25.01.2015 Views

Majalah-OJK-2

Majalah-OJK-2

Majalah-OJK-2

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

36<br />

FOKUS PASAR MODAL<br />

Kondisi ekonomi di pertengahan tahun ini sedikit<br />

mengingatkan kita pada kondisi perekonomian<br />

tahun 2008. Saat itu, Indonesia mengalami krisis<br />

ekonomi akibat anjloknya IHSG serta terjun<br />

bebasnya pergerakan rupiah terhadap dollar<br />

Amerika.<br />

A<br />

ksi jual yang melanda Bursa<br />

Efek Indonesia (BEI) pada<br />

pertengahan tahun 2013 ini<br />

sempat membuat Indeks<br />

Harga Saham Gabungan (IHSG) volatile.<br />

Berdasarkan data yang dihimpun Bloomberg,<br />

penyedia layanan realtime news yang<br />

meliputi pasar modal, pada awal tahun<br />

2013 posisi indeks bereda di level 4.346,4.<br />

Kemudian, indeks sempat melambung<br />

hingga rekor tertingginya sepanjang masa<br />

di level 5.214,9 pada 20 Mei 2013 lalu.<br />

Namun, sentimen negatif yang mengelilingi<br />

IHSG secara bertubi-tubi, mulai dari faktor<br />

domestik hingga eksternal, membuat IHSG<br />

tersungkur ke level 3.967,8 pada 27 Agustus<br />

2013.<br />

Jika dihitung dari posisi rekor, IHSG sudah<br />

anjlok 23,9 persen. Artinya, indeks saham<br />

sudah masuk fase bearish (harga saham<br />

sedang turun) karena penurunannya sudah<br />

melampui 20 persen dari level tertingginya.<br />

Banyak faktor yang menyebabkan<br />

pergerakan IHSG volatile (istilah yang umum<br />

digunakan dalam perdagangan untuk<br />

merujuk pada suatu peristiwa perubahan<br />

harga yang sangat cepat). Di dalam negeri<br />

misalnya, pelaku pasar mencemaskan<br />

defisit neraca perdagangan Indonesia<br />

yang kian membengkak. Pada Juli 2013<br />

lalu, defisit neraca perdagangan mencapai<br />

rekor tertingginya. Menurut perhitungan<br />

Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca<br />

perdagangan di bulan Juli mencapai 2,31<br />

miliar dollar Amerika, dengan nilai ekspor di<br />

periode tersebut sebesar 15,11 miliar dollar<br />

Amerika dan nilai impor 17,42 miliar dollar<br />

Amerika.<br />

Kondisi ini diperparah dengan adanya<br />

rencananya bank sentral Amerika (Federal<br />

Reserve atau The Fed) untuk memangkas<br />

nilai stimuslusnya yang sedianya akan<br />

dilakukan pada September lalu.<br />

Menghadapi hal tersebut, banyak investor<br />

asing yang tidak mau mengambil risiko<br />

dengan menanamkan dananya di emerging<br />

market, tak terkecuali Indonesia. Hal ini pula<br />

yang berbuntut pada pelemahan rupiah<br />

sehingga sempat menembus level 11.649<br />

pada 5 September 2013.<br />

Sebenarnya, otoritas bursa sudah<br />

memiliki firasat akan kejatuhan indeks.<br />

Hal ini terlihat adanya pertimbangan<br />

untuk merilis peraturan untuk melakukan<br />

pembelian kembali saham (buyback), baik<br />

obligasi maupun Surat Berharga Negara<br />

(SBN), tanpa dilakukannya Rapat Umum<br />

Pemegang Saham (RUPS) terlebih dahulu.<br />

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal<br />

<strong>OJK</strong>, Nurhaida mengatakan, langkah ini<br />

sebenarnya pernah dilakukan oleh Badan<br />

Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan<br />

(Bapepam-LK, kini melebur menjadi <strong>OJK</strong>)<br />

ketika krisis 2008 lalu. Saat itu IHSG<br />

terpukul hampir 50 persen.<br />

Meski sempat mempertimbangkan untuk<br />

tidak merilis kebijakan serupa dengan alasan<br />

penurunan indeks yang belum mencapai<br />

angka 50 persen. Namun akhirnya <strong>OJK</strong><br />

merespon fluktuasi pasar saham dengan<br />

mengeluarkan Peraturan <strong>OJK</strong> Nomor 02/<br />

P<strong>OJK</strong>.04/2013 tentang Pembelian Kembali<br />

Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau<br />

Perusahaan Publik dalam Kondisi Pasar yang<br />

Berfluktuasi Secara Signifikan.<br />

Ketua Dewan Komisioner <strong>OJK</strong> Muliaman<br />

D. Hadad mengatakan, aturan tersebut<br />

untuk mengurangi dampak pasar yang<br />

berfluktuasi secara signifikan. “Selain itu<br />

juga untuk memberikan kemudahan bagi<br />

emiten atau perusahaan publik dalam<br />

melakukan pembelian kembali sahamnya,”<br />

kata Muliaman.<br />

Pada dasarnya, jelas Muliaman, kondisi<br />

pasar modal menjelang akhir tahun ini<br />

sudah menunjukkan tren yang terus<br />

membaik. “Dalam satu minggu, mungkin<br />

hanya satu hari yang negatif. Selebihnya<br />

positif,” paparnya sembari menyebutkan<br />

bahwa ancaman krisis dari sisi eksternal<br />

maupun domestik bisa datang kapan saja.<br />

Menurut Muliaman, ketidakpastian<br />

penyelesaian permasalahan ekonomi global<br />

perlu terus diwaspadai terkait dengan<br />

berbagai kemungkinan dampak buruk yang<br />

akan mengancam perekonomian dalam<br />

negeri. “Kita tidak tahu apa yang akan terjadi<br />

di Amerika. Dalam arti, cepat atau lambat<br />

mungkin tapering (pengurangan pembelian<br />

obligasi oleh bank sentral AS) akan tetap<br />

jalan,” ujarnya.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!