25.01.2015 Views

Majalah-OJK-2

Majalah-OJK-2

Majalah-OJK-2

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

NOVEMBER 2013 TH. I EDUKASI KONSUMEN 51<br />

Muka<br />

Deddy Kurniawan<br />

Deputy Branch Manager BTN Kantor Cabang Syariah Bogor<br />

Pembeli rumah tipe luas di atas 70 m2 yang menjadi objek<br />

kebijakan aturan LTV Bank Sentral merupakan masyarakat<br />

ekonomi mapan yang cenderung sudah memiliki aset rumah<br />

pertama. Pilihan untuk membeli rumah di atas 70 m2 kemungkinan<br />

didorong oleh keinginan untuk mengganti rumah<br />

menjadi rumah menjadi lebih luas atau pilihan untuk produk<br />

investasi.<br />

Dua model pilihan ini tidak akan terganggu oleh kedua<br />

produk kebijakan LTV yang dikeluarkan BI. Bagi orang yang<br />

ingin membeli rumah lebih besar, tentu mereka memiliki<br />

kemampuan untuk membayar uang muka lebih besar dari<br />

hasil penjualan rumah pertama. Bagi pembeli yang bertujuan<br />

investasi melalui rumah kedua, mereka merupakan kelompok<br />

masyarakat yang sudah memilki deposit dana cukup untuk<br />

pengembangan investasi properti, sehingga kebijakan pengetatan<br />

LTV tidak akan memberikan dampak langsung bagi<br />

mereka.<br />

Pemberlakukan LTV 30 persen untuk KPR rumah pertama tipe di atas 70 m2 dan LTV 70 persen untuk KPR<br />

rumah kedua justru memberikan kemampuan antisipasi terhadap risiko kredit macet. Kebijakan itu bisa<br />

mencegah orang menggunakan pembiayaan perbankan untuk kegiatan investasi pasif melalui kepemilikan<br />

aset properti.<br />

Investasi produk properti menjadi salah satu properti investasi paling menguntungkan, tapi menggunakan<br />

secara dominan pembiayaan perbankan dalam investasi pasif ini jelas meningkatkan risiko kredit macet bagi<br />

dunia perbankan.<br />

Indra Prabowo<br />

Wartawan Otomotif<br />

Berita soal naiknya DP kendaraan bermotor bukanlah berita baru.<br />

Jauh sebelumnya, saya sudah dengar pemerintah bakalan menaikkan<br />

DP kredit motor dan mobil untuk menghalau laju pertumbuhan kendaraan<br />

di Indonesia yang semakin lama semakin membludak.<br />

Sesuai ketentuan BI, maka DP paling kurang 25 persen untuk pembelian<br />

kendaraan bermotor roda dua; DP paling kurang 30 persen<br />

untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan<br />

non-produktif dan DP paling kurang 20 persen untuk pembelian kendaraan<br />

bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif.<br />

Dari peraturan itu, menurut kesimpulan saya, kalau kita membeli<br />

motor seharga Rp12 juta, maka kita sebagai konsumen harus membayar<br />

DP minimal sebesar Rp3 juta. Ini bagus untuk menghindari modus<br />

konsumen dadakan. Contohnya saja, saat musim Lebaran, penjualan<br />

motor meningkat tajam. Banyak konsumen yang berbondong-bondong<br />

mengambil motor dengan sistem kredit yang ringan, yaitu hanya<br />

Rp500 ribu. Tapi, nyatanya, setelah Lebaran banyak kredit macet<br />

karena konsumen tak lagi membayar angsuran.<br />

Dari kebijakan itu, menurut saya ada sisi baik dan buruknya. Tapi<br />

sebagai konsumen patutlah kiranya kita kritis. Jangan karena munculnya<br />

peraturan ini, kita tergesa-gesa membeli motor. Toh, kalau kita<br />

memang benar-benar memiliki keinginan kuat membeli motor idaman, DP berapapun<br />

tak menjadi masalah. Jangan kemudian terpancing dengan pernyataan,”DP Naik,<br />

lebih baik ambil motor sekarang”. Rencanakan pengeluaran untuk motor kita sebaikbaiknya.<br />

www.ojk.go.id

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!