Majalah-OJK-2
Majalah-OJK-2
Majalah-OJK-2
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
NOVEMBER 2013 TH. I EDUKASI KONSUMEN 07<br />
Rahmat Waluyanto<br />
Wakil Ketua Dewan Komisioner <strong>OJK</strong><br />
Oktober 1956 itu. Meski begitu semuanya<br />
bisa dihadapinya dengan cukup berhasil.<br />
Ada beberapa tantangan yang menurut<br />
lelaki yang paham betul seluk beluk<br />
surat utang negara ini, yang hingga kini<br />
masih membekas diingatannya.<br />
Pertama adalah tahun 2005, saat industri<br />
reksadana diterpa bencana karena<br />
adanya penarikan (redemption) besarbesaran.<br />
Saat itu yang paling terpukul<br />
adalah surat berharga milik pemerintah<br />
karena instrumen itu menjadi underlying<br />
reksadana.<br />
Menurut dia, ada dua faktor yang<br />
menjadi penyebab. Pertama, waktu itu<br />
berbarengan dengan penyesuaikan<br />
harga BBM yang dilakukan sebanyak<br />
dua kali pada 2005. Kedua, saat itu juga<br />
diterapkan ketentuan marked to market<br />
bagi reksadana. “Pada tahun itu, pressure<br />
terhadap saya sangat tinggi,” kata<br />
Rahmat.<br />
Tekanan itu disebabkan karena Rahmat<br />
yang waktu itu menjabat Direktur<br />
Manajemen Penjaminan Utang Negara<br />
di Direktorat Jenderal Perbendaharaan<br />
diserahi target untuk menerbitkan Surat<br />
Berharga Negara (SBN) untuk menutup<br />
defisit APBN.<br />
Akan tetapi cobaan itu berhasil<br />
dilewatinya, bahkan memunculkan<br />
strategi jitu debt switch dengan<br />
menukarkan obligasi negara yang<br />
berjangka pendek dengan yang tenornya<br />
lebih panjang.<br />
“Kalau SBN jangka panjang terlalu<br />
banyak, nantinya risiko refinancing<br />
sangat tinggi. Nah, mulai saat itu asing<br />
banyak masuk, dan saya mulai agresif<br />
melakukan reprofiling program dengan<br />
debt switching melalui lelang,” kisah<br />
Rahmat.<br />
Momen terberat dalam karier<br />
profesionalnya juga terjadi tahun 2008.<br />
Saat itu indeks jatuh mendekati 1.000,<br />
nilai tukar sempat hinggap di level<br />
Rp14.000 per dollar AS, BI Rate di angka<br />
9,50. Hal itu membuat Rahmat yang<br />
menjadi orang yang berada di garis<br />
depan pengelolaan utang tidak bisa tidur.<br />
Di pasar keuangan kala itu tidak ada<br />
pilihan kecuali opsi-opsi yang sulit dan<br />
Tekanan yang<br />
begitu besar saat<br />
itu memaksa saya<br />
kadang harus<br />
pulang larut,<br />
tanpa ganti baju,<br />
dasi, langsung<br />
tertidur di sofa.<br />
Ketika bangun<br />
ternyata sudah<br />
pagi dan pakaian<br />
kerja masih<br />
melekat.<br />
www.ojk.go.id