Majalah-OJK-2
Majalah-OJK-2
Majalah-OJK-2
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
46<br />
PERSPEKTIF<br />
Bahaya Laten<br />
Opini Media<br />
Retno Ici<br />
Direktur Pengaturan Pasar Modal<br />
Otoritas Jasa Keuangan<br />
K<br />
etua Mahkamah Konstitusi<br />
Akil Mochtar tertangkap<br />
tangan menerima suap.<br />
Kalimat yang menyerupai<br />
pernyataan, seperti contoh di atas,<br />
seringkali menjadi headline di surat<br />
kabar. Di satu sisi, kalimat media yang<br />
berbentuk pernyataan dapat dimaklumi,<br />
mengingat salah satu tujuan media<br />
adalah agar orang tertarik terhadap<br />
hal-hal apa yang diberitakannya.<br />
Namun apabila ditelaah lebih dalam,<br />
apakah pernyataan media tersebut<br />
telah sepenuhnya benar Apakah<br />
telah terdapat verifikasi, pemeriksaan,<br />
ataupun pembuktian atas pernyataan<br />
tersebut<br />
Pasalnya, pernyataan yang bersifat<br />
provokatif sering kali menjadi dasar<br />
bagi masyarakat pembaca media untuk<br />
melakukan judgment dan penghukuman<br />
terhadap suatu hal, perbuatan ataupun<br />
orang tertentu. Meskipun pada faktanya,<br />
pernyataan tersebut belum pernah<br />
terbukti secara hukum di pengadilan.<br />
Berdasarkan hal tersebut, sering kita<br />
bertanya apakah makna kebenaran yang<br />
tumbuh dan berkembang di masyarakat<br />
Apakah hanya dengan suatu pernyataan<br />
di media yang belum tentu benar, dapat<br />
dikatakan sebagai kebenaran Apakah<br />
benar, suatu kebenaran itu bersifat<br />
relatif, di mana bisa saja sesuatu hal itu<br />
dianggap benar oleh satu orang, namun<br />
belum tentu benar pada anggapan orang<br />
lain ataupun masyarakat Berkaca dari<br />
pernyataan-pernyataan tersebut, perlu<br />
dipertanyakan apakah makna dan<br />
hakikat dari kebenaran itu<br />
Pada dasarnya kebenaran adalah satu<br />
nilai paling utama di dalam fungsi rohani<br />
kehidupan manusia. Artinya, sifat<br />
manusiawi atau martabat kemanusiaan<br />
(human dignity) selalu berusaha<br />
“memeluk” suatu kebenaran.<br />
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia<br />
(KBBI), Benar berarti sesuai sebagaimana<br />
adanya (seharusnya), betul, tidak salah;<br />
tidak berat sebelah, adil; lurus (hati);<br />
dapat dipercaya (cocok dengan keadaan<br />
yg sesungguhnya); tidak bohong; sah.<br />
Tentang kebenaran ini, Plato pernah<br />
berkata: “Apakah kebenaran itu”,<br />
lalu pada waktu yang tak bersamaan,<br />
Bradley menjawab bahwa kebenaran<br />
itu adalah kenyataan, tetapi bukanlah<br />
kenyataan (das sollen) itu tidak selalu<br />
yang seharusnya (das sein) terjadi. (1)<br />
Kebenaran itu sendiri dapat<br />
dikelompokkan dalam tiga makna, yaitu:<br />
Pertama, kebenaran moral menjadi<br />
bahasan etika, dia menunjukkan<br />
hubungan antara yang kita nyatakan<br />
dengan apa yang kita rasakan.<br />
Kedua, kebenaran logis menjadi bahasan<br />
epistemologi, logika, dan psikologi,<br />
dan merupakan hubungan antara<br />
pernyataan dengan realitas objektif.<br />
Ketiga, kebenaran metafisik berkaitan<br />
dengan yang-ada sejauh berhadapan<br />
dengan akal budi, karena yang ada<br />
mengungkapkan diri kepada akal<br />
budi. Yang ada merupakan dasar<br />
dari kebenaran, dan akal budi yang<br />
menyatakannya. (2)<br />
Berdasarkan makna kebenaran<br />
tersebut, dapat kita tarik kesimpulan<br />
bahwa pendapat ataupun judgment<br />
pada masyarakat didasarkan hanya<br />
kepada akal budi, hasil pemikiran<br />
ataupun asumsi yang timbul akibat<br />
suatu pernyataan yang dirasa cukup<br />
akurat. Pendapat ataupun judgment yang<br />
diberikan oleh masyarakat terhadap<br />
suatu peristiwa tidak didasarkan pada<br />
apa yang mereka rasakan langsung dan<br />
tidak pula berdasarkan realitas yang ada.<br />
Apabila dikaitkan dengan norma<br />
Kebenaran yang menjadi<br />
dasar masyarakat untuk<br />
melakukan judgment<br />
juga dipengaruhi oleh<br />
media, di mana pada<br />
sekarang ini sering kita<br />
dengar bahwa adanya<br />
media yang menggiring<br />
opini ataupun pendapat<br />
masyarakat terhadap suatu<br />
hal dengan didukung<br />
oleh fakta-fakta yang<br />
tentu saja dipergunakan<br />
dalam pembentukan opini<br />
tersebut.<br />
hukum, terhadap suatu peristiwa<br />
hukum harus dibuktikan di hadapan<br />
pengadilan. Di dalam hukum pidana,<br />
dikenal dengan asas pembuktian materil<br />
yang berarti bahwa terhadap pencarian<br />
kebenaran di dalam suatu peristiwa<br />
hukum pidana harus dibuktikan dengan<br />
memperhatikan segala petunjuk yang<br />
ada dan dihadirkan di muka persidangan.<br />
Namun perlu diperhatikan bahwa<br />
dengan asas pembuktian materil, maka<br />
di dalam hukum acara pidana lebih<br />
mengutamakan alat bukti saksi yang<br />
melihat, merasakan ataupun mendengar<br />
secara langsung atas peristiwa hukum<br />
tersebut. Hal ini berbeda dengan asas<br />
di dalam hukum perdata yang lebih<br />
mengutamakan pembuktian formil<br />
atau dapat dikatakan menempatkan<br />
kedudukan alat bukti surat di tempat<br />
paling utama.<br />
Di dalam hukum pidana terdapat<br />
beberapa asas yang terkenal terkait