dalam pertemuan-pertemuan internasional,<br />

Indonesia mendapat catatan unik karena menerapkan empat<br />

faktor, yaitu kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan keterjangkauan.<br />

Selain itu, uniknya Indonesia karena sukses menerapkan model<br />

pemberdayaan masyarakat, serta secara eksplisit mencantumkan<br />

sanitasi sebagai faktor utama dalam hal risiko pelayanan air<br />

minum. -(bcr)<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

25


info baru<br />

Foto -foto : Danang Pidekso<br />

Penanganan Pengaduan Masyarakat<br />

Wujud Nyata, Reformasi<br />

Tata Kelola Pemerintahan<br />

“Aslm pak kadis kesehatan mohon mohon diperhatikan pelayanan apotek askes<br />

obat obatan RS cibabat pelayanan lambat,” keluh pasien. “Mohon maaf atas<br />

ketidak nyamanan bapak, sehubungan dengan adanya peraturan ASKES yang baru,<br />

tentang rujuk balik pasen yg tadinya ke RSHS, sekarang ke RS Cibabat, sehingga<br />

jumlah kunjungan meningkat, dan kami kekurangan tenaga di Instalasi farmasi,<br />

Insya Allah akan menjadi perhatian kami, Terima kasih atas masukannya,” jawab<br />

Kabid Pelayanan Medis RSUD Cibabat Triniyanti Edyaningsih.<br />

Direktur Bina Program Antonius Budiono (kiri) didampingi Ketua CPMU USDRP<br />

Dwityo A Soeranto (kanan) saat memberikan arahan dalam pembukaan Workshop<br />

Capicity Building kepada peserta USDRP di Bandung<br />

26


info baru<br />

Dialog interaktif tersebut merupakan tampilan dari<br />

website pengaduan masyarakat Pemerintah Kota<br />

Cimahi Jawa Barat yang disebut PESDUK (Pesan<br />

Singkat Penduduk). Cepat, mudah, murah dan<br />

langsung ditanggapi oleh orang yang bersangkutan,<br />

itulah sistem PESDUK yang dikembangkan Pemkot Cimahi.<br />

Pesduk membantu masyarakat terhubung dan berbagi<br />

informasi melalui pesan singkat sms kepada Pemerintah Kota<br />

Cimahi. Melalui Pesduk, masyarakat dapat menyampaikan unekunek<br />

kepada pejabat pemerintah khususnya Walikota Cimahi yang<br />

langsung diterima dan ditanggapi dalam hitungan jam tanpa<br />

birokrasi yang berbelit-belit.<br />

“Masyarakat tinggal mengirimkan sms, nanti petugas operator<br />

akan meneruskan pesan tersebut ke walikota dan pejabat-pejabat<br />

terkait, dan pada saat itu juga walikota bisa memberikan perintah<br />

untuk ditindaklanjuti,” kata Harjono Kepala Bagian Humas dan<br />

Protokol Pemkot Cimahi.<br />

Sebelumnya memang sudah ada tempat pengaduan layanan<br />

publik, yaitu melalui SMS ke 022-7082111 atau melalui surat ke<br />

wali kota maupun surat kabar. Akan tetapi, hal itu belum optimal<br />

karena tidak terintegrasi satu sama lain. Untuk itu, Pemkot Cimahi<br />

mengembangkan suatu sistem online terintegrasi yang disebut<br />

PESDUK.<br />

PESDUK Kota Cimahi dikembangkan dengan sistem yang<br />

jelas, baik dalam hal penggunaan teknologi, petugas pengelola<br />

dan juga informasi yang disampaikan. Semua aspirasi boleh<br />

disampaikan, sepanjang terkait dengan pelayanan publik, aspirasi<br />

publik dan kinerja pemerintahan.<br />

Keberhasilan Pemkot Cimahi dalam pengelolaan pengaduan<br />

masyarakat inilah yang membuat <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> tertarik untuk<br />

mengajak para peserta dari Kabupaten/Kota USDRP belajar ke<br />

sana. Seperti kita ketahui, pengaduan masyarakat merupkan<br />

bentuk partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan dimana<br />

hal tersebut sejalan dengam misi Program USDRP yaitu reformasi<br />

tata kelola pemerintahan.<br />

Saat ini, reformasi tata kelola pemerintahan merupakan<br />

tuntutan yang harus dihadapi oleh seluruh Pemerintah Daerah di<br />

Indonesia. Paradigma pembangunan tidak lagi dilaksanakan oleh<br />

Pemerintah, akan tetapi membutuhkan keterlibatan masyarakat.<br />

Keterbukaan dan akuntabilitas merupakan prasyarat dalam<br />

mempercepat pembangunan kota, salah satu bentuknya adalah<br />

partisipasi aktif masyarakat.<br />

Semangat ini yang kemudian di bawa oleh USDRP. USDRP<br />

berusaha untuk meningkatkan kualitas layanan perkotaan<br />

pesertanya melalui dua pendekatan. Pendekatan yang pertama<br />

adalah penyediaan infrastruktur strategis kota melalui mekanisme<br />

penerusan pinjaman, yang diwujudkan dalam sarana dan prasarana<br />

ekonomi lokal yang diharapkan mendorong kesejahteraan<br />

masyarakat. Pendekatan yang kedua adalah penguatan aspek<br />

tata kelola pemerintahan di kabupaten/kota melalui serangkaian<br />

menu informasi dan pembaruan yang ditujukan menciptakan tata<br />

pemerintah yang baik, terutama di bidang pengadaan barang<br />

dan jasa, pengelolaan keuangan daerah serta transparasi dan<br />

keterbukaan informasi. Pendekatan ini adalah semangat dan<br />

tujuan besar dari program ini.<br />

USDRP memfasilitasi pendekatan ini melalui rangkaian<br />

bantuan teknis yang telah dimulai sejak tahun 2008 dalam bentuk<br />

pendampingan oleh konsultan lokal ataupun kegiatan-kegiatan<br />

yang bersifat pengembangan kapasitas di tingkat pusat atupun<br />

daerah. Sejak saat itu, CPMU USDRP telah melaksanakan lebih<br />

dari 45 kali kegiatan capacity building dengan sasaran aparat<br />

pemerintah daerah peserta USDRP di 10 kota/kabupaten yaitu: Kota<br />

Banda Aceh, Kota Sawahlunto, Kota Cimahi, Kota Palangkaraya,<br />

Kota Palopo, Kota Parepare, Kab. Barru, Kab. Sidenreng Rappang,<br />

Kab. Parigi Moutong dan Kab. Morowali.<br />

Kunjungan lapangan ke Pemkot Cimahi ini salah satu bentuk<br />

fasilitasi “on the job training” yang dilakukan USDRP dalam<br />

pengembangan kapasitas daerah khususnya pengelolaan<br />

informasi. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan<br />

capacity building yang diselenggarakan <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> selaku<br />

excecuting Agency melalui CPMU USDRP, untuk meningkatkan<br />

kapasitas pemerintah daerah dalam menjalankan dan<br />

mengembangkan reformasi penyelenggaraan tata pemerintahan<br />

di bidang transparasi, partisipasi dan keterbukaan informasi<br />

publik.<br />

Direktur Bina Program <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Antonius Budiono<br />

mengatakan, peningkatan kualitas keterbukaan informasi dan<br />

layanan penanganan keluhan oleh masyarakat merupakan kunci<br />

penting dalam mewujudkan akuntabilitas pemerintah daerah.<br />

Ia berharap model pengelolaan masyarakat Kota Cimahi<br />

ini dapat direplikasi dalam bentuk program lain didaerah yang<br />

berbeda. “Tinggal bagaimana atau seberapa kreatif pemerintah<br />

daerah dan pihak terkait melihat celah itu dan kemudian<br />

mengembangkan potensi-potensi yang ada,” kata Antonius.<br />

Ketua CPMU USDRP Dwityo A Soeranto mengatakan, USDRP<br />

dalam pelaksanaannya memiliki target dengan beberapa Key<br />

Performance Indikator (KPI) yang harus dipenuhi di akhir proyek<br />

tahun 2013 nanti. Diantaranya; setidaknya 80% peserta USDRP<br />

telah menggunakan media untuk pengaduan masyarakat,<br />

adanya SOP penanganan pengaduan, terbentuknya Pejabat<br />

Pengelola Informasi dan Dokumentasi PPID dan SOP Publikasi<br />

serta setidaknya 70% dari peserta USDRP telah menyelesaikan<br />

subproyek. Menjelang berakhirnya USDRP Mei 2013 nanti,<br />

beberapa target diatas harus terpenuhi. “Selain pengembangan<br />

kapasitas dalam hal pengelolaan informasi, USDRP juga<br />

memfasilitasi pesertanya dalam hal pelatihan dan penguatan bagi<br />

PPID serta pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)<br />

menuju pelayanan masyarakat yang profesional, efektif dan<br />

efisien,” kata Dwityo. (dvt)<br />

Para peserta USDRP melakukan on the job training ke Pemkot Cimahi Jawa Barat.<br />

Tampak salah satu staf Humas sedang menjelaskan sistem Pengaduan Masyarakat<br />

milik Pemkot Cimahi yang disebut (PESDUK).<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

27


inovasi<br />

Perencanaan Partisipatif<br />

RIS-PNPM<br />

Mulai Diintegrasikan<br />

Dedi Zubaedi*)<br />

Sekitar 56% dari lebih dari 240 juta<br />

penduduk di Indonesia bermukim di<br />

perdesaan. Walaupun jumlah penduduk<br />

yang bermukim di desa mengalami<br />

pengurangan dari tahun 2010 karena<br />

terjadi peningkatan urbanisasi, tetapi<br />

angka tersebut masih menunjukkan bahwa<br />

desa memiliki human capital yang cukup<br />

besar.<br />

Salah satu infrastruktur yang dibangun RIS PNPM di Lampung berupa jalan dan talud<br />

penahan longsor di sungai.<br />

Foto : Buchori<br />

28


inovasi<br />

Potensi sumber daya lainnya yang beragam juga<br />

dimiliki di perdesaan seperti social capital, dan<br />

natural capital. Sayangnya, tidak semua potensi<br />

sumberdaya desa dapat didayagunakan karena<br />

terbatasnya kualitas SDM, teknologi dan keuangan.<br />

Sehingga hal tersebut menyebabkan ketimpangan sosial dan<br />

ekonomi yang tinggi dan kemiskinan yang terjadi di Indonesia<br />

didominasi oleh penduduk desa.<br />

Pembangunan di wilayah perdesaan sudah menjadi agenda<br />

prioritas pemerintah. Pembangunan perdesaan salah satunya<br />

diagendakan oleh Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Kementerian<br />

Pekerjaan Umum untuk mendukung peningkatan pertumbuhan<br />

ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.<br />

Pembangunan dilaksanakan melalui beberapa program<br />

infrastruktur, diantaranya: Pertama, program-program<br />

pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman<br />

dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan peningkatan<br />

kesempatan kerja. Kedua, program-program pembangunan<br />

infrastruktur untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah.<br />

Ketiga, dukungan terhadap kawasan perbatasan dan kawasan/<br />

pulau terpencil serta terisolir. Keempat, program-program<br />

pembangunan infrastruktur PU dan permukiman yang berbasiskan<br />

pemberdayaan masyarakat.<br />

Arah kebijakan pembangunan yang tertuang dalam RPJMN<br />

2010-2014, pada hakekatnya sangat mengedepankan pada<br />

upaya perbaikan SDM serta perbaikan infrastruktur dasar sebagai<br />

tumpuan untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat.<br />

Serta upaya untuk mengurangi kesenjangan pendapatan,<br />

kesenjangan pembangunan antar daerah, dan kesenjangan<br />

gender akan terus dilakukan.<br />

“Program-program tersebut juga dirancang sebagai program<br />

pro-rakyat untuk memperkuat dimensi keadilan sebagaimana<br />

Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010”, demikian disampaikan oleh<br />

Dadan Krisnandar, selaku Sekretaris Direktorat Jenderal <strong>Cipta</strong><br />

<strong>Karya</strong> pada acara Sosialisasi Nasional RIS-PNPM yang bertemakan<br />

Peningkatan Peran Pemerintah Daerah dan Penguatan<br />

Kelembagaan di Jakarta, 16 Oktober 2012.<br />

RIS PNPM Mandiri yang digulirkan pada tahun 2009<br />

merupakan salah satu Program Inti dalam payung PNPM Mandiri.<br />

Sebagai program pemberdayaan, output RIS-PNPM tidak hanya<br />

menghasilkan infrastruktur saja, namun juga bagaimana<br />

proses pemberdayaan masyarakat dapat dijalankan untuk<br />

menumbuhkembangkan kemandirian masyarakat, melalui<br />

pendampingan dan pembinaan dari konsultan, fasilitator dan<br />

pemerintah daerah.<br />

Lebih Lanjut, beliau menegaskan bahwa RIS-PNPM Mandiri<br />

pada tahun 2012 ini, akan mengarahkan pelaksanaan program<br />

pada upaya untuk memperbaiki stabilitas sosial, membuka<br />

lapangan kerja, meningkatkan peran local governance dan<br />

menciptakan pengelolaan aset bagi kelompok miskin.<br />

Oleh karena itu, berbagai upaya penguatan-penguatan<br />

dalam pelaksanaannya akan dilakukan melalui fasilitasi program,<br />

antara lain; Pertama, Capacity Building bagi para pelaku di<br />

tingkat pemerintah dan masyarakat; Kedua, Fasilitasi Integrasi<br />

Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara Swadaya Masyarakat penting keberadaannya<br />

untuk keberlanjutan program.<br />

Perencanaan Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis);<br />

Ketiga, Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Masyarakat; Keempat,<br />

peningkatan dan Keberlanjutan Pendampingan; Kelima,<br />

peningkatan Peran Pemerintah Daerah; Keenam, Penguatan Tata<br />

Kelola, Transparansi dan Akuntabilitas.<br />

Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan<br />

tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan<br />

memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan<br />

pembangunan adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan<br />

kegiatan guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya<br />

yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan<br />

kesejahteraan masyarakat.<br />

Perencanaan pembangunan partisipatif merupakan<br />

perencanaan pembangunan oleh kelompok masyarakat dengan<br />

melakukan penggalian gagasan dan survey kampung sendiri<br />

dengan menitikberatkan pada pemanfaatan community capital<br />

yang ada. Dalam konteks PNPM Mandiri, perencanaan partisipatif<br />

dilaksanakan untuk merancang Program Jangka Menengah<br />

Penanggulangan Kemiskikan (PJM Pronangkis) dan Rencana<br />

Kegiatan Masyarakat (RKM) yang merupakan rencana detail<br />

pembangunan infrastruktur sejumlah dana BLM yang diterima<br />

(Rp. 250 juta per desa).<br />

Dengan merujuk pada Pasal 63 ayat 2 PP 72/20053 bahwa<br />

Perencanaan pembangunan desa dilakukan secara partisipatif<br />

oleh pemerintah desa sesuai dengan kewenangannya dan UU<br />

No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan<br />

Nasional (SPPN) secara legal menjamin aspirasi masyarakat<br />

dalam pembangunan sebagai kesatuan dengan kepentingan<br />

politis (keputusan pembangunan yang ditetapkan oleh legislatif)<br />

maupun kepentingan teknokratis (perencanaan pembangunan<br />

yang dirumuskan oleh birokrasi).<br />

Aspirasi dan kepentingan masyarakat ini dirumuskan<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

29


inovasi<br />

Partisipasi gender menjadi salah satu arus utama dalam program PNPM PISEW.<br />

melalui proses perencanaan partisipatif yang secara legal<br />

menjamin kedaulatan rakyat dalam pelbagai program/proyek<br />

pembangunan desa. Perencanaan partisipatif yang terpadukan<br />

dengan perencanaan teknokratis dan politis menjadi wujud nyata<br />

kerjasama pembangunan antara masyarakat dan pemerintah.<br />

Secara operasional, implementasi perencanaan pembangunan<br />

desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66<br />

Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa.<br />

Pendasaran legal tersebut di atas, menjadi landasan yang<br />

kuat untuk melakukan pengintegrasian perencanaan. Integrasi<br />

Program adalah penyatupaduan perencanaan partisipatif yang<br />

dikembangkan dalam RIS-PNPM Mandiri dengan perencanaan<br />

pembangunan desa maupun pengintergasian perencanaan<br />

partisipatif dengan perencanaan teknokratis dan politis melalui<br />

mekanisme Musrenbang.<br />

Dengan integrasi ini tentunya akan tercipta SATU DESA SATU<br />

PERENCANAAN. Integrasi juga diharapkan dapat meningkatkan<br />

efektivitas pelaksanaan regulasi yang berkaitan langsung maupun<br />

yang relevan bagi penguatan penyelenggaraan pembangunan<br />

partisipatif, menyatu dengan dan menguatkan mekanisme<br />

reguler, menyiapkan dan memfasilitasi pelembagaan sistem<br />

pemberdayaan masyarakat yang telah dibangun melalui PNPM<br />

Mandiri Perdesaan untuk mengawal keberlanjutan program.<br />

Langkah nyata yang dilakukan oleh RIS-PNPM sebagai upaya<br />

mengintegrasikan perencanaan diawali dengan sosialisasi<br />

secara berjenjang di tingkat nasional, provinsi sampai pada<br />

kecamatan. Sosialisasi ini merupakan pertemuan Tim Percepatan<br />

Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) selaku pemangku kebijakan<br />

di tingkat pusat dan daerah untuk menyamakan persepsi<br />

pengintegrasian dan keberlanjutan program pemberdayaan, serta<br />

dapat merumuskan strategi-strategi yang lebih operasional dalam<br />

pengintegrasian perencanaan, keberlanjutan program melalui<br />

peningkatan peran pemda dan penguatan kelembagaan yang<br />

sudah terbentuk.<br />

Integrasi perencanaan merupakan upaya untuk mewujudkan<br />

keberlanjutan program RIS-PNPM. Oleh karena itu, penguatan<br />

kelembagaan masyarakat yang sudah terbentuk menjadi agenda<br />

utama program. Penguatan Kelembagaan Masyarakat yang<br />

akan dijalankan oleh RIS-PNPM, akan difokuskan pada upaya<br />

menjadikan Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) sebagai<br />

kelompok masyarakat yang dapat menjadi sumber inspirasi<br />

untuk membangun prakarsa dan kemandirian masyarakat dalam<br />

pengelolaan pemanfaatan, pengoperasian dan pemeliharaan<br />

infrastruktur di desa kita masing-masing.<br />

Penguatan kelembagaan KPP ini harus dipahami sebagai<br />

proses pengorganisasian penyelenggaraan pembangunan<br />

infrastruktur perdesaan, secara lebih baik dalam kesatuan sistem<br />

pembangunan di tingkat daerah, yang juga merupakan bagian<br />

dari kesatuan sistem pembangunan nasional. Penguatan KPP<br />

juga ditujukan untuk memandirikan masyarakat untuk dapat<br />

mengembangkan potensi perekonomian yang ada di desa.<br />

Oleh karena itu, Keberadaan organisasi KPP dengan segenap<br />

pengurusnya harus memiliki kapasitas yang memadai untuk dapat<br />

mengkoordinir, menggerakkan dan mendorong masyarakat dalam<br />

pelaksanaan pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan<br />

pembangunan sesuai aturan main yang telah disepakati bersama.<br />

Keberlanjutan RIS-PNPM melalui penguatan kelembagaan<br />

masyarakat yang diharapkan dapat melaksanakan pemeliharaan,<br />

pengembangan infrastruktur dan integrasi perencanaan, tentunya<br />

perlu mendapatkan dukungan yang kuat dari pemerintah daerah<br />

melalui pembinaan yang menerus, dukungan regulasi, dan<br />

pembiayaan dalam suasana yang kondusif dan dalam tata laksana<br />

pemerintahan yang baik (good governance). Komitmen yang kuat<br />

dari para pelaku program dan pemda menjadi kunci keberhasilan<br />

program untuk bersama-sama mewujudkan masyarakat yang<br />

Mandiri, Membangun Desa Menuju Sejahtera”.<br />

*) Kasatker PLP Provinsi DI Yogyakarta<br />

30


esensi<br />

Proyek MHT<br />

Perwujudan Arsitektur Sosial<br />

Penulis<br />

: Darrundono<br />

Tebal Halaman : 216<br />

Penerbit<br />

: Perwira Media Raya<br />

Penerbitan ini didukung oleh : Universitas Tarumanegara,<br />

Kementerian Perumahan<br />

Rakyat, Sekretaris Nasional<br />

Habitat Indonesia<br />

P r o y e k<br />

Muhammad<br />

H u s n i Thamrin<br />

(MHT) yang diperkenalkan<br />

tahun 1969 mendapat bantuan<br />

Bank Dunia, sempat terkenal sebagai model<br />

pendekatan perbaikan permukimn kumuh miskin kota<br />

dengan biaya rendah. Di Jakarta dalam beberapa temu ilmiah<br />

masalah perkotaan Bappem Proyek MHT dikenal sebagai pelopor<br />

perbaikan kampung dengan sukses.<br />

Buku ini berusaha menjelaskan tentang kebijakan publik,<br />

yang sempat tenar pada tahun 1970-1980. Proyek Perbaikan<br />

Kampung, Proyek Muhammad Husni Thamrin. Proyek ini diangkat<br />

oleh Gubernur Ali Sadikin, pada tahun 1969, dan sempat<br />

mencengangkan dunia kebijakan publik, khususnya penataan<br />

ruang kota.<br />

Lebih khusus lagi, di bidang kebijakan perumahan<br />

dan permukiman. Kelompok sasaran adalah masyarakat<br />

berpenghasilan rendah , yang dapad saat akhir tahun 60-an itu,<br />

berjumlah sekitar 3 juta jiwa. Tidak atau belum ada acuan dalam<br />

dunia ileum pengetahuan menghaspi mayoritas warga kota yang<br />

miskin itu, sedang dana sangat terbatas.<br />

Dengan mengacu ke kampoeng verbeetering jaman<br />

pemerintahan Hindia Belanda pada dekade kedua abad 20,<br />

perbaikan kampung diperkenalkan. Tepatnya tahun 1969,<br />

dengan tekad dan niat mensejahterakan penduduk miskin,<br />

proyek perbaikan kampung diperkenalkan. Karena bernuansa<br />

keberpihakan kepada masyarakat miskin kota, kebijakan itu cepat<br />

dikenal dan diterima oleh masyarakat, kaum politis, dan media<br />

massa. Dalam perjalanannya selama lebih dari 40 tahun mosel<br />

kebijakan ini emngalami pasang surut,d an terkesan terluapakan.<br />

Masalah yang dihadapi akhir tahun 60-an, yaitu pertambahan<br />

penduduk yang disebabkan oleh urbanisasi masih terjadi sampai<br />

saat ini. Bahkan lebih pelik dan berat.<br />

Buku ini bukanlah bertujuan untuk menenangkan polemic,<br />

antara pendekatan satu dengan yang lainnya. Tetapi memaparkan<br />

mana yang mampu menyelesaikan masalah perumahan, asas<br />

teknokratik atau asas partisipatif, buku ini ditulis. Dengan<br />

pertambahan penduduk secepat sekarang ini, pertumbuhan<br />

penduduk sebanyak ini, tidak mungkin masalah perumahan<br />

diselesaikan dengan model produk jadi. Dengan perhitungan apa<br />

pun, model perbaikan kampung, Proyek MHT yang partisipatif<br />

yang mampu menyelesaikan masalah permukiman kaum miskin,<br />

dengan pengertian, tidak menutup kemungkinan gabungan<br />

dengan model lain.<br />

Titik picu dalam menangani masalah permukiman kampung<br />

ini, adalah bagaimana menyelesaikan kekurangan persedian<br />

rumah (backlog), dan bagaimana dengan pendekatan perbaikan<br />

permukiman akan mendukung dan menyukseskan MDGs. Asas<br />

perbaikan kampung sejak semula, bukan sekedar memperbaiki<br />

fisik kampung, melainkan bagaiamana mengentaskan kemiskinan.<br />

Sejak dicetuskan pertama kali pada tahun 1969, asas perbaikan<br />

kampung adalah investasi kemanusiaan.<br />

Buku setebal 216 halaman ini cocok sebagia pegangan<br />

bagi pemerhati maupun pengambil kebijakan terkait dengan<br />

permukiman kumuh. Nama Muhammad Husni Thamrin, tokoh<br />

Betawi, yang membela nasib pribumi pada masa penjajahan<br />

Belanda, dan Ali Sadikin, tokoh pemimpin yang sangat berpihak<br />

kepada kaum miskin buku ini dipersembahkan. (dvt)<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012 31


lensa ck<br />

Kampanye Mitigasi Bencana<br />

dalam rangka Satu Dasawarsa<br />

UU Bangunan Gedung<br />

32


lensa ck<br />

Foto-foto oleh: Buchori & Danang Pidekso<br />

Edisi 11 4Tahun X4November 2012<br />

33


seputar kita<br />

<strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Luncurkan<br />

Pedoman Penyelenggaraan<br />

PIP2B<br />

Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> meluncurkan buku panduan penyelenggaraan<br />

Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan<br />

(PIP2B) dalam acara Sosialisasi Penyelenggaraan PIP2B Tingkat<br />

Nasional di Kantor PIP2B Yogyakarta, Rabu (21/11). Buku panduan<br />

ini disusun agar pembentukan dan operasionalisasi PIP2B sesuai<br />

rencana, fungsi dan perannya sebagai center of excellent di setiap<br />

daerah.<br />

Membuka acara tersebut, Dirjen <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Budi Yuwono<br />

mengatakan, bangunan gedung PIP2B saat ini sudah tersebar di<br />

32 provinsi. Namun, secara operasional belum berjalan karena<br />

secara kelembagaan belum terbentuk. Ia berharap buku panduan<br />

ini dapat menjadi acuan dalam proses pembentukan kelembagaan<br />

PIP2B di setiap daerah. “Tahun 2014 nanti saya harap semua PIP2B<br />

sudah bisa berjalan dan tersusun kelembagaanya,” kata Budi.<br />

SPPIP Jamin Kesinambungan<br />

Pembangunan Daerah<br />

Meskipun berganti-ganti pimpinan daerah, dokumen Strategi<br />

Pembagunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) dan<br />

Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP)<br />

akan menjamin kesinambungan pembangunan infrastruktur<br />

perkotaan setiap daerah. Pasalnya, dokumen tersebut berisi<br />

program-program pembangunan yang memang dibutuhkan dan<br />

akan dipelihara oleh masyarakat.<br />

“Tentunya dalam menyusun SPPIP harus berkualitas<br />

dengan didukung seluruh dinas,” kata Direktur Pengembangan<br />

Permukiman <strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> Ammazi Idrus saat memberi<br />

arahan Kolokium SPPIP dan RKPP di Bandung, Senin (12/10).<br />

PU dan DKI Akan Tingkatkan Layanan<br />

Limbah Rumah Tangga<br />

Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah Provinsi DKI<br />

Jakarta sepakat meningkatkan pelayanan limbah rumah<br />

tangga di ibukota. Hingga saat ini, cakupan pelayanan limbah<br />

rumah tangga terpusat di Jakarta baru mencapai 2,38 persen.<br />

Jumlah tersebut tertinggal jauh dari kota-kota lain seperti<br />

Singapura dan Kuala Lumpur yang cakupannya masing-masing<br />

100 persen dan 90 persen.<br />

“Jakarta bahkan harus malu karena kalah dengan Bandung,<br />

kalah dengan Jogja, kalah dengan Cirebon dan kalah dengan<br />

Medan yang meski pelayanannya masih relatif stagnan, namun<br />

semuanya pasti diatas 3 persen,” ucap Menteri PU Djoko<br />

Kirmanto kepada para wartawan usai melakukan rapat kerja<br />

dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo hari ini di Kantor<br />

Kementerian PU, Jakarta.<br />

34


Citizen Journalism <strong>Cipta</strong> K arya<br />

Cerita adalah semangat. Maka perlu<br />

sebuah rumah untuk menampungnya.<br />

Tulislah kisah perjalanan yang sudah membuka mata Anda, berbagilah dengan yang lain untuk<br />

memperkaya makna. Jurnalisme Warga <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> siap menampung kisah Anda lewat kata-kata dan<br />

karya foto.<br />

http://ciptakarya.pu.go.id/jurnalisme


Salah satu nominator lomba foto dalam rangka Satu Dasawarsa<br />

Implementasi UU Bangunan Gedung<br />

(Foto: Rozie Soehendy, tema: ‘Kotaku di Pagi Hari’)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!